Anda di halaman 1dari 73

RESUME MATA KULIAH PESTISIDA DAN TEKNIK APLIKASI

TUGAS

OLEH :

DEVINDA MARDHALITA CHOMAYAROH

A42170661 / TPP 17/ A

DOSEN PENGAMPU :

IQBAL ERDIANSYAH SP, MP

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN PANGAN

JURUSAN PRODUKSI PERTANIAN

POLITEKNIK NEGERI JEMBER

2019
DAFTAR ISI

BAB I....................................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................................3
BAB II................................................................................................................................................41
HASIL RESUME...............................................................................................................................41
RESUME MATERI 1. PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN PESTISIDA, FUNGISIDA,
BAKTERISIDA, DAN NEMATISIDA (Materi Pak Iqbal).......................................................41
RESUME MATERI 2. PENGGOLONGAN PESTISIDA BERDASARKAN BEBERAPA
ASPEK (Materi Bapak Iqbal).......................................................................................................43
RESUME MATERI 3. PERMASALAHAN YANG DIAKIBATKAN OLEH PESTISIDA,
EFEK NEGATIF DAN POSITIF (Materi Bapak Iqbal)............................................................47
RESUME MATERI 4. TOKSIKOLOGI PESTISIDA DAN CARA PENGOBATANNYA
(Materi Pak Iqbal).........................................................................................................................49
RESUME MATERI 5. PESTISIDA ALAMI, NABATI, AGENSIA HAYATI DAN BAHAN
DARI ALAM (Materi Pak Iqbal).................................................................................................52
RESUME MATERI 6. KENDALA DAN MANFAAT PESTISIDA ALAMI (Materi Pak
Iqbal)..............................................................................................................................................55
RESUME MATERI 7. CONTOH PRODUK PESTISIDA ALAMI DAN KIMIA (Materi Pak
Iqbal)..............................................................................................................................................56
RESUME MATERI 8. BIOASSAY (Materi Pak Syarief)..........................................................58
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................59
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Pestisida
1.1.1 Pengertian Pestisida
Pestisida berasal dari kata pest, yang berarti hama dan sida yang berasal

dari kata caedo berarti pembunuh. Pestisida dapat diartikan secara sederhana

sebagai pembunuh hama. USEPA dalam Soemirat menyatakan pestisida sebagai

zat atau campuran zat yang digunakan untuk mencegah memusnahkan, menolak,

atau memusuhi hama dalam bentuk hewan, tanaman, dan mikroorganisme

pengganggu. Pestisida adalah racun yang sengaja dibuat oleh manusia untuk

membunuh organisme pengganggu tanaman dan insekta penyebar penyakit

(Soemirat, 2003).

Berdasarkan SK Menteri Nomor 434.1/Kpts/TP.207/7/2001, tentang

Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida, yang dimaksud dengan pestisida

adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang

dipergunakan untuk:

a. memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman,

bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian;

b. memberantas rerumputan;

c. mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan;

d. mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman


tidak termasuk pupuk

e. memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan

ternak;
f. memberantas atau mencegah hama-hama air;

g. memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam

rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan; dan/atau

h. memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan

penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan

penggunaan

pada tanaman, tanah atau air.

Pengertian pestisida sangat luas dan mencakup produk-produk yang

digunakan di bidang pengelolaan tanaman (pertanian, perkebunan, kehutanan);

peternakan; kesehatan hewan; perikanan; penyimpanan hasil pertanian;

pengawetan hasil hutan; kesehatan masyarakat (termasuk pengendalian vektor

penyakit); bangunan (khusus pengendalian rayap); pestisida rumah tangga;

fumigasi; serta pestisida industri. Secara khusus, pestisida yang digunakan di

bidang pengelolaan tanaman disebut produk perlindungan tanaman (crop

protection products, crop protection agents) atau pestisida pertanian. Penyebutan

ini dimaksudkan untuk membedakan jenis pestisida tersebut dengan pestisida

yang digunakan pada bidang lain (Djojosumarto, 2008).

1.1.2 Klasifikasi Pestisida

Pestisida dapat dikalsifikasikan berdasarkan organisme target dan cara

kerjanya, yaitu :
a. Insektisida

Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang

bisa mematikan semua jenis serangga. Serangga menyerang tanaman untuk

memperoleh makanan dengan berbagai cara, sesuai tipe mulutnya, seperti :

1. Menggigit dan mengunyah, misalnya jengkerik, ulat, dan belalang. Dengan tipe

mulut seperti ini, serangga dapat menggigit dan mengunyah baggian luar

tanaman, menggugurkan daun tanaman, dan memakan buah.

2. Menusuk dan menghisap cairan tanaman, misalnya aphis, wereng, kutu perisai,

kutu daun, kupu-kupu penusuk buah, dan thrips.

3. Menghisap, misalnya kupu-kupu dan ngengat. Binatang ini tidak merugikan

jika hanya sebatas menghisap nektar atau madu dari bunga. Akan tetapi,

kebanyakan pada tingkat dewasa dapat menjadi hama yang serius.

4. Mengunyah dan menjilat. Serangga ini umumnya tidak merugikan manusia,

justru memberi keuntungan, misalnya lebah.

5. Memarut dan menghisap, misalnya thrips atau tungau, Jaringan tanaman

diparutnya dengan paruh sehingga keluar cairan unuk dihisapnya. Jaringan

yang terserang oleh hama ini cenderung bewarna putih kemudian mengarat.

Menurut Djojosumarto (2008), insektisida dapat dibedakan menjadi tiga

berdasarkan “cara kerja” atau gerakannya pada tanaman setelah diaplikasikan,

yaitu :

1. Insektisida sistemik
Insektisida sistemik diserap oleh organ-organ tanaman, baik lewat akar,

batang atau daun. Selanjutnya insektisida sistemik tersebut mengikuti gerakan

cairan tanaman dan ditransportasikan ke bagian-bagian tanaman lainnya, baik

ke atas (akropetal) atau ke bawah (basipetal), termasuk ke tunas yang baru

tumbuh. Contoh insektisida sistemik adalah furatiokarb, fosfamidon, isolan,

karbofuran, dan monokrotofos.

2. Insektisida nonsistemik

Insektisida nonsistemik setelah diaplikasikan (misalnya disemprotkan)

pada tanaman sasaran tidak diserap oleh jaringan tanaman, tetapi hanya

menempel di bagian luar tanaman. Bagian terbesar insektisida yang dijual di

pasaran Indonesia dewasa ini adalah insektisida nonsistemik. Contohnya,

dioksikarb, diazinon, diklorvos, profenofos, dan quinalvos.

3. Insektisida sistemik lokal

Insektisida sistemik lokal adalah kelompok insektisida yang dapat diserap

oleh jaringan tanaman (umumnya daun), tetapi tidak ditranslokasikan ke

bagian tanaman lainnya. Termasuk kategori ini adalah insektisida yang berdaya

kerja translaminar atau insektisida yang mempunyai daya penetrasi ke dalam

jaringan tanaman. Beberapa contoh diantaranya adalah dimetan, furatiokarb,

pyrolan, dan profenovos.

Cara masuk insektisida ke dalam tubuh serangga sasaran dibedakan

menjadi tiga kelompok insektisida sebagai berikut :


1. Racun lambung (Stomach poison)
Racun lambung (stomach poison) adalah insektisida-insektisida yang

membunuh serangga sasaran bila insektisida tersebut masuk ke dalam organ

pencernaan serangga dan diserap oleh dinding saluran pencernaan.

Selanjutnya, insektisida tersebut dibawa oleh cairan tubuh serangga ke tempat

sasaran yang mematikan (misalnya ke susunan syaraf serangga). Oleh karena

itu, serangga harus terlebih dahulu memakan tanaman yang sudah disemprot

dengan insektisida dalam jumlah yang cukup untuk membunuhnya.

2. Racun kontak

Racun kontak adalah insektisida yang masuk ke dalam tubuh serangga

lewat kulit (bersinggungan langsung). Serangga hama akan mati bila

bersinggungan (kontak langsung) dengan insektisida tersebut. Kebanyakan

racun kontak berperan sebagai racun perut. Beberapa insektisida yang kuat

sifat racun kontaknya antara lain diklorfos dan pirimifos metil.

3. Racun pernapasan

Racun pernapasan adalah insektisida yang bekerja lewat saluran

pernapasan. Serangga hama akan mati bila menghirup insektisida dalam

jumlah yang cukup. Kebanyakan racun napas berupa gas, atau bila wujud

asalnya padat atau cair, yang segera berubah atau menghasilkan gas dan

diaplikasikan sebagai fumigansian misalnya metil bromida.

Menurut Wudianto (2007), insektisida dapat dibagi berdasarkan cara kerja

untuk membunuh hama serangga, yaitu :


1. Insektisida peracun fisik akan menyebabkan dehidrasi yaitu keluarnya cairan

tubuh dari dalam tubuh serangga.

2. Insektisida peracun protoplasma dapat mengendapkan protein dalam tubuh

serangga.

3. Insektisida peracun pernapasan dapat menghambat aktivitas enzim pernapasan.

b. Fungisida

Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan

bisa digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan. Cendawan ini

merusak tanaman dengan berbagai cara. Misalnya sporanya masuk ke dalam

bagian tanaman lalu mengadakan pembelahan dengan cara pembesaran sel yang

tidak teratur sehingga menimbulkan bisul-bisul. Pertumbuhan yang tidak teratur

ini mengakibatkan sistem kerja pengangkut air menjadi terganggu. (Wudianto,

2007)

Fungisida umumnya dibagi menurut cara kerjanya di dalam tubuh tanaman

sasaran yang diaplikasikan, yakni fungisida non sistemik, sistemik, sistemik lokal.

Pada fungisida, terutama fungisida sistemik dan non sistemik, pembagian ini erat

hubungannya dengan sifat dasn aktivitas fungisida terhadap sasarannya.

1. Fungisida non sistemik (fungisida kontak, fungisida residual protektif)

Fungisida non sistemik tidak dapat diserap oleh jaringan tanaman.

Fungisida non sistemik hanya membentuk lapisan penghalang dipermukaan

tanaman (umumnya daun) tempat fungisida disemprotkan. Fungisida ini

mencegah infeksi cendawan dengan menghambat perkecambahan spora atau

miselia jamur yang menempel dipermukaan (daun) tanaman.


Karena itu, fungisida kontak berfungsi sebagai protektan dan hanya efektif

digunakan sebelum tanaman terinfeksi oleh penyakit (protektif, preventif).

Konsekuensi lain dari fungsinya sebagai protektan, fungisida non sistemik

harus sering diaplikasikan agar tanaman secara terus menerus terlindungi dari

infeksi baru. Contoh fungisida kontak adalah kaptan, maneb, zineb, ziram,

kaptafol, dan probine.

2. Fungisida Sistemik

Fungisida sistemik diabsorbsi oleh organ-organ tanaman dan

ditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya lewat aliran cairan tanaman.

Kebanyakan fungisida sistemik didistribusikan ke atas, yakni dari akar ke daun

(akropetal). Beberapa fungisida sistemik juga dapat bergerak ke bawah, yakni

dari daun ke akar (basipetal). Contoh fungisida sistemik adalah benomil,

difenokonazol, karbendazim, metalaksil, propikonazol, dan triadimefon.

3. Fungisida sistemik lokal

Fungisida sistemik lokal diabsorbsi oleh jaringan tanaman, tetapi tidak

ditransformasikan ke bagian tanaman yang lain, contohnya simoksamil.

