Anda di halaman 1dari 17

BAB III

PENENTUAN LITHOLOGY BATUAN

3.1. PENGERTIAN DAN TUJUAN


Tujuan dari penentuan lithology batuan adalah untuk mengidentifikasi
lapisan porus dan permeabel di suatu sumur, korelasi lapisan antar sumur dan
besarnya volume lapisan shale.
3.2. DASAR TEORI
Penentuan lithology batuan ini memiliki dua tipe metode, yaitu metode
langsung dan tidak langsung. Metode langsung yaitu dengan mengamati batuan
secara langsung melalui mud logging dan analisa core. Dengan metode ini
dilakukan deskripsi mineral dari cutting atau core sehingga dapat menentukan
jenis batuannya. Setelah mengetahui jenis batuan, lithology dan fasiesnya dapat
ditentukan. Metode tidak langsung yaitu menentukan lithology batuan dengan
mengintepretasikan dari data log, menggunakan caliper log, spontaneous
potential log, dan gamma ray log.
3.2.1. Mineral, Batuan, Lithology, dan Facies
Mineral adalah suatu benda padat homogen yang terdapat di alam terbentuk
secara anorganik, mempunyai komposisi kimia pada batas-batas tertentu dan
mempunyai atom-atom yang tersusun secara teratur.Mineral memiliki sifat fisik,
yaitu :
a. Kilap
Kilap merupakan kenampakan atau cahaya yang dipantulkan oleh
permukaan mineral saat terkena cahaya.
b. Warna
Warna mineral merupakan kenampakan langsung yang dapat dilihat, akan
tetapi tidak dapat diandalkan dalam pemerian mineral karena suatu mineral
dapat berwarna lebih dari satu warna, tergantung keanekaragaman
komposisi kimia dan pengotoran padanya.
c. Kekerasan

