Anda di halaman 1dari 11

BAB III

KOMPONEN-KOMPONEN DI DALAM BATUBARA

3.1 PENDAHULUAN

Batubara merupakan mineral bahan bakar yang terbentuk sebagai suatu


cebakan sedimenter yang berasal dari penimbunan dan pengendapan hancuran
bahan berselulosa yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Bahan ini terpadatkan dan
terubah karena adanya proses tekanan dan panas. Bentuk awal dari hasil
penimbunan dan pemadatan ini adalah berupa gambut yang setelah mengalami
tekanan dan pemanasan akan berubah berturut-turut menjadi lignit, sub-bituminus,
bituminus, atau antrasit tergantung dari besarnya tekanan dan pemanasan yang
dialaminya.
Jika tumbuhan tumbang di suatu rawa yang dicirikan dengan kandungan
oksigen yang sangat rendah, yang tidak memungkinkan bakteri aerob (bakteri yang
memerlukan oksigen) hidup, maka sisa tumbuhan tersebut tidak mengalami proses
pembusukan dan penghancuran sempurna sehingga tidak akan terjadi proses
oksidasi sempurna. Pada kondisi tersebut hanya bakteri-bakteri anaerob saja yang
melakukan proses dekomposisi yang kemudian membentuk gambut. Peningkatan
tekanan dan temperatur pada lapisan gambut akan mengkonversi gambut menjadi
batubara yang dicirikan dengan terjadinya proses pengurangan kandungan air,
pelepasan gas-gas CO 2 , H2O, CO dan CH4 , peningkatan kepadatan dan kekerasan,
dan nilai kalor.
Proses pembentukan batubara adalah sebagai berikut:
 Batubara terbentuk pada daerah-daerah dataran rendah, seperti pantai, rawa-
rawa, delta, cekungan dan lain sebagainya, dengan vegetasi hutan yang lebat
dan merupakan daerah-daerah yang selalu tergenang oleh air.
 Daerah tersebut mengalami penurunan secara perlahan-lahan yang diimbangi
dengan penumpukkan tumbuh-tumbuhan serta pengendapan material sebagai
tanah penutup yang terjadi secara berulang-ulang. Kejadian tersebut disebut
dengan proses sedimentasi.

22
 Terjadinya proses biokimia, dimana sisa tumbuh-tumbuhan tersebut mengalami
pengawetan tanpa pembusukkan dalam kondisi asam, maka terjadilah
penumpukkan dan pemadatan, sehingga terbentuklah gambut ( peat).
 Adanya perubahan tekanan, dan temperatur akibat dari penurunan serta proses
sedimentasi yang terjadi secara berulang-ulang, maka akan menjadi batubara
yang berlapis dengan ketebalan bervariasi. Akibat gejala tersebut, maka
tersusunlah tingkatan kualitas batubara yang bermacam-macam.
Disamping tekanan dan pemanasan, umur pembentukan batubara juga
akan menentukan tingkatan batubara yang dihasilkan. Pemanasan dalam waktu
yang lama, pada temperatur yang sama akan menghasilkan batubara yang lebih
tinggi peringkatnya, seperti terlihat pada Tabel 10. Proses transformasi dari
tumbuh-tumbuhan menjadi batubara dikenal sebagai proses Koalifikasi. Selama
proses koalifikasi ini terjadi kenaikan kadar karbon dan penurunan relatif kadar
hidrogen dan oksigen, serta unsur lainnya (Abdul Kadir, 1995).
Reaksi pembentukan batubara dapat digambarkan sebagai berikut:
5(C6H10O5) C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO
selulosa lignit gas metana
Keterangan:
 Selulosa (zat organik) yang merupakan zat pembentuk batubara.
 Unsur C dalam Lignit lebih sedikit dibandingkan Bituminus, dan unsur H dalam
Lignit lebih banyak dari Bituminus.
 Semakin banyak unsur C semakin baik mutunya dan semakin banyak unsur H
semakin kurang baik mutu Lignit.
 Senyawa CH4 (gas metana) dalam Lignit lebih sedikit dibandingkan dalam
Bituminus. Semakin banyak CH4 semakin baik kualitas Lignit.
Tabel 10. Umur Batubara (Bulletin Bukit Asam, 1997)
Umur (Tahun) Tingkatan Batubara
250 x 106 Antrasit
180 x 106 Bituminus
150 x 106 Bituminus
100 x 106 Sub-bituminus
60 x 106 Lignit