Fungisida mengendalikan atau mematikan cendawan dengan beberapa cara

antara lain dengan merusak dinding sel, mengganggu pembelahan sel,

mempengaruhi permeabilitas, membran sel, dan menghambat kerja enzim

tertentu yang menghambat proses metabolisme cendawan.


c. Herbisida

Herbisida adalah pestisida yang digunakan untuk mengendalikan gulma

atau tumbuhan pengganggu yang tidak di kehendaki. Karena herbisida aktif

terhadap tumbuhan, maka herbisida bersifat fitotoksik. Dalam ilmu gulma,

tumbuhan pengganggu sering di kelompokkan menjadi beberapa kelompok

sebagai berikut:

1. Gulma dari kelompok rumput (grasses, grass weeds ), yaknik semua gulma

yang termaksud dalam familiar Gramineae (poaceae). Contoh gulma

kelompok rumput adalah alang-alang (imperata cylindrica), rumput

jajagoan/tuton (Echinochloa crusgalli, E. Colona), rumput paitan (paspalum

conjugatum), dan rumput gerinting ( Digitaria.sp )

2. Gulma dari kelompok teki (sedges), yakni semua gulma yang masuk kedalam

familia teki-tekian (Cyperaceacae), misalnya teki (Cyperus rotundus), dan

udelan (Cyperus Kyllingia).

3. Gulma berdaun lebar, yakni semua gulma yang tidak termasuk ke dalam

kelompok rumput ataupun teki. Contoh gulma berdaun lebar adalah Ageratum

sp. , Boeraria sp., Mikania sp., Monochoria sp., dan Eupatorium sp.

4. Gulma pakisan (fern) ialah gulma yang berasal dari keluarga pakisan. Misalnya

pakis kadal (Dryopteris arius) dan pakis kinca (Neprolepsis biserata).

Pergerakan herbisida masuk ke dalam tubuh tanaman dengan dua cara kerja,
yaitu :
1. Herbisida selektif, walaupun diaplikasikan pada tumbuhan tetapi hanya

mematikan gulma dan relatif tidak mengganggu tanaman yang dibudidayakan.

Contohnya herbisida yang aktif untuk mengendalikan gulma dari kelompok

rumput, misalnya alaklor, butaklor, dan ametrin. Herbisida yang aktif untuk

mengendalikan gulma berdaun lebar, misalnya parakuat , 2,4 D MCPA.

2. Herbisida nonselektif ialah herbisida yang diberikan lewat tanah

atau daun yang dapat mematikan hampir semua jenis tumbuhan (termasuk

tumbuhan pokok), misalnya glifosat, glufosinat, dan paraquat.

Herbisida juga dikelompokkan menurut bidang sasarannya, kemana

herbisida tersebut diaplikasikan, yakni sebagai berikut:

1. Herbisida tanah (soil acting herbicides), yakni herbisida yang aktif di tanah dan

bekerja dengan menghambat perkecambahan gulma. Contoh herbisida tanah

adalah herbisida kelompok urea (diuron, linuron, metabromuron), triazin

(atrazin, ametrin), karbamat (asulam, tibenkarb), dan urasil.

2. Herbisida yang aktif pada gulma yang tumbuh. Herbisida jenis ini dapat dibagi

menjadi dua kelompok, yaitu :

a. Herbisida kontak, yakni herbisida yang membunuh jaringan gulma yang

terkena langsung oleh herbisida tersebut. Herbisida ini tidak ditranslokasikan

di dalam jaringan gulma ke bagian lainnya. Oleh karena itu, herbisida ini

umumnya hanya mengendalikan bagian gulma yang berada di atas tanah.

Contoh herbisida kontak ini adalah propanil paraquat, dan diquat.

b. Herbisida yang ditranslokasikan ke seluruh bagian gulma (sistemik) yang

disebut pula translocated herbicides. Karena sifatnya yang sistemik, herbisida

ini mampu membunuh jaringan gulma yang berada dibawah tanah (rimpang,

umbi). Contoh herbisida ini adalah metil metsulfuron, 2,4 D, dan glifosat.
d. Bakterisida

Bakterisida mengandung bahan aktif yang bisa membunuh bakteri. Ukuran bakteri sangan

kecil yaitu sekitar 0,15-6 mikron sehingga mudah masuk ke dalam tanaman inang melalui

luka, stomata, pori air, kelenjar madu, dan lentisel. Didalam tanaman, enzim bakteri akan

memecah sel sehingga menimbulkan lubang pada bermacam-macam jaringan atau

memecah tepung menjadi gula dan menyederhanakan senyawa nitrogen yang komplek

umtuk memperoleh tenaga agar bertahan hidup. Bakteri ini juga menghasilkan zat racun

dan zat lain yang merugikan tanaman, bahkan menghasilkan zat yang bisa merangsang sel-

sel inang membelah secara tidak normal. Di dalam tanaman, bakteri ini akan bereaksi

menimbulkan penyakit sesuai tipenya. Bakteri bisa menyebar melalui biji, buah, umbi,

serangga, burung, siput, ulat, manusia, dan pupuk kendang.

Bakterisida biasanya bekerja dengan cara sistemik karena bakteri melakukan

perusakan dalam tubuh inang. Perendaman bibit dalam larutan bakterisida merupakan

salah satu cara aplikasi untuk mengendalikan Pseudomonas solanacearum yang bisa

mengakibatkan layu pada tanaman famili Solanaceae. Contoh bakterisida yaitu Agrymicin

dan Agrept.

e. Nematisida

Nematoda yang bentuknya seperti cacing kecil panjangnya lebih dari 1 cm

walaupun pada umumnya panjangnya kurang dari 200 sampai 1000 milimikron. Hidup

pada lapisan tanah bagian atas. Nematoda yang berperan sebagai hama dibedakan

menjadi :

1. Nematoda semi-endoparasit yang memasukkan kepalanya dalam akar tanaman

tetapi bagian badannya di luar akar.


2. Nematoda ektoparasit yang hidup di luar akar tanaman namun dengan stiletnya

mampu menghisap cairan akar tanaman.

3. Nematoda endoparasit merupakan nematoda yang hidup sepenuhnya di dalam

akar tanaman.

Adanya serangan nematoda pada akar bisa ditandai dengan adanya gejala

yang tampak pada akar ataupun bagian tanaman diatas permukaan tanah. Akar

yang terisi nematoda endoparasit atau semi-endoparasit akan bereaksi dengan

membentuk tumor atau bisul yang cukup besar seperti bonggol. Luka bekas

serangan nematoda dapat terjangkiti cendawan atau bakteri sehingga

menimbulkan penyakit sekunder. Dengan akar yang tidak sehat, distribusi unsur

hara menjadi tersendat mengakibatkan pertumbuhan tanaman terhambat, kerdil,

klorosis dan sering kali diikuti layu daun gugur, atau ujung tanaman mati. Akibat

lainnya titik tumbuh mengalami kelainan sehingga daun kerinting, membengkok,

berbelit, atau batang bertumor.

Racun yang dapat mengendalikan nematoda ini disebut nematisida.

Umumnya nematisida berbentuk butiran yang penggunaannya bisa dengan cara

ditaburkan atau dibenamkan dalam tanah. Walaupun demikian, ada pula yang

berbentuk larutan dalam air yang penggunaannya dengan cara disiramkan.

4.Akarisida

Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang
mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh tungau,
caplak, dan laba-laba. Bagian tanaman yang diserang adalah daun, batang, dan
buah. Bagian tanaman yang diserang oleh tungau akan mengalami perubahan
warna, bentuk, timbul bisul-bisul atau buah rontok sebelum waktunya. Contoh
akarisida yaitu Kelthene MF dan Trithion 4 E.
g. Rodentisida

Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang

digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat misalnya tikus.

Tikus sering menyerang tanaman pangan, hortikultura, dan tanaman perkebunan

dalam waktu yang singkat dengan tingkat kerugian yang cukup besar. Rodentisida

yang efektif biasanya dalam bentuk umpan beracun. Contohnya Diphacin 110,

Kleret RMB, Racumin, Ratikus RB, Ratilan, Ratak dan Gisorin.

1.1.3 Toksisitas Pestisida

Toksisitas adalah kemampuan suatu bahan kimia untuk merusak suatu

jaringan, organ, atau sistem tubuh. Dalam kondisi tertentu setiap zat kimia dapat

menjadi toksik terhadap makhluk hidup. Misalnya, zat kimia yang sangat toksik

dengan dosis yang sangat kecilpun akan menimbulkan kerusakan jaringan pada

makhluk hidup, sebaliknya, zat kimia yang kurang toksik tidak akan menimbulkan

gangguan walaupun makhluk hidup terpajan dengan dosis yang besar. (Harianto,

2009).

Toksisitas (toxicity) atau daya racun pestisida adalah sifat bawaan pestisida

yang menggambarkan potensi pestisida untuk menimbulkan kematian langsung

(atau bahaya lainnya) pada hewan tingkat tinggi, termasuk manusia. Toksisitas

dibedakan menjadi toksisitas akut, toksisitas kronik dan toksisitas sub-kronik.

Toksisitas akut merupakan pengaruh yang merugikan yang timbul segera setelah

pemaparan dengan dosis tunggal suatu bahan kimia atau pemberian dosis ganda

dalam waktu kurang dari 24 jam. Toksisitas akut dinyatakan dalam angka LD 50,

yaitu dosis yang bisa mematikan (lethal dose) 50% dari binatang uji
(umumnya tikus) yang dihitung dalam mg/kg. LD50 merupakan indikator daya
racun yang utama, di samping indikator lain. Dibedakan antara LD 50 oral (lewat
mulut) dan LD50 dermal (lewat kulit). LD50 oral adalah potensi kematian yang
terjadi pada hewan uji jika senyawa kimia tersebut termakan, sedangkn LD 50
dermal adalah potensi kematian jika hewan uji kontak langsung lewat kulit dengan
racun tersebut.

Jika dinyatakan bahwa angka LD50 oral dari fenvalerat (suatu insektisida)

adalah 451 mg/kg berat badan, hal tersebut menunjukkan bahwa dari sekelompok

tikus yang masing-masing diberi makan 451 miligram fenvalerat untuk setiap kg

berat badan tikus, maka 50 % dari tikus-tikus tersebut akan mati. Sementara angka

LD50 oral kaptan (suatu fungisida) adalah 9.000 mg/kg berat badan menunjukkan

hewan uji mati jika masing-masing diberi 9.000 mg kaptan per kg berat badan.

Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa fenvarelat lebih beracun dibandingkan

kaptan. Jadi, semakin kecil angka LD50 maka pestisida akan semakin toksik atau

beracun.

Toksisitas kronik adalah pengaruh merugikan akibat pemberian takaran

harian berulang dari pestisida, bahan kimia, atau bahan lainnya atau pemaparan

dengan bahan-bahan tersebut yang berlangsung cukup lama (biasanya lebih dari

50 % rentang hidup). Sementara toksisitas sukronik mirip dengan toksisitas

kronik,

tetapi untuk rentang waktu yang lebih pendek, sekitar 10% dari rentang

hidupnya, atau untuk hewan percobaan dengan pemaparan selama 3 bulan

(Djojosumarto, 2008).
Tabel 1.1 Klasifikasi tingkat bahaya pestisida menurut WHO

LD50 untuk tikus (mg kg berat badan)


Kelas Bahaya Melalui mulut (Oral) Melalui kulit (dermal)

Padat Cair Padat Cair

IA Sangat berbahaya
(extremely hazardous) <5 <20 <10 <40
IB Berbahaya
(highly hazardous) 5-50 20-100 10-100 40-400
II Cukup berbahaya
(moderately hazardous) 50-500 200-2000 100-1000 400-4000
III Agak berbahaya
(slightly hazardous) > 500 > 2000 >1000 >4000

WHO dalam Djojosumarto, 2008.

Parameter lain yang juga digunakan untuk menilai daya racun pestisida

adlah LC50 untuk toksisitas konsentrasi pestisida. Parameter ini berarti konsentrasi

yang mematikan adalah 50% binatang uji (misal ikan). Fumigan sering dinilai dari

konsentrasi gas yang mematikan di setiap meter kubik udara.

Daya racun atau toksisitas pestisida terhadap tubuh dapat menimbulkan

berbagai gangguan kesehatan, seperti toksisitas terhadap susunan saraf.

