Anda di halaman 1dari 41

PROPOSAL

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN ULKUS DIABETIK


DAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN UPAYAH
PENCEGAHAN ULKUS DIABETIK
(SYSTEMATIC REVIEW)

OLEH
FEBRIN RENATA ELLY
NPM. 12114201160035

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU
AMBON
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kadar gula darah atau diabetes melitus adalah kumpulan penyakit

yang menganggu sistem metabolik, sehingga mengakibatkan kerusakan

pada kerja insulin dan terjadilah hiperglikemi (Susanti & Bistara, 2018).

Selain itu, DM juga bisa disebut dengan penyakit gangguan metabolik

menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh

tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif

(Kemenkes RI, 2018 .

Estimasi terakhir IDF tahun 2017, di dunia ada 382 juta yang

terkena DM dan menurut perkiraan ada 175 juta yang belum terdiagnosa,

sehingga dapat memicu adanya komplikasi tanpa pencegahan. Jumlah

tersebut akan semakin bertambah pada tahun 2035 dengan prevalensi 592

juta orang . Menurut Dinkes Provinsi Jawa Tengah 2016 prevalensi DM di

Jawa Tengah 18,33%, sedangkan data Dinkes 2017 di kabupaten Boyolali

sebanyak 3.279 kasus. Data pada puskesmas Nogosari Boyolali 2017

sebanyak 693 kasus, denga kategori 102 pasien DM dengan insulin dan

591 pasien DM noninsulin (Frihastuti et al., 2018).

Penatalaksanaan diabetes melitus yang tidak tepat juga

menyebabkan beberapa komplikasi, salah satunya yaitu ulkus diabetik.

Ulkus diabetik adalah lesi pada semua lapisan kulit, nekrosis atau gangren
yang terletak pada telapak kaki penderita diabetes melitus. Ulkus diabetes

itu sendiri terjadi karena adanya penurunan kemampuan penyembuhan

jaringan lunak perifer sehingga timbulnya bisul. Secara bertahap bisul

tersebut dapat berkembang, karena adanya kerusakan pelepasan otot kaki

dan diakibatkan deformitas & perubahan titik tekan (Ardiyan, 2018).

Menurut International Diabetes Federasi (IDF, 2015) populasi DM

paling banyak adalah usia 20-79 tahun dengan pravalensi 4,72 milyar.

Setiyorini et al (2018), memaparkan bahwa 15% pasien dengan DM

mempunyai komplikasi ulkus diabetik dimasa depan. Di Amerika Serikat

prevalensi ulkus diabetik 15-20%, risiko amputasi 15-46 kali, sedangkan

di Indonesia lebih tinggi prevalensinya yaitu 16% amputasi dan 25%

berujung kematian.

Penyebab ulkus diabetik yang lainnya yaitu tidak tahunya anggota

keluarga maupun penderita DM tentang pencegahan ulkus diabetik.

Jamaludin & Choirunisa (2019), memaparkan bahwa usaha agar gula

darah tetap normal dan mencegah adanya ulkus diabetik, tergantung pada

pengetahuan penderita atau anggota keluarganya mengenali penyakitnya.

Karena pengetahuan erat kaitannya dengan perilaku yang akan diambilnya.

Nanda et al (2018), memaparkan bahwa pengetahuan atau kognitif sangat

penting untuk mengambil tindakan atau keputusan pada seseorang.

Biasanya pada perilaku atau tindakan yang diambil berdasarkan

pengetahuan dan sikap yang positif akan berlangsung lama. Dengan

adanya sarana pengetahuan yang baik dari penderita maupun anggota


keluarganya, penanganan DM akan semakin lebih baik. Pencegahan ulkus

diabetik yang lain, yaitu dukungan keluarga. Karena keluarga sangat

berperan penting dalam menjaga kesehatan anggota keluarganya (Fadlilah

et al., 2020).

Dukungan keluarga adalah bentuk perilaku dan sikap yang

diberikan keluarga kepada salah satu anggota keluarga yang sedang sakit.

Beberapa faktor yang menyebabkan dukungan keluarga, yaitu dukungan

psikologis, sosial, dan pendidikan (Ihsan & Rahmadiyah, 2018). Dengan

adanya tingkat pengetahuan keluarga diharapkan keluarga penderita DM

akan mengetahui pencegahan ulkus diabetik yang baik dan benar.

Sehingga, ulkus diabetik akan semakin berkurang karena adanya tingkat

pengetahuan keluarga dan dukungan keluarga akan pencegahan ulkus

diabetik (Azis et al., 2019).

Berdasarkan data tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti

tentang “study literature hubungan tingkat pengetahuan ulkus diabetik dan

dukungan keluarga dengan upaya pencegahan ulkus diabetik”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian masalah diatas, dirumuskan bahwa masalah

penelitian study literature ini yaitu adakah hubungan tingkat pengetahuan

ulkus diabetik dan dukungan keluarga dengan upaya pencegahan ulkus

diabetik?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ulkus diabetik dan

dukungan keluarga dengan upaya pencegahan ulkus diabetik.

2. Tujuan Khusus

1 Mengetahui tingkat pengetahuan keluarga tentang ulkus.

2 Mengetahui dukungan keluarga tentang ulkus diabetik.

3 Mengetahui upaya pencegahan ulkus diabetik.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dilakukannya penelitian study literature ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi institusi

Penelitian studi literature ini diharapkan dapat memberikan

masukkan untuk studi ilmu keperawatan, khususnya pada

keperawatan medikal bedah.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi masyarakat

Penelitian study literature ini diharapkan dapat meningkatkan

pengetahuan masyarakat tentang pencegahan ulkus diabetik.

b. Bagi peneliti selanjutnya.

