DISTOSIA
OLEH :
A. Latar Belakang
Distosia terjadi disebabkan karena adanya kelainan His (Power), hal ini
menyebabkan terhambatnya proses kelahiran sehingga proses persalinan menjadi
terhambat atau terjadi kemacetan. Distosia memberikan dampak atau pengaruh yang
buruk bagi sang ibu maupun janin. Pengenalan dini disertai penanganan yang tepat akan
menentukan prognosis ibu maupun janin.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Distosia His?
2. Apa yang dimaksud dengan Distosia Karena Kelainan Jalan Lahir (Passage)?
3. Apa yang dimaksud dengan Imbang Feto – Pelvik, Imbang Sefalo- Pelvik dan
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Distosia His.
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Distosia Karena Kelainan Jalan Lahir
(Passage)
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Imbang Feto – Pelvik, Imbang Sefalo-
D. Metode Penulisan
Metode yang dipakai dalam makalah ini adalah metode pustaka yaitu, metode
yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka yang
berhubungan dengan alat, baik berupa buku maupun informasi di internet.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari 4 bab utama. Bab I berisi tentang
latar belakang dari penulisan makalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode
penulisan dan sistematika penulisan makalah. Bab II merupakan bagian yang berisi
penjelasan tentang tinjauan teoritis, yang membahas materi atau pokok bahasan dari
makalah ini yaitu tentang “Asuhan Keperawatan Ibu Hamil dengan Distosia”. Bab III
merupakan tinjauan kasus yang membahas tentang asuhan keperawatan sesuai dengan
kasus pemicu, serta Bab IV merupakan bab terakhir yang berisi tentang kesimpulan dan
saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Distosia His
1. Pengertian
Distosia didefinisikan sebagai persalinan yang panjang, sulit, atau abnormal, yang
timbul akibat berbagai kondisi yang berhubungan dengan 5 faktor persalinan (Bobak,
2004 : 784) . tersebut adalah :
a. Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang tidak efektif atau akibat
upaya mengedan ibu (kekuatan/power).
c. Sebab pada janin meliputi kelainan presentasi/kelainan posisi, bayi besar, dan
jumlah bayi.
Distosia kelainan His (Power) merupakan His yang abnormal dalam kekuatan
atau sifatnya menyebabkan kerintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada
setiap persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau
kemacetan. Kelainan his adalah suatu keadaan dimana his tidak normal, baik
kekuatannya maupun sifatnya sehingga menghambat kelancaran persalinan His yang
normal atau adekuat adalah his persalinan yang menyebabkan kemajuan persalinan.
His persalinan tersebut meliputi :
a. Secara klinis yaitu minimal 3 kali kontraksi dalam 10 menit, biasanya selama 40-
60 detik,
b. KTG yaitu 3 kali kontraksi dalam 10 menit, biasanya selama 40-60 detik dengan
tekanan intrauterina 40-60 mmHg.
c. Tonus otot rahim diluar his tidak seberapa tinggi, lalu meningkatkan pada waktu
his. Pada kala pembukaan servik ada 2 fase : fase laten dan fase aktif yang
digambarkan pada servikogram menurut friedman.
d. Kotraksi rahim dimulai pada salah satu tanduk rahim, sebelah kanan atau kiri,
lalu menjalar keseluruh otot rahim.
e. Fundus uteri berkontraksi lebih dulu (fundal dominan) lebih lama dari bagian-
bagian lain. Bagian tengah berkontraksi agak lebih lambat, lebih singkat dan
tidak sekuat kontraksi fundus uteri bagian bawah (segmen bawah rahim) dan
serviks tetap pasif atau hanya berkontraksi sangat lemah.
2. Etiologi
a. Kelainan his sering dijumpai pada primigravida tua; sedangkan inersia uteri
sering dijumpai pada multigravida dan grandemulti
b. Factor herediter, emosi, dan ketakutan memegang peranan penting
d. Bagian terbawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah rahim; ini
dijumpai pada kesalahan- kesalahan letak janin dan disproporsi sefalopelvik.
