Anda di halaman 1dari 18

STRUKTUR ORGANISASI, CORPORATE GOVERNANCE AND

CLINICAL GOVERNANCE DI RUMASAKIT MUHAMMADIYAH


BANDUNG

TUGAS MATA KULIAH MANAJEMEN RUMAH SAKIT


Dr. dr. Agus Hadian Rahim, SP. OT (K), M. Epid, MH. Kes, MMRS.

KELOMPOK 2

Andri Juliyanto
Anetta Lesmana
Deni Syafri
Detty novia regina
Haikal Gifari
Mira
Muhammad adafiah
Nadia Rachmawaty
Randy Sebastian
Raudatul Jannah
Tommy Damanik
Tri Prajasa B.R

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER MANAJEMEN RUMAH SAKIT
UNIVERSITAS ADHIRAJASA RESWARA SANJAYA
BANDUNG
2021

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Rumah sakit merupakan sarana penyedia layanan kesehatan untuk masyarakat.
Undang-Undang Republik Indonesia no. 44 tahun 2009 (DEPKES RI, 2009) dalam
kebijakannya disebutkan bahwa rumah sakit sebagai institusi penyedia jasa pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna memiliki peran yang sangat strategis untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang setinggitingginya. KEMENKES No. 129 tahun
2008 juga menambahkan bahwa peran Rumah sakit dituntut untuk memberikan
pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau
seluruh lapisan masyarakat.
Tuntutan masyarakat akan peningkatan dalam memberikan pelayanan
menunjukkan bahwa rumah sakit sebagai organisasi sektor publik dalam
pengelolaannya belum sesuai dengan harapan masyarakat di daerah, masyarakat belum
mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal dari rumah sakit, dimana transparansi
dan akuntabilitas publik dirasa masih kurang. Prasetyono (Manasikana, 2015)
menyebutkan bahwa belum optimalnya pelayanan publik dari rumah sakit
dimungkinkan karena belum diimplementasikan sepenuhnya konsep good corporate
governance.
Konsep good corporate governance (GCG) pada rumah sakit disebut sebagai
good hospital governace (GHG) atau dalam bahasa indonesia disebut sebagai sistem
tata kelola rumah sakit yang baik. Konsep good hospital governace (GHG) sama
dengan konsep tata kelola perusahaan pada umumnya, namun disesuaikan aplikasinya
pada jenis bisnisnya yaitu layanan kesehatan. Undang-Undang RI nomor 44 tahun 2009
tentang rumah sakit pada pasal 33 ayat 1 menyebutkan bahwa “setiap rumah sakit harus
memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel”. Organisasi rumah sakit
didirikan dengan tujuan untuk mencapai visi dan misi rumah sakit dengan menjalankan
tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dan tata kelola klinis
yang baik (good clinical governance). Hal ini menunjukkan urgensi dari penerapan
sistem tata kelola rumah sakit di setiap rumah sakit guna melayani kebutuhan akan
kesehatan masyarakat yang sangat penting.
KEMENKES RI (2010) dalam kebijakannya disebutkan bahwa di era pasar
bebas dan liberalisasi, profesionalisme merupakan suatu instrumen yang unggul untuk
memenangkan kompetisi, untuk itu SDM pada rumah sakit harus lebih kompeten dan
memiliki daya saing yang tinggi secara regional maupun global. Tujuan reformasi
birokrasi yang memang digalakkan adalah dalam rangka mewujudkan Good
Government yang bermuara pada perbaikan pelayanan, sedangkan sasaran reformasi
birokrasi ditinjau dari dimensi sumber daya manusia adalah terwujudnya birokrasi yang
profesional, netral dan sejahtera yang mampu menempatkan dirinya sebagai abdi
negara dan abdi masyarakat guna mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik.
Upaya meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit ini bukanlah hal yang
mudah, penyebab yang kerap kali muncul dari buruknya kualitas pelayanan, antara lain
karena keterbatasan kemampuan sumber daya pada rumah sakit, baik sumber daya
keuangan teknologi, maupun sumber daya manusianyayang dilihat dari segi kuantitas
dan kualitas, sehingga kendala ini telah menyebabkan pelayanan yang diberikan
dirasakan kurang memadai, kurang komunikatif dan pada akhirnya menimbulkan
penilaian kurang memuaskan pada pelayanan yang diberikan. Salah satu cara yang
ditempuh manajemen rumah sakit untuk meningkatkan hasil kerja dan memperoleh
keuntungan organisasi secara optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
adalah melalui manajemen organisasi yang efektif dan efisien. Manajemen organisasi
yang efektif dan efisien menunjukkan tata kelola yang baik dalam organisasi, hal ini
berkaitan dengan prinsip-prinsip good corporate governance (GCG) yang menjadi
pedoman pelaksanaan tata kelola organisasi. Good corporate governance memegang
peranan penting, sebagai sarana untuk mengukur kinerja suatu organisasi yang baik.

