Anda di halaman 1dari 19

KULTUR JARINGAN TANAMAN

Sub Kultur dan Kultur Embrio Anggrek

Laporan

Dosen Pengampu :

Ir. Djensal, M.P


Rudi Wardana, S.Pd, M.Si
Jumiatun, S.P, M.Si

Teknisi :

Eko Hadi Cahyono, S.P, M.P


Indah Putri Lestari, S.St

Oleh :

Achmad Romadoni
NIM. A42170663
Golongan A

TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN PANGAN


JURUSAN PRODUKSI PERTANIAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2019
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala,


Tuhan Semesta Alam yang dengan kehendaknya, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan laporan praktikum Kultur Jaringan Tanaman yang berjudul Sub-
Kultur dan Kultur Embrio Anggrek, untuk memenuhi salah satu tugas dari mata
kuliah Kultur Jaringan Tanaman.
Dalam penulisan laporan praktikum ini penulis merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat
akan kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan laporan ini.
Atas tersusunya laporan ini, maka penulis menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu hingga laporan ini
terselesaikan.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran
bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang
diharapkan dapat tercapai. Tak ada gading yang tak retak, tak ada yang sempurna.

Jember, Mei 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................................4
1.1. Latar Belakang...........................................................................................4
1.2. Tujuan........................................................................................................5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................6
BAB III. METODOLOGI......................................................................................11
3.1. Waktu dan Tempat...................................................................................11
3.2. Alat dan Bahan.........................................................................................11
3.3. Cara Kerja................................................................................................11
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................13
4.1 Hasil.........................................................................................................13
4.2 Pembahasan.............................................................................................13
BAB V. PENUTUP................................................................................................16
5.1. Kesimpulan..............................................................................................16
5.2. Saran........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17
LAMPIRAN...........................................................................................................19
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada perbanyakan tanaman secara in vitro dengan metode kultur jaringan


digunakan untuk memperoleh tanaman yang bebas akan virus, mengatasi
inkompatibilitas seksual, hibridisasi somatik, perbaikan genetik, menghasilkan
tanaman haploid, triploid, dan poliploid, seleksi mutan tahan garam tinggi,
kekeringan, herbisida, bebas hama dan penyakit (Bajaj, 1983 dalam Dwi, 2010).
Pelaksanaan teknik in vitro dapat melalui jalur organogenesis (melalui
pembentukan organ langsung dari eksplan dan embryogenesis (melalui
pembentukan embrio somatic). Perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan
melalui embryogenesis somatic lebih menguntungkan daripada melalui
organogenesis dikarenakan menghasilkan tanaman baru dalam jumlah yang
banyak. Selain itu, juga karena embrio somatic berasal dari sel tunggal sehingga
dapat dengan mudah mengatur atau mengawasi proses pertumbuhan pada setiap
individu tanaman (Jimenez, 2001 dalam Lizawati, 2012).
Perbanyakan tanaman sangat sulit dilakukan menggunakan cara
perbanyakan konvensional seperti stek atau sambungan. Oleh karena itu, saat ini
perbanyakan tanaman selalu menggunakan teknik kultur jaringan yang
mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan teknik konvensional yaitu,
tidak tergantung dengan musim karena lingkungan tumbuh in vitro yang sudah
terkendali, bahan tanam yang digunakan dalam jumlah yang sedikit sehingga tidak
merusak pohon induk, tidak membutuhkan tempat yang sangat luas untuk
menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak. Namun di sisi lain, kendala yang di
temui dalam pelaksanaan kultur jaringan adalah tanaman hasil kultur jaringan
sering berbeda dengan tanaman induknya atau dapat mengalami mutasi. Hal ini
dikarenakan penggunaan metode yang perbanyakan yang salah, seperti frekuensi
subkultur yang terlalu tinggi, perbanyakan organogenesisi yang tidak langsung
melalui fase kalus atau konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan terlalu
tinggi (Mariska et al., 1992 dalam Deden, 2003).
Oleh karena itu subkultur yang merupakan pemindahan kultur atau planlet
dari media lama ke media baru setelah suatu masa kultur untuk memproleh
pertumbuhan baru yang diinginkan hanya dapat dilakukan selama 6 kali saja. Hal
ini dilakukan untuk mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak dikehendaki
selama proses kultur in vitro. Maka praktikum kultur jaringan dengan acara
subkultur dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan planlet (kultur) baru yang
berasal dari eksplan tembakau dan anggrek setelah dilakukan subkultur dengan
media yang baru (yang telah disediakan sesuai dengan eksplan yang digunakan).