3. Klasifikasi
Distosia His dibagi Menjadi 2, yaitu :
a. Inersia Uteri
Adalah his yang sifatnya lebih lemah, lebih singkat, dan lebih jarang
dibandingkan dengan his yang normal. Inersia uteri dibagi atas 2 keadaan :
Kelemahan his timbul sejak dari permulaan persalinan. Hal ini harus
dibedakan dengan his pendahuluan yang juga lemah dan kadang- kadang
menjadi hilang ( fase labour )
Kelemahan his yang timbul setelah adanya his yang kuat teratur dan dalam
waktu yang lama
b. Tetania Uteri
Adalah his yang terlampau kuat dan terlalu sering sehingga tidak ada
relaksasi rahim. Hal ini dalam menyebabkan terjadinya partus presipitatus yang
dapat menyebabkan persalinan diatas kendaraan, dikamar mandi, dan tidak
sempat dilakukan pertolongan. Akibatnya terjadilah luka- luka janin lahir yang
luas pada serviks,vagina, dan perineum dan pada bayi dapat terjadi perdarahan
intracranial. Bila ada kesempitan panggul dapat terjadi ruktura uteri mengancam,
dan bila tidak segera ditangani akan berlanjut menjadi rupture uteri.
4. Patofisiologi
His yang normal dimulai dari salah satu sudut di fundus uteri yang kemudian
menjalar merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan adanya dominasi kekuatan
pada fundus uteri di mana lapisan otot uterus paling dominan, kemudian mengadakan
relaksasi secara merata dan menyeluruh hingga tekanan dalam ruang amnion balik ke
asalnya ± 10 mmHg.
Incoordinate uterine action yaitu sifat His yang berubah. Tonus otot uterus
meningkat, juga di luar His dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena
tidak ada sinkronasi kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara
kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan His tidak efisien dalam
mengadakan pembukaan.
Disamping itu, tonus otot uterus yang menaik menyebabkan rasa nyeri yang
lebih keras dan lama bagi ibu dapat pula menyebabkan hipoksia pada janin. His ini
juga di sebut sebagai Incoordinate hypertonic uterine contraction. Kadang-kadang
pada persalinan lama dengan ketuban yang sudah lama pecah, kelainan His ini
menyebabkan spasmus sirkuler setempat, sehingga terjadi penyempitan kavum uteri
pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran kontraksi atau lingkaran kontriksi. Secara
teoritis lingkaran ini dapat terjadi dimana-mana, tetapi biasanya ditemukan pada batas
antara bagian atas dengan segmen bawah uterus. Lingkaran kontriksi tidak dapat
diketahui dengan pemeriksaan dalam, kecuali kalau pembukaan sudah lengkap
sehingga tangan dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri.
5. Manifestasi Klinik
a. Ibu: Gelisah, Letih, Suhu tubuh meningkat, Nadi dan pernafasan cepat, Edem
pada vulva dan servik, Bisa jadi ketuban berbau Janin
6. Pelaksanaan Terapeutik
a. Penanganan Umum
b. Penanganan Khusus
1) Kelainan His
4) Pemeriksaan dalam
c. Kelainan janin
1) Pemeriksaan dalam
2) Pemeriksaan luar
3) MRI
Jika sampai kala II tidak ada kemajuan dapat dilakukan seksiosesaria baik
primer pada awal persalinan maupun sekunder pada akhir persalinan
a. Klasifikasi panggul
Klasifikasi yang banyak dipakai adalah menurut Caldwell dan Moloy (1933).
Mereke membagi perlvis menurut bentuk arsitekturnya menjadi :
1) False (anterior)
2) Hind (posterior)
3) Bentuk kombinasi, yaitu gineko- anthropoid, andro- platipeloid, dan lain-
lain.
1) Congenital
d) Funnel pelvis
e) Panggul asimilasi
a) Rachitis
b) Osteomalaysia
c) TBC tulang
a) Lordosis
b) Skoiliosis
c) Kiposis
d) Spondilolistesis
C. Imbang Feto – Pelvik, Imbang Sefalo- Pelvik dan Disproposi Sefalo- Pelvik
Adalah proses persalinan merupakan suatu proses mekanik, dimana suatu benda di
sorong melalui ruangan oleh suatu tenaga. Benda yang disorong adalah janin, ruangan
adalah pelvis dan tenaga adalah his, yang mempunyai dwi fungsi, untuk membuka
serviks dan mendorong bayi keluar.
Jika tidak ada disproporsi antara pelvis dan janin normal serta letak anak tidak
patologik, dapat ditunggu partus spontan. Bila dan disproporsi feto- pelvic, atau janin
letak lintang, maka akan terjadi persalinan patologis.