I.2 Tujuan
Mengkaji dan mengetahui struktural organisasi Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung,
dan menganalisa Good Corporate Governance dan Good Clinical Governance yang tercakup
dalam struktural organisasi Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung.
I.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Struktural Organisasi yang terdapat di Rumah Sakit Muhammadiyah
Bandung?
2. Bagaimana penerapan Good Corporate Governance di Rumah Sakit
Muhammadiyah Bandung?
3. Bagaimana penerapan Good Clinical Governance di Rumah Sakit
Muhammadiyah Bandung?
BAB II

ISI

II.1 Profil Rumah Sakit


Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung merupakan salah satu rumah sakit
Islam swasta di Bandung yang beralamat di Jalan KH. Ahmad Dahlan No. 53 Bandung.
Instansi yang bergerak dalam bidang pelayanan jasa kesehatan ini sudah beroperasi 49
tahun dan memiliki kontribusi yang besar dalam bidang pelayanan kesehatan pada
segmen masyarakat menengah ke bawah. Masyarakat mampu menjangkau Rumah Sakit
Muhammadiyah Bandung dikarenakan lokasi yang cukup strategis dan bisa dijangkau
dari berbagai arah
Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung diresmikan pada tanggal 17 November
1968 oleh Gubernur Jawa Barat Mayjen Masjhudi dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
Bapak HM. Yunus Anis dan dinyatakan mulai beroperasi pada tanggal 18 November
1968, dibawah langsung oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat. Rumah
sakit berbasis Islam ini berusaha memberikan pelayanan sepenuhnya yang dapat dilihat
pada filosofi Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung yakni berkomitmen dalam
menjunjung keramahan dan kesungguhan dalam melayani pasien secara Islami. Rumah
Sakit Muhammadiyah Bandung di integrasikan untuk menjadi Rumah sakit Islam yang
unggulan dalam pelayanan  kesehatan berorientasi kemaslahatan umat

II.2 Tujuan
Tujuan dari Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung terdiri dari berbagai aspek
baik  dari segi pelayanan, teknologi dan informasi, hingga performa sumber daya 
insaninya. Beberapa tujuan dari Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung adalah  sebagai
berikut: 
a) Tujuan Umum

1. Terselengaranya pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau bagi 


semua lapisan masyarakat berdasarkan nilai – nilai islami 
2. Terbentuknya SDI yang bertaqwa, berkarakter, berintergritas dan  istiqomah
serta menjunjung tinggi etika Rumah Sakit. 
3. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

4. Meningkatkan pelayanan yang berdaya saing dengan berbasis IT.  


5. Mewujudkan profesionalisme SDI yang islami untuk meningkatkan
mutu  pelayanan.

6. Meningkatkan mutu pelayanan melalui peningkatan kemitraan dengan 


pemangku kepentingan.  

7. Meningkatkan promosi RS melalui Syi’ar Dakwah Islam.  

b) Tujuan Khusus

1. Memberikan pelayanan kesehatan berdasarkan pada keselamatan pasien


2. Mewujudkan SDI yang Profesional dan Islami
3. Menyediakan Sarana, prasarana dan teknologi yang memadai
4. Meningkatkan kemitraan yang harmonis 
5. Meningkatkan syi’ar dakwah Islam Amar Ma’ruf Nahi Munkarmutu
hasil  pemeriksaan Laboratorium di Labkesda  