1.2. Tujuan

1. Mengetahui sterilisasi eksplan tanaman anggrek dan penanaman kultur


eksplan anggrek dan penanaman subkultur dengan media MS ditambahkan
ZPT yang berbeda.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Anggrek merupakan tanaman hias yang banyak sekali diminati oleh


masyarakat pada umumnya. Tanaman ini dapat dilakukan perbanyakan yang
terdapat dua cara, yaitu konvensional dan juga metode kultur in vitro. Dalam
metode ini berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman
kecil yang mempunyai sifat seperti induknya yang tahap pengerjaannya di dalam
laboratorium. Perbanyakan secara konvensional melalui vegetative dianggap tidak
praktis dan tidak menguntungkan karena jumlah anakan yang dihasilkan dengan
cara ini sangat terbatas. Perbanyakan kultur jaringan yang banyak diusahakan
secara komersial pada saat ini terutama di Negara maju seperti Amerika, Jepang,
dan Eropa. Oleh karena itu merangsang para peneliti untuk menerapkannya pada
tanaman mempunyai nilai ekonomis yang tinggi untuk tanaman anggrek serta
memperoleh bibit yang tahan terhadap virus (Ita, 2009).
Tahap metode yang digunakan untuk perbanyakan pada tanaman anggrek
melalui teknik yang dilakukan diantara tahapan kultur yaitu, subkultur dan kultur
embrio. Pada dasarnya subkultur adalah pemindahan planlet yang masih sangat
kecil (planlet muda) dari medium lama ke dalam medium baru yang dilakukan
secara aseptis karena semua kegiatannya dilakukan di dalam Laminar Air Flow
Cabinet (LAFC). Teknik dalam subkultur adalah untuk memisahkan, memotong,
membelah, dan menanam kembali eksplan yang telah tumbuh sehingga jumlah
tanamannya dapat bertambah banyak. Pada teknik subkultur mempunyai tujuan
supaya kultur atau planlet mendapatkan unsur hara atau nutrisi dalam rangka
pertumbuhannya. Sehingga subkultur mempunyai tahapan yang lebih mudah
dibandingkan tahapan lain dalam kultur jaringan (Hendaryono dan Wijayani,
1994).
Berdasarkan buku Teknik Kultur Jaringan karangan Hendaryono dan
Wijayani (1994) menjelaskan beberapa alasan perlunya dilakukan subkultur
antara lain:
1. Tanaman yang berada dalam kultur telah tumbuh memenuhi ruangan
dalam botol karena sudah memiliki tinggi yang sama dengan botol.
2. Tanaman yang berada dalam botol dengan waktu yang lama dapat
mengurangi pertumbuhannya.
3. Tanaman di dalam botol kultur sudah mengalamai kekurangan unsur
hara baik mikro maupun makro.
4. Media yang berada dalam botol sudah habis nutrisinya sehingga cepat
mengering, akibatnya media mengandung garam dan gula yang tinggi
sehingga cocok untuk tempat berkembangbiaknya kontaminan.
5. Terjadi pencoklatan pada tanaman.
6. Tanaman memerlukan komposisi media yang baru dalam hal
membentuk organ atau struktur yang baru.
7. Media di dalam botol telah menjadi cair karena terjadi penurunan pH
oleh tanaman.