37
Kekerasan adalah ketahanan mineral terhadap suatu goresan. Kekerasan
nisbi suatu mineral dapat membandingkan suatu mineral terentu yang
dipakai sebagai kekerasan yang standart. Mineral yang mempunyai
kekerasan yang lebih kecil akan mempunyai bekas dan badan mineral
tersebut. Standart kekerasan yang biasa dipakai adalah skala kekerasan yang
dibuat oleh Friedrich Mohs dari Jeman dan dikenal sebagai skala Mohs.
Skala Mohs mempunyai 10 skala, dimulai dari skala 1 untuk mineral
terlunak sampai skala 10 untuk mineral terkeras .
d. Cerat
Cerat adalah warna mineral dalam bentuk hancuran (serbuk). Hal ini dapat
dapat diperoleh apabila mineral digoreskan pada bagian kasar suatu keping
porselin atau membubuk suatu mineral kemudian dilihat warna dari
bubukan tersebut. Cerat dapat sama dengan warna asli mineral, dapat pula
berbeda. Warna cerat untuk mineral tertentu umumnya tetap walaupun
warna mineralnya berubah-ubah.
e. Belahan
Belahan merupakan kecenderungan mineral untuk membelah diri pada satu
atau lebih arah tertentu.. Tidak semua mineral mempunyai sifa ini, sehingga
dapat dipakai istilah seperti mudah terbakar dan sukar dibelah atau tidak
dapa dibelah. Tenaga pengikat atom di dalam sruktur kritsal tidak seragam
ke segala arah, oleh sebab itu bila terdapat ikatan yang lemah melalui suatu
bidang, maka mineral akan cenderung membelah melalui suatu bidang,
maka mineral akan cenderung membelah melalui bidang-bidang tersebut.
Karena keteraturan sifat dalam mineral, maka belahan akan nampak berjajar
dan teratur.
f. Pecahan
Pecahan adalah kecenderungan mineral untuk terpisah-pisah dalam arah
yang tidak teratur apabila mineral dikenai gaya. Perbedaan pecahan dengan
belahan dapat dilihat dari sifat permukaan mineral apabila memantulkan
sinar. Permukaan bidang belah akan nampak halus dan dapat memantulkan
sinar seperti cermin datar, sedang bidang pecahan memantulkan sinar ke
segala arah dengan tidak teratur.
Batuan adalah agregat padat dari mineral, atau kumpulan yang terbentuk
secara alami yang tersusun oleh butiran mineral, gelas, material organik yang
terubah, dan kombinasi semua komponen tersebut. Secara umum, batuan terbagi
menjadi tiga, yaitu :
a. Batuan beku (igneous rock)
Batuan beku merupakan kumpulan inter locking agregate mineral mineral
silikat hasil pembentukan magma yang mendingin.
b. Batuan Sedimen (sediment rock)
Batuan sedimen merupakan batuan hasil litifikasi bahan rombakan batuan
hasil denudasi atau hasil reaksi kimia.
c. Batuan Metamorf (metamorphic rock)
Batuan metamorf merupakan batuan yang berasal dari suatu batuan asal
yang mengalami perubahan tekstur dan komposisi mineral pada fase
padatsebagai akibat perubahan kondisi fisika (tekanan dan temperatur).
Ketiga jenis batuan diatas adalah penyusun dari lapisan-lapisan bumi mulai
dari kerak bumi sampai inti bumi. Menurut Bates dan Jackson (1985),
lithology adalah deskripsi batuan pada singkapan berdasarkan karakteristiknya,
seperti: warna, komposisi mineral dan ukuran butir, sinonim dengan
Petrografi.Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi
karakteristik yang khas dilihat dari lithology, struktur sedimen dan struktur
biologi memperlihatkan aspek fasies yang berbeda dari tubuh batuan yang yang
ada di bawah, atas dan disekelilingnya.
Fasies umumnya dikelompokkan ke dalam facies association dimana fasies-
fasies tersebut berhubungan secara genetis sehingga asosiasi fasies ini memiliki
arti lingkungan. Dalam skala lebih luas asosiasi fasies bisa disebut atau dipandang
sebagai basic architectural element dari suatu lingkungan pengendapan yang khas
sehingga akan memberikan makna bentuk tiga dimensi tubuhnya. Menurut Selley
(1985), fasies sedimen adalah suatu satuan batuan yang dapat dikenali dan
dibedakan dengan satuan batuan yang lain atas dasar geometri, lithology, struktur
sedimen, fosil, dan pola arus purbanya. Fasies sedimen merupakan produk dari
proses pengendapan batuan sedimen di dalam suatu jenis lingkungan
pengendapannya. Diagnosa lingkungan pengendapan tersebut dapat dilakukan
berdasarkan analisa faises sedimen, yang merangkum hasil interpretasi dari
berbagai data, diantaranya :
a. Geometri :
1) Regional dan lokal dari seismik
Contoh: progradasi, regresi, reef dan channel
2) Intra-reservoir dari wireline log (ketebalan dan distribusi reservoir)
b. Lithology
Dari cutting dan core (glaukonit, carboneous detritus) dikombinasi dengan
log sumur (GR dan SP).
c. Paleontologi
Dari fosil yang diamati dari cutting, bottom hole core, atau side wall core.
d. Struktur sedimen
Dari analisa core.
3.2.2. Metode Penentuan Lithology Batuan
Metode penentuan lithology batuan terbagi menjadi dua metode yaitu secara
langsung dan tidak langsung. Metode langsung yaitu menentukan lithology batuan
dengan analisa cutting yang termasuk proses dari mud logging dan analisa coring.
Metode tidak langsung yaitu dengan mengintepretasikan data dari lithology tools.
Lithologi tools ini terdiri dari caliper log, spontaneous potential log, dan gamma