II.3 Visi dan Misi Rumah Sakit


Keinginan sebuah instansi dimasa depan dapat terlihat dari visi yang ingin
dicapai serta taktik yang akan dilakukan. Berikut merupakan visi dan misi dari Rumah
Sakit Muhammadiyah Bandung:
1. Visi
Menjadi Rumah Sakit Islam Unggulan di Jawa Barat
2. Misi
- Meningkatkan kualitas pelayanan, profesionalisme Sumber Daya Insani yang
islami, kualitas sarana prasarana, kerjasama dan kemitraan dengan pemangku
kepentingan dan pelayanan berbasis Informasi Teknologi.
- Meningkatkan syi’ar dakwah Islam Amar Ma’ruf Nahi Munkar

II.4 Layanan Rumah Sakit


Sebagai instansi yang bergerak pada bidang jasa pelayanan kesehatan, layanan
yang disediakan oleh rumah sakit tentunya sebagai salah satu faktor pendorong
masyarakat untuk melakukan pengobatan di rumah sakit. Beberapa bentuk layanan yang
dimiliki oleh Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung adalah sebagai berikut:
a) Layanan 24 Jam Unit Gawat Darurat (UGD) merupakan layanan yang tersedia pada
Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung yang telah memiliki fasilitas penunjang
berupa laboratorium dan tenaga medis yang siap siaga.
b) Layanan Khusus Layanan khusus pada Rumah Sakit Muhammadiyah adalah layanan
spesialis pada konsentrasi tertentu. Berikut merupakan beberapa layanan spesialistik
yang dimiliki oleh Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung:

1) Spesialistik Bedah Syaraf

2) Spesialistik Bedah Urologi

3) Spesialistik Bedah Onkologi

4) Spesialistik Rheumatologi

5) Spesialistik Jantung

6) Spesialistik Endokrin

7) Spesialistik Ginjal

8) Spesialistik Hemodialisa
c) Layanan Medical Check-Up
Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung memiliki pelayanan medical check-up antara
lainnya sebagai berikut:
1) Pemeriksaan fisik dan konsultasi internist
2) Pemeriksaan dokter kebidananan
3) Pemeriksaan dokter gigi
4) Pemeriksaan EKG
5) Pemeriksaan USG Abdomen
6) Pemeriksaan USG Mammae
7) Pemeriksaan Rontgent Thorax
8) Pemeriksaan Treadmill
9) Pemeriksaan Spirometri
10) Pemeriksaan Laboratorium:
 Darah Rutin: Hb, Leukosit, Diff Count, Hematokrit Trombosit,
Eritrosit, MCV, MCH, MCHC
 Urin Rutin: Bj, Ph, Albumin, Glukosa, Sedimen, Bilirubin,
Urobilirubin, Keton, Nitrit, Darah Samar
 Feses Rutin
 Kimia Darah
 Fungsi Endokrin: Gula darah puasa, Gula Darah PP (2 jam setelah
makan)
 Fungsi Ginjal: Ureum, Creatinin, Asam Urat
 Fungsi Hati: Bilirubin total, BilirubinDirek, Protein Total, Albumin,
Alkali Fosfatse, SGOT, SGPT
 Lemak: Cholesterol, rigliserid, HDL, LDL (ekstra
 Imunologi: Hbs Ag, ANTI HBs

 Penanda Tumor: VDRL, PSA

d) Pelayanan Rawat Jalan


Adapun layanan yang disediakan oleh RSMB berupa layanan rawat jalan seperti
klinik gigi, fisioterapi/rehabilitasi medik, dan klinik mata.