1. Pemeriksaan Panggul
Terdiri dari :
a) Pemeriksaan panggul luar
b) Distansia interspinarum
Pemeriksaan ini dilakukan sesaat sebelum partus atau waktu partus. Kalau bentuk
normal dan letak anak memanjang yang menentukan imbang feto- pelvic ialah kepala,
maka disebut imbang sefalo-pelvik. Besarnya kepala rata- rata tergantung dari
besarnya (berat) janin. Oleh karena itu sebagian ukuran kepala digunakan. Berat
Badan (BB) janin. Ada beberapa perkiraan berat janin :
a. Umur kehamilan dan taksiran persalinan (rumus Naegle).
b. Berat badan ditaksir melalui palpasi kepala pada abdomen (EBW). Sudah tentu
untuk mendapat kecakapan ini diperlukan latihan dan pengalaman yang agak
lama.
Uterus dianggap sebgaia benda yang terdiri dari bahan homogeny berbentuk elips
jika letak janin memanjang. Volume tergantung dari dia diameter transfersa dan
diameter longitudinal dari uterus, yang diukur menggunakan jangka panjang
baudeloque. Kemudian secara empiric dibuat suatu grafik yang menggambarakan
hubungan antara bb dan jumlah kedua diameter itu.
d. Berdasarkan atas ukuran Macdonald, yaitu jarak antara simfisis kubis dan batas
antara FU melalui konveksitas abdomen.
Ibu dalam posisi setengah duduk (THOMS), sehingga tabung rongga tegak lurus
di atas pintu atas panggul.
b. Foto lateral
Ibu dalam posisi berdiri, tabung Rontgen diarahkan horizontal pada trochanter
major dari samping.
Platipeloid : 13,6%
Android : 2,2%
Panggul patologik : 3%
5. Ukuran Pelvis
Untuk tiap –tiap panggul yang dibuat pelvimetri , diukur luas bidang menurut
index MENGERT, kemudian dibandingkan dengan luas terdiri tadi.
7. Kapasitas Panggul
Perbandingan antara luas bidang yang didapat itu dengan luas Standard dalam persen
dinamakan kapasitas dari pada bidang.
Contoh :
Diameter transversa 11 cm
Luas : 10 cm x 11 cm = 110 cm 2
Kapasitas = 92 %
Pintu tengah : distansia interspinarum 9 cm
Diameter AP 12 cm
Luas = 9 cm x 12 cm = 108 cm 2
Sebagai kapasitas dari pelvis seluruhnya diambil kapasitas terkecil, dari contoh diatas
adalah 92%
8. Daya Akomodasi
Daya akomodasi suatu pelvis adalah volume dari bayi yang terbesar yang masih dapat
dilahirkan secara spontan dan normal melalui panggul yang dinyatakan dalam gram
BB. Suatu panggul dengan kapasitas 100% harus dapat melahirkan bayi dengan
beratnya 4000gram. Daya akomodasi turun seimbang dengan kapasitasnya. Contoh :
untuk panggul dengan kapasitas 92% dapat diperhitungkan daya akomodasi :
Panggul disebut sempit apabila ukuranya 1 – 2 cm kurang dari ukuran yang normal.
Kesempatan panggul bias pada INLET (pintu atas panggul = p.a.p ), MIDPEL- VIS
(ruang tengah panggul = r.t.p ), OUTLET (p.b.p atau besar panggul), atau kombinasi dari
INLET, MIDPELVIS atau OUTLET.
2) Kesempitan midpelvis
Terjadi bila :
a) Diameter interspinarum 9 cm, atau
3) Kesempitan outlet
Adalah bila diameter tranversa dan diameter segitalis posterior kurang dari 15
cm. kesempitan outlet, meskipun bias tidak menghalangi lahirnya janin, namun
dapat menyebabkan perineal rupture yang hebat, karena arkus pubis sempit
sehingga kepala janin terpaksa melalui ruangan belakang.
b. Mekanisme persalinan
Bila panggul sempit dalam ukuran muka belakang dan C.V kurang dari 9 cm,
maka dimeter ini tidak dapat dilalui oleh diameter biparietalis dari janin yang cukup
bulan. Maka dari itu kalau kepala turun biasanya terjadinya defleksi sehingga yang
melewati d. anteroposterior adalah diameter bitemporalis. Jadi pada panggul sempit
sering ditemui letak defleksi. Karena pangguk sempit maka persalinan berlangsung
lama, karena adanya obstruksi pada:
Kala I
Kepala tidak masuk p.a.p, maka pembukaan berlangsung lama dan besar
kemungkinan ketuban pecah, maka kepala tidak dapat menekan serviks kecuali
kalau his kuat sehingga terjadi moulage yang hebat pada kepala. Jalanya pembukaan
dapat menentukan prognosa. Bila pembukaan lancer : baik, bila lambat, maka besar
kemungkinan janin tidak dapat melewati panggul.
