Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

METODELOGI STUDI ISLAM

“MODEL-MODEL PENELITIAN KEAGAMAAN”

DOSEN PENGAMPU :

RUSTAM, S.Ei., M.Si.

Di susun oleh :

EGY PRATAMA : 11823030

WAYUSI SAPARUL : 11823065

FUADDINUR RISKI DARMAWAN : 11823189

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONTIANAK

FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM

PERBANKAN SYARI’AH

2019
KATA PENGANTAR

Marilah kita panjatkan puji dan syukur atas kepada Allah SWT yang telah
memberikan kita kesempatan agar bisa berkumpul kembali seperti saat ini dalam
keadaan sehat wal’afiat. Shalawat serta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita
Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup kepada kita semua sampai
saat ini. Penulis ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu bapak Rustam, S.Ei.,
M.Si. selaku dosen Metodelogi Studi Islam yang telah membimbing kami untuk
menyelesaikan makalah ini.

Dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan,


kami berharap bisa di maklumi dan kami perlu mendapatkan kritik dan saran apabila
ada kesalahan kata maupun penulisan. Semoga makalah Metode Studi Islam ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Pontianak, 29 Maret 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER………………………………………………………………………….. i

KATA PENGANTAR………………………………………………………....... i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. i

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG………………………………………………. 1

B. RUMUSAN MASALAH……………………………………………. 1

C. TUJUAN……………………………………………………............... 1

BAB II PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN PENELITIAN AGAMA DAN BATASANNYA…. 2

B. MODEL-MODEL PENELITIAN AGAMA………………………… 3

C. ISLAM SEBAGAI DOKTRIN…………………………………......... 4

D. ISLAM SEBAGAI PRODUK BUDAYA…………………………… 5

E. ISLAM SEBAGAI INTERAKSI SOSIAL………………………….. 6

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN……………………………………………………….. 8

B. SARAN…………………………………………………………........... 9

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………....... 10
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Metode Penelitian Agama merupakan cara dimana umat beragama
bisa mengerti tentang agama yang di peluk atau di ajarkan. Banyak faktor
kendala yang mempengaruhi penelitian agama seperti narasumber maupun
ajarannya.
Penelitian agama telah dilakukan beberapa abad yang lalu namun hasil
penelitiannya masih dalam bentuk aktual dan belum dijadikan sebagai sebuah
ilmu. Setelah bertambahnya gejala-gejala agama yang berbentuk sosial dan
budaya, ternyata penelitian dapat dijadikan sebagai ilmu yang khusus dalam
rangka menyelidiki gejala-gejala agama tersebut.
Perkembangan penelitian agama pada saat ini sangatlah pesat karena
tuntutan-tuntutan kehidupan sosial yang selalu berlangsung. Permasalahan-
permasalahan seperti inilah yang mendasari perkembangan penelitian-
penelitian agama guna mencari relavansi kehidupan sosial dan agama.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan pengertian penelitian agama?


2. Apa saja model-model dalam penelitian agama?
3. Jelaskan bagaimana agama bisa menjadi sebagai doktrin?
4. Jelaskan bagaimana agama bisa menjadi produk budaya?
5. Jelaskan bagaiamana agama menjadi produk interaksi sosial?

C. Tujuan

1. Pembaca dapat memahami apa itu penelitian agama.


2. Pembaca dapat mengetahui model-model penelitian agama.
3. Pembaca dapat mengetahui bagaimana agama itu bisa menjadi doktrin.
4. Pembaca dapat mengetahui bagaiamana agama itu bisa menjadi produk
budaya.
5. Dan pembaca juga dapat mengetahui bagaimana agama dapat menjadi produk
interaksi sosial.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Penelitian dan Batasannya