II.5 Struktur Organisasi


Berikut akan dijelaskan bagan dan uraian tugas struktur organisasi dari Rumah
Sakit Muhammadiyah Bandung:
a) Bagan Struktur Organisasi
Pada struktur organisasi Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung dibagi menjadi dua
bagian besar yang dipimpin oleh Wakil Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan
serta Wakil Direktur Umum Keuangan dan Sumber Daya Insani (SDI). Setiap bagian
tersebut dipimpin oleh manajer yang membawahi beberapa kepala ruangan. Semua
aktivitas di Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung diawasi oleh Badan Pelaksana
Harian yang memiliki kedudukan tertinggi. Pada Gambar 1.1 akan memberikan
gambaran dari struktur organisasi Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung.
b) Uraian Tugas
Berikut merupakan uraian tugas secara garis besar dari Direktur hingga Manajer tiap
unit kerja Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung yaitu sebagai berikut:
1) Direktur
 Mengelola perencanaan dan operasional seluruh aspek dalam pelayanan
rumah sakit dalam rangka mendukung pencapaian visi dan misi rumah
sakit,
 Menetapkan kebijakan operasional rumah sakit
 Membina/mengkoordinasikan/monitoring/evaluasi pelaksanaan tugas
seluruh jajaran organisasi rumah sakit dengan program kerja, kebijakan
rumah sakit yang ditetapkan dan peraturan-peratuan yang berlaku.
2) Wakil Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan;
 Mengelola perencanaan dan operasional seluruh pelayanan medik,
keperawatan, dan rekam medik dalam rangka mendukung pencapaian visi
dan misi rumah sakit dan mutu layanan kesehatan sesuai dengan program
kerja serta kebijakan rumah sakit.
3) Manajer Penunjang Medik
 Mengelola, mengendalikan, dan mengembangkan pelayanan penunjang
medik serta menyusun rencana kebutuhan tenaga penunjang medik sesuai
dengan kebijakan Direktur Rumah Sakit
4) Manajer Keperawatan
 Mengelola, mengendalikan, dan mengembangkan pelayanan keperawatan
serta menyusun rencana kebutuhan tenaga keperawatan baik jumlah dan
kualifikasi sesuai dengan kebijakan Direktur Rumah Sakit.

II.6 Konsep Good Corporate Governance


Prinsip-prinsip good corporate governance pada dasarnya memiliki tujuan
untuk memberikan kemajuan terhadap kinerja perusahaan termasuk di dalamnya yaitu
karyawan. Kualitas kinerja karyawan bisa diketahui dengan adanya penilaian atau
pengukuran, yang berfungsi sebagai alat bantu bagi manajemen dalam proses
pengambilan keputusan, juga untuk memperlihatkan kepada investor maupun pihak-
pihak yang berkepentingan bahwa perusahaan memiliki kredibilitas yang baik.
Kemampuan dan perilaku karyawan terhadap penerapan prinsip-prinsip good
corporate governance akan menentukan pencapaian kinerja sesuai standar yang
diinginkan.
Tujuan utama penerapan prinsip GCG adalah mencapai optimalisasi kinerja
para karyawan yang intinya akan meningkatkan kinerja organisasi, maka kepentingan
manajemen dan karyawan haruslah mendapat perlakuan yang seimbang dan wajar
sesuai dengan kedudukan masing-masing. Implementasi GCG dapat menciptakan
nilai (value creation) bagi masyarakat (publik), pemasok, distributor, pemerintah, dan
investor, sehingga akan berdampak langsung bagi kelangsungan hidup perusahaan.
Konsep good corporate governance (GCG) pada rumah sakit disebut sebagai
good hospital governace (GHG) atau dalam bahasa indonesia disebut sebagai sistem
tata kelola rumah sakit yang baik. Konsep good hospital governace (GHG) sama
dengan konsep tata kelola perusahaan pada umumnya, namun disesuaikan aplikasinya
pada jenis bisnisnya yaitu layanan kesehatan. Undang-Undang RI nomor 44 tahun
2009 tentang rumah sakit pada pasal 33 ayat 1 menyebutkan bahwa “setiap rumah
sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel”. Organisasi
rumah sakit didirikan dengan tujuan untuk mencapai visi dan misi rumah sakit dengan
menjalankan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dan tata
kelola klinis yang baik (good clinical governance). Hal ini menunjukkan urgensi dari
penerapan sistem tata kelola rumah sakit di setiap rumah sakit guna melayani
kebutuhan akan kesehatan masyarakat yang sangat penting.
1) Direksi/Direktur
Tugas direktur atau direksi di Rumah Sakit muhamadiyah
Bandung adalah mengelola perencanaan dan operasional seluruh aspek
dalam pelayanan rumah sakit dalam rangka mendukung pencapaian visi
dan misi rumah sakit, menetapkan kebijakan operasional rumah sakit,
membina/mengkoordinasikan/monitoring/evaluasi pelaksanaan tugas
seluruh jajaran organisasi rumah sakit dengan program kerja, kebijakan
rumah sakit yang ditetapkan dan peraturan-peratuan yang berlaku.
Tugas utama direksi menurut Indonesian Code for Good
Corporate Governance adalah mengelola perusahaan secara keseluruhan.
Setiap orang anggota direksi harus mempunyai watak yang baik dan
mempunyai pengalaman yang dibutuhkan perusahaan. Semua anggota
direksi mempunyai kewajiban menerapkan prinsip – prinsip good
corporate governance.
Direksi yang dibangun di Rumah Sakit muhamadiyah Bandung
sudah sesuai dengan Indonesian Code for Good Corporate Governance.
2) Perlindungan Hak Pemegang Saham
Sesuai dengan ketentuan kode Indonesian Good Corporate
Governance hak dan kepentingan para pemegang saham perusahaan wajib
dilindungi, termasuk dalam hak para pemegang saham, menurut kode
Indonesian good Corporate Governance adalah : menghadiri rapat umum
pemegang saham dan mengeluarkan pendapat (vote) tentang keputusan –
keputusan rapat, memperoleh informasi tentang perusahaan secara reguler
dan tepat waktu, dan secara proporsional sesuai dengan jumlah saham yang
dimiliki, menerima dividen.
Rumah sakit Muhammadiyah Bandung merupakan amal usaha
kesahatan milik organisasi keagamaan yang didalam ketentuan umum pasal
1 pedoman pimpinan pusat organisasi keagamaan No: 01/PED/I.0/B/2011
berarti bentuk usaha bidang kesehatan berupa pelayanan kesehatan dan
bentuk lainnya, yang dilembagakan, didirikan, dimiliki dan diselenggarakan
sepenuhnya oleh organisasi keagamaan. Pasal 10 tentang pemilik pada
pedoman penyelenggaraan dan pengelolaan amal usaha kesehatan
organisasi keagamaan menyebutkan pemilik AUMKES (amal usaha
kesehatan) adalah persyarikatan organisasi keagamaan yang telah berstatus
badan hukum.
UU No 44 tahun 2009 tentang rumah sakit pasal 20 ayat 1
menyebutkan berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi
menjadi rumah sakit publik dan rumah sakit privat. Pasal 2 UU No 44 tahun
2009 tentang rumah sakit menyebutkan rumah sakit publik sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 dapat dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah,
dan badan hukum yang bersifat nirlaba dan penjelasan dalam ayat ini yang
dimaksud dengan badan hukum yang sisa hasil usahanya tidak dibagikan
kepada pemilik, melainkan digunakan untuk peningkatan pelayanan, yaitu
antara lain yayasan, perkumpulan dan perusahaan umum. Berdasarkan hal –
hal tersebut rumah sakit tidak mengelola sistem saham pada kegiatan
maupun berbagai manajemennya.

