Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang mana atas berkat
rahmat serta hidayahnya Laporan Kultur Jaringan Tanaman dengan judul “Kultur
Tanaman Suweg” ini dapat kami selesaikan. Penyusunan dan penyelesaian
laporan ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tata cara dan
informasi lain pada kultur tanaman suweg.

Dalam penyusunan laporan ini kami mengucapkan banyak terimakasih


kepada bapak Ir. Djenal MP, Rudi Wardana S.Pd M.Si dan ibu Jumiatun SP. M.Si
selaku dosen yang telah membimbing kami serta bapak Eko Hadi Cahyono SP.
MP dan ibu Indah Putri Lestari S.ST selaku teknisi yang telah mendampingi kami.
Kami ucapkan terimakasih juga kepada orangtua dan rekan-rekan yang telah
memberikan semangat dan dorongan kepada kami sehingga laporan ini dapat
tersusun.

Demikian laporan ini kami selesaikan. Kami menyadari bahwa masih ada
banyak kekurangan dalam laporan ini. Oleh karena itu kritik dan saran
membangun sangat kami perlukan untuk perbaikan laporan kami yang
selanjutnya.

Jember, 10 Juni 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Tujuan......................................................................................................2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................3
BAB III. METODOLOGI.....................................................................................5
3.1 Waktu dan Tempat.................................................................................5
3.2 Alat dan Bahan........................................................................................5
3.3 Prosedur Kerja........................................................................................6
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................7
4.1 Hasil..........................................................................................................7
4.2 Pembahasan.............................................................................................7
BAB V. PENUTUP...............................................................................................10
5.1 Kesimpulan............................................................................................10
5.2 Saran.......................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................11

ii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suweg termasuk salah satu keanekaragaman flora Indonesia anggota dari


suku Araceae (talas-talasan) penghasil umbi yang berpotensi sebagai bahan
pangan. Pada zaman penjajahan Jepang, umbi suweg dan iles-iles mempunyai
andil yang besar dalam rangka ketahanan pangan bagi masyarakat dan berperan
penting sebagai salah satu sumber cadangan makanan bagi masyarakat Indonesia,
terutama bagi yang sulit mendapatkna beras atau bahan pangan karbohidrat
lainnya.

Pada umumnya suweg diperbanyak dengan umbi; namun perbanyakan


dengan umbi memiliki keterbatasan, karena sulit menentukan lama dormansi umbi
dan siklus tumbuh yang lambat (Jansen et al., 1996). Di saat dormansi terjadi,
peluang umbi yang rusak oleh hama dan penyakit meningkat, sedangkan siklus
tumbuh yang lambat menyebabkan perbanyakan dengan biji lama. Selain itu, satu
umbi hanya mempunyai satu mata tunas utama, sehingga cara lain adalah dengan
menggunakan mata tunas yang melekat pada kulit umbi. Jumlah mata tunas
tergantung dari besar kecilnya ukuran umbi. Umbi yang berukuran besar memiliki
mata tunas yang lebih banyak daripada umbi yang kecil (Handayani et al., 2012).
Seperti pada tanaman gembili {Dioscorea esculenta (Lour) Burk}, ukuran umbi
besar yang digunakan sebagai bahan perbanyakan juga akan memiliki
pertumbuhan dan produksi umbi yang lebih tinggi daripada umbi yang berukuran
kecil (Wawo dan Utami, 2012); diduga hal ini dapat terjadi pada tanaman suweg.
Selain itu, suweg memiliki potensi diperbanyak dengan rachis (stek rachis).
Wolfram et al. (2007) menemukan kalus tumbuh di sekitar petiole; walaupun
sejauh ini, perbanyakan menggunakan rachis pada marga Amorphophallus baru
berhasil pada bunga bangkai (Amorphophallus titanium Becc.). Kunci
keberhasilan perbanyakan jenis ini adalah dengan menjaga bahan tanam dan

1
media-agar bebas dari hama penyakit, sehingga proses sterilisasi media sangat
diperlukan (Wolfram et al., 2007).

1.2 Tujuan

Praktikum kali ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui cara pengkulturan suweg yang diambil langsung dari alam


2. Mengetahui penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan pada kultur
jaringan tanaman suweg

2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Suweg {Amorphophallus paeoniifolius (Dennst.) Nicolson}, anggota


suku/family Araceae, berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pangan
alternatif di Indonesia. Di banyak wilayah Asia, umbinya telah banyak disajikan
sebagai bahan pangan (Anonym, 2012). Sifat fisikokimia suweg mempunyai
amilosa rendah (24,5%) dan amilopektin tinggi (75,5%) (Wankhede dan Sajjan,
1981). Umbi suweg mengandung serat pangan dan protein yang cukup tinggi,
rendah lemak, dan indeks glisemik (ID) yang cukup rendah sehingga cocok
sebagai menu diet yang baik bagi kesehatan (Faridah, 2005), namun demikian
umbi tanaman mengandung anti nutrisi, yaitu asam oksalat dan asam sianida
(Yuzammi, 2010) yang bisa dihilangkan atau dikurangi efeknya setelah dalam
proses pengolahan pangan. Selain itu, tanaman ini memiliki efek restorative dan
karminatif, dimanfaatkan sebagai tonik, dan juga digunakan untuk mengobati
sakit wasir, disentri, dan rematik (Edison et al., 2006).

Penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT) auksin, sitokinin, ataupun asam


giberelin (GA3) telah diaplikasikan dalam studi memecah dormansi umbi. Auksin
jenis IBA, NAA, dan IAA digunakan pada amarilis merah (Hoesen dan Sumarnie-
H Priyono, 2000). GA3 digunakan pada sedap malam (Santi et al., 2004), kentang
(Gosal et al., 2009; Ningsih et al., 2007) dan gladiol (Soetopo, 2012). Selain itu,
ZPT jenis auksin dan sitokinin juga banyak digunakan dalam upaya perbanyakan
tanaman dengan metode stek. Secara teknis, Rootone F pun banyak digunakan
dalam studi perbanyakan, seperti pada tanaman rotamanau (Calamus manan Miq.)
(Witono, 1999), jati (Tectona grandis L.f.) (Huik, 2004), bambu betung hitam
{Dendrocalamus asper (Schult.) Backer ex Heyne cult. Hitam} (Arinasa dan
Peneng, 2006), dan bahkan tanaman dalam satu family suweg, sente (Xanthosoma
sagittifolium L) (Rezka, 2010). Oleh karena itu, penggunaan jenis ZPT ataupun
rootone-F diduga dapat diaplikasikan juga pada tanaman suweg dalam usaha

3
mengatasi hambatan perbanyakannya. ZPT diduga dapat mengatasi hambatan
dalam perbanyakan suweg.

Hasil penelitian ini diharapkan akan diperoleh metode perbanyakan suweg


yang efektif dan efisien, serta diperolehnya bibit-bibit suweg hasil perbanyakan
untuk kepentingan yang berkelanjutan.

4
BAB III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Kultur Jaringan Tanaman dengan judul Kultur Suweg ini dilakukan
pada hari Senin, 6 Mei 2019. Dimulai pada pukul 11.00-13.00 WIB yang
bertempat di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Politeknik Negeri jember.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :

a. Laminar Air Flow (LAF)


b. Botol kultur
c. Pinset (panjang dan pendek)
d. Scalpel
e. Gunting
f. Bunsen
g. Petridish
h. Korek api
i. Masker
j. Sprayer
k. Plastic wrap
l. Kertas label
3.2.2 Bahan
a. Media tanam
b. Eksplan suweg
c. Deterjen
d. Chlorox 15%
e. Chlorox 5 %
f. Aquadest

5
g. Fungisida
h. Spirtus
i. Alcohol 70%
j. Alcohol 96%

3.3 Prosedur Kerja


a. Mendengarkan arahan dari teknisi
b. Menyiapkan alat dan bahan
c. Mengambil tanaman suweg dari lahan untuk dijadikan eksplan
d. Mensterilkan eksplan diluar LAF
e. Mencuci tangkai daun suweg yang sudah dipotong sekitar 3cm dengan
deterjen
f. Dicuci dengan air mengalir sampai tidak berbusa
g. Direndam menggunakan fungisida 1,5% (1,5 gram/100ml air)
h. Dibilas menggunakan aquadest
i. Sterilisasi eksplan didalam LAF
j. Direndam dengan chlorox 15% selama 15 menit sambal digojog
k. Direndam dengan chlorox 5% pada botol yang berbeda selama 5 menit
sambal digojog
l. Dibilas menggunakan aquadest selama 3 kali sampai benar-benar bersih
m. Memotong bagian ujung yang terluka menggunakan scalpel
n. Mulai ditanaman pada media tanam

6
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

No Gambar Media Kondisi Keterangan


Steril Kontaminasi
.
1. Dwi Ayuk Apreliana 0 2 Terjadi kontaminasi
pada semua tanaman
yang ditandai dengan
adanya browning pada
eksplan dan media
tumbuh seperti
miselium jamur
2. Risa Yuniar P.P 0 2 Terjadi kontaminasi
pada semua tanaman
yang ditandai dengan
adanya browning pada
eksplan dan media
tumbuh seperti
miselium jamur
3. Safilla Dzikra Nurhanifa 0 2 Terjadi kontaminasi
pada semua tanaman
yang ditandai dengan
adanya browning pada
eksplan dan media
tumbuh seperti
miselium jamur

4. Fina Dinda Sari 0 2 Terjadi kontaminasi


pada semua tanaman

7
yang ditandai dengan
adanya browning pada
eksplan dan media
tumbuh seperti
miselium jamur
5. Felina Elisa Putri 0 2 Terdapat kontaminasi
pada semua eksplan
yang dikulturkan.
Terdapat perubahan
warna menjadi
kecoklatan (browning)
dan tumbuh jamur.