Insektisida organoklorin merangsang sistem saraf dan menyebabkan parestesia,

peka terhadap perangsangan, dan kejang-kejang. Insektisida organofosfat dan

karbamat dapat menghambat asetilkolinesterase sehingga menyebabkan tremor,

inkordinasi, dan kejang-kejang (Nugroho,1995).


1.1.4 Risiko Penggunaan Pestisida

Pestisida pada umumnya adalah bahan kimia atau campuran bahan kimia

serta bahan-bahan lain yang digunakan untuk mengendalikan Organisme

Pengganggu Tanaman (OPT). Senyawa pestisida tersebut bersifat bioaktif yang

artinya pestisida dengan satu atau beberapa cara mempengaruhi kehidupan,

misalnya menghentikan pertumbuhan, membunuh hama/penyakit, menekan hama/

penyakit, membunuh/menekan gulma, mengusir hama, mempengaruhi/mengatur

pertumbuhan tanaman, mengeringkan/ merontokkan daun dan sebagainya

(Djojosumarto, 2000).

Meskipun sebelum diproduksi secara komersial telah menjalani pengujian

yang sangat ketat perihal syarat-syarat keselamatannya, namun karena bersifat

bioaktif, maka pestisida tetap merupakan racun. Setiap racun selalu mengandung

risiko dalam penggunaannya, baik risiko bagi manusia maupun bagi lingkungan.

Keseluruhan risiko penggunaan pestisida di bidang pertanian dapat diringkas

sebagai berikut :

a. Risiko bagi keselamatan pengguna

Risiko bagi keselamatan pengguna adalah kontaminasi pestisida secara

langsung yang dapat mengakibatkan keracunan, baik akut maupun kronis.

Keracunan akut dapat menimbulkan gejala sakit kepala, pusing, mual, muntah dan

sebagainya. Beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi kulit, bahkan dapat

menimbulkan kebutaan.
Keracunan pestisida yang akut berat dapat menyebabkan penderita tidak
sadarkan diri, kejang-kejang, bahkan meninggal dunia. Keracunan kronis lebih sulit
dideteksi karena tidak segera terasa, tetapi dalam jangka panjang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan. Akibat yang ditimbulkan oleh keracunan kronis
tidak selalu mudah diprediksi.

Beberapa gangguan kesehatan yang sering dihubungkan dengan pestisida,

meskipun tidak mudah dibuktikan dengan pasti dan meyakinkan adalah kanker,

gangguan syaraf, fungsi hati dan ginjal, gangguan pernapasan, keguguran, cacat

pada bayi dan sebagainya.

b. Risiko bagi konsumen

Risiko bagi konsumen adalah keracunan residu (sisa-sisa) pestisida yang

terdapat dalam produk pertanian. Risiko bagi konsumen dapat berupa keracunan

langsung karena memakan produk pertanian yang tercemar pestisida atau lewat

rantai makanan. Meskipun bukan tidak mungkin konsumen menderita keracunan

akut, tetapi risiko bagi konsumen umumnya dalam bentuk keracunan kronis, tidak

segera terasa, dan dalam jangka panjang mungkin menyebabkan gangguan

kesehatan.

c. Risiko bagi lingkungan

Risiko penggunaan pestisida terhadap lingkungan dapat digolongkan

menjadi tiga kelompok sebagai berikut:

1. Risiko bagi orang, hewan atau tumbuhan yang berada di tempat, atau disekitar

tempat pestisida digunakan. Drift pestisida misalnya, dapat diterbangkan angin

dan mengenai orang yang berada disekitar penyemprotan. Pestisida dapat

meracuni hewan ternak yang masuk ke kebun yang sudah disemprot pestisida.
2. Bagi lingkungan umum, pestisida dapat menyebabkan pencemaran lingkungan

(tanah, udara dan air) dengan segala akibatnya, misalnya kematian hewan

nontarget, penyederhanaan rantai makanan alami, penyederhanaan

keanekaragaman hayati, dan sebagainya.

1.1.5 Gejala Keracunan Pestisida

Menurut Prijanto dalam Raflo (2010), mekanisme keracunan pestisida

yaitu racun pestisida masuk kedalam tubuh melalui pernapasan, tertelan melalui

mulut maupun diserap oleh tubuh. Gejala keracunan akan berkembang selama

pemaparan atau 12 jam kontak. Pestisida yang masuk ke dalam tubuh akan

mengalami perubahan secara hidrolisa di dalam hati dan jaringan-jaringan lain.

Hasil dari perubahan/pembentukan ini mempunyai toksisitas rendah dan akan

keluar melalui urin. Adapun gejala keracunan pestisida, yaitu :

a. Gejala awal
Gejala awal akan timbul adalah mual/rasa penuh di perut, muntah, rasa

lemas, sakit kepala dan gangguan penglihatan.

b. Gejala Lanjutan

Gejala lanjutan yang ditimbulkan adalah keluar ludah yang berlebihan,

pengeluaran lendir dari hidung (terutama pada keracunan melalui hidung), kejang

usus dan diare, keringat berlebihan, air mata yang berlebihan, kelemahan yang

disertai sesak nafas, akhirnya kelumpuhan otot rangka.

c. Gelaja sentral

Gejala sentral yang ditimbulkan adalah sukar bicara, kebingungan,

hilangnya reflek, kejang dan koma. Apabila tidak segera di beri pertolongan

berakibat kematian dikarenakan kelumpuhan otot pernafasan.


Pestisida dapat menimbulkan keracunan yang bersifat akut dengan gejala

(keluhan) sebagai berikut : leher seperti tercekik, pusing, badan terasa sangat

lemah, sempoyongan, pupil atau celah iris mata menyempit, pandangan kabur,

tremor, terkadang kejang pada otot, gelisah dan menurunnya kesadaran, mual,

muntah, kejang pada perut, mencret, mengeluakan keringat yang berlebihan, sesak

dan rasa penuh di dada, pilek, batuk yang disertai dahak, mengeluarkan air liur

berlebihan. Sebab baru biasanya terjadi 12 jam setelah keracunan, denyut jantung

menjadi lambat dan ketidakmampuan mengendalikan buang air kecil maupun

besar.

Menurut Schulze dan Gallo dalam Raini (2007), berikut gejala dan tanda

keracunan berdasarkan bahan aktif pestisida :

a. Insektisida

1. Organoklorin

Cara kerja bahan aktif racun ini dengan mempengaruhi syaraf pusat.

Gejala keracunan muncul 20 menit- 12 jam dengan gejala dan tanda keracunan

yaitu mual, muntah, gelisah, pusing, lemah, rasa geli atau menusuk pada kulit,

kejang otot, hilang kordinasi, dan tidak sadar.

2. Organoposfat dan Karbamat

Menurut Suma’mur (2009), pestisida yang mengandung bahan aktif

golongan organoposfat dan karbamat dapat menghambat enzim kolinesterase

sistem saraf. Pengaruh dari inhibisi demikian menyebabkan tertimbunnya

asetilkolin pada jaringan saraf sehingga timbul pengaruh kolinergis. Cara kerja

semua jenis pestisida organofosfat dan karbamat sama yaitu menghambat

penyaluran impuls saraf dengan cara mengikat kolinesterase, sehingga tidak

terjadi hidrolisis asetilkolin.


Gejala keracunan yang ditimbulkan oleh organoposfat dan karbamat berupa
lelah, sakit kepala, pusing, hilang selera makan, mual, kejang perut, diare, penglihatan
kabur, keluar air mata, keringat, air liur berlebih, tremor, pupil mengecil, denyut
jantung lambat, kejang otot (kedutan), tidak sanggup berjalan, rasa tidak nyaman dan
sesak, buang air besar dan kecil tidak terkontrol, inkontinensi, tidak sadar dan kejang-
kejang. Gejala keracunan karbamat cepat muncul namun cepat hilang jika
dibandingkan dengan organoposfat.

Tabel 1.2 Gejala Klinis untuk Setiap Tingkatan keracunan Dan Prognosisnya
Aktivitas Tingkatan
Gejala Klinis Prognosis
Kolinesterase (%) Keracunan

Lemah, sakit kepala, pening, Sadar dalam


mau muntah, berliur banyak, waktu 1-3 hari
50-75 Ringan
mata berair, miosis, detak
jantung cepat.
Lelah mendadak, penglihatan, Sadar dalam
berliur banyak , berkeringat, waktu 1-2
muntah diare, sukar bernafas, Minggu
25-50 Sedang
hipertonia, tremor pada tangan
dan kepala, miosis, nyeri dada,
sianosis pada membran mucosa
Tremor mendadak, kejang - Kematian
kejang, otot tidak dapat karena gagal
0-25 Berat digerakkan, intensif sianosis, pernapasan
pembengkakan paru, koma. dan gagal
jantung

Munaf, 1997.

3. Piretroid sintetik
Bahan aktif ini dapat menimbulkan gejala keracunan berupa iritasi kulit :

pedih, rasa terbakar, gatal-gatal, rasa geli, mati rasa, inkordinasi, tremor, salivasi,

muntah, diare, iritasi pada pendengaran dan perasa. Jarang terjadi keracunan

karena kecepatan absorbsi melalui kulit rendah dan piretroid cepat hilang.

4. Piretroid derivat tanaman : piretrum dan piretrin


Pada umumnya efek muncul 1-2 jam setelah paparan dan hilang dalam 24

jam. Gejala keracunan berupa alergi, iritasi kulit dan asma. Piretrin lebih ringan

daripada piretrum tetapi bersifat iritasi pada orang yang peka.

5. Insektisida anorganik asam borat dan borat


Gejala keracunan yang ditimbulkan adalah iritasi kulit : kulit kemerahan,

pengelupasan, gatal-gatal, iritasi saluran pernafasan dan sesak nafas.

6. Insektisida mikroba
Gejala keracunan yang ditimbulkan adalah radang saluran pencernaan.

7. DEET repellent
Gejala keracunan yang ditimbulkan yaitu iritasi kulit : kulit kemerahan,

melepuh hingga nyeri, iritasi mata, pusing dan perubahan emosi.

b. Herbisida

1. Herbisida dipridil (parakuat diklorida)

Gejala keracunan yang ditimbulkan berupa batuk, sakit kepala, hidung

berdarah, kulit kemerahan, kerusakan kuku, mual, muntah, dan penglihatan kabur.

Gejala keracunan akan tampak saat penyemprotan berlangsung hingga 24 jam

setelah penyemprotan selesai.


2. Dikuat

Gejala keracunan yang muncul berupa gangguan lensa mata dan dinding

saluran usus, gelisah, dan mengurangi sensivitas terhadap rangsangan. Lebih

ringan daripada parakuat.

3. Asam fosfonik asiklat atau organofosfat

Glifosat merupakan salah satu bahan aktif golongan organofosfat. Paparan

glifosat dapat terjadi melalui inhalasi atau terhirup, kontak dengan kulit, kontak

dengan mata, dan tertelan. Gejala yang ditimbulkan yaitu iritasi mata, iritasi kulit,

batuk, diare, mual, sakit tenggorokan, muntah, sakit kepala, dan sesak nafas, dan

gejala seperti flu.

4. Klorfenoksi herbisida

Gejala keracunan yang ditimbulkan adalah iritasi tingkat sedang pada kulit

dan membran mukosa, rasa terbakar pada hidung, sinus dan dada, batuk, pusing,

iritasi perut, muntah, perut dan dada sakit, diare, bingung, dan tidak sadar. Kontak

dalam jangka lama akan menghilangkan pigmen kulit.

5. Herbisida arsenik : ansar dan motar

Pertumbuhan berlebih pada epidermis, pengelupasan kulit, produksi cairan

berlebih pada muka, kelopak mata dan pergelangan kaki, garis putih pada kuku,

rambut rontok, bercak merah pada membran mukosa. Kerusakan saluran

pencernaan yaitu radang mulut dan kerongkongan, perut terasa nyeri terbakar,

haus, muntah, dan diare berdarah. Kerusakan sistem saraf pusat yaitu pusing, sakit

kepala, lemah, kejang otot, suhu tubuh turun, lamban, mengigau, koma, dan

kejang-kejang. Gejala mulai muncul 1-3 jam sejak paparan.