Hasil penelitian study literature ini merupakan sumber data sebagai

referensi untuk penelitian selanjutnya tentang hubungan tingkat

pengetahuan ulkus diabetik dan dukungan keluarga dengan upaya

pencegahan ulkus diabetik.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Ulkus Diabetik

1. Pengertian

Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik dari

penyakit diabetes melitus. Adanya luka terbuka pada lapisan kulit

sampai ke dalam dermis yang terjadi karena adanya penyumbatan pada

pembuluh darah di tungkai dan neuropati perifer akibat kadar gula

darah yang tinggi sehingga pasien tidak menyadari adanya luka(Detty

et al., 2020). Menurut (Khoirunisa et al., 2020), ulkus diabetik adalah

salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes mellitus berupa luka

terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian

jaringan setempat.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan, ulkus

diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya

komplikasi makroangiopati dari penyakit diabetes melitus sehingga

terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat

luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang

menjadi infeksi.
2. Tanda dan Gejala Ulkus Diabetik

Menurut Tjahjono (2020), tanda dan gejala ulkus diabetik dapat

dilihat berdasarkan stadium antara lain;

a. Stadium I menunjukkan tanda asimptomatis atau gejala tidak khas

(kesemutan gringgingen).

b. Stadium II menunjukkan klaudikasio intermitten (jarak tempuh

menjadi pendek).

c. Stadium III menunjukkan nyeri saat istirahat.

d. Stadium IV menunjukkan kerusakan jaringan karena anoksia

(nekrosis, ulkus).

3. Etiologi

Menurut R a h m a w a t i e t a l ( 2 0 1 8 ) , ada beberapa faktor

yang menyebabkan terjadinya ulkus diabetikum diantarannya :

a. Neuropati sensori perifer yang menyebabkan insensitifitas

nyeri

b. Trauma hal ini berhubungan dengan tekanan yang terlalu tinggi

pada telapak kaki selama proses berjalan

c. Deformitas kaki yang berhubungan dengan peningkatan

tekanan pada plantar

d. Iskemia merupakan kekurangan darah dalam jaringan sehingga

jaringan mengalami kekurangan oksigen

e. Pembentukan kalus

f. Infeksi dan edema


g. Kontrol gula darah yang tidak bagus

h. Hiperglikemia yang terjadi selama berkepanjangan dan

keterbatasan perawatan kaki

4. Klasifikasi Ulkus Diabetik

Gambar 2.1 Klasifikasi Ulkus Kaki Diabetikum Wagner-


Meggit
Sumber: (Fikri, Muhammad. Nurdian, 2019)

Klasifikasi Wagner-Meggit paling banyak digunakan secara

menyeluruh untuk penilaian lesi pada ulkus kaki diabetikum. Sistem

penilaian ini memiliki 6 kategori. Empat kelas pertama (Kelas 0,1,2

dan 3) berdasarkan kedalaman pada lesi, jaringan lunak pada kaki.

Dua nilai terakhir (Kelas 4 dan 5) berdasarkan pada tingkat gangrene

serta perfusi yang sudah hilang. Kelas 4 lebih mengacu pada gangrene

kaki parsial lalu kelas 5 lebih kepada gangrene yang menyeluruh.

Luka superficial yang mengalami infeksi ataupun disvaskular tidak

bisa diklasifikasikan oleh sistem tersebut. Klasifikasi ini hanya


terbatas untuk mengidentifikasi gambaran penyakit vascular sebagai

faktor resiko independen (Fikri dkk, 2019).

Tabel 2.1 Klasifikasi Wagnet-Meggit

Derajat Lesi Penanganan

Grade 0 Tidak terdapat ulkus Pencegahan


pada kaki yang beresiko

tinggi
Grade 1 Ulkus superfisial Kontrol gula darah
yang melibatkan dan pemberian
seluruh bagian antibiotik
lapisan kulit tanpa
menyebar ke bagian
jaringan
Grade 2 Ulkus dalam, Kontrol gula darah,
menyebar sampai debridement dan
ligament, otot, tapi pemberian antibiotik
tidak ada
keterlibatan dengan
tulang serta
pembentukan abses
Grade 3 Ulkus dalam disertai Debridement dan
oleh pembentukan amputasi kecil
abses atau selulitis
sering disertai
dengan
osteomyelitis
Grade 4 Gangren pada satu Debridement serta
lokasi kaki amputasi luas
Grade 5 Gangren melebar Amputasi dibawah
hingga seluruh kaki lutut
Gambar 2.2 Klasifikasi Wagner-Meggit
Sumber: (Fikri dkk, 2019).

5. Patofisioligis Ulkus Diabetik

Menurut Rusminingsih & Satria (2017), mendefinisikan

patofisologi ulkus diabetik sebagai berikut:

a. Neuropati perifer

Neuropati sensorik perifer, di mana seseorang tidak dapat

merasakan luka merupakan faktor utama penyebab ulkus diabetik.

Kurang lebih 45- 60% dari semua penderita ulkus diabetik

disebabkan oleh neuropati, di mana 45% nya merupakan gabungan

dari neuropati dan iskemik. Bentuk lain dari neuropati juga

berperan dalam terjadinya ulserasi kaki. Neuropati perifer dibagi

menjadi 3 bagian, yaitu neuropati motorik yaitu tekanan tinggi pada


kaki ulkus yang mengakibatkan kelainan bentuk kaki, neuropati

sensorik yaitu hilangnya sensasi pada kaki, dan yang terakhir

adalah neuropati autonomi yaitu berkurangnya sekresi kelenjar

keringat yang mengakibatkan kaki kering, pecah-pecah dan

membelah sehingga membuka pintu masuk bagi bakteri.

b. Gangguan pembulu darah

Gangguan pembuluh darah perifer (Peripheral Vascular Disease

atau PVD) jarang menjadi faktor penyebab ulkus secara langsung.

Walaupun demikian, penderita ulkus diabetik akan membutuhkan

waktu yang lama untuk sembuh dan resiko untuk diamputasi

meningkat karena insufisiensi arterial. Gangguan pembuluh darah

perifer dibagi menjadi 2 yaitu gangguan makrovaskuler dan

mikrovaskuler, keduanya menyebabkan usaha untuk

menyembuhkan infeksi akan terhambat karena kurangnya

oksigenasi dan kesulitan penghantaran antibiotika ke bagian yang

terinfeksi. Oleh karena itu penting diberikan penatalaksanaan

iskemik pada kaki.

6. Faktor Resiko Terjadinya Ulkus Diabetik

Menurut Rusminingsih & Satria (2017), menyebutkan bahwa

pasien diabetes melitus dapat mengalami ulkus diabetik apabila

memiliki faktor resiko antara lain:

a. Umur ≥ 60 tahun
Umur ≥ 60 tahun berkaitan dengan terjadinya ulkus diabetika karena

pada usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses

aging terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga

kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang

tinggi kurang optimal.

b. Lama DM ≥ 10 tahun

Semakin lama seseorang mengalami DM, maka makin berisiko

mengalami komplikasi. Ulkus diabetik terutama terjadi pada

penderita diabetes mellitus yang telah menderita selama 10 tahun

atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, karena akan

muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga

mengalami makroangiopati-mikroangiopati yang akan terjadi

vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi

darah dan adanya robekan/luka pada kaki penderita diabetik yang

sering tidak dirasakan. Menurut Rusminingsih & Satria (2017), pada

72 pasien diabetes melitus menunjukkan hasil, pasien yang

menderita DM ≥ 10 tahun beresiko mengalami ulkus diabetik.

c. Obesitas

Pada pasien obesitas dengan indeks masa tubuh atau IMT ≥ 23

kg/m2 (wanita) dan IMT ≥ 25 kg/m2 (pria) atau berat badan relatif

(BBR) lebih dari 120 % akan lebih sering terjadi resistensi insulin.