Produksi bibit melalaui kultur jaringan pada dasarnya meliputi persiapan


media, persiapan eksplan, sterilisasi eksplan, penumbuhan eksplan, multiplikasi,
dan perakaran. Media kultur merupakan media steril yang digunakan untuk
menumbuhkan sumber bahan tanaman menjadi bibit. Media kultur terdiri dari
garam anorganik, sumber energi (karbon), vitamin, dan zat pengatur tumbuh.
Selain itu, dapat pula ditambahkan komponen lain seperti senyawa organic dan
senyawa kompleks lainnya. Komposisi media yang umum digunakan untuk
perbanyakan tanaman adalah media Murashige-Skoog (MS) untuk tanaman
tembakau dan media komposisi media Vacint dan Went digunakan untuk
mengecambahkan biji atau sebagai media kultur jaringan dalam bentuk padat atau
cair (Yusnita, 2010 dalam Ferziana, 2013). Berbagai komposisi media telah
diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
dengan cara memodifikasi media, baik untuk media perkecambahan biji maupun
untuk media pembesaran kecambah anggrek.
Teknik kultur jaringan tanaman yang merupakan teknik budidaya
(perbanyakan) sel, jaringan, dan organ tanaman dalam suatu lingkungan yang
terkendali dan dalam keadaan aseptik atau bebas dari mikroorganisme. Secara
umum perbanyakan tanaman berdasarkan perkembangan dan siklus hidupnya.
Sehingga dapat digolongkan menjadi dua, yaitu perbanyakan secara seksual dan
perbanyakan secara aseksual. Berdasarkan bagian tanaman yang dikulturkan
secara lebih spesifik terdapat tipe-tipe kultur yaitu, kultur kalus, kultur suspensi
sel, kultur anter, kultur akar, kultur pucuk tunas, kultur embrio, kultur ovul, dan
kultur kuncup bunga. Kultur jaringan bermula dari adanya pembuktian sifat
totipotensi sel, yaitu bahwa setiap sel tanaman yang hidup dilengkapi dengan
informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk tumbuh dan
berkembang menjadi tanaman utuh, jika berada dalam kondisi yang sesuai
(Mariska, 2003: 14).
Penemuan zat pengatur tumbuh (ZPT) dan upaya pengembangan formulasi
media sangat berperan penting dalam menentukan keberhasilan teknik kultur
jaringan. Terutama dalam hal teknik subkultur. Prinsip utama dari teknik kultur
jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif
tanaman dengan menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat yang steril.
Inisiasi pembentukan kalus merupakan salah satu langkah penting yang
menentukan keberhasilan teknik kultur in vitro. Kalus merupakan massa sel yang
tidak terorganisir, pada mulanya sebagai respon terhadap pelapukan (wounding).
Pembelahan selnya menjadi tidak terkendali, sel-selnya mengalami proliferasi
yaitu membelah terus menerus dengan sangat cepat, hal ini dimungkinkan karena
sel-sel tumbuhan yang secara alamiahnya bersifat autotrof dikondisikan menjadi
heterotrof oleh adanya nutrisi yang cukup komplek dan zat pengatur tumbuh
didalam medium kultur (Rainiyati, 2011).
Selain dari luka bekas irisan, kalus juga dapat berasal dari pembelahan sel-
sel kambium yang terus membelah dan berpoliferasi. Poliferasi sel-sel akan
menjadi lebih baik jika eksplan yang digunakan berasal dari jaringan yang masih
muda. Sel-sel kalus secara fisiologis dan biokimia sangat berbeda dengan sel-sel
eksplannya yang sudah terdiferensiasi. Sel-sel pada kalus bersifat meristematik
dan merupakan salah satu wujud dari dediferensiasi. Diferensiasi merupakan
reversi dari sel-sel hidup yang telah terdiferensiasi menjadi tidak terdiferensiasi,
atau dengan kata lain menjadi meristematik kembali. Dediferensiasi merupakan
langkah awal bagi perbanyakan vegetatif dengan teknik kultur in vitro karena
merupakan dasar terjadinya primerdia tunas dan akar. Kalus dapat diperbanyak
secara tidak terbatas dengan cara memindahkan sebagian kecil kalus kedalam
medium baru (sub kultur). Kalus dengan sel-selnya yang bersifat meristematik,
dapat didispersikan didalam medium cair sehingga dapat diperoleh kultur suspensi
sel (Reny, 2011).
Penggunaan media tumbuh yang cocok merupakan salah satu faktor yang