II.7 Good Clinical Governance di RS Muhammadiyah Bandung

Salah satu faktor kunci dalam pengembangan pelayanan rumah sakit adalah
bagaimana meningkatkan mutu pelayanan klinik. Rumah sakit adalah lembaga yang
memberikan pelayanan klinik sehingga mutu klinik merupakan indikator penting bagi baik
buruknya rumah sakit. Baik dan buruknya proses pelayanan klinik dipengaruhi oleh
penampilan kerja dokter spesialis pada rumah sakit. Sebagaimana sistem governance di
manajemen rumah sakit, saat ini dikembangkan sistem governance di klinik. Pengembangan
ini dipelopori oleh Inggris pada dekade 90-an dengan menggunakan istilah clinical
governance.

Prinsip dasar dalam pengembangan pengelolaan clinical governance adalah


bagaimana mengembangkan sistem untuk meningkatkan mutu klinik. Peningkatan mutu
tersebut dilakukan dengan cara memadukan pendekatan manajemen, organisasi, dan klinik
secara bersama (Roland dkk. 2001). Clinical governance bertugas memastikan bahwa telah
terdapat sistem untuk memonitor kualitas praktik klinis yang berfungsi dengan baik; praktik
klinis selalu dievaluasi dan hasil evaluasinya digunakan untuk melakukan perbaikan; dan
praktik klinis sudah sesuai dengan standar, seperti yang dikeluarkan oleh badan regulasi
profesi nasional. Secara rinci, sistem yang diterapkan dalam clinical governance meliputi
berbagai kegiatan seperti audit klinis, manajemen efektif bagi kolega klinis yang berkinerja
buruk, manajemen risiko, praktik klinis berbasis pada bukti (evidence based), pelaksanaan
bukti efektivitas klinik, pengembangan keterampilan kepemimpinan bagi klinisi, pendidikan
berkelanjutan bagi semua staf klinis, sampai audit feedback dari konsumen.