Apabila kadar insulin melebihi 10 µU/ml, keadaan ini menunjukkan

hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan aterosklerosis yang


berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan sirkulasi

darah sedang/besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan

mudah terjadi ulkus diabetik.

d. Nouropati

Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi

gangguan mikrosirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran

oksigen pada serabut saraf yang mengakibatkan degenerasi pada

serabut syaraf yang lebih lanjut akan terjadi neuropati. Syaraf yang

rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik, sehingga

penderita dapat kehilangan indra perasa selain itu juga kelenjar

keringat menjadi berkurang, kulit kering dan mudah robek.

e. Hipertensi

Hipertensi (tekanan darah (TD) > 130/80 mmHg) pada penderita

diabetes mellitus karena adanya viskositas darah yang tinggi akan

berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi defesiensi

vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari 130/80

mmHg dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel.

Kerusakan pada endotel akan berpengaruh terhadap makroangiopati

melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang berakibat vaskuler

defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan

mengakibatkan terjadinya ulkus diabetik.

f. HbA1C dan kadar glukosa darah tidak terkendali.


Glikosilasi Hemoglobin (HbA1c) adalah terikatnya glukosa yang

masuk dalam sirkulasi sistemik dengan protein plasma termasuk

hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila Glikosilasi Hemoglobin

(HbA1c) ≥ 6,5 % akan menurunkan kemampuan pengikatan oksigen

oleh sel darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang

selanjutnya terjadi proliferasi pada dinding sel otot polos subendotel.

Kadar glukosa darah tidak terkontrol ( gula darah puasa (GDP) > 100

mg/dl dan GD2JPP > 144 mg/dl) akan mengakibatkan komplikasi

kronik jangka panjang, baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler

salah satunya yaitu ulkus diabetika. Penelitian Sherwani et al (2016)

menunjukkan terdapat perbedaan proporsi yang bermakna terhadap

kejadian ulkus diabetik antara pasien DM yang rutin melakukan

kontrol gula darah dengan yang tidak rutin melakukan kontrol gula

darah dengan nila p=0,018, α=0,05.

g. Kebiasaan Merokok

Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam

rokok akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi

penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi

kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat clearance

lemak darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis.

h. Kolesterol total, HDL, Triglesirida tidak terkendali

Pada penderita Diabetes mellitus sering dijumpai adanya

peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan


konsentrasi HDL (highdensitylipoprotein) sebagai pembersih plak

biasanya rendah (≤ 45 mg/dl). Kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl ,

kolesterol total ≥ 200 mg/dl dan HDL ≤ 45 mg/dl akan

mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan

menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan, merangsang reaksi

peradangan dan terjadinya aterosklerosis. Konsekuensi adanya

aterosklerosis adalah penyempitan lumen pembuluh darah yang akan

menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga suplai darah ke

pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya

denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki

menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya

terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya

dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Penelitian oleh Rosyid et al

(2019), menunjukkan adanya adanya resiko terjadi ulkus diabetik

pada pasien DM yang memiliki kadar kolesterol ≥ 200 mg/dl.

i. Diet

Diet adalah pengaturan terhadap makanan yang dikonsumsi. Jenis

diet yang dilakukan dapat bermacam- macam sesuai dengan tujuan

dari diet (Wicak, 2009). Kepatuhan diet DM mempunyai fungsi yang

sangat penting yaitu mempertahankan berat badan normal,

menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar

glukosa darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas

reseptor insulin dan memperbaiki sistem koagulasi darah. Penelitian


Rosyid et al (2019), menunjukkan ada perbedaan proporsi yang

bermakna terhadap kejadian luka kaki antara pasien DM yang sesuai

melakukan diet dengan yang tidak sesuai melakukan diet dengan

nilai p=0,024, α=0,05.

j. Kurangnya aktivitas Fisik

Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan

sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki

sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kadar

glukosa darah. Kadar glukosa darah yang terkendali dapat mencegah

komplikasi kronik Diabetes mellitus. Hasil penelitian Rosyid et al

(2019) menunjukkan adanya adanya resiko terjadi ulkus diabetik

pada pasien DM yang kurang melakukan latihan fisik.

k. Pserawatan kaki tidak teratur

Perawatan kaki diabetisi yang teratur dapat mencegah atau

mengurangi terjadinya komplikasi kronik pada kaki. Penelitian

Rosyid et al (2019), menunjukkan terdapat perbedaan proporsi yang

bermakna terhadap kejadian luka kaki antara pasien Diabetes Melitus

(DM) yang rutin melakukan perawatan kaki dengan yang tidak rutin

melakukan perawatan kaki dengan nilai p=0,024, α=0,05.

l. Penggunaan alas kaki tidak tepat

Pasien diabetes tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena tanpa

menggunakan alas kaki yang tepat memudahkan terjadi trauma yang


mengakibatkan ulkus diabetik, terutama pada pasien DM yang

mengalami neuropati.