Kala II
Menjadi lama karena di perlukan waktu untuk turunnya kepala dan untuk moulage.
c. Komplikasi
1) Saat persalinan
c) Karena kepala tidak mau turun dan ketuban sudah pecah sering tali pusat
menumbung.
g) Partus yang lama akan menyebabkan peregangan SBR dan bila berlarut-
larut dapat menyebabkan rupture uteri.
2) Pada anak
a) Infeksi intrapartal
c) Prolaps funikuli
d) Perdarahan intracranial
f) Robekan pada tentorium serebri dan perdarahan otak karena maulage yang
hebat dan lama.
g) Fraktur pada tulang kepala otak yang hebat dari his dan oleh karena alat-
alat yang dipakai.
d. Prognosis
c) Terjadi fistula, karena anak terlalu lama menekan pada jaringan lahir,
terjadi edema, nekrosis yang kemudian mengakibatkan vesiko-vaginam,
vesiko-servika atau rekto-vaginafistel
d) Infeksi intrapartum
e) Simfisiolisis
a) Pada panggul smepit sering terjadi ketuban pecah dini dan kemudian
infeksi intrapartum.
e. Terapi
Sebenernya panggul hanya merupakan salah satu factor yang menentukan apakah
anak dapat lahir spontan atau tidak, disamping banyak factor lain yang memegang
peranan dalam progonosal persalinan.
Bila conjugate vera 11 cm dapat dipastikan partus biasa dan bila ada kesulitan
persalinan pasti tidak disebabkan factor panggul. Untuk CV kurang dari 8,5 cm dan
anak cukup bulan tidak mungkin melewati panggul tersebut.
E. Partus Percobaan
1. Definisi
2. Syarat
Oleh karena yang harus dinilai adalah imbang sefalo- pelvic, maka pada partus
percobaan, syarat- syarat lain harus lengkap, yaitu :
b. Serviks lunak
Pemeriksaan dilakukan antara 2-4 jam, dan waktu ketuban pecah. Bila didapat
suatu inersia uteri atau distosia servikalis, maka partus percobaan tidak dapat
dilakukan. Keadaam patologik ini harus diperbaiki dulu, barulah dimulai partus
percobaan, misalnya dengan :
Maka jelaslah sekarang bahwa partus percobaan adalah satu cara untuk
mendapatkan diagnosis, apakah ada atau tidak disproporsi sefalo- pelvic.
F. Kelainan Jalan Lahir Lunak
Jalan lahir lunak dapat pula menghalangi lancarnya persalinan. Jalan lahir lunak yang
akan dibicarakan disini adalah kelainan serviks uteri, vagina, selaput dara, dan keadaan
lain pada jalan lahir lunak.
1. Distosia serviks
a. Serviks kaku
Adalah suatu keadaan dimana seluruh serviks kaku. Keadaan ini sering dijumpai
pada primigravida tua, atau karena adanya parut- parut bekas luka atau bekas
infeksi atau pada karsinoma servisis. Kejang atau kaku serviks dibagi 2 :
Adalah suatu keadaan dimana ostium uteri eksternum dapat terbuka lebar,
sedangkan ostium uteri internum tidak mau membuka. Serviks akan tergantung
seperti corong. Bila dalam observasi keadaan tetap dan tidak ada kemajuan
pembukaan ostium uteri internum, maka peertolongan yang tepat adalah
melakukan seksio sesarea.
c. Serviks konglumer
Adalah suatu keadaan dimana ostium uteri internum dapat terbuka sampai
lengkap, sedangkan ostium uteri eksternum tidak mau membuka. Keadaan ini
sering kita jumpai pada ibu hamil dengan prolaps uteri disertai serviks dan
porsio yang panjang. Dalam hal ini serviks dapat menjadi tipis, namun ostium
uteri eksternum tidak membuka atau hanya terbuka 5 cm.
d. Edema serviks
Bila dijumpai edema ang hebat pada serviks dan disertai hematoma serta
nekrosis, maka ini merupakan tanda adanya obstruksi. Bila syarat- syarat untuk
ekstraksi vakum atau forsep tidak dipenuhi, lakukan seksio sesarea.
Pada selaput dara yang kaku dan tebal dapat dilakukan eksisi selaput darah (hymen).