6. M. Thabah Adi Santoso 0 2 Terjadi kontaminasi


pada semua tanaman
yang ditandai dengan
adanya browning pada
eksplan dan media
tumbuh seperti
miselium jamur

4.2 Pembahasan

Suweg sebagai tanaman yang belum dikembangkan secara komersial, studi


mengenai aspek budidaya belum banyak dilakukan, sehingga perlu dipelajari
metode perbanyakan yang lebih efektif dan efisien. Pusat Konservasi Tumbuhan

Kebun Raya Bogor-LIPI telah mengeksplorasi dan mengkonservasi lebih dari 100
spesimen umbi suweg dari Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Upaya
perbanyakan secara vegetatif secara konvensional maupun dengan teknik kultur

8
jaringan telah dilakukan di Kebun Raya Bogor. Berdasarkan hasil penelitian
Isnaini et al. (2012) yang dilakukan di Kebun Raya Bogor, suweg dapat
diperbanyak dengan teknik kultur jaringan dengan bahan tanam rachis, walaupun
tidak semudah porang (Amorphophallus muelleri). Metode perbanyakan tersebut
diharapkan dapat mengatasi faktor pembatas perbanyakan (dormansi dan siklus
hidup yang lambat) untuk memenuhi kebutuhan bibit di masa mendatang, tetapi
bibit yang dihasilkan masih sangat terbatas.
Pada proses kultur perlu hati-hati dalam memperlakukan eksplan.
Sterilisasi harus dilakukan agar eksplan dapat benar-benar berada pada kondisi
steril dimana akan memacu pertumbuhan tanmpa adanya permasalahan yang
timbul. Hal yang paling sering muncul pada praktikum ini adalah adanya
peristiwa browning atau pencoklatan pada eksplan. Pencoklatan adalah suatu
keadaan munculnya warna coklat atau hitam yang menyebabkan tidak terjadi
pertumbuhan dan perkembangan atau bahkan menyebabkan kematian pada
eksplan. Pencoklatan umumnya merupakan tanda adanya kemunduran fisiologis
eksplan biasanya eksplan akan mati.

Browning terjadi akibat pengaruh akumulasi senyawa fenolik yang


teroksidasi akibat stress mekanik atau pelukaan pada eksplan. Senyawa fenol
tersebut adalah enzim polifenol eksidase dan tirosinase. Dalam kondisi oksidatif
akibat pelukaan, enzim tersebut akan secara alami disintesis oleh tanaman sebagai
bentuk pertahanan diri. Menurut Laukkanen et al. (1999) dalam Hutami (2008),
ketika sel rusak, isi dari sitoplasma dan vakuola menjadi tercampur, kemudian
senyawa fenol teroksidasi menghambat aktivitas enzim. Senyawa fenol yang
berlebihan akan bersifat racun yang merusak jaringan eksplan dan akhirnya
menyebabkan kematian eksplan (Corduk and Aki, 2011).

9
BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pada data hasil dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Dalam proses sterilisasi suweh dari alam sebelum dikulturkan, dilakukang


kurang optimal sehingga kondisi eksplan kurang steril
2. Kontaminasi disebabkan oleh kurang sterilnya kondisi eksplan
3. Bhjgjh………

5.2 Saran

Untuk perbaikan pada praktikum selanjutnya hal yang perlu diperhatikan


adalah pada proses sterilisasi eksplan yang berasal dari alam. Harus dilakukan
dengan prosedur yang tepat agar kondisi eksplan benar-benar siap dan steril untuk
digunakan (ditanam).

10
DAFTAR PUSTAKA

Lipi. 2014. Pengembangan dan Pemanfaatan Suweg Bebasis Kearifan local

dalam upaya Mendukung Ketahanan pangan di

http://lipi.go.id/publikasi/pengembangan-dan-pemanfaatan-suweg

berbasis-kearifan-lokal-dalam-upaya-mendukung-ketahanan-pangan/6848

(diakses 22 mei)

Ria cahyaningsih. 2013. Upaya memperoleh Bibit Suweg Melalui Stek Umbi dan

Stek Rachis yang Dimanipulasi dengan Zat Pengatur Tumbuh di

https://www.researchgate.net/publication/318726082_UPAYA_MEMPE

11
OLEH_BIBIT_SUWEG_Amorphophallus_paeoniifolius_Dennst_Nicolso
n_MELALUI_STEK_UMBI_DAN_STEK_RACHIS_YANG_DIMANIP
ULASI_DENGAN_ZAT_PENGATUR_TUMBUH_Propagation_of_Suw
eg_Amorphophallus_paeoniifoli (diakses 22 Mei)

12

Anda mungkin juga menyukai