Anda di halaman 1dari 4

1.

Perdarahan antepartum
a. Plasenta previa
i. Patofisiologi
Dengan adanya factor pencetus terjadinya plasenta previa seperti terbentuknya
blastokista pada segmen bawah rahim, atrofi endometrium, kurang baiknya
vaskularisasi desidua ataupun keadaan dimana zigot berimplantasi lebih mendekati
bagian isthium uretra yang menyebabkan pertumbuhan plasenta lebih luas hingga
dapat menutup ostium uretra. Pada trisemester ketiga saat terjadi laserasi akan
melepaskan tapak plasenta yang terbentuk dari jaringan maternal akan terjadi
perdarahan, lokasi terjadinya laserasi akan mengalami proses koagulasi lama dan
bersifat progresif disebabkan kandungan otot di uretra yang sangat minim.
Perdarahan ini-pun tidak akan tertutup sempurna, besar kemungkinan terjadinya
rekuren perdarahan pada laserasi berikutnya. Pada kasus plasenta yang menutup
total ostium, perdarahan bisa terjajdi lebih awal. Kondisi kelainan ini juga dapat
mencetuskan terjadinya plasenta akreta akibat dari perlekatan plasenta yang kuat
dan dapat menginvasi dinding uteri.
ii. Diagnose banding
 Rupture uteri
 Solusio plasenta
iii. Diagnose
Diagnosis dapat ditegakkan setelah melalui rangkaian pemeriksaan seperti
 Gejala klinis: perdarahan pada trisemester 3 usia kehamilan dengan sifat
tanpa nyeri dan tanpa sebab
 Palpasi abdomen: janin masih belum cukup bulan dengan posisi kepala
floating
 Pemeriksaan inspekulo: dengan tujuan mencari sumber perdarahan
 Penentuan plasenta secara langsung dan tidak langsung
b. Rupture uteri
i. Patofisiologi
Pada usia kehamilan 28 mgg isthmus uteri akan menjadi segmen bawah rahim, saat
persalinan kala 1 dan awal kala 2 terdapat batas antara segmen bawah dan segmen
atas rahim yang dinamakan lingkaran retraksi fisiologis, sewaktu persalinan kala 2
apabila bagian segmen bawah tidak mengalami kemajuan, kontraksi yang tetap
berlangung akan menarik segmen bawah uterus kearah atas sehingga terjadi
penebalan pada segmen atas uterus, apabila telah melampaui pertengahan antara
pusat dengan simfisis lingkar retraksi fisiologis tadi akan menjadi lingkar retraksi
patologis dan dapat menyebabkkan robekan yang disebut dengan rupture uteri,
factor resiko pendukung pada kasus ini seperti telah terbentuknya parutan di uterus
disebabkan Riwayat SC atau laparaktomi, parutan ini nantinya yang akan memicu
robekan pada sisi anterior uteri
ii. Diagnosis banding
 Plasenta previa
 Solution plasenta
iii. Diagnosis
Rupture uteri dibagi menjadi 2 yaitu komplit dan inkomplit, rupture komplit akan
membentuk separasi pada seluruh bagian uterus, sedangkan inkomplit separasi
hanya terjadi pada otot uterus dengan peritoneum visceral yang masih intak.
Dapat ditemukan gejala seperti syok hipovolemik, nyeri perut, dan kematian pada
janin.
c. Solutio plasenta
i. Patofisiologi
Hematoma retropalsenta menjadi pencetus utama solusio plasenta, perdarahan
yang terbentuk akan mendesak plasenta dan uterus sehingga dapat mendorong
plasenta lepas, factor terjadinya hematoma bisa dating dari tingginya tekanan
darah ibu preeklamsi atau eklamsia, kondisi perdarahan ini akan membentuk
cekungan yang sulit untuk ditutup Kembali oleh otot uterus yang minim,
mengakibatkan perdarahan terjadi terus menerus, darah akan menyelusup kearah
kantong ketuban ataupun dapat melakukan ekstavasasi kearah otot uterus
sehingga dapat memusatkan fibrinogen dan tentu saja mengganggu kesatabilan
koagulasi, darah dapat langsung keluar kearah serviks ataupun menumpuk dibagian
retroplasenta,penumpukan darah dibagian retroplasenta akan menyulitkan karena
ketidak sesuaian antara jumlah perdarahan dengan syok hipovolemik yang dialami
ibu.
ii. Diaganosis banding
 Plasenta previa
 Rupture uretra
iii. Diagnosis
Akan timbul gejala seperti
 Perdarahan pervaginam
 Nyeri abdomen dan nyeri tekan uterus
 Gawat janin
 Kelainan kontraksi
 Anoreksia pada janin
 Kematian janin
 Syok hipovolemik yang dialami tidak sesuai dengan perdarahan

Dalam penguatan diagnose dapat dilakukan pemeriksaan labor, pemeriksaan


USG, ditemui hematom retroplasenta, ditemukan ekstravasasi darah ke
myometrium.

2. Penatalaksanaan perdarahan akibat plasenta previa (farmako dan non-farmako)


Penatalaksanaan plasenta previa terbagi menjadi dua
a. Ekspektatif
Syarat penganan ini adalah janin masih kecil perdarahan ibu baik ataupun sudah berhenti,
usia kehamilan <37mgg, belum ada inpartu, pada penganan ini dapat diberikan infus cairan
IV NaCl 0.9% dan RL dengan kombinasi antibiotic profilaksis dan bahan tokolitik seperti:
MgSO4 4g IV, Nivedipin 3x20 mg/hari, Betametason 24mg IV dosis tunggal.
Tidak diperbolehkan pemasangan alat bantu pada vagina. Atasi anemia dengan sulfas
ferrosus oral
b. Terminasi
Penanganan dengan cara penghentian kehamilan, Adapun syarat dilakukan tindakan ini
adalah usia kehamilan yang >37mgg berguna sebagai pencegahan terjadinya perdarahan
terus menerus dan kematian pada ibu, bentuk- bentuk penanganan ini seperti:
amniotomy( pemecahan ketuban), versi bracton hicks, cunam willet gauss, seksio sesaria.

Penatalaksanaan berkaitan dengan non farmakologi yaitu, dukungan emosional dari


keluarga, pengawasan yang ketat terhadap kondisi ibu, penyediaan nutrisi yang tepat,
mengakomodir transportasi yang baik dan cepat bagi ibu yang dirawat jalan

3. Kontrasepsi
a. Indikasi
 Riwayat patologis kehamilan
 Ibu yang sedang dalam fase pemulihan terkait dengan Kesehatan organ reproduksi
 Pembatasan jumlah anak terkait ekonomi
b. Kelebihan
 Mencegah kehamilan yang tidak di inginkan
 Mendukung hak perempuan terkait reproduksi
 Medukung Kesehatan reproduksi perempuan
 Tidak ada efek samping klinis pada organ reproduksi
c. Kekurangan
d. Jenis jenis
 Kontrasepsi suntik
 Kontrasepsi pil
 Kontrasepsi kondom
 Implant
 Spiral
 operatif

Anda mungkin juga menyukai