Penelitian adalah upaya sistematis dan objektif untuk mempelajari suatu masalah
dan menemukan prinsip-prinsip umum. Selain itu, penilitian juga berarti upaya
pengumpulkan informasi yang bertujuan untuk menambah pengetahuan. Pengetahuan
manusian tumbuh dan berkembang berdasarkan kajian-kajian sehinga terdapat
penemuan dan ia siap merevisi pengetahuan-pengetahuan masa lalu melalui
penemuan-penemuan baru.[1]                                   
M. Atho Mudzahar menginformasikan bahwa sampai sekarang, istilah penelitian
agama belum di beri batas yang tegas. Penelitian agama lebih mengutamakan pada
materi agama, sehingga sehingga sasaranya terletak pada tiga elemen pokok yaitu
ritus, mitos, dan magik. Agama mengandung dua kelompok ajaran. Pertama, ajaran
dasar wahyu dari tuhan, bersifat absolute, mutlak benar, kekal tidak berubah dan tidak
bias diubah.kedua bersifat relatif, berubah, dan dapat diubahsesuai dengan
perkembangan zaman.
Para ilmuan beranggapan bahwa agama juga merupakan objek kajian atau
penelitian, karena agama merupakan bagian dari kehidupan social cultural. Jadi,
penelitian agama bukanlah meneliti hakikat agama dalam arti wahyu, melainkan
meneliti manusia yang menghayati, meyakini, dan memperoleh pengaruh dari agama.
Dengan kata lain, penelitian agama bukan meneliti kebenaran teologi atau filosofi
tetapi Bagaimana agama itu ada dalam kebudayaan dan system social berdasarkan
fakta atau realitas social cultural. Dengan demikian, kedudukan penelitian agama
adalah sejajar dengan penelitian-penelitian lain yang membedakan hanyalah objek
kajian agama, yang di telitinya.
Penggunaan istilah “penelitian agama” sampai sekarang masih belum diberi batas
yang tegas. Pengunaan istilah yang pertama (penelitian agama) sering juga
dimaksudkan mencakup engertian istilah yang kedua (penelitian keagamaan), dan
begetu sebaliknya. Prof. Dr. H.A. Mukti Ali, Misalnya, ketika membuka Program
Latihan Penelitian Agama (PLPA), menggunakan kedua istilah tersebut dengan arti
yang sama. Demikian pula dalam “Metodologi Penelitian Agama”nya Peserta Studi
Purna Sarjana Dosen IAIN di Yogyakarta, kedua istilah tersebut berkali-berkali
digunakan dalam arti yang sama.
Middleton, guru besar antropologi di New York University, berpendapat,
“penelitian agama” berbeda dengan “penelitian keagamaan” Yang pertama lebih
menekankan pada materi agama, sehingga sasaranya pada tiga elemen pokok
yaitu: ritus, mitos, dan magik. Yang kedua kedua lebih menekankan pada agama
sebagai system keagamaan.2)
Dalam pandangan Juhaya S. Praja, Penelitian agama adalah penelitian tentang
asal-usul agama, dan pemikiran serta pemahaman penganut ajaran agama tersebut
terhadap ajaran yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian menurut Juhaya S.
Praja terdapat dua bidang penelitian agama, yaitu sebagai berikut:
1.      Penelitian tentang sumber ajaran agama yang telah melahirkan disiplin ilmu tafsir
dan ilmu hadist.
2.      Pemikiran dan pemahaman terhadap ajaran yang yang terkandung dalam sumber
ajaran agama itu, yang emrupakan metodologi ilmu agama. [2][3]