6. Herbisida sulfonylurea

Metil metsulfuron merupakan herbisida golongan sulfonilurea. Gejala

keracunan yang ditimbulkan yaitu nyeri tenggorokan, mata pedih, sakit kepala,

hidung berdarah, dan gatal.

c. Fungisida

1. Pengawet kayu Kreosot (coal tar)

Gejala keracunan yang ditimbulkan berupa iritasi kulit hingga dermatitis,

iritasi mata dan saluran pernafasan, sakit kepala, pusing, mual, muntah, timbul

bercak biru-kehijauan pada kulit.

2. Pentaklorofenol

Gejala keracunan yang ditimbulkan yaitu iritasi kulit, mata dan saluran

pernafasan, menimbulkan rasa kaku pada hidung, tenggorokan gatal, keluar air

mata, berjerawat, demam, sakit kepala, mual, berkeringat banyak, hilangnya

koordinasi, kejang-kejang, sulit bernafas, gelisah, eksitasi dan bingung, haus hebat

dan kolaps.

3. Arsenik

Berdampak pada sistem saraf pusat, jantung dan hati. Gejala muncul 1

sampai beberapa jam setelah paparan. Gejala keracunan yang ditimbulkan yaitu

mual, sakit kepala, diare nyeri perut, pusing, kejang otot, dan mengigau.

d. Rodentisida
1. Kumarin
Kercunan kronis ditandai dengan gejala sakit kepala menetap, sakit perut,

salivasi, demam, iritasi saluran pernafasan atas, perdarahan pada hidung, gusi,

kencing berdarah, feses berlendir, timbul bercak biru kehitaman hijau kecoklatan

pada kulit.

2. Indadion

Gejala keracunan yang ditimbulkan yaitu kerusakan saraf, jantung, dan

sistem sirkulasi, hemoragi.

3. Seng sulfat

Gejala keracunan yang ditimbulkan yaitu diare, nyeri perut, mual, muntah,

sesak, tereksitasi, rasa dingin, hilang kesadaran, edema paru, iritasi hebat,

kerusakan paru-paru, hati, ginjal, dan sistem saraf pusat.

4. Stirkhin

Gejala keracunan yang ditimbulkan yaitu kerusakan sistem saraf dalam

20-30 menit : kejang-kejang hebat dan kesulitan bernafas.

e. Fumigan

1. Sulfur florida

Gejala keracunan yang ditimbulkan adalah depresi, sempoyongan, gagap,

mual, muntah, nyeri lambung, gelisah, mati rasa, kedutan, kejang-kejang, nyeri

dan rasa dingin di kulit, kelumpuhan pernafasan.


2. Fosfin

Gejala keracunan yang ditimbulkan adalah rasa dingin, nyeri dada, diare,

muntah, batuk, dada sesak, sukar bernafas. lemas, haus dan gelisah, nyeri

lambung, hilangnya koordinasi, kulit kebiruan, nyeri tungkai, perbesaran pupil,

timbul cairan pada paru-paru, pingsan, kejang-kejang, koma dan kematian.

3. Halokarbon

Gejala keracunan yang ditimbulkan adalah kulit kemarahan, melepuh dan

pecah-pecah menimbulkan kulit kasar dan luka, nyeri perut, lemah, gagap,

bingung, tremor, dan kejang-kejang seperti epilepsi.

Menurut Djojosumarto (2008), Keracunan pestisida dapat menimbulkan

salah satu atau beberapa gejala sekaligus. Misalnya, lesu dan lekas lelah, sakit

kepala, pusing, pandangan kabur, perut mual, muntah-muntah, otot terasa pegal,

badan terasa gemetar, kejang-kejang, mengeluarkan air liur berlebihan, dan

pingsan.

Gejala-gejala diatas bukan gejala khas keracunan pestisida. Banyak

penyakit atau kelainan tubuh lainnya yang dapat menimbulkan salah satu atau

beberapa gejala tersebut di atas. Akan tetapi, apabila seseorang yang semula sehat

melakukan penyemprotan (atau aplikasi lainnya), kemudian merasakan gejala

tersebut, maka patut diduga bahwa gejala tersebut disebabkan oleh keracunan.

1.1.6 Cara Masuk Pestisida Ke Tubuh Manusia

Menurut Djojosumarto (2000), pestisida dapat masuk kedalam tubuh

manusia melalui berbagai cara yakni: kontaminasi memalui kulit (dermal

contamination), terhisap masuk kedalam saluran pernapasan (inhalation) dan

masuk melalui saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral).


a. Kontaminasi melalui kulit (dermal contamination)

Pestisida yang menempel di permukaan kulit bisa meresap masuk ke

dalam tubuh dan menimbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi lewat kulit

merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi, meskipun tidak seluruhnya

berakhir dengan keracunan akut. Lebih dari 90% kasus keracunan diseluruh dunia

disebabkan oleh kontaminasi lewat kulit. Tingkat kontaminasi bahaya lewat kulit

dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:

1. Toksitas dermal (dermal LD 50) pestisida yang bersangkutan maka makin

rendah angka LD 50 makin berbahaya.

2. Konsentrasi pestisida yang menempel pada kulit, yaitu semakin pekat pestisida

maka semakin besar bahayanya.

3. Formulasi pestisida misalnya formulasi EC dan ULV atau formulasi cair lebih

mudah diserap kulit dari pada formulasi butiran.

4. Jenis atau bagian kulit yang terpapar yaitu mata misalnya mudah sekali

meresapkan pestisida. Kulit punggung tangan lebih mudah meresapkan

pestisida dari pada kulit telapak tangan.

5. Luas kulit yang terpapar pestisida yaitu makin luas kulit yang terpapar makin

besar risikonya.

6. Lamanya kulit terpapar pestisida yaitu makin lama kulit terpapar makin besar

risikonya

7. Kondisi fisik yang bersangkutan. Semakin lemah kondisi fisik seseorang, maka

semakin tinggi risiko keracunannya.


Dalam penggunaanya atau aplikasi pestisida, pekerjaan-pekerjaan yang
menimbulkan risiko kontaminasi lewat kulit adalah:

1. Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan langsung oleh droplet

atau drift pestisidanya dan menyeka wajah dengan tangan, lengan baju atau sarung

tangan yang terkontaminasi pestisida.

2. Pencampuran pestisida

3. Mencuci alat-alat pestisida.

b. Terhisap masuk ke dalam saluran pernapasan (inhalation)

Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat hidung

merupakan yang terbanyak kedua sesudah kontaminasi kulit. Gas dan partikel

semprotan yang sangat halus (misalnya, kabut asap dari fogging) dapat masuk

kedalam paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar akan menempel di selaput

lendir hidung atau di kerongkongan. Bahaya penghirupan pestisida lewat saluran

pernapasan juga dipengaruhi oleh LD 50 pestisida yang terhirup dan ukuran

partikel dan bentuk fisik pestisida.

Pestisida berbentuk gas yang masuk ke dalam paru-paru dan sangat

berbahaya. Partikel atau droplet yang berukuran kurang dari 10 mikron dapat

mencapai paru-paru, namun droplet yang berukuran lebih dari 50 mikron mungkin

tidak mencapai paru-paru, tetapi dapat menimbulkan gangguan pada selaput lendir

hidung dan kerongkongan. Gas beracun yang terhisap ditentukan oleh:

1. Konsentrasi gas di dalam ruangan atau di udara

2. Lamanya paparan

3. Kondisi fisik seseorang (pengguna)


Pekerjaan-pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi lewat

saluran pernapasan adalah

1. Bekerja dengan pestisida (menimbang, mencampur dan sebagainya) di ruangan

tertutup atau yang ventilasinya buruk.

2. Aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk gas (misalnya

fumigasi), aerosol serta fogging, terutama aplikasi di dalam ruangan; aplikasi

pestisida berbentuk tepung (misalnya tepung hembus) mempunyai risiko

tinggi.

3. Mencampur pestisida berbentuk tepung (debu terhisap pernapasan)

c. Masuk kedalam saluran pencernaan makanan melalui mulut (oral)

Peristiwa keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering terjadi

dibandingkan dengan kontaminasi kulit. Karacunan lewat mulut dapat terjadi

karena beberapa hal sebagai berikut:

1. Kasus bunuh diri.

2. Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida.

3. Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung tangan

yang terkontaminasi pestisida.

4. Drift (butiran halus) pestisida terbawa angin masuk ke mulut.

5. Meniup kepala penyembur (nozzle) yang tersumbat dengan mulut, pembersihan

nozzle dilakukan dengan bantuan pipa kecil.

6. Makanan dan minuman terkontaminasi pestisida, misalnya diangkut atau

disimpan dekat pestisida yang bocor atau disimpan dalam bekas wadah atau

kemasan pestisida.

7. Kecelakaan khusus, misalnya pestisida disimpan dalam bekas wadah makanan

atau disimpan tanpa label sehingga salah ambil.


1.1.7 Metode Aplikasi Pestisida

Pestisida diaplikasikan dengan berbagai cara. Cara-cara mengaplikasikan

pestisida diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Penyemprotan (Spraying)

Penyemprotan (spraying) adalah penyemprotan pestisida yang paling

banyak dipakai oleh para petani. Diperkirakan, 75% penggunaan

pestisida dilakukan dengan cara disemprotkan, baik penyemprotan di

darat (ground spraying) maupun penyemprotan diudara (aerial

spraying). Dalam penyemprotan, larutan pestisida (pestisida ditambah

air) dipecah oleh noozle (cerat, sprayer) atau atomizer yang terdapat

dalam bentuk penyemprot (sprayer) menjadi butiran semprot atau

droplet. Bentuk sediaan (formulasi) pestisida yang diaplikasikan

dengan cara disemprotkan. Sedangkan untuk penyemprotan dengan

volume ultra rendah (ultra low volume) digunakan formulasi ULV.

Teknik penyemprotan ini termasuk pula pengkabutan (mist blowing).

Menurut Wudianto (2007), alat yang digunakan dalam aplikasi pestisida

tergantung formulasi yang digunakan. Pestisida yang berbentuk butiran (granula)

untuk menyebarkan tidak membutuhkan alat khusus, cukup dengan ember atau

alat lainnya yang bisa digunakan untuk menampung pestisida tersebut dan sarung

tangan agar tangan tidak berhubungan langsung dengan pestisida. Pestisida

berwujud cairan Emulsible Concentrate (EC) atau bentuk tepung yang dilarutkan

Wettable Powder (WP) atau Soluble Powder (SP) dan Soluble Liquid (SL)

memerlukan alat penyemprot untuk menyebarkan. Sedangkan pestisida yang

berbentuk tepung hembus bisa digunakan alat penghembus. Pestisida berbentuk


fumigan dapat diaplikasikan dengan alat penyuntik pohon kelapa untuk jenis

insektisida yang digunakan memberantas penggerek batang.

Alat penyemprot yang biasa digunakan yaitu alat semprot gendong

(Knapsack Solo), pengabut bermotor tipe gendong (Power Mist Blower and

Duster), mesin penyemprot tekanan tinggi (High Pressure Power Sprayer), dan

jenis penyemprot lainnya. Penggunaan alat penyemprot ini disesuaikan dengan

kebutuhan terutama yang berkaitan dengan luas areal pertanian sehingga

pemakaian pestisida menjadi efektif.

Sewaktu mempersiapkan pestisida yang akan disemprotkan, pilihlah

tempat yang sirkulasi udaranya lancar. Di tempat tertutup, pestisida yang berdaya

racun tinggi terlebih yang mudah menguap, dapat mengakibatkan keracunan

melalui pernapasan. Langkah-langkah dalam mempersiapkan pestisida adalah

sebagai berikut :

1. Buka kemasan dengan hati-hati agar pestisida tidak berhamburan atau

memercik mengenai bagian tubuh.