23
3.2 UNSUR-UNSUR YANG TERDAPAT DI DALAM BATUBARA

Unsur-unsur yang ada dalam batubara terdiri dari Karbon (C), Hidrogen
(H), Oksigen (O), Belerang (S) dan Nitrogen (N).
Karbon, hidrogen dan oksigen adalah unsur utama pembentuk batubara,
sedangkan belerang dan nitrogen hanya sebagai bahan pengikut. Belerang dalam
batubara terdapat dalam 3 bentuk, yaitu belerang pirit (FeS 2), belerang organik dan
belerang sulfat sebagai Ca dan Fe sulfat.
3.2.1 Struktur Batubara
Struktur kimia batubara dikategorikan dalam tiga kelompok, yaitu struktur
aromatik, struktur alifatik, dan struktur heteroatom. Untuk lebih jelasnya mengenai
struktur batubara dapat dilihat pada Gambar 2.
1. Struktur Aromatik
Aromatisitas meningkat sesuai dengan peringkat batubara. Sekitar 0,72
untuk batubara sub-bituminus, 0,82 untuk batubara bituminus mudah menguap,
dan mendekati 1 untuk batubara antrasit.
Jumlah rata-rata cincin aromatik bertambah dengan semakin tinggi kadar
karbon dalam batubara. Batubara dengan kadar karbon 70 – 83 % (m.a.f)
mempunyai cincin aromatik rata-rata 2, batubara dengan kadar karbon 85 – 90 %
mempunyai cincin aromatik 3 – 5, dan batubara dengan kadar karbon 95 %
mempunyai cincin aromatik melebihi 40. Kereaktifan batubara berkurang dengan
bertambahnya jumlah cincin aromatik.
2. Struktur Alifatik
Struktur alifatik terdiri dari senyawa alifatik rantai pendek (metil, etil) dan
jembatan-jembatan (metilen, etilen). Jembatan metilen lebih reaktif daripada
senyawa alifatik. Pada reaksi termal, senyawa alifatik rantai panjang akan
terdekomposisi menjadi senyawa alifatik rantai pendek, dan senyawa alifatik rantai
pendek akan terdekomposisi menghasilkan gas metan dan olefin. Jumlah struktur
alifatik berkurang dengan naiknya peringkat batubara (Tsai, 1982).
3. Struktur Heteroatom

24
Heteroatom oksigen, sulfur, dan nitrogen berperan penting dalam
pemrosesan batubara sehingga perlu diketahui bentuk keberadaannya dalam
batubara dan kemungkinan reaksi dalam kondisi proses yang berbeda.

25
Gambar 2. Model Struktur Batubara Diusulkan oleh (a) Solomon, (b) Whitehurst

Oksigen dalam batubara berupa air dan mineral organik. Gugus fungsional
oksigen terdiri dari karbonil, hidroksil, karboksil, metoksil, fenol, eter, dan ester.
Sebagian besar gugus karboksil terdapat dalam batubara peringkat rendah.
Kandungan oksigen dalam berbagai peringkat batubara dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Kandungan Oksigen di dalam Batubara
Peringkat Batubara Oksigen (%)
Lignit 43,3
Subbituminus 29,6
Bituminus 16,4
Antrasit 2,9
Sumber : Fuels and Combustion , 1984