B. Model-model Penelitian Agama

Adapun model penelitian yang di tampilkan disini memperlihatkan langsung


agama melalui pendekatan sosiologis.  Selumnya saya kutip karya djamari mengenai
metode sosiologi dalamkajian agama.
Djamari, dosen pascasarjana IKIP Bandung, menjelaskanbahwa kajian sosiologi
agama mengunakan metode ilmiah. Pengumpulan data dan metode yang digunakan,
antara lain dengan data sejarah, analisis komparatif lintas budaya, eksperimen yang
terkontrol, observasi, suvei sampel, dan analisis isi.
1.      Analisis Sejarah
Sosiologi tidak memusatkan perhatiannya pada bentuk peradapan pada tahap
permulaan pada waktu tertentu. Tetapi menerangkan realitas masa kini, realitas yang
berhubungan erat dengan kita, yang mempengaruhi gagasan dan perilaku kita. Supaya
kita mengerti persoalan manusia sekarang, kita harus mempelajari sejarah masa
silam.dalam hal ini, sejarah hanyasebagai metode analisis atas dasar pemikiran bahwa
sejarah dapat menyajikan gambaran tentang unsure-unsur yang mendukung
timbulnya suatu lembaga. Pendekatan sejarah bertujuan untuk menemukan inti
karakter agama dengan meneliti suber klasik sebelum dicampuri yang lain. Dalam,
menggunakan data historis, sejarawan cenderung menyajikan detail dari situasi
sejarah tetang sebab akibat dari suatu kejadian. Sedangkan sosiologi lebih tertarik
persoalan apakah situasi social tertentu di ikuti oleh situasi social yang lain. Sosiolog
mencari pola hubungan antara kejadian social dan karaktaristik agama.
2 . Analisis Lintas Budaya
Analisis lintas budaya biasa diatikan dengan ilmu antropologi, karena dilihat
dari defenisi antropologi sendiri secara sederhana dapat dikatakan bahwa antropologi
mengkaji kebudayaan manusia.
Dengan membandingkan pola-pola social keagamaan dibeberapa daerah
kebudayaan, sosiolag dapat memperoleh gambaran tentang korelasi unsure budaya
tertentu atau kondisi sosiologi cultural secra umum. Weber mencoba membuktikan
teorinya tentang relasi antara etika protistan dengan kebangkitan kapitalisme melalui
kajian agama dan dan ekonomi di india dan cina.[4]
3.      Experimen
penelitian yang menggunakan experiman agak sulit dilakukan dalam
penelitian agama. Dalam beberapa hal, experiman dapat dilakukan  dalam penelitian
agama, misalnya untuk mengefaluasi perbedaan hasil belajar dari penelitian agama.
4.      Observasi partisipatif
Dengan partisipatif dalam kelompok, peneliti dapat mengobservasi perilaku orang-
orang dalam kontks relegius. Baik diketahui baik di ketahui atau tidak oleh orang
yang sedang diobservasi. Dan diantaranya kelebihannya yaitu memungkinkannya
pengamatan simbolik antar anggota kelompok secara mendalam. Adapun
kelemahannya yaitu terbatasnya data pada kemampuan observasi.[5]
5.      Riset survai dan analisis statistic
Penelitian survai dilakukan dengan menyusun kuesioner, interview dengan sempel
dari populasi. Sempel bias berupa organanisasi keagamaan atau penduduk suatu kota
atau desa. Prosedur penelitian ini dinilai sangat berguna untuk memperlihatkan
korelasi dari karakteristik keagamaan tertentu dengan sikap social atau atribut
keagamaan tertentu.
6.      Analisis isi
Dengan metode ini, peneliti mencoba mencari keterangan dari tema tema agama, baik
berupa tulisan, buku-bukukhotobah, dokrin maupun deklarasi teks, dan lainnya.
Umpamanya sikap kelompok keagamaan dianalisis dari substansi ajaran kelompok
tersebut.4[6]

C. Islam Sebagai Doktrin

Kata doktrin berasal dari bahasa Inggris doctrine yang berarti ajaran.[1] Dari


kata doctrine itu kemudian dibentuk kata doktrina, yang berarti yang berkenaan
dengan ajaran atau bersifat ajaran.
Selain kata doctrine  sebgaimana disebut diatas, terdapat kata doctrinaire yang
berarti yang bersifat teoritis yang tidak praktis. Contoh dalam hal ini
misalnya doctrainare ideas ini berrati gagasan yang tidak praktis.[2]
Uraian ini berkenaan dengan Islam sebagai sasaran atau obyek studi doktrinal
tersebut. Ini berarti dalam studi doktrinal yang di maksud adalah studi tentang ajaran
Islam atau studi Islam dari sisi teori-teori yang dikemukakan oleh Islam.
Islam didefinisikan oleh sebagian ulama sebagai berikut:
‫اإلسالم وحي إالهي أنزل إىل نيب حممد صلى اهلل عليه وسلم لسعادة الدنيا واألخرة‬
(Islam adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
pedoman untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat).[3]
Studi Islam dari sisi doktrinal itu kemudian menjadi sangat luas, yaitu studi
tentang ajaran Islam baik yang ada di dalam Alqur`an maupun yang ada di dalam
Sunnah serta ada yang menjadi penjelasan kedua sember tersebut dengan melalui
ijtihad.
Jadi sasaran studi Islam doktrinal ini sangat luas. Persoalannya adalah apa yang
kemudian dipelajari dari sumber ajaran Islam itu. 