2. Tuang pestisida ke dalam gelas ukur, timbangan, atau alat ukur lainnya.

3. Masukkan dalam ember khusus tempat pencampuran pestisida yang sudah di isi

air terlebih dahulu. Jumlah air disesuaikan dengan konsentrasi formulasi yang

dianjurkan. Usahakan jangan mencampur pestisida di dalam tangki

penyemprot, karena tidak dapat dipastikan apakah pestisida dan air telah

tercampur sempurna atau belum. Campuran yang tidak sempurna akan

mengurangi keefektifannya.

4. Aduk dengan kayu sampai merata


5. Masukkan cairan ke dalam tangki penyemprot.

Waktu yang baik untuk penyemprotan adalah pada waktu terjadinya aliran

udara naik (thermik) yaitu pada pukul 08.00-11.00 WIB atau sore hari pada pukul

15.00-18.00 WIB. Penyemprotan terlalu pagi atau terlalu sore akan

mengakibatkan pestisida yang menempel pada bagian tanaman akan terlalu lama

mengering dan mengakibatkan tanaman yang disemprot keracunan. Selain itu,

penyemprotan yang terlalu pagi biasanya daun masih berembun sehingga pestisida

yang disemprotkan tidak bisa merata ke seluruh permukaan daun. Sedangkan

penyemprotan yang dilakukan saat matahari terik akan mengakibatkan pestisida

mudah menguap dan mengurai oleh sinar matahari (Djojosumarto, 2008).

b. Pengasapan (Fogging)

Pengasapan (fogging) adalah penyemprotan pestisida dengan volume ultra

rendah dengan menggunakan ukuran droplet yang sangat halus. Perbedaan dengan

cara penyemprotan biasa adalah pada fogging (thermal fogging, hot fog) campuran

pestisida dan solvent (umumnya minyak) dipanaskan sehingga menjadi semacam

kabut asap (fog) yang sangat halus. Fogging banyak dilakukan untuk

mengendalikan hama gudang, hama tanaman perkebunan dan pengendalian vector

penyakit di lingkungan.

c. Penghembusan (Dusting)

Penghembusan (dusting) adalah aplikasi produk pestisida yang di

formulasi sebagai tepung hembus dengan menggunakan alat penghembus (duster).


d. Penaburan Pestisida Butiran (Granule Distibution, Broadcasting)

Penaburan pestisida butiran (granule distribution, broadcasting) adalah

penaburan pestisida butiran yang merupakan khas untuk mengaplikasikan

pestisida berbentuk butiran. Penaburan dapat dilakukan dengan tangan atau mesin

penabur (granule broadcaster).

e. Fumingasi (Fumigation)

Fumigasi (Fumigation) adalah aplikasi pestisida fumigant, baik berbentuk

padat, cair, maupun gas dalam ruangan tertutup. Fumigasi umumnya digunakan

untuk melindungi hasil panen (misalnya biji-bijian) dari kerusakan karena hama

atau penyakit di tempat penyiraman. Fumigant dimasukkan kedalam ruangan

gudang yang selanjutnya akan membentuk gas (bagi fumigant cair atau padat)

beracun untuk membunuh OPT sasaran dalam ruangan tersebut.

f. Injeksi (Injection)

Injeksi (injection) adalah penggunaan pestisida dengan cara dimasukkan

kedalam batang tanaman, baik dengan alat khusus maupun dengan member batang

tanaman tersebut. pestisida yang diinjeksikan diharapkan akan tersebar ke seluruh

bagian tanaman melalui aliran cairan tanaman, sehingga OPT sasaran akan

terkendali. Teknik injeksi juga digunakan untuk sterilisai tanah.

g. Penyiraman (Drenching, Pouring On)

Penyiraman adalah penggunaan pestisida dengan cara dituangkan di

sekitar akar tanaman untuk mengendalikan hama atau penyakit di daerah

perakaran atau dituangkan pada sarang semut.


1.1.8 Upaya Preventive Terhadap Pestisida

Upaya pencegahan keracunan oleh pestisida yang dapat dilakukan yaitu :

a. Penyimpanan pestisida

1. Pestisida harus disimpan dalam wadah yang diberi tanda, sebaiknya tertutup

dan dalam lemari yang terkunci. Tempat penyimpanan pestisida harus

memiliki ventilasi yang cukup, terhindar dari sinar matahari langsung agar

tidak merusak pestisida dan jauh dari makanan, minuman, dan sumber api.

2. Tempat bekas penyimpanan pestisida yang telah tidak dipakai lagi harus

dibakar, agar sisa racun musnah sama sekali.

3. Penyimpanan di dalam wadah untuk makanan atau minuman seperti botol

sangat besar bahayanya.

b. Sebelum melakukan penyemprotan

1. Jangan melakukan pekerjaan penyemprotan pestisida bila merasa tidak

sehat.

2. Catat nama pestisida yang digunakan dan jika dapat juga nama bahan

aktifnya. Catatan ini penting untuk informasi bagi dokter bila terjadi

sesuatu.

3. Pakaian dan peralatan pelindung sudah harus dipakai sejak persiapan

menyemprot, misalnya ketika menakar dan mencampur pestisida.

4. Jangan masukkan rokok, makanan dan sebagainya ke dalam kantung

pakaian.
5. Periksa alat-alat aplikasi sebelum digunakan. Jangan gunakan alat semprot

yang bocor. Kencangkan sambungan-sambungan yang sering terjadi

kebocoran.

6. Siapkan air bersih dan sabun dekat tempat kerja untuk mencucui tangan atau

keperluan lainnya.

7. Siapkan handuk kecil yang bersih dalam kantung plastik tertutup dan bawa

ke tempat kerja.

8. Jangan mencampur pestisida di dalam tangki penyemprot. Siapkan air

secukupnya terlebih dahulu, kemudian tuangkan pestisida sesuai dengan

takaran yang dikehendaki dan aduk hingga merata. Kemudian, larutan

tersebut dimasukkan ke dalam tangki.

c. Ketika melakukan penyemprotan

1. Perhatikan arah angin. Jangan melakukan penyemprotan yang menentang

atau berlawanan dengan arah angin karena drift pestisida dapat mengenai

atau terhirup oleh pekerja.

2. Jangan membawa makan, minuman, atau rokok dalam kantung pakaian

kerja.

3. Jangan makan, minum, atau merokok selama menyemprot.

4. Jangan menyeka keringat di wajah dengan tangan, sarung tangan, atau

lengan baju yang terkontaminasi pestisidauntuk menghindari pestisida

masuk ke mata atau ke mulut. Untuk keperluan itu, gunakan handuk bersih

untuk menyeka keringat atau kotoran di wajah.

5. Bila nozzle tersumbat, jangan meniupnya langsung dengan mulut.


d. Sesudah aplikasi

1. Cuci tangan hingga bersih segera sesudah pekerjaan selesai.

2. Segera mandi setelah sampai rumah dan ganti pakaian kerja dengan pakaian

sehari-hari.

3. Jika tempat kerja jauh dari rumah, mandilah di kamar mandi yang telah

diseiakan di tempat kerja. Sedaiakan pakaian bersih di dalam kantung

plastik. Sesudah ganti pakaian, bawalah pakaian kerja dengan kantung

plastik tersendiri.

4. Cuci pakaian kerja terpisah dari pakaian lainnya.

1.2 Alat Pelindung Diri (APD)

1.2.1 Pengertian Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri (APD) dapat didefinisikan sebagai alat yang

mempunyai kemampuan melindungi seseorang dalam pekerjaannya, yang

fungsinya mengisolasi pekerja dari bahaya di tempat kerja. Alat pelindungi diri

meliputi penggunaan respirator, pkaian khusus, kacamata pelindung, topi

pengaman, atau perangkat sejenis yang bila dipakai dengan benar akan

mengurangi risiko cedera atau sakit diakibatkan oleh bahaya. Alat pelindung diri

adalah metoda terakhir yang digunakan setelah upaya melakukan metoda yang

lainnya (Rijanto, 2011).

Karakteristik alat pelindung diri yaitu :

a. Alat pelindung diri mempunyai keterbatasan yang umum yaitu tidak dapat

menghilangkan bahaya pada sumbernya.


b. Apabila alat pelindung diri tidak berfungsi dan kelemahannya tidak diketahui,

maka risiko bahaya yang timbul dapat menjadi lebih besar.

c. Saat digunakan, alat pelindung diri harus sudah dipilih dengan tepat dan harus

selalu dimonitor.

d. Pekerja yang menggunakannya harus sudah terlatih.

Menurut Suma’mur (2009), alat pelindung diri adalah alternatif terakhir

yaitu kelengkapan dari segenap upaya teknis pencegahan kecelakaan. APD harus

memenuhi persyaratan :

a. Enak (nyaman dipakai) ;

b. Tidak mengganggu pelaksanaan pekerjaan ; dan

c. Memberikan perlindungan efektif terhadap macam bahaya yang dihadapi.

Menurut Riddle (2006), PPE (Personal Protective Equipment) atau alat

pelindung diri yang efektif harus :

a. Sesuai dengan bahaya yang dihadapi

b. Terbuat dari material yang akan tahan terhadap bahaya tersebut

c. Cocok bagi orang yang akan menggunakannya

d. Tidak menganggu kerja operator yang sedang

bertugas e. Memiliki konstruksi yang sangat kuat

f. Tidak mengganggu PPE yang lain yang sedang dipakai secara

bersamaan
g. Tidak meningkatkan resiko terhadap pemakainya.

PPE harus :

a. Disediakan secara gratis.

b. Diberikan satu per orang atau jika tidak diberikana, maka harus dibersihkan

setelah digunakan.

c. Hanya digunakan sesuai peruntukannya.

d. Dijaga dalam dalam kondisi baik.

e. Diperbaiki atau diganti jika mengalami kerusakan.

f. Disimpan ditempat yang sesuai ketika tidak digunakan.

1.2.2 Alat Pelindung Diri Pada Penyemprot Pestisida

Menurut Cahyono (2004), alat pelindung diri adalah peralatan keselamatan

yang harus digunakan personil apabila berada si suatu tempat kerja yang

berbahaya. Alat pelindung diri yang standar untuk bahan kimia berbahaya adalah

pelindung kepala, pelindung mata, pelindung wajah, pelindung tangan, dan kaki.

Alat pelindung diri yang tepat bagi penyemprot pestisida, yaitu :

a. Pakaian pelindung (protective clothing) yaitu celana panjang dan baju lengan

panjang yang terbuat dari bahan yang cukup tebal dengan tenunan rapat. Pakaian

sebaiknya tidak berkantung karena dengan adanya kantung cenderung digunakan

untuk menyimpan benda-benda seperti rokok. Jas hujan (rain coat) dapat

dijadikan sebagai alat pelindung karena terbuat dari plastik yang mudah untuk

dibersihkan.
b. Penutup ke Semacam celemek (apron) yang dibuat dari plastik atau kulit.

Apron terutama harus digunakan ketika menyemprot tanaman yang tinggi

c. pala, misalnya berupa topi lebar (wide brimmed) atau helm khusus

menyemprot. Topi dengan pinggiran yang lebar (wide brimmed) digunakan untuk

melindungi bagian-bagian kepala dan muka. Topi harus tebuat dari bahan yang

kedap cairan (liquid proof) dan tidak terbuat dari kain atau kulit. Helm khusus

untuk menyemprot tanaman tinggi terbuat dari bahan yang keras untuk

melindungi kepala dari benda-benda yang jatuh seperti pelepah dan buah kelapa

sawit.

d. Alat pelindung pernapasan (Respiration protective devices) seperti :

1. Chemical catridge respirator, yaitu respirator/masker yang pada bagian

saringan (filter) dipasang dalam silinder dapat menyerap bahan-banan/zat-zat

kimia berbentuk gas, uap dan partikel-partikel halus. Respirator ini dipergunakan

bila bekerja dengan pestisida yang berselang seling konsentrasinya dari satu

pestisida.