Oksigen sebagai gugus karboksil makin menurun dengan naiknya


peringkat batubara dan hanya ada sebagai gugus fenol dan karbonil (Meyers,
1992). Oksigen dalam batubara ada dalam berbagai bentuk seperti diperlihatkan
pada Gambar 3, yaitu: sebagai gugus OH dalam fenol dan asam karboksilat,
sebagai C=O dalam keton, ester, dan asam karboksilat, dan sebagai C-O-C dalam
eter dan struktur heterosiklik; O-CH 3 sering ditentukan terpisah. Batubara yang
mempunyai kandungan oksigen terlalu tinggi, kurang baik untuk menghasilkan
kokas guna keperluan metalurgi. Pada proses gasifikasi dan liquifaksi, batubara
yang mempunyai oksigen tinggi lebih reaktif sehingga proses gasifikasi dan
liquifaksi berlangsung lebih mudah. Sulfur dalam batubara umumnya terdapat
hanya sedikit yaitu sekitar 0,5 – 2,5 %, kemungkinan berasal dari protein tanaman
dan diperkaya oleh bakteri sulfur. Kandungan sulfur dalam batubara sangat
merugikan karena akan menimbulkan korosi dan polusi SO 2.
Kandungan sulfur batubara bituminus sekitar 0,38 - 5,32 %, pada
subbituminus sekitar 0,3 - 2 %. Kandungan sulfur dalam berbagai peringkat
batubara dapat dilihat pada Tabel 12. Umumnya nisbah sulfur organik terhadap
sulfur total lebih tinggi untuk batubara dengan kadar sulfur rendah, dan menurun
dengan kenaikan kadar sulfur total.
Tabel 12. Kandungan Sulfur di dalam Batubara (Fuels and Combustion, 1984)
Peringkat Batubara Sulfur (%)
Lignit 0,7

26
Subbituminus 0,3
Bituminus 1,8
Antrasit 0,5

Gambar 3. Struktur Fungsional Oksigen dalam Batubara

Nitrogen dalam batubara berasal dari protein nabati dan hewani.


Umumnya batubara mengandung 1 – 2 % nitrogen. Batubara bituminus
mengandung 1,50 – 1,75 % nitrogen dan batubara antrasit
mengandung nitrogen < 1 %. Sebagian besar nitrogen dalam batubara tergabung
pada cincin heterosiklik seperti piridin dan pirol (Meyers, 1992).
Kandungan nitrogen yang tinggi dalam batubara menyebabkan kenaikan
suhu nyala batubara sehingga akan meningkatkan nilai bakar batubara, seperti
ditunjukkan pada Tabel 13.
Tabel 13. Kandungan Nitrogen di dalam Batubara (Fuels and Combustion, 1984)
Peringkat Batubara Nitrogen (%) Nilai Kalor (Btu/lb)
Lignit 0,7 6110

27
Subbituminus 1,3 7000
Bituminus 1,4 7355
Antrasit 0,8 7700
3.3 SIFAT FISIKA DAN KIMIA BATUBARA

Sifat Fisika adalah suatu sifat yang menunjukkan karakteristik suatu zat,
dan tidak dapat mengalami perubahan. Sifat Kimia adalah suatu sifat yang
menunjukkan karakteristik suatu zat, dan dapat mengalami perubahan. Zat utama
(bahan baku) pembentukan batubara adalah selulosa, sedangkan produknya adalah
batubara.

3.3.1 Sifat Fisika dan Kimia Bahan Baku


1. Sifat Fisika Selulosa
a. Rumus molekul = 5(C6H10O5)
b. Berat molekul (BM) = 810 gr/mol
2. Sifat Kimia Selulosa
a. Tersusun dari beberapa unsur, yaitu unsur Karbon, Hidrogen dan Oksigen.
b. Tidak mudah larut di dalam air.
c. Termasuk ke dalam senyawa organik.

3.3.2 Sifat Fisika dan Kimia Produk


1. Sifat Fisika Batubara
a. Berat jenis berkisar antara 1,25 – 1,70 gr/cm 3.
b. Kekerasan atau kelunakan tergantung pada komposisi dan jenis
batubara.
c. Warna bervariasi dari coklat pada lignit menjadi hitam sampai
hitam legam pada antrasit.
d. Kilap sangat tergantung pada komponen-komponen dalam
batubara dan peringkat atau tingkatan batubara.
2. Sifat Kimia Batubara
Sifat kimia tergantung pada unsur kimia yang dikandungnya, unsur-unsur
kimia tersebut adalah :
a. Karbon