menentukan keberhasilan perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan
melalui teknik subkultur. Media Murashige dan Skoog (MS) yang merupakan
media yang dasar untuk tanaman herba maupun berkayu banyak digunakan dalam
praktikum ini untuk memperbanyak tanaman tembakau serta media Vacin dan
Went untuk perbanyakan tanaman anggrek. Penambahan zat pengatur tumbuh
pada media kultur merupakan salah satu kunci keberhasilan baik pada tahap
induksi maupun elongasi pada tunas. Dalam proses induksi umumnya
menggunakan zat pengatur tumbuh golongan sitokinin seperti Benzylaminopurine
(BAP). Media kultur dapat dibuat lebih padat dengan penambahan 8 g/l agar dan
20 g/l gula serta pH media pada 5,8. Eksplan yang sudah menjadi planlet dengan
ukuran 1-2 cm. Indikasi pada tahap induksi yang dapat digunakan untuk tahap
selanjutnya dengan terbentuknya kalus kompak pada bagian dasar batang. Umur
biakan pada tahap induksi tunas (planlet) berumur sekitar 3 minggu. Pada umur
tersebut sudah berada pada kondisi optimal untuk dipindahkan pada tahap
elongasi untuk dapat dilakukan proses subkultur (Rossa, 2011).
Dalam proses induksi tunas membutuhkan komposisi media yang tepat.
Komposisi media yang tepat ialah mengandung unsur makro, unsur mikro, unsur
vitamin dan hormon tumbuh (Pierilc, 1987 dalam Nunun, 2009). Kehadiran
hormon tumbuh yang utamanya golongan sitokinin dalam media sangat
menentukan sel embrio untuk berdiferensiasi menjadi tanaman sempurna. Pada
awal perkembangannya, fase embrio somatik (fase globular) berkembang menjadi
fase hati. Pada fase ini proses fisiologis sel-sel globular berjalan sangat lambat,
sehingga dibutuhkan konsentrasi dan jenis sitokinin tertentu agar sel globular
berkembang menjadi sel hati dan terpedo. Kegagalan fase torpedo menjadi planlet
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu diantaranya umur eksplan yang
melampaui waktu subkultur, tidak adanya hormone tumbuh dan struktur massa sel
yang tidak teratur. Induksi perkembangan sel secara seragam dapat dilakukan
pada saat yang tepat dan konsentrasi hormon yang terkendali pada media (Patena
dan Barba, 2000 dalam Nunun, 2009).
Pemanjangan organ merupakan proses akhir dalam diferensiasi. Setiap
bagian akan terorganisir menjadi calon plumula batang dan calon akar (Goerge
Shanington, 1984). Masalah perkembangan embrio somatik mangga tidak hanya
pada ketersediaan jenis hormone sitokinin, tetapi dan konsentrasi juga
pencoklatan yang terjadi pada bahan tanam. Pada kadar tertentu, senyawa phenol
penyebab pencoklatan tersebut dapat menghambat metabolism sel daerah dalam
dan masalah jaringan (Carimi dan Pasquale, 2000 dalam Rossa 2011). Salah satu
upaya untuk menekan masalah pencoklatan adalah dengan menambahkan asam
askorbat pada media subkultur sebagai antioksidan. Diferensiasi diawali dengan
inisiasi embrio, yang ditandai oleh pertambahan ukuran embrio, pemanjangan
bentuk serta perubahan warna sel bagian luar (Rangaswami, 1982 dalam Rossa,
2011).
Media yang banyak digunakan untuk subkultur sampai saat ini adalah
media MS. Untuk mengarahkan biakan pada organogenesis yang diinginkan, ke
dalam media ditambahkan zat pengatur tumbuh. Media multiplikasi untuk
beberapa macam tanaman berbeda tergantung jenis tanaman. Kemampuan
multiplikasi akan meningkat apabila biakan disubkultur berulang kali. Perlu
diperhatikan, walaupun subkultur dapat meningkatkan faktor multiplikasi dapat
juga meningkatkan terjadinya mutasi. Untuk itu, biakan perlu diistirahatkan pada
media MS, yaitu tanpa zat pengatur tumbuh atau kembali menggunakan mata
tunas dari pertanaman di lapang. Banyaknya bibit yang dihasilkan oleh suatu
laboratorium tergantung kemampuan multiplikasi tunas pada setiap periode
tertentu. Semakin tinggi kemampuan kelipatan tunasnya maka semakin banyak
dan semakin cepat bibit dapat dihasilkan (Reni, 2011).
BAB III. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 13 Mei 2019 pukul 09:00 –
11:00 di Laboratorium Kultur Jaringan Politeknik Negeri Jember.
3.2. Alat dan Bahan