7. Penatalaksanaan

Menurut Pulungan et al (2019) untuk penatalaksanaan ulkus

diabetikum dapat dilakukan dengan berbagai usahaseperti rehabilitasi

saat melakukan perawatan kemudian rehabilitasi untuk mencegah

timbulnya ulkus yang baru.

a. Manajemen Perawatan Kaki

1) Menjaga kaki setiap hari dengan cara sebagai berikut:

Gambar 2.3 Perawatan kaki diabetik


Sumber: (Rosyid et al., 2019)

a) Melakukan pemeriksaan kaki diabetes dengan cara

inspeksi dengan menggunakan cermin untuk memeriksa

seluruh bagian kaki yang sulit dijangkau

b) Periksa bagian dari kuku jari, lihat ada tidaknya kuku yang

tumbuh dibawah kulit (ingrown nail), retakan atau robekan

pada kuku
c) Periksa bagian kulit di bagian sela-sela jari (dari ujung

sampai pangkal jari), amati apakah ada bagian kulit yang

retak, luka, melempuh atau terjadi pendarahan

d) Periksa pada bagian telapak kaki apakah ada luka, kalus

(kapalan), plantar warts atau kulit telapak kaki yang retak

(fisura)

e) Periksa adanya bentuk kelainan tulang pada area kaki

seperti terdapat edema ibu jari, ibu jari bengkok

f) Periksa kelembapan kulit dan cek kemungkinan kulit

berkerak atau kering akibat adanya luka

g) Periksa kemungkinan adanya bau pada area kaki

h) Bersihkan dan cuci kaki setiap hari dengan menggunakan

air hangat

i) Bersihkan menggunakan sabun dengan lembut sampai ke

bagian sela-sela jari kaki

j) Keringkan kaki dengan menggunakan kain yang bersih,

lembut sampai ke bagian sela-sela jari

k) Gunakan pelembab atau krim pada area permukaan kulit

kaki untuk menghindari kulit kering dan pecah

l) Jangan menggunakan pelembab atau krim di sela-sela jari

kaki karena akan meningkatkan terjadinya kelembapan

dan menjadi tempat berkembangnya mikroorganisme

(fungi)
2) Perawatan kuku kaki

a) Gunting kuku kaki lurus mengikuti bentuk normal jari, tidak

terlalu pendek, dekat dengan kulit kemudian mengikir kuku

agar tidak tajam untuk menghindari hangnails

b) Hindari terjadinya luka pada jaringan disekitar kuku.

Apabila kuku keras sulit untuk dipotong rendam kaki

dengan air hangat ± 5 menit

c) Memotong kaki sebaiknya dilakukan minimal seminggu 1

kali

d) Kuku kaki yang menusuk daging dan terdapat kalus

sebaiknya di obati oleh dokter

3) Pemilihan alas kaki yang tepat

a) Memakai alas kaki sepatu atau sandal untuk melindungi

kemungkinan resiko terjadinya luka tidak terkecuali di

dalam rumah

b) Pilih sepatu dengan ukuran yang sesuai, pastikan bagian

terlebar dari kaki terpasang pada sepatu dengan aman,

nyaman (sepatu yang agak lebar) jangan menggunakan

model sepatu yang tinggi atau lancip khususnya wanita

karean untuk menghindari adanya resiko cidera

c) Memeriksa bagian dalam sepatu sebelum pemakaian : tumit

sepatu, telapak kaki, bagian atas dan again dalam dasar

(alas) dan tepi


d) Selalu periksa sepatu dan kaos kaki dari benda asing atau

tajam

e) Jangan menggunakan kaos kaki yang ketat, sebaiknya

menggunakan kaos kaki yang terbuat dari kapas, wol atau

campuran dari keduannya

f) Lepas sepatu setiap4-6 jam serta menggerakan pergelangan,

jari-jari kaki agar sirkulasi darah tetap optimal

4) Konsultasi dengan dokter

Konsultasikan dengan dokter apabila terjadi luka yang

membengkak dan bernanah. Tidak adanya pemulihan

setelah melakukan perawatan sendiri selama 3 hari

terjadinya perubahan warna misalnya menjadi hitam dan

kaki bengkak

5) Hal-hal yang perlu dihindari dalam perawatan kaki diabetes

a) Jangan berjalan tanpa menggunakan alas kaki

b) Hindari menggunakan plester pada kulit

c) Usahakan kaki tidak kontak dengan air panas (jangan

menggunakan botol panas atau peralatan listrik dirumah

untuk memansakan kaki ketika merasakan nyeri)

d) Jangan menggunakan batu, silet atau peralatan tajam

lainnya untuk mengurangi kallus atau kapalan

e) Jangan biarkan luka sekecil apapun pada kaki langsung

pergi konsultasikan dengan dokter


6) Senam kaki diabetik

Menurut Sunarti (2018), senam kaki merupakan gerakan yang

dapat dilakukan oleh penderita diabetes mellitus untuk

mencegah terjadinya luka, membantu memperlancar aliran

darah bagian kaki, meningkatkan kekuatan otot betis dan paha,

mencegah terjadinya kelainan bentuk dan mengatasi

keterbatasan pergerakan sendi

7) Manfaat senam kaki

a) Mengontrol kadar gula dara

b) Menghambat dan memperbaiki resiko penyakit

kardiovaskuler yang terjadi pada penderita diabetes

mellitus yaitu penyakit- penyakit vaskuler yang sangat

berbahaya seperti penyakit jantung koroner, stroke,

penyakit pembuluh darah perifer

c) Mengurangi pemakaian obat oral serta insulin

8) Persiapan Senam Kaki

a) Persiapan alat : Kertas Koran 2 lembar dan kursi

b) Persiapan lingkungan : Ciptakan lingkungan yang nyaman

dan menjaga privasi

c) Jika dilakukan dengan posisi duduk maka pasien duduk

tegak diatas bangku dengan menyentuh lantai

9) Langkah-langkah senam kaki


a) Posisi tumit di lantai kedua jari kaki diluruskan menghadap

ke ataa, di bengokkan kembali ke arah bawah

b) Pada kaki yang lainnya, jari-jari kaki diletakkan dilantai

dengan posisi tumit kaki diangkat ke atas. Lakukan

hal ini secara bersamaan pada kaki kiri dan kanan dengan

bergantian, ulangi sebanyak 10 kali

c) Angkat kaki sejajar, gerakan telapak kaki ke depan dan

belakang juga. Pada kaki kanan dan kiri lakukan secara

bergantian , lakukan sebanyak 10 kali

d) Lalu angkat kaki sejajar, gerakan telapak kaki ke depan.

Lakukan cara seperti ini secara bersamaan lalu ulangi

sebanyak 10 kali

e) Angkat salah satu bagian kaki, tulis angka nol secara

bergantian.

f) Bentuk kertas menyerupai bola kemudian buka kembali

kertas-nya lalu robek dengan menjadikan-nya dua bagian,

salah satu robekannya di robek lagi sampai menjadi bagian

kecil-kecil lalu kumpulkan dan bentuk bola

10) Debridement

Hal ini dilakukan pada kondisi luka yang sudah kronis

dengan tujuan untuk menghilangkan luka di permukaan dan

jaringan yang sudah mati atau nekrotik. Dengan begitu akan

mempercepat proses penyembuhan dengan meningkatkan


produksi jaringan granulasi dan bisa dicapai dengan proses

pembedahan enzimatik, biologis serta autolisis.