Bila terdapat septa vagina ( sirkuler atau antero- posterior ), lakukan eksisi sedapat
mngkin sehingga persalinan berjalan lancer, atau kalau sulit dan terlalu lebar,
dianjurkan untuk melakukan seksio sesaorea.
a. Edema vulva
Dijumpai pada pre- eklamsi dan gangguan gizi malnutrisi atau pada persalinan
yang lama atau persalianan terlanatar.
b. Stenosis vulva
Dijumpai sebagai akibat perlukaan atau infeksi dengan parut- parut yang kaku
atau dapat mengecilkan vulva (stenosis). Dengan episiotomy persalinan akan
berjalan lancer.
c. Tumor vulva
Dapat berupa abses Bartholini atau kista atau suatu kondilomata. Karena tidak
terlalu besar tidak akan menghalangi persalinan.
2. Kelainan vagina
Walaupun jarang hal ini dapat menghalangi jalan lahir. Kalau stenosis agak
tinggi dan kaku diangjurkan untuk melakukan seksio dalam jalan janin.
b. Tumor vagina
Berupa kista Gardner yang kalau besara dapat menghalangi jalannya persalinan.
Apakah dapat ditunggu persalinan pervaginam atau seksio sesarea tergantung
pada besarnya tumor.
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
b. Riwayat Kesehatan
c. Pemeriksaan Fisik
5) Vulva dan Vagina : Lakukan VT, biasanya ketuban sudah pecah atau
belum, edem pada vulva/ servik, biasanya teraba promantorium, ada/
tidaknya kemajuan persalinan, biasanya teraba jaringan plasenta untuk
mengidentifikasi adanya plasenta previa.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d tekanan kepala pada servik, partus lama,
kontraksi tidak efektif
b. Resiko tinggi cedera janin b/d penekanan kepala pada panggul, partus lama,
CPD.
3. Intervensi
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d tekanan kepala pada servik, partus lama,
kontraksi tidak efektif.
b. Resiko tinggi cedera janin b/d penekanan kepala pada panggul, partus lama,
CPD.
Tujuan : Cedera pada janin dapat dihindari
Kriteria Hasil :
1) DJJ dalam batas normal
2) Dapatkan data dasar DJJ secara manual dan atau elektronik, pantau dengan
sering perhatikan variasi DJJ dan perubahan periodic pada respon terhadap
kontraksi uterus.
4) Infeksi perineum ibu terhadap kutil vagina, lesi herpes atau rabas klamidial
4. Implementasi
5. Evaluasi
Akhir dari proses keperawatan adalah ketentuan hasil yang diharapkan terhadap
perilaku dan sejauh mana masalah klien dapat teratasi. Disamping itu perawat juga
melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika tujuan ditetapkan belum
berhasil/ teratasi.
BAB III TINJAUAN
KASUS
Nama : Ny. A
Umur : 25 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Cidodol no.34 Grogol Selatan, Kebayoran Lama
Jakarta Selatan.
Agama : Islam
Suku : Jawa Barat
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Guru SD
Status Perkawinan : Menikah
B. Riwayat Penyakit
1. Keluhan Utama:
Kontraksi 3X10X45” saat awal persalinan saat ini his semakin berkurang bahkan
intervalnya semakin berkurang. Ibu mengatakan sudah tidak kuat mengedan.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: baik, kesadaran: Compos mentis, TTV: hasil TD: 120/80 mmHg, N:
86x/menit, RR: 18x/menit, S: 36,8°C. Berat badan: 45 kg, tinggi badan: 145 cm.
2. Inspeksi:
a. Sistem Penglihatan
Posisi mata simetris, kelopak mata normal, pergerakan bola mata normal, reaksi otot
terhadap cahaya baik, anemis (+)
b. Sistem Pendengaran
c. Sistem Pernafasan
Bentuk dada simetris, ekspansi dinding dada simetris, RR: 18x/menit, tidak ada
retraksi dinding dada.
d. Sistem Pencernaan
Tidak ada mual
muntah
e. Sistem Kardiovaskular
3. Palpasi
a. Sistem Pencernaan
b. Sistem Kardiovaskular
4. Auskultasi
Bising usus 4 kuadran (+), paru: Vesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-/-).Jantung: S1S2
tunggal, regular, murmur (-/-).
5. Perkusi
D. Data Fokus
E. Analisa Data
- Kontraksi: 3X10X45”
saat awal persalinan
namun saat ini his
berkurang
- Ketuban (-) jernih
- DJJ (+)
Ansietas
midpelvic: 18 cm, Pintu Partus Lama
Bawah Panggul: 14 cm.