Kerangka kerja clinical governance tersusun atas empat hal yaitu evidence based
medicine, informasi yang baik, penilaian kerja klinik, dan hubungan antara klinisi dengan
manajemen. Berbagai implikasi besar muncul dengan kerangka kerja ini. Pertama, rumah
sakit melakukan pelaksanaan praktik klinik berbasis pada bukti (evidence based practice).
Pelaksanaan evidence based merupakan hal yang berat. Kedua, dilakukan perbaikan
infrastruktur informasi klinis. Ketiga, dilakukan pengembangan mekanisme untuk menilai
kinerja klinik yang terpadu dengan kinerja manajemen. Keempat, perlu dilakukan
pengembangan pengetahuan dan keterampilan kepemimpinan di antara staf klinis. Dalam hal
ini harus terdapat klinisi yang menjadi pemimpin (leader) dari para klinisi.

1. Aspek Akuntabilitas Pelayanan Klinik

Clinical Governance di Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung memiliki banyak


aspek di dalam pelaksanaannya, dari sisi akuntabilitas pelayanan klinik, direksi
memiliki kewajiban di dalam peningkatan mutu di dalam pelayanan klinik hal ini
menjadi tugas pokok dari dirdektur di dalam memberikan arahan termasuk di dalam
pemilihan ketua komite, yang dipilih seorang dokter yang senior yang disegani,
berwibawa oleh dokter-dokter di wilayah tersebut, strategi ini menjadi sangat penting,
mengingat ketua komite klinik yang bertanggung jawab terhadap seluruh petugas
pelayanan klinik rumah sakit, seorang ketua komite klinik rumah sakit yang sudah
sejalan dengan manajemen dan pemilik rumah sakit, akan mudah untuk melakukan
manuver “ tentang pelayanan klinik di rumah sakit, terutama sewaktu rumah sakit
mengikuti proses akreditasi JCI.

Akretitasi JCI salah satunya terkait dengan penerapan good clinical governance,
dimana dewan pengawas menginginkan adanya pelayanan yang sesuai dengan
akreditasi, akan membuat direksi untuk membuat acuan tenatang pelayanan klinik
yang bermutu, yang dibarengi dengan strategi penerapan mutu. Di rumah sakit
Muhammadiyah Bandung telah dibentuk staf khusus yang bertanggungjawab untuk
menerapkan dan mengorganisir kegiatan peningkatan mutu pelayanan klinik, tim
tersebut bertugas terus menerus di dalam implementasi dari hasil akreditasi yang
salah satunya tentang mutu pelayanan klinik, kegiatan peningkatan mutu pelayanan
klinik di implementasikan pada tingkat tingkat tertentu, dari mulai dtingkat diereksi,
manajer senior, tim komite medis, sampai dengan tim –tim di masing masing
bagian,yang membahas tentang pelayanan klinik.

Diadakannya rapat – rapat rutin anggota SMF dan komite medic baik dengan
ketua komite medic, dengan direksi maupun dengan manajemen Rumah Sakit terkait
dengan pelayanan klinik, Rumah sakit melakukan strategi untuk mengantarkan
program – program yang harus dikerjakan terkait dengan Akredtasi internasional
tersebut dengan memanfaatkan kewibawaan dari ketua komite medic ,dalam kaitan
rapat – rapat rutin anggota komite medis dan klinis cenderung berkomitmen karena
melihat ketua komite medic yang berwibawa tersebut. Dalam partisipasi terkait
dengan audit medis dilakukan dengan support dengan system Informasi teknologi ,
dimana terdapat laporan ekesekutif.