Debridement hanya boleh dilakukan menggunakan pisau

bedah, metode seperti ini justru dianggap lebih cepat dan

efektif untuk menghilangkan hiperkeratosis, jaringan mati

(Martínez-Monsalve et al., 2019). Klasifikasi jenis-jenis

debridement yaitu :

a) Pembedahan tajam dengan menggunakan pisau bedah,

yaitu untuk persiapan luka, menghilangkan bagian jaringan

yang sudah menghitam atau mati (nekrotik) serta

mikroorganisme

b) Mekanis dengan menggunakan dressing basah sampai

kering, irigasi luka dan dekstranomer

c) Enzimatik dengan menggunakan enzim kimia seperti

kolagenase, papain atau tripsin seperti krim, salep

d) Debridement autolitik dengan menggunakan enzim in vivo

yang mampu mencerna sendiri bagian jaringan yang

menyimpang seperti hydrogel atau hidrokolid.

11) Dressing

Menurut Sukmawati et al (2019), dressing dipergunakan untuk

mempercepat adanya penyembuhan luka. Dressing bukanlah

pengganti dari debridement. Dressing lebih melibatkan

pemeliharaan sekitar luka seimbang yaitu tidak terlalu lembab


maupun kering. Tenaga kesehatan harus mempergunakan

pembalut luka yang sesuai dengan kondisi luka pada kaki

diabetik. Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan

meliputi lokasi luka, luas atau ukuran, kedalaman luka,

jumah dan jenis eksudat, kondisi kulit kusut,jenis jaringan

utama pada bagian permukaan luka, kompatibilitas dengan

menggunakan terapi lain, dan kualitas hidup serta

kesejahteraan pada diri pasien.

8. Komplikasi

a) Komplikasi makrovaskuler

Pada komplikasi makrovaskuler yang biasanya umum

berkembang yaitu trombosit otak atau dibagian otak mengalami

pembekuan darah sebagian, gagal jantung kongestif,

penyakit jantung koroner dan mengalami stroke

b) Komplikasi mikrovaskuler

Komplikasi ini terjadi pada pasien diabetes dengan tipe 1

yaitu nefropati, diabetik retinopati atau pasien mengalami

kebutaan, neuropati dan amputasi akibat luka diabetes yang sudah

tidak mengalami perawatan dengan baik lalu mengalami infeksi

yang sangat parah

9. Pencegahan Ulkus Diabetik

a) Pencegahan Primer
Penyuluhan mengenai terjadinya Ulkus kaki diabetik

sangat diperlukan dan penting agar mampu untuk

mempertahankan kondisi kaki yang dalam kondisi baik sebelum

menuju ke kondisi yang lebih buruk. Penyuluhan ini dilakukan

mengenai kontrol glukosa darah untuk penderita diabetes

melitus seperti olahrga, gaya hidup. Edukasi pada penderita dan

praktek secara mandiri seperti menjaga kebersihan area kaki,

mempertahankan kelembababan kulit kaki dengan menggunakan

pelembab dan perawatan kuku alangkah baiknya dilakukan pada

kegiatan penyuluhan (Subandi & Sanjaya, 2020).

Tingkat pengetahuan seseorang sangat mempengaruhi

pengalaman dalam melakukan perawatan luka diabetik. Menurut

Yulisetyaningrum et al (2018), bahwasnya setiap orang

memiliki pengalaman yang beda walaupun melihat sesuatu hal

atau objek yang mungkin memliki kesamaan hal ini dipenagruhi

oleh tingkat pengetahuan dan pendidikan orang tersebut,

pendidikan merupakan dasar yang paling utama dalam

melakukan pengobatan terutama pada hal keberhasilan melakukan

pengobatan ulkus diabetik dilakukan untuk mencegah terjadinya

ulkus yang disesuaikan dengan resiko kaki.

Faktor pengetahuan menjadi pengaruh utama bagi

seseorang dalam berperilaku. Pengetahuan merupakan

pemahaman manusia mengenai bagaiamana kehidupan dan isinya,


yang dapat dilihat dari hasil tau dari faktor pendidikan serta

pengalaman baik secara formal ataupun informal. Bagi penderita

diabetes tingkat pengetahuan merupakan hal yang sangat penting

dan berpengaruh terhadap penerapan manajemen penyakit dan

komplikasinya. Keluarga juga mempunyai peran dalam

melakukan manajemen tersebut (Wardatu et al., 2019).

b) Pencegahan sekunder

Berbagai hal yang harus dilakukan dengan tepat agar

memperoleh hasil pengelolaan yang maksimal, diantaranya :

1) Metabolic control (Kontrol Metabolik)

Yaitu mengendalikan kadar glukosa darah, lipid dan

sebagainya. Kontrol mekanik meliputi mengistirahatkan

kaki, sebisa mungkin harus menghindari adanya tekanan pada

daerah yang mengalami luka, menggunakan bantal di bawah

kaki saat beristiraht bertujuan untuk menghindari lecet pada

luka. Intervensi pada faktor-faktor resiko juga harus dilakukan

seperti penggunaan alas kaki, manajemen kalus dan perawatan

kuku (Salindeho et al., 2016).

2) Vaskular control (Kontrol Vaskular)

Yaitu memperbaiki supali vaskular dengan tindakan operasi

atau angioplasti biasanya diperlukan pada kondisi ulkus


iskemik. Apabila keadaan vaskular memburuk maka akan

memperlambat proses penyembuhan.

3) Infection Control-Microbiological Control

Yaitu pengobatan infeksi , jika ada tanda-tanda klinis

infeksi. Data yang berhubungan dengan pola kuman perlu

diperbaiki secara berkala untuk setiap daerah yang berbeda-

beda. Antibiotik yang digunakan harus sesuai dengan hasil

biakan kuman serta resistensinya.Pemberian antibiotik harus

diberikan antibiotik dengan spectrum luas mencakup kuman

gram positif, negatif misalnya golongan sefalosporin di

gabungkan dengan obat yang memiliki manfaat terhadap

kuman anaerob misalnya metronidazol (Salindeho et al., 2016).