28
Karbon yang terdapat dalam batubara bertambah sesuai dengan
peningkatan peringkat batubara dari kira-kira 60 – 100 %. Prosentase ini menurun
pada lignit dan meningkat pada antrasit. Jumlah karbon dalam batubara
mempengaruhi nilai bakar batubara sehingga menjadikan mutu batubara semakin
baik, seperti diperlihatkan pada Tabel 14. Penentuan kadar karbon digunakan untuk
menghitung jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses pembakaran dan
perhitungan efisiensi proses pembakaran.
Tabel 14. Kandungan Karbon di dalam Batubara (Konversi Energi, 1991)

Peringkat Batubara Karbon Total (%) Nilai Kalor (Btu/lb)


Lignit 76 – 62 8300 – 6300
Subbituminus 80 - 71 11500 – 8300
HVB Bituminus 86 - 76 13000 – 10500
HVC Bituminus 86 - 76 13000 – 10500
HVA Bituminus 98 - 78 14000
LV Bituminus 91 - 86 -
MV Bituminus 91 - 86 -
Antrasit 98 – 92 -
Keterangan : HV = High Volatile LV = Low Volatile MV = Medium Volatile

b. Hidrogen
Kandungan hidrogen dalam batubara sekitar 3 – 6 %. Jumlah hidrogen
yang tinggi dalam batubara akan mempengaruhi mutu batubara karena kadar
kelembaban batubara bertambah sehingga mutu batubara menurun, seperti yang
terlihat pada Tabel 15. Penentuan kadar hidrogen digunakan untuk menghitung
jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses pembakaran. Pada pembakaran
langsung, sebagian besar hidrogen yang berkembang dalam berbagai senyawa
seperti zat terbang dan terbakar membentuk uap air.
Tabel 15. Kandungan Hidrogen di dalam Batubara
Peringkat Batubara Hidrogen (%) Nilai Kalor (Btu/lb)
Lignit 5,0 - 5,7 11700
Subbituminus 4,4 - 5,0 15800
Bituminus 4,4 - 5,4 15700
Antrasit 3,0 - 3,9 15400
Sumber :Fuels and Combustion , 1984

c. Oksigen
d. Nitrogen

29
e. Sulfur
3.3.3 Komponen-Komponen yang Ada dalam Batubara
Pada dasarnya batubara terdiri atas tiga komponen, yaitu batubara murni,
zat mineral, dan lengas total ( total moisture ). Pada perlakuan panas yang diberikan
kepada batubara maka akan terjadi penguraian terhadap komponen dasar dari
batubara tersebut.
1. Lengas (Moisture)
Bentuk air dalam batubara dapat dibedakan menjadi Lengas Permukaan
(Free/Surface Moisture), Lengas Tertambat ( Inherent Moisture), dan Lengas Total
(Total Moisture).
a. Lengas Permukaan/Bebas
Lengas ini berada pada permukaan partikel batubara akibat pengaruh dari
luar seperti cuaca/iklim (hujan), penyemprotan di Stockpile pada saat
penambangan atau transportasi tergantung dari kondisi penambangan serta
keadaan udara pada saat penyimpanan dan dapat hilang dengan penguapan,
misalnya air drying. Lengas ini tidak tergantung pada tipe batubara namun
dipengaruhi ukuran partikel karena kadar lengas meningkat dengan makin
besarnya luas permukaan luar. Air yang ditambahkan melalui penyemprotan untuk
menekan debu dan mengurangi abu juga termasuk sebagai lengas permukaan.
b. Lengas Tertambat/Bawaan
Lengas ini adalah lengas yang terikat secara kimiawi dan fisika di dalam
batubara pada saat pembentukan batubara. Lengas ini banyak pengaruhnya pada
pengangkutan, penanganan, penggerusan, maupun pada pembakaran batubara.
c. Lengas Total
Lengas ini adalah banyaknya air yang terkandung dalam batubara sesuai
dengan kondisi diterima, baik yang terikat secara kimiawi maupun akibat pengaruh
kondisi luar seperti iklim, ukuran butiran,maupun proses penambangan (Unsworth
dkk, 1991).
2. A b u (Ash)
Abu adalah material anorganik yang terkandung dalam batubara setelah
dilakukan pembakaran pada kondisi temperatur tertentu. Abu di dalam batubara

