Anda di halaman 1dari 2

Syarat sahnya talak menurut kompilasi hukum islam

Layaknya sebuah akad, talak juga memiliki sejumlah syarat dan ketentuan, sehingga ia menjadi sah
atau jatuh kendati tak disadari orang yang menjatuhkannya. Para ulama fiqih melihat syarat dan
ketentuan talak ini dari tiga aspek. Pertama, dari aspek yang menjatuhkan, yaitu suami. Kedua, dari
aspek yang ditalak, yakni istri. Ketiga, dari aspek ungkapan atau redaksi talak. 

pertama, yang menjatuhkan talak adalah suami yang sah, baligh, berakal sehat, dan menjatuhkan
talak atas kemauannya sendiri. Selanjutnya,

A. Talak dalam paksaan

Syekh al-Syairaji merinci kriteria paksaan tersebut:

(1) pihak yang memaksa lebih kuat dari yang dipaksa, sehingga tak bisa ditolak;

(2) berdasarkan dugaan kuat, jika paksaan itu ditolak, sesuatu yang ditakutkan akan terjadi;

(3) paksaan akan diikuti dengan sesuatu yang lebih membahayakan, seperti pemukulan,
pembunuhan, dan seterusnya. 

B. Talak dalam keadaan marah


‫واتفقوا على وقوع طالق الغضبان وإن ادعى زوال شعوره بالغضب‬
Artinya, “Para ulama sepakat akan jatuhnya talak orang yang sedang marah, meskipun ia
mengaku hilang kesadaran akibat kemarahannya.” (fathul mu’min)

Kedua, istri yang ditalak harus dalam keadaan suci dan tidak dicampuri, yang kemudian talaknya
dikenal dengan “talak sunnah” dalam arti talak yang diperbolehkan. Sedangkan istri yang ditalak
dalam keadaan haid atau dalam keadaan suci setelah dicampuri, dikenal dengan “talak bid‘ah”
dalam arti talak yang diharamkan. Kedua jenis talak ini berlaku bagi istri yang masih haid.
Sedangkan bagi istri yang tidak haid—seperti istri yang belum haid, istri yang sedang hamil, istri
yang sudah menopause, atau istri yang ditalak khuluk dan belum dicampuri—tidak berlaku.  

Ketiga, redaksi talak yang dipergunakan bisa berupa ungkapan yang jelas (sharih), bisa juga berupa
ungkapan sindiran (kinayah).

A. Talak sharih (jelas)


Apabila suami melontarkan sebuah kalimat yang tidak memiliki makna lain selain makna
talak, maka talaknya jatuh walaupun tidak memiliki niat di dalam hati
B. Talak kinayah (ungkapan)
Berbeda halnya dengan ungkapan kinayah. Sebagaimana diketahui, ungkapan kinayah
mungkin bermakna talak, mungkin pula bermakna lain. Sehingga talaknya akan jatuh
manakala ada niat talak dalam hati yang mengucapkanya. Artinya, jika tidak ada niat, maka
talaknya tidak jatuh. Contohnya, “Sekarang kamu bebas,” atau “Sekarang kamu lepas,” atau
“Pergilah kamu ke keluargamu!” Hanya saja, menurut Abu Hanifah, ungkapan kinayah yang
cukup jelas, tetap tidak memerlukan niat. Contohnya, “Engkau sekarang sudah jelas, bebas,
lepas, dan haram (bagiku). Maka pergilah dan pulanglah ke keluargamu!” Pendapat ini juga
didukung oleh Imam Malik.

C. Talak sharih dalam kondisi terpaksa


Maka jatuh dan tidaknya talak kembali kepada niat dalam hatinya. Jika bersamaan dengan
ungkapan itu ada niat, maka jatulah talaknya. Begitu pula sebaliknya. 

D. Talak dengan ungkapa ta’liq

seperti ungkapan seorang suami kepada istrinya, “Jika engkau masuk lagi ke rumah laki-laki
itu, maka engkau tertalak.” Jika istrinya benar-benar masuk ke rumah tersebut, maka
jatuhlah talaknya (lihat: Syekh Muhammad ibn Qasim, Fathul Qarib [Semarang: Pustaka
al-‘Alawiyyah], tanpa tahun, hal. 48

E. Talak dari ucapan senda gurau


Dalam kondisi sengaja maupun tidak talak dalam hal senda gurau tetap jatuh hukumnya.

Anda mungkin juga menyukai