4) Wound Control

Yaitu tindakan membuang jaringan yang mengalami

infeksi dan nekrosis secara teratur. Perawatan pertama kali

sejak pasien datang periksa harus dilakukan dengan teliti dan

baik. Debridement yang tepat serta adekuat dapat mengurangi

jaringan nekrotik dengan demikian akan mengurangi adanya

pus atau cairan dari ulkus atau gangren.Debridement dilakukan

dengan membuang bagian dasar luka yang abnormal dan

jaringan tepi luka seperti epidermis hiperkeratosis (kalus),

jaringan dermal nekrotik, debris dan elemen bakteri yang

menhambat terjadinya proses penyembuhan luka. Dari


beberapa penelitian di dapatkan bahwasnya debridement

berguna dalam membantu proses penyembuhan luka dengan

memproduksi jaringan granulasi. Debridement harus dilakukan

untuk penangan lukas kronis agar membuang jaringan yang

sudah mati atau nekrotik (Salindeho et al., 2016).

Terdapat dua prinsip dalam melakukan perawatan

pada luka yang kronis yaitu prinsip pertama menyangkut

pembersihan atau pencucian luka. Luka yang tidak

mengeluarkan cairan atau luka kering maka dibersihkan

dengan teknik swabbing dengan ditekan dan di gosok secara

perlahan dengan kassa steril atau kassa bersih yang dibasahi

dengan cairan NacL 0.9%. Nacl 0,9% adalah cairan yang

termasuk aman untuk merawat luka karena cairan ini memiliki

sifat fisiologis, non toksis serta tidak mahal untuk

harganya. Setiap liternya mengandung natrium klorida 0,9 gram

sehingga aman untuk di pakai membersihkan luka (Janitra &

Sandika, 2018).

5) Pressure Control (Mengurangi Tekanan)

Tekanan yang terjadi secara berulang dapat mengakibatkan

ulkus sehingga harus dihindari sekali. Hal ini sangat perlu dan

penting dilakukan pada penderita ulkus neuropatik dan

diperlukan adanya pembuangan kalus, memakai sepatu yang

sesuai dengan ukuran jangan terlalu ketat atau sempit


6) Educational Control

Dalam hal ini edukasi sangat penting untuk penatalaksanaan

kaki diabetes. Dengan adanya penyuluhan yang baik maka

diharapkan penderita diabetes, ulkus atau gangren

diabetik dan anggota keluarganya mampu membantu,

mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk

terjadinya penyembuhan luka secara optimal.

c) Pencegahan Tersier

Penderita diabetes melitus yang terdapat luka dan ada tanda-

tanda seperti inflamasi berupa adanya edema, panas, merah pada

kulit serta juga ada ulkus yang sangat berbau sehingga di curigai

terinfeksi maka segera untuk di lakukan evaluasi dan di diagnosis

secara klinis sesuai dengan tanda dan gejala inflamasi lokal. Oleh

karena itu sangat diperlukan bantuan petugas kesehatan untuk

melakukan perawatan luka diabetik. Penatalaksanaan luka

diabetik memiliki tujuan untuk proses penyembuhan luka

lengkap dengan gold standard untuk terapi luka (Ramadhan &

Hanum, 2017).

Rehabilitasi merupakan hal yang sangat penting yang harus

dilakukan untuk penatalaksanaan kaki diabetik. Sejak pertama

pencegahan terjadinya ulkus diabetik dan setelah perawatan,

keterlibatan ahli rehabilitasi medis sangat diperlukan untuk


mencegah terjadinya kecacatan yang lebih lanjut. Keterlibatan

ahli rehabilitasi medis berlangsung sampai sesudah

tindakaamputasi untuk memberikan bantuan bagi mereka

menghindari timbulnya ulkus yang baru. Pemakaian alas kaki

atau sepatu khusus dapat mengurangi terjadinya tekanan pada

plantar karena ulkus yang terjadi selanjutnya akan memberikan

prognosis yang jauh lebih parah dari pada ulkus yang baru awal

terjadi (Khoirunisa et al., 2020).


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah Deskriptif dengan

menggunakan metode Systematic Review yakni sebuah sistesis dari studi

literatur yang bersifat sistematik, jelas, menyeluruh, dengan

mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, melalui pengumpulan data-

data yang sudah ada dengan metode pencarian yang eksplisit dan

melibatkan proses telaah kritis dalam penelitian studi. Tujuan dari metode

ini adalah untuk membantu peneliti lebih memahami latar belakang dan

penelitian yang menjadi subjek topik yang dicari serta memahami

bagaimana hasil dari penelitian tersebut sehingga dapat menjadi acuan bagi

penelitian baru.

B. Tahapan Systematic Review

Penelitian dengan menggunakan metode Systematic Review ini ada

beberapa tahapan yang harus dilakukan sehingga hasil dari studi literature

tersebut dapat diakui kredibilitasnya. Adapun tahapan-tahapan tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi pertanyaan penelitian

Indentifikasi pertanyaan penelitian merupakan pertanyaan yang

akan digunakan sebagai dasar dalam melakukan review, sebagai

menjadi acuan untuk merumuskan pertanyaan penelitian kita


menggunakakan “PICO” (Population in Question, Intervention of

Interest, Comparator and Outcome).

a. (P) Populasi

Populasi merupakan sebuah kelompok yang dijadikan sebagai unit

analisis. Populasi dalam study literature ini adalah jurnal nasional

yang membahas tentang Hubungan tingkat pengetahuan ulkus

diabetik dan dukungan keluarga dengan upaya pencegahan ulkus

diabetik.

b. I (Intervensi)

Intervensi adalah treatment yang akan diberikan kepada unit

analisis untuk melihat penggaruhnya. Dalam studi literature ini

tidak ada intevensi yang diberikan.

c. C (Comparator)

Komporator adalah pembanding sebagai control, ada kelompok

yang diberi treatment dan ada kelompok yang tidak dibrikan

treatment. Dalam study literature ini tidak menggunakan jurnal

atau artikel pembanding.

d. O (Outcome)

Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan

ulkus diabetik dan dukungan keluarga dengan upaya pencegaha

ulkus diabetik.

Pertanyaan study literature berdasarkan “PICO” adalah apakah

terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan


ulkus diabetik dan dukungan keluarga dengan upaya pencegaha

ulkus diabetik.