2. Chemical conister respirator, respirator jenis ini mempunyai kontak/romol

(conister) dan saringan penyerap (filter) yang dapat bekerja lebih lama dari pada

jenis catrdige respirator. Pada umumnya respirator ini dipergunakan bila bekerja

dengan racun secara terus menerus dalam konsentrasi tetap dari pestisida kuat.

3. Supplied air respirator, jenis respirator ini dapat dipergunakan saat mencampur

atau mempergunakan pestisida dalam keadaan konsentrasi oksigen dalam udara

rendah dan bekerja di ruang tertutup, sedangkan dosis pestisida yang

dipergunakan sangat tinggi.

4. Self-contained breaching apparartur, pemakaian respirator ini sama dengan

supplied air respirator pada prinsip kerjanya. Perbedaannya adalah tabung


oksigennya ditempatkan dipunggung sehingga memudahkan pekerja untuk

bergerak ke segala arah dan praktis bila bekerja di areal yang luas.
e. Pelindung muka dan mata misalnya kaca mata, googles atau face shield yang

terbuat dari bahan anti air (water proff) sehingga muka tidak terkena partikel-

partikel pestisida.

f. Sarung tangan (gloves) yang terbuat dari bahan yang tidak tembus air, jika

pestisida mempunyai konsentrasi tinggi maka diperlukan sarung tangan neoprene.

Sarung tangan yang digunakan harus panjang sehingga menutupi bagian

pergelangan tangan. Sarung tangan tidak boleh terbuat dari kulit atau katun karena

pestisida yang melekat sukar dicuci.

g. Safety shoes atau sepatu boot yang terbuat dari bahan neoprene.
BAB II

HASIL RESUME
RESUME MATERI 1. PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN
PESTISIDA, FUNGISIDA, BAKTERISIDA, DAN NEMATISIDA (Materi
Pak Iqbal)
Seperti yang telah diketahui bahwasanyya pestisida memiliki arti yakni zat yang
digunakan atau zat yang dapat mematikan sautu organisme atau makhluk hidup. Dari hal
tersebut dapat diketahui pula bahwa pestisida dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan
organisme penganggu tanaman atau OPT yang dapat menurunkan hasil budidaya, dari
hal ini diperoleh bahwa pestisida memiliki manfaat yang luar biasa bagi keberhasilan
pertanian di Indonesia. Oleh karena itu selain jenis perstisida yang paling umum
diketahui yakni insektisida terdapat pula beberapa jenis pestisida yang sering digunakan
oleh petani dalam proses budidayanya. Diantaranya :

1. Fungisida, Fungisida merupakan jenis pestisida yang spesifikasinya digunakan


untuk membunuh atau mengandalikan jenis OPT yakni Fungi atau cendawan.
Fungsida memiliki berbagai formulasi yakni terdapat formulasi cair dan padat.
Selain terdapat berbagai formulasi fungisida juga dibagi menjadi 2 berdasarkan asal
bahannya yakni:
a. Fungisida Sintesis atau Kimia
Fungisida ini berasal dari bahan kimia atau sintesis yang memiliki dampak
negative terhadap makhluk hidup disekitarnya dan bagi lingkungan.
b. Fungisida alami atau organic
Fungsida ini berasal dari bahan bahan yang terdapat dialam, sehingga dalam
penggunaanya relative lebih aman dan ramah lingkungan.
Sedangkan menurut sifanya fungisida dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Fungisida selektif
Fungisida ini memiliki sifat hanya akan membunuh jenis cendawan tertentu saja
namun tidak menganggu jenis cendawan lainnya.
b. Fungisida non selektif
Fungisida ini membunuh semua jenis fungi baik sasarannya maupun bukan.
Selanjutnya yakni klasifikasi fungisida berdasarkan cara kerjanya:
a. Fungisida kontak
Fungsida kontak hanya bekerja pada bagian tanaman yang terkena fungisida
saja, fungisida ini tidak dapat menembus jaringan tanaman dan tidak dapat
terdistribusikan keseluruh bagian tanaman.
b. Fungisida Translaminar
Fungisida jenis ini dapat menembuh jaringan tanaman tetapi tidak dapat
terdistribusikan kebagian tanaman lainnya
c. Fungisida sistemik
Fungisida jenis ini apabila disemprotkan akan dapat terserah oleh bagian
tanaman dan dapat terdistribusikan keseluruh bagian tanaman.
d. Fungisida kontak dan sistemik
Fungisida ini bekerja dengan kombinasi kedua cara kerja pestisida lainnya yakni
secara kontak dan sistemik.
Untuk klasifikasi pestisida yang terakhir yakni berdasarkan fungsinya :
a. Fungisidal
Yakni fungisida yang dapat membunuh cendawan dan menghambat
pertumbuhan cendawan.
b. Fungistatik
Yakni fungisida yang hanya dapat menghambat pertumbuhan cendawan saja
tetapi tidak dapat membunuh cedawan.
c. Genestatik
Yakni jenis fungisida yang dapat mencegah terjadinya sporulasi cendawan.

2. Bakterisida, bakterisida merupakan jenis pestisida yang spesifikasinya digunakan


untuk membunuh atau mengendalikan jenis OPT yakni bakteri. Bakterisida
memiliki berbagai fungsi diantaranya :
a. Sebagai Desinfektan, sebagai desinfektas bakterisida berperan dalam
menghilangkan mikroorganisme ketika masih dalam bentuk vegetative.
b. Antibiotik, sebagai antibioik bakterisida berperan dalam menghentikan proses
biokimia dari suatu bekteri. Biasanya didalam bekterisida yang bersifat
antibiotic terdapat bakteri atau mikroorganisme lain yang digunakan sebagai
musuh dari bakteri yang akan dimatikan tersebut.
c. Antiseptik, bakterisida yang memiliki fungsi antiseptik memiliki system kerja
untuk menghalau masuknya bakteri kedalam system jaringan.
3. Sedangkan Nematisida, merupakan jenis pestisida yang terspesifikasi untuk
membunuh atau memberantas Nematoda.

RESUME MATERI 2. PENGGOLONGAN PESTISIDA BERDASARKAN


BEBERAPA ASPEK (Materi Bapak Iqbal)
1. Penggolongan berdasarkan sifat fisik
a. Berbentuk padat : Tepung, Butiran, Pellet
b. Berbentuk Cairan
c. Berbentuk Pasta dan aerosol

2. Penggolongan berdasarkan OPT sasaran


a. Akarisida : digunakan untuk tungau
Contoh : Kelthene
b. Algasida : digunakan untuk Alga
Contoh : Dimanin
c. Avisida : digunakan untuk Burung
Contoh : Avitrol
d. Bakterisida : digunakan untuk Bakteri
Contoh : Agrymicin
e. Fungsida : digunakan untuk Cendawan
Contoh : Dithane
f. Herbisida : digunakan untuk Gulma
Contoh : Gramoxon
g. Insektisida : digunakan untuk Serangga
Contoh : Tamaron
h. Larvasida : digunakan untuk larva
Contoh : Dipel
i. Moluskisida: digunakan untuk Moluska atau siput
Contoh : Brestan
j. Nematisida : digunakan untuk Nematoda
Contoh : Nemacur
k. Rosdentisida : digunakan untuk Binatang Pengerat
Contoh : Racumin
l. Termisida : digunakan untuk Rayap
Contoh : Sevidol

3. Penggolongan berdasarkan pengaruhnya terhadap OPT (Tidak berakhiran Sida)


a. Antraktan : Penarik Serangga
Contoh : Metil Eugenol
b. Antifeedan : menghambat aktivitas makan sehingga menyebabkan serangga mati
kelaparan.
c. Kemosterilan : merusak kemampuan serangga untuk berkembangbiak (Pemandulan
serangga)
Contoh : Ornitrol
d. Defoliant : mengurangi pertumbuhan bagian tanaman yang tidak diinginkan
(Pengguguran daun)
Contoh : Folex
e. Desikan : mengeringkan bagian tanaman dan serangga
Contoh : Asam Arsenik
f. Desinfektan : membasmi mikroorganisme yang berbahaya
Contoh : Trikhlorofenol
g. Pengatur pertumbuhan (Growth regulator) : menghentikan, mempercepat dan
menghambat proses pertumbuhan tanaman atau serangga.
Contoh : Giberelin
h. Repelen : penolak hama
Contoh : Kamper
i. Sterilan tanah dari gulma
Contoh : Amoniumthiosianat
j. Pengawet kayu
Contoh : Penta Cloro Phenol
k. Sticker : Perekat
Contoh : Teepol
l. Surfaktan : Perata
Contoh : Triton
m. Inhibitor : Penghambat
Contoh : Phosphon
n. Stimulan : Perangsang
Contoh : Atonik
4. Penggolongan pestisida berdasarkan cara masuk
a. Racun Perut
- Masuk melalui makanan, meracun lambung dan menggangu alat pencernaan
makanan. Efektif untuk serangga dengan tipe mulut menggigit dan mengunyah.
- Contoh : Parathion
b. Racun Kontak
- Masuk melalui kutikula serangga yang kontak dengan bahan kimia
- Contoh : Monokrotofos
c. Racun Fumigan atau Pernapasan
- Masuk melalui alat pernapasan (Spiracel)
- Contoh : Fumigan
d. Debu dessikan
- Racun berbentuk debu hydroscopic yang dapat menyerap cairan tubuh serangga

5. Penggolongan insektisida berdasarkan cara kerja


a. Peracun Fisik
- Insektisida bekerja secara fisik, missal terjadi dehidrasi yaitu keluarnya air dari
dalam tubuh serangga sehingga serangga kehilangan air tubuh.
- Contoh : Silica aerogel
b. Peracun Proroplasma
- Insektisida bekerja dengan mengendapkan protein dalam tubuh serangga
- Contoh : Sodium arsenat
c. Peracun pernapasan
- Insektisida bekerja dengan jalan menghambat aktivitas enzim pernapasan.
- Contoh : HCN

6. Penggolongan pestisida berdasarkan sifat kimia


a. Insektisida organik, mengandung unsur karbon
- Organik alami, terbuat dari tanaman dan bahan alami lainnya (Pestisida hayati,
nabati atau botani)
- Organic sintetik, merupakan hasil buatan pabrik dengan sintesa kimiawi
b. Insektisida Anorganik, tidak mengandung unsur karbon. Seperti Metil Biromida
7. Pengolongan pestisida berdasarkan struktur kimia
a. Organoklorin
- Mengandung karbon, klorin, hydrogen, kadang-kadang oksigen.
- Contoh : DDT (Dicloro Difenyl Tricloroentana)
- Bersifat racun syaraf
- Toksin terhadap serangga, mamalia, burung dan Ikan
- Persisten dalam tanah
b. Organofosfat
- Mengandung fosfat
- Lebih beracun terhadap manusia dan vertebrata lainnya dibandingkan
organoklorin.
- Berspektrum luas
- Persisten dalam tanah
- Bekerja sebagai racun syaraf
- Contoh : Malathion
c. Karbamat
- Mengandung asam karbamat
- Toksitasnya rendah terhadap manusia
- Contoh : Karbofuran
d. Piretroid Sintetik
- Kelompok insektisida Organik sintetik
- Digunakan sejak tahun 1970 an
- Keunggulan cepat mematikan serangga
- Toksisitas rendah terhadap manusia
- Contoh : piretrum dan sinerin yang berasal dari bunga Chrysantenum
- Cepat terurai di alam

8. Penggolongan pestisida berdasarkan gerakannya pada sasaran dan tanaman


setelah diaplikasikan
a. Sistemik
Insektisida diserap oleh organ organ tanaman, baik lewat akar, batang dan daun,
selanjutnya insektsida mengikuti gerakan cairan tanaman dan ditransportasikan
kebgian lain tanaman baik keatas dan kebawah meupun ke titik tumbuh.
b. Nonsistemik
Setelah diaplikasikan ke tanaman tidak diserap oleh jaringan tanaman, tetapi hanya
menempel pada bagian luar tanaman.
c. Sistemik lokal
Kelompok insektisida yang dapat diserap oleh jaringan tanaman terutama daun
tetapi tidak ditransportasikan kebagian tanaman lainnya.