D. Islam Sebagai Produk Budaya

Agama merupakan kenyataan yang dapat dihayati. Sebagai kenyataan, berbagai


aspek perwujudan agama bermacam-macam, tergantung pada aspek yang dijadikan
sasaran studi dan tujuan yang hendak dicapai oleh orang yang melakukan studi.
Cara-cara pendekatan dalam mempelajari agama dapat dibagi ke dalam dua
golongan besar, yaitu model studi ilmu-ilmu sosial dan model studi budaya.
Untuk memahami suatu agama, khususnya Islam memang harus melalui dua
model, yaitu tekstual dan konstektual. Tekstual, artinya memahami Islam melalui
wahyu yang berupa kitab suci. Sedangkan kontekstual berarti memahami Islam lewat
realita sosial, yang berupa perilaku masyarakat yang memeluk agama bersangkutan.
Studi budaya diselenggarakan dengan penggunaan cara-cara penelitian yang
diatur oleh aturan-aturan kebudayaan yang bersangkutan.
Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan yang dipunyai oleh manusia
sebagai mahkluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat model-model
pengetahuan yang secara selektif dapat digunakan untuk memahami dan
menginterprestasi lingkungan yang di hadapi, dan untuk mendorong dan menciptakan
tindakan-tindakan yang diperlukan.[4]
Agama sebagai budaya, juga dapat dilihat sebagai mekanisme kontrol, karena
agama adalah pranata sosial dan gejala sosial, yang berfungsi sebagai kontrol
terhadap institusi-institusi yang ada.
Dalam kebudayaan dan peradaban dikenal umat Islam berpegang pada kaidah:
‫احملافظة على القدمي الصاحل واألخذ باجلديد األصلح‬
Artinya: “Memelihara pada produk budaya lama yang baik dan mengambil
produk budaya baru yang lebih baik”.[9]
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hasil pemikiran manusia yang berupa
interprestasi terhadap teks suci itu disebut kebudayaan. Maka sistem pertahanan
Islam, sistem keuangan Islam, dan sebagainya yang timbul sebagai hasil pemikiran
manusia adalah kebudayaan pula. Kalaupun ada perbedaannya dengan kebudayaan
biasa, maka perbedaan itu terletak pada keadaan institusi-institusi kemasyarakatan
dalam Islam, yang disusun atas dasar prinsip-prinsip yang tersebut dalam Alqur`an.