2. Menyusun Protokol

Merupakan detail perencanaan yang dipersiapakan secara

matang, yang mencakup beberapa hal seperti lingkup dari studi,

prosedur, kriteria untuk menilai kualitas (kriteria inklusi dan ekslusi),

skala penelitian yang dilakukan. Untuk menyusun ptotokol review kita

menggunakan metode PRISMA (Preferred Reporting Items For

Systematic Reviews and Meta Analyses). Adapun tahapan-tahapan

tersebut digambarkan sebagai berikut:

Pencarian pada situs


Google Sholar
(n=91)
Hasil jurnal secara keseluruhan
(n= 87)

Screening Screening:
(n=35) a. Rentang waktu 5 tahun
(2015-2020)
b. Tipe (Reserch articels,
Jumlah jurnal yang review articles)
dapat diakses full
text (n =10) Kriteria Inklusi:
a. Jurnal yang berkaitan dengan
hubungan pengetahuan ulkus
diabetik dan dukungan keluarga
dengan upaya pencegahan ulkus
Jurnal akhir yang sesuai dengan diabetik
b. Dapat diakses full text
kriteria inklusi
c. Rentang waktu 5 tahun terakhir
(n= 10) Google scholar (n =10)
Gambar 3.1. Diagram PRISMA: Tahapan systematic review
a. Pencarian Data

Pencarian data mengacu pada sumber database seperti Google

Scholar, dan lain – lain yang sifatnya resmi.

b. Skrining Data

Skrining adalah penyaringan atau pemilihan data (artikel

penelitian) yang bertujuan untuk memilih masalah penelitian yang

sesuai dengan topik atau judul, abstark, dan kata kunci yang diteliti.

c. Penilaian Kualitas (Kelayakan) data

Penilaian kualitas atau kelayakan didasarkan pada data (artikel

peneltian) dengan teks lengkap (full text) dengan memenuhi kriteria

yang ditentukan (kriteria inklusi dan ekslusi).

d. Hasil Pencarian Data

Semua data (artikel penelitian) berupa artikel penelitian kuantitatif

atau kualitatif yang memenuhi semua syarat dan kriteria untuk

dilakukan analisis lebih lajut.

3. Menyusun Strategi Pencarian

Strategi pencarian dilakukan mengacu pada protokol yang telah

dibuat dan menentukan lokasi atau sumber database untuk pencarian

data serta dapat melibatkan orang lain untuk membantu review.

4. Ektraksi Data

Ekstraksi data dapat dilakukan setelah proses protokol telah

dilakukan dengan menggunakan metode PRISMA, ekstrasi data dapat

dilakukan secara manual dengan membuat formulir yang berisi


tentang; tipe artikel, nama jurnal atau konferensi, tahun, judul, kata

kunci, metode penelitian dan lain-lain.

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampel

1. Populasi

Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan

oleh peneliti. Adapun yang menjadi populasi dalam study literature ini

adalah jurnal nasional yang berkaitan dengan Hubungan tingkat

pengetahuan ulkus diabetik dan dukungan keluarga dengan upaya

pencegahan ulkus diabetik

2. Sampel

Sampel terdiri atas bagian populasi yang dapat dipergunakan sebagai

subjek penelitian melalui sampling. Sampel dalam study literature ini

berjumlah 10 artikel penelitian nasional yang berkaitan dengan

hubungan tingkat pengetahuan ulkus diabetik dan dukungan keluarga

dengan upaya pencegahan ulkus diabetik.

3. Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan cara-cara yang digunakan dalam

pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang sesuai dari

keseluruhan subjek penelitian. Pengambilan sampel pada study

literature ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu suatu

teknik penetapan sampel dengan cara memilih sample di antara

populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan dan masalah

dalam penelitian), sehingga sampel dapat mewakili karakteristik


populasi yang telah diketahui sebelumnya. Berdasarkan karakteristik

populasi yang telah diketahui, maka dibuat kriteria inklusi dan

eksklusi. Kriteria Inklusi adalah semua aspek yang harus ada dalam

sebuah penelitian yang akan kita review dan kirteria eksklusi adalah

faktor-faktor yang dapat menyebabkan sebuah penelitian menjadi tidak

layak untuk di review; sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi

1) Artikel penelitian nasional yang berkaitan dengan hubungan

tingkat pengetahuan ulkus diabetik dan dukungan keluarga

dengan upaya pencegahan ulkus diabetik

2) Artikel penelitian diterbitkan dalam rentang waktu 5 tahun.

3) Tipe artikel penelitian (review articles, research articles).

4) Dapat diakses full text

b. Kriteria Eksklusi

1) Artikel penelitian nasional yang tidak berkaitan dengan

permasalahan penelitan yang diteliti.

2) Artikel penelitian diterbitkan telah lebih dari 10 tahun.

3) Tidak dapat diakses full text

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian menunjukkan pada variabel yang diteliti, terdiri

dari variabel independen yaitu pengetahuan ulkus diabetik dan dukungan

keluarga. Sedangkan variabel dependen yaitu upaya pencegahan ulkus

diabetik
E. Analisa Data

Setelah melewati tahap protokol sampai pada ekstraksi data, maka

analisis data dilakukan dengan menggabungkan semua data yang telah

memenuhi kriteria inklusi menggunakan teknik secara deskriptif untuk

memberikan gambaran sesuai permasalahan penelitian yang diteliti.