30
atau bisa juga disebut mineral matter, terjadinya di dalam batubara dapat sebagai
inherent mineral matter atau extraneous mineral matter.
Inherent mineral matter berhubungan dengan tumbuhan asal
pembentukan batubara, mineral matter ini tidak dapat dihilangkan atau dicuci dari
batubara. Extraneous mineral matter terjadi pada permukaan batubara saat
penambangan dilakukan yang berasal dari tanah penutup atau lapisan-lapisan yang
terdapat di antara lapisan batubara, biasanya terdiri dari Slate, Shale, Sandstone,
Clay atau Limestone. Mineral matter ini dapat dikurangi pada saat pencucian
batubara.
Mineral matter atau abu dalam batubara terutama terdiri dari senyawa Si,
Al, Fe dan sedikit Ti, Mn, Mg, Na, K dalam bentuk silikat, oksida, sulfida, sulfat dan
pospat, sedangkan unsur seperti As, Cu, Pb, Ni, Zn dan Uranium terdapat sangat
sedikit sekali yang disebut trace element. Selain kualitas mempengaruhi
penanganannya, baik sebagai fly ash maupun bottom ash tetapi juga komposisinya
yang akan mempengaruhi pemanfaatan batubara, juga titik leleh abu dapat
menimbulkan fouling pada pipa-pipa. Dalam hal ini kandungan Na 2O dalam abu
sangat mempengaruhi titik leleh.
3. Zat Terbang (Volatile Matter)
Zat terbang adalah bagian dari batubara dimana akan berubah menjadi
volatile matter (produk) bila batubara dipanaskan tanpa udara pada suhu sekitar
950 oC. Zat terbang terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar seperti H 2, CO,
metan, hidrokarbon ringan dan uap-uap yang mengembun seperti tar, juga gas CO 2
dan H2O.
Zat terbang sangat erat hubungannya dengan peringkat batubara. Makin
kecil kadar zat terbang, maka makin tinggi peringkat batubara. Pada pembakaran
batubara, kandungan zat terbang yang tinggi akan lebih mempercepat pembakaran
karbon padatnya dan sebaliknya zat terbang yang lebih rendah mempersukar
proses pembakaran.
4. Karbon Tetap/Tertambat (Fixed Carbon)
Karbon tetap/tertambat adalah karbon yang terdapat pada batubara,
berupa zat padat tertinggal setelah penentuan zat terbang. Pengeluaran zat terbang

31
dan kandungan air menyebabkan kenaikan karbon tertambat sehingga makin tinggi
kandungan karbonnya maka mutu batubara semakin baik.
Jumlahnya ditentukan oleh kadar air, abu dan zat terbang.

5. Nilai Kalor (Calorific Value)


Nilai kalor adalah jumlah panas yang dibebaskan jika satu unit berat atau
satu unit volume terbakar sempurna. Nilai kalor kotor batubara adalah panas yang
dihasilkan oleh pembakaran setiap satuan berat batubara dalam sejumlah oksigen
pada kondisi standar. Nilai kalor dinyatakan sebagai heating value, merupakan
suatu parameter yang penting dari thermal coal. Harga nilai kalor yang dapat
dilaporkan adalah Gross Calorific Value (GCV) yang diperoleh melalui pembakaran
suatu sampel batubara di dalam bom kalorimeter dengan mengembalikan sistem ke
ambient temperatur. Untuk nilai kalor yang benar-benar dimanfaatkan pada
pembakaran batubara adalah Net Calorific Value (NCV) yang dapat dihitung dengan
harga panas laten dan panas sensibel yang dipengaruhi oleh kandungan total abu.
Net Calorific Value biasanya antara 93 – 97 % dari Gross Calorific Value dan
tergantung pada kadar air tertambat serta kandungan hidrogen dalam batubara.

TUGAS
1. Apa yang dimaksud dengan batubara ?
2. Bagaimana batubara dapat terbentuk berikut unsur-unsur pembentuknya ?
3. Uraikan berikut gambar struktur kimia batubara !
4. Bagaimana sifat fisika dan kimia batubara ?

32

Anda mungkin juga menyukai