E. Islam Sebagai Interaksi Sosial

Islam sebagai sasaran studi sosial ini dimaksudkan sebagai studi tentang Islam
sebagai gejala sosial. Hal ini menyangkut keadaan masyarakat penganut agama
lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling
berkaitan.
Dengan demikian yang menjadi obyek dalam kaitan dengan Islam sebagai sasaran
studi social adalah Islam yang telah menggejala atau yang sudah menjadi fenomena
Islam. Yang menjadi fenomena adalah Islam yang sudah menjadi dasar dari sebuah
perilaku dari para pemeluknya.
M. Atho Mudzhar, menulis dalam bukunya, pendekatan Studi Islam dalam Teori
dan Praktek, bahwa ada beberapa bentuk gejala agama yang perlu diperhatikan dalam
mempelajari atau menstudi suatu agama. Pertama, scripture atau naskah-naskah atau
sumber ajaran dan simbol-simbol agama. Kedua, para penganut atau pemimpin atau
pemuka agama, yaitu yang berkenaan dengan perilaku dan penghayatan para
penganutnya. Ketiga, ritus-ritus, lembaga-lembaga dan ibadat-ibadat, seperti salat,
haji, puasa, perkawinan dan waris. Keempat, alat-alat, organisasi-organisasi
keagamaan tempat penganut agama berkumpul, seperti NU dan lain-lain.[10]
Masih menurut M. Atho Mudzhar, agama sebagai gejala sosial, pada dasarnya
bertumpu pada konsep sosiologi agama. Sosiologi agama mempelajari hubungan
timbal balik antara agama dan masyarakat. Masyarakat mempengaruhi agama, dan
agama mempengaruhi masyarakat. Tetapi menurutnya, sosiologi sekarang ini
mempelajari bukan masalah timbal balik itu, melainkan lebih kepada pengaruh agama
terhadap tingkah laku masyarakat. Bagaimana agama sebagai sistem nilai
mempengaruhi masyarakat.[11]
Persoalan berikutnya adalah bagaimana kita melihat masalah Islam sebagai
sasaran studi sosial. Dalam menjawab persoalan ini tentu kita berangkat dari
penggunaan ilmu yang dekat dengan ilmu kealaman, karena sesungguhnya peristiwa-
peristiwa yang terjadi mengalami keterulangan yang hampir sama atau dekat dengan
ilmu kealaman, oleh karena itu dapat diuji.
Jadi dengan demikian menstudi Islam dengan mengadakan penelitian sosial.
Penelitian social berada diantara ilmu budaya mencoba memahami gejala-gejala yang
tidak berulang tetapi dengan cara memahami keterulangan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penelitian adalah upaya sistematis dan objektif untuk mempelajari suatu masalah
dan menemukan prinsip-prinsip umum. Selain itu, penilitian juga berarti upaya
pengumpulkan informasi yang bertujuan untuk menambah pengetahuan. M. Atho
Mudzahar menginformasikan bahwa sampai sekarang, istilah penelitian agama belum
di beri batas yang tegas. Penelitian agama lebih mengutamakan pada materi agama,
sehingga sehingga sasaranya terletak pada tiga elemen pokok yaitu ritus, mitos, dan
magik.

Adapun model penelitian yang di tampilkan disini memperlihatkan langsung


agama melalui pendekatan sosiologis.  Selumnya saya kutip karya djamari mengenai
metode sosiologi dalamkajian agama.
Djamari, dosen pascasarjana IKIP Bandung, menjelaskanbahwa kajian sosiologi
agama mengunakan metode ilmiah. Pengumpulan data dan metode yang digunakan,
antara lain dengan data sejarah, analisis komparatif lintas budaya, eksperimen yang
terkontrol, observasi, suvei sampel, dan analisis isi.

Selanjutnya islam sebagai doktrin, Kata doktrin berasal dari


bahasa Inggris doctrine yang berarti ajaran. Studi Islam dari sisi doktrinal itu
kemudian menjadi sangat luas, yaitu studi tentang ajaran Islam baik yang ada di
dalam Alqur`an maupun yang ada di dalam Sunnah serta ada yang menjadi
penjelasan kedua sember tersebut dengan melalui ijtihad.

Kemudian islam sebagai produk budaya, cara-cara pendekatan dalam mempelajari


agama dapat dibagi ke dalam dua golongan besar, yaitu model studi ilmu-ilmu sosial
dan model studi budaya.
Untuk memahami suatu agama, khususnya Islam memang harus melalui dua model,
yaitu tekstual dan konstektual. Tekstual, artinya memahami Islam melalui wahyu
berupa kitab suci.

Dan yang terakhir islam sebagai interaksi sosial, Islam sebagai sasaran studi
sosial ini dimaksudkan sebagai studi tentang Islam sebagai gejala sosial. Hal ini
menyangkut keadaan masyarakat penganut agama lengkap dengan struktur, lapisan
serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan.

B. Saran

Dengan dibuatnya makalah ini, kita bisa mengetahui apa itu pengertian
penelitian agama, model-model penelitian agama, bagaimana islam menjadi
doktrin, bagaimana islam menjadi produk budaya, dan bagaiamana islam
menjadi sebagai interaksi sosial di kalangan umat muslim.
Kami sadar masih terdapat banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini,
maka dari itu kami memohon kepada pembaca agar memberi masukan kepada
penulis, agar penulis bisa memperbaiki letak kesalahan tulisan kami. semoga
apa yang penulis paparkan bisa berguna bagi pembaca maupun penulis.
DAFTAR PUSTAKA

Sumber : rahabmalkan.blogspot.com 2014 dan penaahmad.blogspot.com 2014.

Anda mungkin juga menyukai