2. Tinjauan Kebijakan dan Strategi Good Clinical Governance


Kebijakan dan strategi di dalam klinikal governance tercermin dalam peningkatan
mutu pelayanan klinik yang terintegrasi, ,di dalam proses Pelayanan Rumah Sakit, di
rumah sakit Santosa konsep integrasi pelayan menjadi hal yang sangat penting,
dimana para dokter dan klinis lain sering melakukan pertemuan integrasi di dalam
merawat pasien, dari tingkat manajerial terdapat rencana tertulis yang tertuang di
dalam pedoman mutu hingga pedoman mutu hingga unit – unit kerja. Kebijakan
kebijakan mutu tersebut dibuat dalam kaitan akreditasi JCI, yang diselaraskan antara
kebutuhan akreditasi dengan keadaan di rumah sakit. Pelayanan yang terfokus kepada
pelanggan yang memberikan peningktan partisipasi pasien dan keluarga di dalam
peningkatan mutu pelayanan, dari aspek fisik misalnya pada ruang operasi, keluarga
memungkinkan untuk melihat proses operasi, dilakukan pendokumentasian
persetujuan / informed consent selalu dilakukan sebelum melakukan tindakan medis,
terdapat kotak saran yag terintegrasbi degan kotak layanan informasi rumah sakit
( digital ) dan kontak dari web site yang telah dibuat oleh rumah sakit.
Mengenai kejadian yang tidak diharapkan dilaporkan secara rutin setiap minggu
sekali di dalam forum koordinasi dan forum laporan rutin, kejadian yang tidak
diharapkan pernah terjadi di Rumah Sakit ini, yaitu adanya pasien rawat jalan yang
jatuh dari escalator, pada waktu itu ditindak lanjuti dengan pemasangan peringatan
dan petugas humas yang lebih memperhatikan kepada pelanggan. Pengukuran dan
evaluasi kinerja klinis dicerminkan dengan penerapan standard pelayanan medis yang
dilakukan audit secara periodic, disertai dengan pengukuran standard pelayanan yang
berkualtas. Dari segi pengembangan dan pengelolaan staf professional, rumah sakit
mengadakanprogram orientasi dan training untuk para klinisi ( dokter dan perawat )
sebelum mereka melakukan tugasnya di unit –unit masing – masing, dan dilakukan
penelialian kredensial secara periodeik yaitu setiap tahun sekali. Struktur organisasi
rumnah sakit yang menunjang terhadap peningkatan mutu klinik yang telah
teritegrasi, ditandai dengan adanya komite mutu, komite medic, komite klinik yang
terdapat uraian tugas.
3. Tinjauan Alokasi Sumber Daya yang Diperlukan
Tinjauan yang difokuskan kepada pengalokasian SDM dan sarana/prasaran yang
dibutuhakan di dalam penigkatan mutu pelayanan klinik, rumah sakit ini
mengaloasikan anggaran yang relative mencukupi untuk melakukan mutu pelayanan
klinik hal, baik secara fisik, sdm, tim dan lainnya, sarana – sarana juga di berikan
dengan sangat layak, mulai dari segmentasi fasilitas kelas rawat inap, yang
menjangkau hampir semua segmen, terdapat laboratorium yang sangat canggih,
system pelayanan yang mengacu kepada respon time yang cepat sehingga pelanggan
tidak complain. Temuan masalah yang paling sering yang berkaitan dengan waktu
tunggu pelayann yang sering terlambat, terutama di bagian pembiayaan, complain
pelanggan seringnya langsung kepada customer service yang berada di lobby.
Pembiayaan di rumah sakit ini dibagi ke dalam 2 domain besar yaitu domain
pelayan pasien umum dan pelayanan pasien yang berbasis asuransi, pelayanan
pembiayaan yang berkiatan dengan asuransi tersebut yang sering bermasalah di dalam
waktu penyelesaiannya karena untuk dapat mengeluarkan klaim, harus dilakukan
mekanisme konsultasi kepada provider asuransi yang bersangkutan. Permasalahan yag
dihadapi oleh rumah sakit ini yang terkait dengan sumber daya manusia adalah adanya
turn over pegawai yang sangat cepat, sehingga ketika transaksional tersebut dirasa
tidak sesuai atau ada tawaran dari rumah sakit lain untuk menduduki posisi yang lebih
menarik maka karyawan akan berpindah kepada perusahaan yang lain.
Turnover pegawai yang tinggi akan merugikan rumah sakit karena akan