 Planlet anggrek
 Buah anggrek
 Alkohol
 Aquades
 Petridis
 Hand Sprayer
 Botol Kultur beserta media
 Diseting set
 LAF
 Label
 Bunsen
 Tissue
 Wrap
 Karet gelang
 Plastik

3.3. Cara Kerja

1. Sub Kultur Anggrek


 Mendengarkan arahan dari dosen atau teknisi
 Menyiapkan alat dan bahan
 Membersihkan LAF menggunakan alcohol
 Meletakkan alat dan bahan yang di perlukan dalam proses penanaman
 Membakar petridist dengan cara menyemprotkan alcohol terlebih
dahulu
 Memulai penanaman dengan cara mengambil planlet menggunakan
pinset yang telah di bakar dan didinginkan
 Meletakkan planlet di Petridis
 Meletakkan planlet kebotol kultur (8 planlet dalam 1 botol kultur)
 Menutup menggunakan plastic dan memberinya karet
 Memberi wrap
 Memberi label

2. Kultur Embrio Anggrek


 Mendengarkan arahan dari dosen atau teknisi
 Menyiapkan alat dan bahan
 Membersihkan LAF menggunakan alcohol 70%
 Meletakkan alat dan bahan yang di perlukan dalam proses penanaman
 Membakar petridist dengan cara menyemprotkan alcohol terlebih
dahulu 96%
 Meletakkan biji anggrek di Petridis
 Membagi 2 biji anggrek
 Mengambil spons dalam biji anggrek menggunakan pinset
 Meneptep spons yang di jepit menggunakan pinset ke dalam botol
kultur
 Menutup menggunakan plastic dan memberinya karet
 Memberi wrap
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel pengamatan sub kultur anggrek

Minggu 1 Minggu 2 Total


No. Nama
T.K K T.K K Hidup
Yofta Bagus N.
1 2   1 1 1
A
2 Septian Dani H. 2   2   2
Septianti Agita
3 2   2   2
S.
4 Sofyan Rofiur R. 2   2   2
5 Qurrota A'yun R.  1  1    1 0
6 Devinda M. C. 2       2 0
Achmad
7 2   1 1 1
Romadoni

Tabel pengamatan embrio kultur anggrek

Minggu 1 Minggu 2 Total


No. Nama
T.K K T.K K Hidup
Yofta Bagus N.
1 1     1 0
A
2 Septian Dani H.  1      1 0
Septianti Agita
3 1   1   1
S.
4 Sofyan Rofiur R.  1     1  0
5 Qurrota A'yun R. 1   1   1
6 Devinda M. C. 1   1   1
Achmad
7 1     1 0
Romadoni

4.2 Pembahasan

Pada praktikum kultur jaringan dengan acara subkultur yang bertujuan


untuk mengetahui pertumbuhan kultur baru setelah dilakukan subkultur dengan
menggunakan media yang berbeda dari media awalnya. Alat yang digunakan
dalam praktikum ini yaitu, Laminar Air Flow (LAF), Botol semprot yang berisi
alkohol 70%, Pinset, Pisau, Seal wrap (segel), Kertas label, Alat tulis, Bunsen dan
Petri dish. Sedangkan bahan yang harus disediakan yaitu Planlet dari eksplan
anggrek dan eksplan embrio yang sudah siap untuk dikulturkan, media baru yang
kosong, alkohol 70%.
Setelah alat dan bahan sudah lengkap tersedia, maka praktikan dapat
memulai praktikum acara subkultur dengan sesuai prosedur untuk tanaman
anggrek sesuai dengan modul yaitu menyiapkan kultur yang sudah siap subkultur
dan media kosong, mengeluarkan tanaman dari botol kultur dan meletakkanya di
petrdish steril, memotong bagian planlet. Cara penanaman tanaman hanya
ditidurkan dan ditaburkan pada media MS (Murashige and Skoog) yang telah
ditambahkan zat pengatur tumbuh.
Anggrek merupakan tanaman hias yang banyak sekali diminati oleh
masyarakat pada umumnya. Tanaman ini dapat dilakukan perbanyakan yang
terdapat dua cara, yaitu konvensional dan juga metode kultur in vitro. Dalam
metode ini berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman
kecil yang mempunyai sifat seperti induknya yang tahap pengerjaannya di dalam
laboratorium. Perbanyakan secara konvensional melalui vegetative dianggap tidak
praktis dan tidak menguntungkan karena jumlah anakan yang dihasilkan dengan
cara ini sangat terbatas. Perbanyakan kultur jaringan yang banyak diusahakan
secara komersial pada saat ini terutama di Negara maju seperti Amerika, Jepang,
dan Eropa. Oleh karena itu merangsang para peneliti untuk menerapkannya pada
tanaman mempunyai nilai ekonomis yang tinggi untuk tanaman anggrek serta
memperoleh bibit yang tahan terhadap virus (Ita, 2009).
Pada pengamatan selanjutnya, planlet anggrek setelah proses inakulasi dan
pengamatan minggu kedua ternyata terjadi kontaminasi oleh jamur. Semua
permukaan media telah ditumbuhi jamur. Pada minggu pertama, botol ulangan 1
terdapat spora jamur berwarna putih, sedangkan pada minggu kedua, botol kultur
embrio terdapat spora jamur.
Penyebab kontaminasi eksplan setelah penanaman oleh jamur,
kemungkinan terbesar adalah saat melakukan sterilisasi eksplan suweg dan saat
proses penanaman (inakulasi). Proses sterilisasi yang kurang sempurna atau waktu
sterilisasi yang kurang lama dan ketelitian pemulia saat melakukan kultur suweg
dapat menyebabkan kontaminasi pada eksplan anggrek dan planlet subkultur
anggrek.
BAB V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan


sebagai berikut :

1. Kontaminasi disebabkan oleh jamur.

2. Kontaminasi dapat timbul dari proses stelisasi eksplan yang kurang


steril dan kelihaian serta ketelitian dalam melakukan praktikum ini.