- PØ : 7cm
DS:
16.15 WITA
7cm
DS:
(underweight)
- Anemis (+)
F. Daftar Masalah
1. Resiko tinggi cidera maternal (Ibu)
2. Ansietas
1. Resiko tinggi cidera terhadap maternal berhubungan dengan Penurunan tonus otot/pola
kontraksi otot, obstruksi mekanis pada penurunan janin, keletihan maternal.
H. Perencanaan
- Catat kondisi
Serviks kaku atau tidak
serviks.pantau -
siap tidak akan dilatasi,
tanda
menghambat
amnionitis.catat
penurunan
peningkatan janin/kemajuan
suhu atau persalinan. terjadi
jumlah sel amniositis secara
darah putih langsung dihubungkan
dengan lamanya
persalinan sehingga
melahirkan harus
terjadi dalam 24 jam
setelah pecah ketuban
Digunakan sebagai
- Monitor indikator dalam
penonjolan, mengidentifikasi
presentase janin
2
Ambulasi dapat
- Tempatkan klien
membantu kekuatan
pada posisi
gravitasi dalam
dorsal
-
rekumben
lateral dan
baring atau merangsang pola
Ansietas ambulasi sesuai persalinan normal dan
berhubungan toleransi dilatasi serviks
dengan partus lama
- Bantu dengan
persiapan seksio - Melahirkan seksio sesari
sesaria sesuai segera diindifikasikan
indikasi untuk untuk cincin bandl
malposisi, untuk distres janin
karena CPD
- Siapkan untuk
melahirkan - Melahirkan secara forsep
dengan forsep dilakukan pada ibu
(bila perlu) yang lelah berlebihan
dan tidak mampu
untuk mengedan lagi
Kriteria Hasil:
Anjurkan - Membantu menurunkan
- Tidak terlihat
kegelisahan
dari muka ibu
-
- Bisa mengontrol
kecemasannya
penggunaan ansietas dan
tehnik memungkinkan klien
pernapasan dan untuk berpartisipasi
Ketidakseimbanga latihan relaksasi secara aktif
n Nutrisi Kurang
Dari Kebutuhan Jelaskan prosedur - Pemahaman yang baik
Tubuh dan tindakan mengenai prosedur
kalori tubuh
-
Tujuan:
Setelah
dilakukan
asuhan
dapat terpenuhi
- Monitor pucat, - pucat, kemerahan dan
Kriteria Hasil: kemerahan dan kekeringan
kekeringan konjungtiva sebagai
konjungtiva indikator status nutrisi
- Adanya
klien
peningkatan
berat badan - agar tidak terjadi
Motivasi klien
- Tidak ada tanda- letargi yang berlebih
untuk
tanda - serta meningkatkan
menambahkan
malnutrisi energi
jumlah intake
- Tidak terjadi makanan
penurunan
- substansi gula dapat
berat badan Kolaborasi dalam
meningkatkan energi
yang berarti pemberian
dalam tubuh
- substansi gula
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Persalinan tidak selalu berjalan lancar, terkadang ada kelambatan dan kesulitan yang
dinamakan distosia. Salah satu penyebab distosia itu adalah karena kelainan his yaitu suatu
keadaan dimana his tidak normal, baik kekuatannya maupun sifatnya sehingga menghambat
kelancaran persalinan. Kelainan his dapat diklasifikasikan menjadi Insersia uteri hipotoni
(disfungsi uteri hipotonik) yaitu kontraksi uterus terkoordinasi tetapi tidak adekuat.
Disini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita
dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya
akibat hidroamnion atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau
primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi kurang baik. dan Insersia uteri
hipertoni (disfungsi uteri hipertonik / disfungsi uteri inkoordinasi) yaitu kontraksi uterus
tidak terkoordinasi, kuat tetapi tidak adekuat, kelainan his dengan kekuatan cukup besar
(kadang sampai melebihi normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas,
tengah dan bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk membuka serviks dan mendorong
bayi keluar.
B. Saran
1. Ibu Hamil.
Diharapkan kepada ibu selama dalam masa kehamilan agar melakukan kunjungan / pemeriksaan
kehamilan, untuk mengetahui perubahan berat badan pada ibu dan bayi bertambah atau tidak sesuai
dengan usia kehamilan ataupun ibu yang mengalami riwayat penyakit sistematik. Agar nantinya bisa
didiagnosa apakah ibu bisa bersalin dengan normal atau tidak.
2. Petugas Kesehatan
3. Penulis
4. Institusi Pendidikan