RESUME MATERI 3. PERMASALAHAN YANG DIAKIBATKAN OLEH


PESTISIDA, EFEK NEGATIF DAN POSITIF (Materi Bapak Iqbal)
Pestisida berasal dari dua kata yakni pest and cida dimana pest sendiri memiliki
arti hama atau jasad penggangu atau OPT ( hama, penyakit, dan Gulma ),
Sedangkan Cida berarti pembunuh. Dari kedua kata penyusun pestisida tersebut
dapat diambil atau ditarik arti bahwa pestisida merupakan suatu susunan kimia atau
turunannya yang memiliki fungsi atau peran untuk membunuh (mengendalikan)
jasad penggangu yang menyerang tanaman dalam hal ini jasad penggangu yang
dimkasudkan dapat berupa Gulma, Hama, maupun Penyakit. Sementara menurut PP
Nomor 7 Tahun 1973 Pestisida memiliki arti semua zat kimia atau bahan lainnya
serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk : a. mengendalikan atau mencegah
hama atau penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman atau hasil pertanian, b.
mengendalikan rerumputan dan c. mengatur atau merangsang pertumbuhan yang
tidak diinginkan. Sementara menurut The United States Environmental Pesticide
Control Act, Pestisida memiliki arti semua zat atau campuran zat yang khusus
digunakan untuk mengendalikan, mencegah, atau menangkis gangguan serangga,
binatang mengerat, nematoda, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap
hama, serta semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur
pertumbuhan tanaman atau pengeringan tanaman.
Dari ketiga define diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanyya pestisida
merupakan hasil dari reaksi kimia diamana di dalam pestisida terdapat satu atau
lebih zat kima baik alami maupun sintetik yang digunakan. Dari pernyataan tersebut
apabila mengacu pada kata zat kimia maka pestisida pasti memiliki efek atau
dampak bagi makhluk hidup serta lingkungan disekitarnya. Efek atau dampak dari
penggunaan pestisida dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda yakni dari
efek positif adanya penggunaan pestisida dan efek negative yang ditimbulkan oleh
pestisida itu sendiri. Efek positife dari penggunaan pestisida dapat diperoleh apabila
mengaplikasikan pestisida alami atau nabati yang sama sekali tidak mengunakan
tambahan bahan sintetik (100% alam) atau dapat pula diperoleh dari penggunaan
pestisida yang bijaksana yakni dengan memperhatikan Aspek 5T yakni Tepat
sasaran (OPT), Tepat pemilihan pestisida (Legal), Tepat waktu aplikasi, Tepat
takaran aplikasi, serta Tepat metode aplikasi. Apabila kita menerapkan prinsip 5T
maka akan didapatkan efek positif dari penggunaan pestisida, diantaranya :
1. Terkendalinya organisme penggangu tanaman yang dapat menurunkan hasil
budidaya. Dampak positif pertama yang ditimbulkan oleh penggunaan
pestisida yakni berasal dari aspek segi hasil yang diperoleh dari hasil
budidaya tanaman yang tidak mengalami penurunan hasil atau apabila
terdapat penurunan hasil tidak signifikan.
2. Pada tahapan proses budidaya adanya penggunaan pestisida juga sangat
membantu petani dalam pengendalian atau pemberantasan OPT. Petani tidak
harus setiap saat berjaga disawah karena penaplikasian pestisida tidak
memerlukan waktu yang lama.
3. Dari segi biaya, pestisida terhitung lebih ekonomis daripada apabila petani
menggunakan system pengendalian OPT dengan alat perangkap hama.
4. Dari segi efisiensi tenaga dan waktu, penggunaan pestisida memiliki
dampak positif karena tidak memerlukan banyak tenaga dan waktu untuk
pengendalian serta tidak memerlukan waktu lama dalam memperoleh hasil
penggunaan pestisida hal ini berbanding jauh apabila kita menggunakan
pengendalian dengan system lain baik teknis maupun kultur teknis, mekanis
dan lainnya.
5. Dari aspek yang lain pestisida lebih memberikan efek postif yakni terdapat
banyak jenis pestisida yang penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan
petani, pengunaan ini bergantung pada apa yang akan dikendaikan petani
apabila gulma maka dapat diberi herbisida, apabila serangga dapat diberi
insektisida, dan sebagainya.

Selain dampak positf yang diperoleh dari pestisida, pestisida juga membei
dampak negative bagi penggunanya apabila diberikan atau diaplikasikan secara
berlebihan atau sembarangan dan tidak mengikuti kaidah atau aspek 5T.
Dampak Negatif yang ditimbulkan meliputi :

1. Resistensi terhadap pestisida, apabila pengaplikasian pestisida dilakukan


secara sembarangan maka yang akan timbul ialah OPT yang akan
dikendalikan mengalami kebal terhadap suatu jenis senyawa tertentu yang
sebelumnya pemberiannya dilakukan secara sembarangan.
2. Peracunan terhadap musuh alami atau organisme yang bukan sasaran. Hal
ini dapat terjadi mengingat pestisida yang diaplikasikan menempel pada
tanaman yang kita tidak dapat menjamin bahwa hanya hama yang menempel
disana. Serta apabila hama sasaran sudah kebal terhapat jenis pestisida yang
diberikan, hama tersebut dapat berbalik memenangkan pertarungan dengan
musuh alaminya.
3. Kesehatan masyarakat dan lingkungan, penggunaan pestisida yang tidak
sesuai dengan aspek 5T dapal pula menimbulkan dampak buruk bagi
masyarakat dan lingkungan. Adanya zat zat residu yang ditimbulkan oleh
penggunaan pestisida yang berleihan menimbulkan tercemarnya lingkungan
tempat tinggal dan sumber makanan bagi manusia itu sendiri. Pencemaran
tersebut mengakibatnya rusaknya lingkungan, dan terpaparnya sumber
makanan seperti tanaman yang terkena residu pestisida dan hewan yang
memakan tumbuhan yag telah teresidu tersebut. Dari hal tersebut maka
penggunaan pestisda yang tidak tepat atau berlebihan menimbulkan
dampakk yang tidak baik bagi masyakat dan lingkungan.

Penggunaan pestisida dapat dilakukan apabila serangan yang terdapat pada


tumbuhan diatas batas ambang ekonomi yang telah ditentukan, apabila sudah
melebihi batas ambang ekonomi dapat dilakukan pengendalian.

RESUME MATERI 4. TOKSIKOLOGI PESTISIDA DAN CARA


PENGOBATANNYA (Materi Pak Iqbal)
Toksisitas adalah kemampuan suatu bahan kimia untuk merusak suatu
jaringan, organ, atau sistem tubuh. Dalam kondisi tertentu setiap zat kimia dapat
menjadi toksik terhadap makhluk hidup. Misalnya, zat kimia yang sangat toksik
dengan dosis yang sangat kecilpun akan menimbulkan kerusakan jaringan pada
makhluk hidup, sebaliknya, zat kimia yang kurang toksik tidak akan menimbulkan
gangguan walaupun makhluk hidup terpajan dengan dosis yang besar. (Harianto,
2009).

1. Organoklorin
Senyawa- senyawa OK (Organoklorin, Chlorinated hydrocarbon) sebagian
besar menyebabkan kerusakan pada komponen-komponen selubung sel syaraf
(Schwann cells) sehingga fungsi syaraf terganggu. Peracunan dapat
menyebabkan kematian atau pulih kembali. Kepulihan bukan disesbabkan
karena senyawa OK telah keluar dari tubuh tetapi karena disimpan dalam
lemak tubuh, semua insektisida OK sulit terurai oleh factor-faktor lingkungan
yang bersifat peresisten. Kebanyakan residu dari pestisida tersebut menempel
dalam lemak maupun dalam tanah sehingga efek keracunan yang ditimbulkan
biasanya muncul dalam waktu yang relative lama karena residu pestisida
tersebut terakumulasi dalam tubuh atau manusia sehingga dapat meracuni.
2. Organofosfat dan Karbamat
Menghambat aksi pseudokholinestrerase dalam plasma dan kholinesterase
dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal
menghidrolisis asetycholin menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim
dihambat, mengakibatkan jumlah asetykholin meningkat dan berikatan dengan
reseptor muskarinik dan nikotinik pada system syaraf pusat dan perifer. Hal
tersebut dapat menyebabkan timbulnya gejala keracunan pada seluruh tubuh
bagian tubuh manusia.

Efek Gejala
Saliva, lacrimasi, Urinase dan Diare
(SLUD)
Kejang Perut
Nausea dan vomitus
Muskarinik Bradicardia
Miosis
Berkeringat
Pegal-Pegal, lemah
Tremor
Paralysis
Nikrotinik
Dyspnea
Tachicardia
Bingung, gelisah, insomnia, neurosis
sakit kepala, emosi tidak stabil
Bicara terbata bata
Sistem Saraf Pusat
Kelemahan umum Convuls
Depresi respires
dan gangguan jantung
Semua senyawa OF (Organofosfat, organophospates) dan KB (Karbamat,
carbamates) bersifat perintang ChE (enzim cholinesterase), enzim yang
berperan dalam penerusan rangsangan syaraf. Peracunan dapat terjadi karena
gangguan dalam fungsi susunan syaraf yang akan menyebabkan kematian atau
pulih kembali. Unsur keracunan lingkungan oleh senyawa OF dan KB tidak
berlangsung lama, karena lingkungan dapat menguraikan residu senyawa
tersebut. Tetapi tetap saja unsur OF dan KB mengandung racun yang akut,
sehingga dalam penggunaanya tetap memerlukan Alat Perlindungan diri.
Cara pengobatannya Pengobatan keracunan pestisida harus cepat
dilakukan terutama untuk senyawa Organophosphat. Karena apabila terjadi
keterlambatan maka dapat menyebabkan kematian. Diagnosis keracunan
dilakukan berdasarkan terjadinya gejala penyakit dan kejadian sebelum
sebelumnya yang terkait.
1. Paparan Kulit
Kasus keracunan pestisida yang paling sering terjadi ialah paparan
melalui kulit hal ini dapat terjadi karena adanya kontak yang tidak
sengaja dilakukan dengan bahan pestisida dan tidak menggunakan
ADP dengan benar. Cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi
paparan melalui kulit yakni :
a. Cuci dengan air dan sabun
b. Lepaskan pakaian yang terkontaminasi
2. Paparan Melalui Mulut
Paparan melalui mulut terjadi akibat adanya wadah atau makanan
yang tercemar dari residu pestisida, tidak sengaja tertelan atau
bahkan sengaya menelan pestisida. Cara pengobatan yang dapat
dilakukan ialah :
a. Bilas mulut dengan air
b. Jangan memaksakan muntah jika :
 Korban tidak sadar
 Mengalami kejang
 Pestisida korosif
 Label mengatakan tidak menyebabkan muntah
3. Paparan Melalui Pernapasan
Paparan Melalui pernapasan dapat terjadi ketika melakukan
penyemprotan. Paparan pestisida ini dapat menyebabkan rusaknya
hidung, mulut, tenggorokan dan paru-paru akibat terhirupnya debu
atau uap yang terkandung dalam pestisida. Langkah yang dapat
dilakukan untuk mengobati keracunan ini antara lain :
a. Pindahkan korban ke Udara segar
b. Melonggarkan pakaian ketat
c. Melakukan pernapasan buatan jika diperlukan
4. Paparan Melalui Mata
Mata juga dapat dengan mudah menyerap residu dari pestisida,
paparan pestisida melalui mata dapat menyebabkan kebutaan.
Langkah yang dapat dilakukan untuk mengobati hal tersebut ialah :
a. Cuci mata dengan air bersih pada aliran air kurang lebih selama
15 menit
b. Bawa ke dokter jika ada rasa sakit dan kemerahan pada mata