DAFTAR PUSTAKA

Ardiyan, T. (2018). Pengaruh Kadar Gula Darah Terhadap Penyembuhan Luka


Diabetes Mellitus di Puskesmas Dinoyo Malang. Nursing News.
Azis, M. R. N., Tombokan, M., & Saini, S. (2019). Hubungan Dukungan
Keluarga Dengan Motivasi Dalam Mengontrol Kadar Gula Darah Pada
Penderita Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Pampang
Kecamatan Panakkukang Kota Makassar. Media Keperawatan: Politeknik
Kesehatan Makassar. https://doi.org/10.32382/jmk.v10i1.539
Detty, A. U., Fitriyani, N., Prasetya, T., & Florentina, B. (2020). Karakteristik
Ulkus Diabetikum Pada Penderita Diabetes Melitus. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Sandi Husada. https://doi.org/10.35816/jiskh.v11i1.261
Fadlilah, S., Sucipto, A., Rahil, N. H., & Sumarni, S. (2020). Daun Sirsak
(Annona Muricata L.) Efektif Menurunkan Kadar Gula Darah. Media
Kesehatan Masyarakat Indonesia. https://doi.org/10.30597/mkmi.v16i1.8864
Fikri, Muhammad. Nurdian, Y. (2019). Ulkus Tungkai pada Pasien Diabetes.
Universitas Jember.
Frihastuti, N., Supriyadi, & Surendra, M. (2018). Survei Kadar Gula Darah Lansia
Pada Komunitas Senam Lansia Di Kota Malang. Jurnal Sport Science.
Ihsan, M., & Rahmadiyah, D. C. (2018). Hubungan Dukungan Emosional
Keluarga Klien DM Tipe 2 Dengan Pemanfaatan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Di Kecamatan Tebet. Jurnal Riset Kesehatan Nasional.
https://doi.org/10.37294/jrkn.v2i2.108
Jamaludin, J., & Choirunisa, A. (2019). Hubungan dukungan keluarga dengan
kepatuhan diet pada penderita DM di ruang Poliklinik RSI Sunan Kudus.
Jurnal Profesi ….
Janitra, F. E., & Sandika, D. (2018). Hubungan Kontrol Glukosa Darah Dengan
Penurunan Vaskularisasi Perifer Pada Pasien Diabetes Mellitus. Jurnal
Keperawatan Dan Pemikiran Ilmiah.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Fakta Dan Angka Diabetes
Kemenkes Ri. In Direktorat Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Tidak
Menular Direktorat Jenderal Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit.
Khoirunisa, D., Hisni, D., & Widowati, R. (2020). Pengaruh modern dressing
terhadap skor penyembuhan luka ulkus diabetikum. NURSCOPE: Jurnal
Penelitian Dan Pemikiran Ilmiah Keperawatan.
https://doi.org/10.30659/nurscope.6.2.74-80
Martínez-Monsalve, A., Selva-Sevilla, C., & Gerónimo-Pardo, M. (2019).
Analgesic effectiveness of topical sevoflurane to perform sharp debridement
of painful wounds. Journal of Vascular Surgery.
https://doi.org/10.1016/j.jvs.2018.08.175
Nanda, O. D., Wiryanto, B., & Triyono, E. A. (2018). Hubungan Kepatuhan
Minum Obat Anti Diabetik dengan Regulasi Kadar Gula Darah pada Pasien
Perempuan Diabetes Mellitus. Amerta Nutrition.
https://doi.org/10.20473/amnt.v2i4.2018.340-348
Pulungan, A. B., Annisa, D., & Imada, S. (2019). Diabetes Melitus Tipe-1 pada
Anak: Situasi di Indonesia dan Tata Laksana. Sari Pediatri.
https://doi.org/10.14238/sp20.6.2019.392-400
Rahmawati, M., Maulidya, V., & Ramadhan, A. M. (2018). Kajian Kesesuaian
Pemilihan Antibiotik Empiris pada Pasien Ulkus Diabetikum Di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Proceeding of
Mulawarman Pharmaceuticals Conferences.
https://doi.org/10.25026/mpc.v8i1.313
Ramadhan, N., & Hanum, S. (2017). Kontrol Glikemik Pada Penderita Diabetes
Mellitus Tipe 2 Di Puskesmas Jayabaru Kota Banda Aceh. Sel Jurnal
Penelitian Kesehatan.
Rosyid, F. N., Hudiawati, D., & Kristinawati, B. (2019). Peningkatan Pengetahuan
dan Upaya Pencegahan Diabetes Melitus Melalui Pendidikan Kesehatan. J-
ADIMAS (Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat).
Rusminingsih, E., & Satria, G. (2017). Hubungan Antara Dukungan Keluarga
dengan Tingkat Stres Psikologis pada Pasien Ulkus Diabetes Mellitus di
RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. The 6th University Research
Colloquium.
Salindeho, A., Mulyadi, N., & Rottie, J. (2016). Pengaruh Senam Diabetes
Melitus Terhadap Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Sanggar Senam Persadia Kabupaten Gorontalo. Jurnal Keperawatan
UNSRAT.
Setiyorini, E., Wulandari, N. A., & Efyuwinta, A. (2018). Hubungan kadar gula
darah dengan tekanan darah pada lansia penderita Diabetes Tipe 2. Jurnal
Ners Dan Kebidanan (Journal of Ners and Midwifery).
https://doi.org/10.26699/jnk.v5i2.art.p163-171
Sherwani, S. I., Khan, H. A., Ekhzaimy, A., Masood, A., & Sakharkar, M. K.
(2016). Significance of HbA1c test in diagnosis and prognosis of diabetic
patients. In Biomarker Insights. https://doi.org/10.4137/Bmi.s38440
Subandi, E., & Sanjaya, K. A. (2020). Efektifitas Modern Dressing Terhadap
Proses Penyembuhan Luka Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Kesehatan.
https://doi.org/10.38165/jk.v10i1.7
Sukmawati, E., Sari, N. N., & Chriswinda B.M, A. (2019). Hubungan Tingkat
Pengetahuan Pasien Diabetes Mellitus dengan Perawatan Luka Menggunakan
Tekhik Modern Dressing (Studi RLS Sidoarjo). Jurnal Ilmiah Keperawatan
Stikes Hang Tuah Surbaya. https://doi.org/10.30643/jiksht.v14i1.52
Sunarti, R. A. (2018). Efektivitas Kombinasi Senam Kaki Diabetes Melitus dan
Pijat Kaki Terhadap Nilai Ankle Bachial Iindex ( ABI ) pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2. Jurnal Ilmiah Permas:Jurnal Ilmiah STIKES Kendal.
Susanti, S., & Bistara, D. N. (2018). Hubungan Pola Makan Dengan Kadar Gula
Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus. Jurnal Kesehatan Vokasional.
https://doi.org/10.22146/jkesvo.34080
Tjahjono, H. D. (2020). Self Management Diabetes Pada Pasien Diabetes Melitus
Dengan Ulkus Diabetikum Di Puskesmas Jagir Surabaya. Jurnal
Keperawatan. https://doi.org/10.47560/kep.v9i1.212
Wardatu, A., Kurniati, A. M., Puspita Rasyid, R. S., Husin, S., & Oswari, L. D.
(2019). Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Makronutrien dengan
Kecukupan Dan Keseimbangan Asupan Makronutrien Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2. Sriwijaya Journal Of Medicine.
https://doi.org/10.32539/sjm.v2i2.68
Yulisetyaningrum, Mardiana, S. S., & Susanti, D. (2018). Hubungan Tingkat
Pendidikan Dan Pengetahuan Tentang Diet DM Dengan Kepatuhan Diet
Pasien Diabetes Mellitus Di RSUD R.A Kartini Jepara. Indonesia Jurnal
Perawat.

Anda mungkin juga menyukai