5.2. Saran

Perlu adanya perbaikan proses sterilisasi eksplan anggrek dan kelihaian


dalam penanaman agar praktikum kedepannya lebih berhasil.
DAFTAR PUSTAKA

Deden, Sukmadjaja dan Mariska, Ika. 2003. Perbanyakan Bibit Jati melalui
Kultur Jaringan ISBN 979-95627-8-3. Bogor: Balai Penelitian
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.

Dwi Wahyuni Ardiana dan Ida Fitrianingsih. 2010. Teknik Kultur Jaringan Tunas
Pepaya dengan Menggunakan Beberapa Konsentrasi IBA. Dwi W Buletin
Teknik Pertanian Vol. 15, No. 2:52-55

Lizawati. 2012. Proliferasi Kalus Dan Embriogenesis Somatik Jarak Pagar


(Jatropha curcas L.) dengan Berbagai Kombinasi ZPT Dan Asam Amino
(Callii Proliferation and Somatic Embryogenesis of Physic Nut (Jatropha
curcas L.) Various Combination with PGR’s and Amino Acids). Jurnal
Universitas Jambi Vol 1, No, 4 ISSN: 2302-6472.

Mariska, Ika dan Deden S. 2003. Perbanyakan Bibit Abaka melalui Kultur
Jaringan ISBN 979-95627-9-1. Bogor: Balai Penelitian Bioteknologi dan
Sumberdaya Genetik Pertanian.

Ferziana. 2013. Pengaruh Pupuk Daun dan Arang Aktif pada Media Subkultur II
terhadap Pertumbuhan Bibit Anggrek Phalaenopsis (Effect of Foliar
Fertilizers and Activated Charcoal on Media Subcultures II on Growth of
Phalaenopsis Orchid Seed). Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 13
(3): 144-150 ISSN 1410-5020

Hendaryono, Daisy P Sriyanti; Wijayanti, Ari. 1994. Teknik Kultur Jaringan


Cetakan ke-13. Yogyakarta: Kanisius

Ita Dwimahyani. 2009. Metode Suspensi Sel Untuk Membentuk Spot Hijau Pada
Kultur In-Vitro Galur Mutan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L).
Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi – BATAN, Jakarta ISSN
1907

Meynarti Sari Dewi Ibrahim, Otih Rostiana, dan Nurul Khumaida. 2010.
Pengaruh Umur Eksplan Terhadap Keberhasilan Pembentukan Kalus
Embriogenik Pada Kultur Meristem Jahe (Zingiber officinale Rosc).
Jurnal Litri Vol. 16 No, 1 ISSN 0853-8212.

Nunun, Barunawati dan Tatik W. 2009. Pengaruh Konsentrasi Sitokinin pada


Mangga. Akreditasi Dikti
Rainiyati, Jasminarni, Neliyati dan Henny H. 2011. Proses Penyediaan Bahan
Setek Kentang Asal Kultur Jaringan Untuk Produksi Bibit Kentang Mini
Pada Kelompok Tani Kentang Di Kecamatan Kayu Aro Kabupaten
Kerinci Provinsi Jambi. Jurnal Pengabdian pada Masyarakat No. 52 ISSN:
1410-0770

Reni Mayerni, Netti Herawati, dan Syazwana. 2011. Pengaruh Konsentrasi Naa
Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Planlet Kina (Cinchona
succirubra Pavon) Pada Subkultur Ke IV. Jerami Volume 4 No.1, ISSN
1979-0228.

Rossa Yunita, Endang dan Gati Lestarai. 2011. Perbanyakan Tanaman Pulai
Pandak (Rauwolfia serpentina L.) dengan Teknik Kultur Jaringan. Jurnal
Natur Indonesia 14(1): 68-72 ISSN 1410-9379, Keputusan Akreditasi No
65a/DIKTI/Kep./2008
LAMPIRAN

Gambar. Subkultul anggrek yang masih hidup

Gambar. Subkultur dan kultru embrio anggrek yang kontaminasi oleh jamur

Anda mungkin juga menyukai