RESUME MATERI 5. PESTISIDA ALAMI, NABATI, AGENSIA HAYATI


DAN BAHAN DARI ALAM (Materi Pak Iqbal)
Pestisida alami dan nabati memiliki artian dalam garis besar yang sama yakni
pestisida yang berasal dari alam. Tetapi perbedaan keduanya terletak dari
dimana pestisida nabati menitik beratkan atau memfokuskan dan merujuk pada
pestida yan terbuat dari bahan alam yang berasal spesifik dari tumbuhan atau
tanaman. Sedangkan dalam penyebutan pestisida alami melebur pada semua
obyek atau semua unsur penyusun alam, baik yang berasal dari hewan,
tumbuhan atau tanaman (pestisida nabati termasuk petisida alami pula) atau sisa
sisa dari makhluk hidup lainnya, seperti sisa ekskresi manusia maupun makhluk
hidup lainnya. Semua unsur alam yang dapat digunakan sebagai bahan pestisida
merupakan pestisida alami, tetapi untuk pestisida nabati menitik beratkan pada
tumbuhan atau tanaman saja. Selain pestisida alami dan nabati terdapat pula
biopestisida microbial yakni pestisida yang berasal dari mikroorganisme seperti
Bacillus thuringiensis (BT) dan biopestida microbial tersebut telah dipasarkan
dengan merk dagang Thuricide, Dipel. Sementara untuk bahan lain yan menjadi
sumber dari pembuatan pestisida alami maupun nabati meliputi : Nimba, Mindi,
krisan, Tembakau, Streptomyces avermitillis, Saccharopolyspora spinosa,
Lumbriconereis heteropoda (Cacing Laut), dan Bunga karang (Theonella
swinhoei). Pengujian bahan bahan tersebut hingga menjadi pestisida alami yakni
meliputi tahapan :

1. Pengujian sejumlah besar tumbuhan atau organisme lain yang dipilih secara
acak.
2. Penapisan senyawa aktif dalam tumbuhan atau organisme lain berdasarkan
penggunaanya dala pengendalian hama secara tradisional.
3. Pengujian sifat pestisida tumbuhan atau organisme lain berdasarkan
penggunaan sebagai obat tradisional.
4. Pengujian pestisida jenis tumbuhan atau organisme lain yang sekerabat.
5. Pengujian pestisida dari tumbuhan atau organisme lain berdasarkan
pengamamatan ekologi.
6. Pendekatan manapun yang digunakan untuk memperolehnya sebaiknya :
a. Konsentrasi yang digunakan kurang dari 0,5% jika menggunakan pelarut
organic
b. Kurang dari 5 ppm apabila menggunakan senyawa murni, dan
c. Kurang dari 50 gram (biji), 100 gram (daun) bahan tanaman perliter air
yang menggunakan ekstrak sederhana.

Aktivitas biologi yan dilakukan oleh pestisida yang berasal dari alam yakni
meliputi :

1. Penghambatan atau penolakan makan (Antifedant) contohnya pada family


tanaman Zingiberaceae, Meliaceae, Solanaceae, Annonaceae.
2. Penolakan peneluran. Contoh pada Annonaceae
3. Menghambat pertumbuhan dan perkembangan. Contoh pada Aglaia sp.
4. Efek kematian. Contoh pada krisan, tembakau, tuba.

Cara pembuatan Pestisida alami

1. Secara sederhana pembuatan pestisida alami dapat dilakukan oleh petani


sendiri, dengan pengunaan alat yan sederhana seperti penumbukan,
perendaman, pengepresan, atau bahkan hanya dibiarkan dan disebarkan
sudah dapat terbentuk pestisida alami, dikarenakan petani biasanya hanya
memanfatkan tanaman atau tumbuhan dengan bau bau menyengat saja yang
ajan digunakan.
2. Yang kedua yakni secara laboratorium, dengan menggunakan alat atau
teknologi yang lebih modern dan cangih sehingga memungkinkan untuk
dilakukan pengawetan sehingga dapat dinikmati dalam waktu yang relative
lama.

NB : Penggunaan pestisida alami sebaiknya, ketika dilakukan aplikasi


diaplikasikan sesering mungkin agar efek yang didapat lebih maksimal.

Agensia hayati adalah setiap organisme yang meliputi spesies, subspesies,


varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri,
virus, mikoplasma, serta organisme lainnya dalam semua tahap perkembangannya
yang dapat dipergunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau
organisme pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian, dan berbagai
keperluan lainnya (Permentan No. 411 tahun 1995). Dalam kegiatan praktikum
yang telah dilaksanakan diberikan 2 agensia hayati yang dikembangbiakan pada 2
media yakni media padat (beras jagung) dan media cair (EKG) dalam
pengembangbiakan pada media padat telah dilakukan tahapan hingga
pengaplikasian di lapang dengan sebelumnya telah dilakukan perhitungan
kerapatan spora dimana hasil dari perkembangbiakan pada media padat telah
memenuhi syarat dari kerapatan spora untuk aplikasi lapang. Penggunaan agensia
hayati sebagai pegendali alami bagi OPT terbilang relative mudah karena hanya
perlu melarutkan spora dari agensia hayati tersebut dengan air, setelah itu
dilakukan penyemprotan pada target atau sasaran yang dituju. Pada dasarnya
agensia hayati dan pestisida nabati merupakan hal yang sama yakni berasal dari
alam sehingga untuk memperoleh hasil yang maksimal diperlukan pengaplikasian
sesering mungkin agar dapat menekan laju pertumbuhan OPT. Contoh bahan yang
dapat digunakan dalam pengembangan agensia hayati antara lain Tricoderma spp.
serta Beuviria bassiana.

RESUME MATERI 6. KENDALA DAN MANFAAT PESTISIDA ALAMI


(Materi Pak Iqbal)
Pestisida alami merupakan salah satu solusi bagi pengerak program pertanian
berkelanjutan, karena dengan adanya pestisida alami dapat menekan penggunaan
pestisida sintesis yang residunya dapat mencemari bahkan merusak alam serta
berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia. Meskipun penggunaan petisida
alami yang terbilang memberi jaminan terhadap kelansungan hiduo manusia
khusunya bagi masyarakat yang tinggal di Indonesia yang terkenal memili
banyak sekali potensi alam dan keanekaragaman hayati maka apabila
penggunaan pestisida alami dapat diotimalkan akan memberikan keuntungan
yang luar biasa bagi sector pertanian Indonesia. Tetapi dibalik kebaikan yang
ada pada penggunaan pestisida alami, terdapat pula kendala yang dihadapi oleh
pengerak pertanian berkelanjutan antara lain :

1. Dari segi biaya, pembuatan pestisida nabati relative lebih mahal dalam hal
biaya karena apabila dibandingkan dengan pestisida sintetik yang dengan
harga murah saja sudah dapat digunakan dan memiliki efek yang lebih cepat.
Sedangkan pestisida alami harus memelalui beberapat tahapan atau proses
agar dapat diaplikasikan sebagai pestisida alami.
2. Yang kedua dari segi pola piker petani yang ada, pola pikir yang tertanam
pada kebanyakan petani mengarah pada gunakan pestisida sintetik sebanyak
mungkin agar tidak kehilangan hasil produksi. Pola piker petani yang seperti
itu menyebabkan tidak dapat berkembangnya pestisida nabati di Indonesia.
Hal ini pula yang menyebabkan banyaknya pestisida alami yang telah
berhasil dibuat terbuang sia-sia karena tidak ada yang memanfaatkan.
3. Kendala ketiga yang dialami yakni sector pasar yang ada didominansi oleh
produk produk pestisida sintesis, sehingga dalam segi pemasaran pestisida
nabati jauh tertinggal dari pada pestisida sintesis, hal ini pula yang
menyebabkan para petani cenderung tidak mengenal dan tidak mengetahui
adanya pestisida alami atau nabati.

Dari kendala kendala yang dihadapi untuk memperkenalkan atau


mempromosikan agar digunakan pestisida alami, diperlukannya peran serta
masyarakat dan pemerintah agar dapat mendukung keberhasilan pertanian
berkelanjutan salah satunya dengan menggunakan pestisida alami.

RESUME MATERI 7. CONTOH PRODUK PESTISIDA ALAMI DAN


KIMIA (Materi Pak Iqbal)
Insektisida
Fungisida ad

Bakterisida
Nematisida,

Rodentisida

Moluskisida

Herbisida
Contoh Pestisida Nabati Seperti yang telah dibuat yakni dari daun nimba, daun
pepapya, bawang putih, dan lainnya.

RESUME MATERI 8. BIOASSAY (Materi Pak Syarief)


Bioassay merupakan suatu analisis yang digunakan untuk menentukan
dampak yang ditimbulkan dari penggunaan suatu zat kimia tertentu untuk
mematikan atau melumpuhkan suatu organisme. Dalam pengujian bioassay
terdapat beberapa Analisa yang dapat digunakan diantaranya yakni LD50, LT50,
dan LC50. LD sendiri memiliki arti yakni dosis tertentu yang dinyatakan dalam
milligram berat bahan uji perkilogram beratbadan (BB) hewan uji yang
menghasilkan 50% respond kematian pada populasi hewan uji dalam jangka
waku tertentu. Dapat disimpulkan bahwa LD merupakan dosis yang diberikan
yang dapat mematikan suatu organisme. Sementara LC sendiri memiliki arti
Nilai konsentrasi mematikan dari suatu bahan didalam suatu perairan yang
diperkirakan dapat menyebabkan efek kematian sebesar 50% terhadap populasi
bota uji tertentu. Dalam kata sederhana LC dapat diartikan sebagai berapa
konsentrasi yang diberikan dan dapat mematikan suatu organisme tertentu.
Semetara LT sediri memiliki arti berapa waktu yang diperlukan untuk
mematikan suatu organisme tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Ardra. Pestisida Nabati Untuk Hama dan Penyakit Tanaman di. Diakses melalui

Ariyanto. 2013. Bab 2 KTI di akses melalui


http://eprints.undip.ac.id/43729/ARWIN_ARDIYANTO_G2A009002_BA
B2KTI.pdf. diakses pada 04 Juni 2019

Evi Nur Hidayah. 2012. Pestisida pada Petani. Diakses melalui


https://www.wordpress.com/2012/04/17/pestisida-pada-petani/amp. Diakses pada 06
Juni 2019

Fadil Hayat. 2010. Toksikologi Pestisida.


https://fadhilhayat.wordpress.com/2010/12/06/toksikologi-pestisida/. (diakses pada
11 Juni 2019)

FAO. 1997. Code of conduct for the import andrelease of exotic biological control
agents. Biocontrol News and Information 18(4): 119N−124N.
https://ardra.biz/sain-teknologi/bio-teknologi/pestisida-nabati-untuk-hama dan-
penyakit-tanaman/. Diakses pada 08 Juni 2019

Kementrian Pertanian (2011) dan Permenkes RI No.258/Menkes/Per/III/1992

Mapary. 2013. Kelebihan dan kekurangan agensia hayati. Diakses melalui


http://www.gerbangpertanian.com/2013/01/kelebihan-dan-kekurangan-agensia-
hayati.html. Diakses pada 09 Juni 2019

Maspary. 2013. Kelebihan dan kekurangan pestisida nabati.


http://www.gerbangpertanian.com/2013/01/kelebihan-dan-kekurangan-agensia-
hayati.html. (diakses pada 11 juni 2019)

Muchlisin riadi. 2017. Pengertian, Formulasi dan Jenis Pestisida di. Diakses melalui
https://www.kajianpustaka.com/2017/11/pengertian-formulasi-dan-jenis jenis-
pestisida.html. diakses pada 02 Juni 2019

Ton, S.W., 1991. Environmental Considerations With Use of Pesticides in Agriculture.


Paper pada Lustrum ke-VIII Fakultas Pertanian USU, Medan.
Uehara, K., 1996. The Present State of Plant Protection in Japan-Safety
Countermeasures for Agriculture Chemicals. Japan Pesticide Information, No. 61.
Japan Plant Protection Association, Tokyo, Japan, pp 3-6.

Anda mungkin juga menyukai