kehilangan asset yang telah dibangun secara susah payah, mengingat benturan
transaksional yang tinggi, mungkin perlu adanya nilai –nilai rumah sakit yang dapat
membawa karyawan untuk tidak semata manta bertransaksi di dalam bekerja akan
memberikan efek yang berbeda.
4. Tinjauan Komunikasi
Komunikasi antara manajeman rumah sakit dengan pasien yang berkaitan
pelayanan sangat diperatikan di rumah sakit ini. Dari lobby depan telah terpampang
dengan jelas arah yang harus dituju oleh pasien, apakah ke rawat jalan, rawat inap
atau pendaftaran pasien, terdapat kelompok jenis pelayanan pasien di lobby dan
dokter yang akan merawat, semua sangat rinci dan terlihat jelas, di dalam lift terdapat
informasi yang lengkap tentang informasi layanan di masing – masing lantai, terdapat
gambar tentang berbagai program unggulan rumah sakit, terdapat berbagai petunjuk
yang berkaiatan dengan himbauan, larangan dan peraturan pasien dan keluarga pasien
yang berada di rumah sakit.
Salah satu contoh system komuniasi yang terdapat di Rumah sakit
Muhammadiyah Bandung, yaitu sistem komunikasi tentang prosedur pemadaman api
apabila terdapat api yang terbakar, terlihat sistem komuniskai sangat simpel, mudah
diingat dan mencolok sehingga memudahka bagi pelaku untuk memahaminya. Papan
penunjuk dojter jaga dan perawat jaga yang menujukka kualitas pelayanan klinik yang
baik, terdapat nama dokter, nomor yang dapat dihubungi, begitu pula dengan perawat
penangungjawab, dengan adanya papan informasi ini menjebatani komunikasi antar
pasien dan keluarganya dengan petugas medis, yang pada akhirnya akan
meningkatkan kualitas pelayanan klinik rumah sakit.
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
Konsep good corporate governance (GCG) pada rumah sakit disebut
sebagai good hospital governace (GHG) atau dalam bahasa indonesia disebut
sebagai sistem tata kelola rumah sakit yang baik. Konsep good hospital
governace (GHG) sama dengan konsep tata kelola perusahaan pada umumnya,
namun disesuaikan aplikasinya pada jenis bisnisnya yaitu layanan kesehatan.
Undang-Undang RI nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit pada pasal 33
ayat 1 menyebutkan bahwa “setiap rumah sakit harus memiliki organisasi
yang efektif, efisien, dan akuntabel”.
Salah satu faktor kunci dalam pengembangan pelayanan rumah sakit
adalah bagaimana meningkatkan mutu pelayanan klinik. Rumah sakit adalah
lembaga yang memberikan pelayanan klinik sehingga mutu klinik merupakan
indikator penting bagi baik buruknya rumah sakit. Baik dan buruknya proses
pelayanan klinik dipengaruhi oleh penampilan kerja dokter spesialis pada
rumah sakit. Sebagaimana sistem governance di manajemen rumah sakit, saat
ini dikembangkan sistem governance di klinik.
Prinsip dasar dalam pengembangan pengelolaan clinical governance
adalah bagaimana mengembangkan sistem untuk meningkatkan mutu klinik.
Peningkatan mutu tersebut dilakukan dengan cara memadukan pendekatan
manajemen, organisasi, dan klinik secara bersama.

3.2 Saran
Tuntutan masyarakat akan peningkatan dalam memberikan pelayanan
menunjukkan bahwa rumah sakit sebagai organisasi sektor publik dalam
pengelolaannya belum sesuai dengan harapan masyarakat di daerah,
masyarakat belum mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal dari rumah
sakit, dimana transparansi dan akuntabilitas publik dirasa masih kurang.
Prasetyono (Manasikana, 2015) menyebutkan bahwa belum optimalnya
pelayanan publik dari rumah sakit dimungkinkan karena belum
diimplementasikan sepenuhnya konsep good corporate governance.
DAFTAR PUSTAKA

Sutojo, S & Al Drige, J. (2005), Good Corporate Governance : Tata Kelola Perusahaan yang
sehat, PT.Damar mulia Rahayu, Jakarta
Roland M, Campbell S, Wilkin D. Clinical Governance: A Convincing Strategy for Quality
Improvement. J Manag Med. 2001; 15(3): 188-201

Anda mungkin juga menyukai