MANAJEMEN PERPAJAKAN
“Overview Pajak Pertambahan Nilai”
Dosen : Dr. Andi Kusumawati, SE.,M.Si.,Ak.,CA
Oleh:
Hastia Alrianti
(A014202012)
Keunggulan PPN:
1. Mencegah terjadinya pengenaan pajak berganda.
2. Netral dalam perdagangan lokal dan internasional.
3. Ditinjau dari besar pendapatan Negara, PPN mendapat predikat sebagai money
maker. Karena konsumen selaku pemikul beban pajak tidak merasa dibebani
oleh pajak tersebut sehingga memudahkan fiskus untuk memungutnya.
Kelemahan PPN:
1. Biaya administrasi relatif tinggi bila dibandingkan dengan pajak tidak langsung
lainnya, baik di pihak administrasi pajak maupun di pihak pengusaha kena pajak.
2. Menimbulkan dampak regresif, yaitu semakin tinggi tingkat kemampuan
konsumen, semakin ringan beban pajak yang dipikul.
3. PPN sangat rawan dari upaya penyelundupan pajak.
4. PPN menuntut tingkat pengawasan yang lebih cermat oleh administrasi pajak
terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya.
B. Objek PPN
Secara keseluruhan objek PPN diatur pada Pasal 4, Pasal 16C, dan Pasal 16D
Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, sebagaimana terakhir telah diubah
dengan Undang-undang nomor 42 tahun 2009 (selanjutnya disebut UU PPN).
Jumlah objek PPN yang diatur pasal 4 UU PPN ada 8 objek sehingga keseluruhan
terdapat 10 objek PPN.
Pasal 4 Ayat (1) UU PPN, secara ringkas dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Penyerahan BKP dan JKP, meliputi:
a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan
oleh Pengusaha
b. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
c. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
d. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
e. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha
2. Perolehan BKP dan JKP, meliputi:
a. Impor Barang Kena Pajak
b. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean;
c. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean;
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengusaha kena pajak adalah
pengusaha yang melakukan kegiatan:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean
2. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
3. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
4. Ekspor Jasa Kena Pajak
5. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean
Berlawanan dengan pengertian pengusaha kena pajak, objek PPN terkait dengan
kelompok Perolehan BKP dan JKP berikut ini dan objek PPN Pasal 16C UU PPN,
tidak mewajibkan untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, meliputi:
1. impor Barang Kena Pajak;
2. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean;
3. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean;
4. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang
dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau
badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan
dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Artinya siapapun (baik berstatus sebagai PKP maupun bukan PKP) yang melakukan
kegiatan diatas yang telah disebutkan dari point 1-4, Wajib membayar PPN yang
terutang atas kegiatan tersebut.
C. Pengusaha Kena Pajak
Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
2. Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang;
3. Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f
dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan pemusatan tempat pajak terutang;
BKP tertentu bersifat strategis yang impor & penyerabannya mendapat pembebasan
PPN sesuai PP No. 12 tahun 2001 yang telah diubah terakhir dengan PP No. 31
Tahun 2007 meliputi:
1. Barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan
terpasang maupun terlepas.
2. Makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan
makanan ternak, unggas dan ikan
3. Barang hasil pertanian
4. Bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
penangkaran atau perikanan
5. Air hersih yang dialirkan melalui pipa oleh perusahaan air minum
6. Listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam
ratus) watt; dan
7. Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMl).
Jasa Kena Pajak Tertentu yang atas penyerabannya dibebaskan dari pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai adalah:
1. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional, Perusahaan
Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan
Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau, dan
Penyeberangan Nasional
2. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional
3. Jasa perawatan atau reparasi kereta api yang diterima oleh PT (PLRSLRO)
Kereta Api Indonesia
4. Jasa yang diserabkan oleh kontraktor untuk pemborongan bangunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 1 dan pembangunan tempat yang
semata-mata untuk keperluan ibadah
5. Jasa persewaan rumah susun sederhana, rumab sederhana, dan rumab sangat
sederhana; dan
6. Jasa yang diterima oleb Departemen Pertahanan atau TNI yang dimanfaatkan
dalam rangka penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik
Indonesia untuk mendukung pertahanan nasional.
Terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah terjadi pada saat:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak;
2. Impor Barang Kena Pajak;
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak;
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean;
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean;
6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; atau
8. Ekspor Jasa Kena Pajak.
Sebagai bukti pemungutan PPN oleh PKP atas penyerahan BKP dan/atau JKP,
PKP akan menerbitkan faktur pajak. Faktur pajak dibuat pada saat terutangnya PPN
sebagaimana dijelaskan di atas. Dikecualikan dari ketentuan tersebut adalah faktur
pajak gabungan dimana Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) Faktur
Pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang
Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama i (satu) bulan
kalender paling lambat pada akhir bulan penyerahan. Lebih lanjut Peraturan Menteri
Keuangan No. i5i/PMK.0ii/20i3 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara
Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak mengatur sebagai berikut:
Pasal 7
Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak setelah melewati jangka
waktu 3 (tiga) bulan.
1. sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, tidak diperlakukan sebagai Faktur
Pajak.
2. Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak.
3. Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.
Pasal 15
Dalam hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya telah diterbitkan, Pengusaha
Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak harus melakukan pembatalan Faktur
Pajak.
Pasal 16
1. Atas Faktur Pajakberbentuk eiektronik yang salah dalam pengisian, atau salah
dalam penulisan sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jeias, dan
henar, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut dapat
menerbitkan Faktur Pajak pengganti.
2. Atas hasil cetak Faktur Pajak berbentuk eiektronik yang rusak atau hilang,
Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak berbentuk eiektronik
tersebut dapat melakukan cetak uiang Faktur Pajak.
3. Atas Faktur Pajak berbentuk eiektronik yang rusak atau hilang, Pengusaha
Kena Pajak dapat mengajukan permintaan data Faktur Pajak berbentuk
eiektronik kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Pasal 17
(1)Atas Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) yang rusak, salah dalam
pengisian, atau salah dalam penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang
lengkap, jeias dan henar, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur
Pajak tersehut dapat menerbitkan Faktur Pajak pengganti.
(2)Atas Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) yang hilang, baik Pengusaha
Kena Pajak yang menerbitkan maupun pihak yang menerima Faktur Pajak
tersebut dapat membuat copy dari Faktur Pajak dan dilegalisasi oleh Kantor
Pelayanan Pajak.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan hanya 1 (satu) kali pada waktu
penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh pengusaha yang
menghasilkan atau pada waktu impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
Karena dikenakan hanya sekali saja, PPnBM tidak mengenai mekanisme
pengkreditan. Pengenaan PPnBM sama seperti PPN akan bermuara menjadi beban
konsumen akhir.
Baik PPN maupun PPnBM atas BKP Impor dihitung dari Nilai Impor.
Nilai Impor = CIF ditambah Bea Masuk (BM) dan/atau Bea Masuk Tambahan
(berupa, bea masuk anti dumping, bea masuk tindakan pengamanan, bea masuk
imbalan/pembalasan) dan/atau cukai serta pungutan lainnya berdasarkan UU
Kepabeanan (seperti sanksi administrasi kepabeanan). Singkatnya:
Nilai Impor = CIF + BM + BMT
Bea Masuk dan Bea Masuk tambahan berupa persentase dihitung dari CIF.
CIF = Cost (FOB) + Freight + Insurance
K. Pajak Masukan
M. Kawasan Bebas