ray log.
3.2.2.1. Mud Logging
Mud logging merupakan proses mensirkulasikan dan memantau
perpindahan mud dan cutting pada sumur selama pemboran (Bateman, 1985).
Menurut Darling (2005) terdapat dua tugas utama dari seorang mud logger yaitu :
a. Memantau parameter pengeboran dan memantau sirkulasi
gas/cairan/padatan dari sumur agar pengeboran dapat berjalan dengan aman
dan lancar. 
b. Menyediakan informasi sebagai bahan evaluasi bagi petroleum engineering
department.
Mud-logging unit akan menghasilkan mud log yang akan dikirim ke kantor
pusat perusahaan minyak. Menurut Darling (2005), mud log tersebut meliputi:
a. Pembacaan gas yang diperoleh dari detektor gas atau gas kromatograf.
b. Pengecekan terhadap ketidakhadiran gas beracun (H2S, SO2).
c. Laporan analisis cutting yang telah dideskripsi secara lengkap.
d. Rate of Penetration (ROP).
e. Indikasi keberadaan hidrokarbon yang terdapat di dalam sampel.
Mud log merupakan alat yang berharga untuk petrofisis dan geolog di dalam
mengambil keputusan dan melakukan evaluasi. Darling (2005) menyatakan
bahwa mud log digunakan untuk hal-hal berikut ini:
a. Identifikasi tipe formasi dan lithology yang dibor.
b. Identifikasi zona yang porous dan permeabel.
c. Picking of coring, casing, atau batas kedalaman pengeboran akhir.
d. Memastikan keberadaan hidrokarbon sampai pada tahap membedakan
jenis hidrokarbon tersebut apakah minyak atau gas.
Pekerjaan lain dari seorang mud logger adalah melakukan
deskripsi cutting. Cutting merupakan material hasil hancuran batuan oleh mata
bor yang dibawa oleh lumpur pemboran ke permukaan (Bateman,1985). Sebagian
sampel dimasukkan ke dalam plastik polyethene sebagai sampel basah sementara
sebagian sampel lain yang telah dicuci dan dikeringkan dikenal sebagai sampel
kering. Sampel yang telah dibersihkan diamati di bawah mikroskop yang ada
di mud-logging unit. Hasil deskripsi kemudian diserahkan ke kantor pusat
pengolahan data. Agar informasi tersebut berguna maka ada standart deskripsi
baku yang harus dilakukan. Darling (2005) menyatakan bahwa deskripsi tersebut
harus meliputi:
a. Sifat butir
b. Tekstur
c. Tipe
d. Warna
e. Roundness dan  sphericity
f. Sortasi
g. Kekerasan
h. Ukuran
i. Kehadiran mineral jejak (misalnya pirit, kalsit, dolomit, siderit)
j. Tipe partikel karbonat
k. Partikel skeletal (fosil, foraminifera)
l. Partikel non-skeletal (lithoclast, agregat, rounded particles)
m. Porositas dan permeabelitas
1) Tipe porositas (intergranular, fracture, vuggy)
2) Permeabilitas (permeabelitas rendah, menengah, atau tinggi)
3) Deteksi hidrokarbon
3.2.2.2. Analisa Coring
Analisa inti batuan dalam teknik perminyakan pada penerapannya di
lapangan diawali dengan coring. Coring merupakan kegiatan atau usaha untuk
mendapatkan contoh batuan dari formasi bawah permukaan. Core sampel inilah
yang nantinya diuji dalam laboratorium untuk mengetahui sifat fisik batuannya.
Analisa inti batuan adalah tahapan analisa setelah contoh formasi dibawah
permukaan (core) diperoleh.
Tujuan dari analisa inti batuan adalah untuk menentukan secara langsung
informasi tentang sifat-sifat fisik batuan yang ditembus selama pemboran. Studi
dari data analisa inti batuan dalam pemboran eksplorasi dapat digunakan untuk
mengevaluasi kemungkinan dapat diproduksikan hidrokarbon dari suatu sumur,
sedangkan tahap eksploitasi dari suatu reservoir dapat digunakan untuk pegangan
melaksanakan well completion dan merupakan suatu informasi penting untuk
melaksanakan proyek secondary dan tertiaryrecovery. Selain itu data inti batuan
ini juga berguna sebagai bahan pembanding dan kalibrasi dari metode logging.
3.2.2.2.1. Prosedur Analisa Inti Batuan
Prosedur analisa inti batuan pada dasarnya terdiri atas 2 bagian, yaitu :
a. Analisa inti batuan rutin
b. Analisa inti batuan spesial
Analisa inti batuan rutin umumnya berkisar tentang pengukuran porositas,
permeabilitas absolut dan saturasi fluida, sedangkan analisa inti batuan spesial
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengukuran pada kondisi statis dan
pengukuran pada kondisi dinamis. Pengukuran pada kondisi statis meliputi
tekanan kapiler, sifat-sifat listrik dan kecepatan rambat suara, grain density,
wetability, kompresibilitas batuan, permeabilitas dan porositas fungsi tekanan
(Net Overburden), dan studi petrografi. Yang termasuk pengukuran pada kondisi
dinamis meliputi : permeabilitas relatif, thermal recovery, gas residual, water
flood evaluation, liquid permeability (evaluasi completion, workover dan
injection fluid meliputi surfactant dan polymer).
3.2.2.3. Analisa Caliper Log
Caliper Log adalah pengukuran variasi diameter lubang bor saat borehole
masih dalam open case. Saat drill bit masuk mulai melakukan aktivitas
pengeboran, tentunya akan ada respon yang berbeda dari tiap lithology saat
'diterobos' oleh drill bit, ada yang sulit (alias keras/hard rock), maka nanti lubang
bor yang dihasilkan akan sempit. Sebaliknya, jika batuan yang dibor adalah
batuan yang lunak, maka jelas sudah hasil lubang bornya akan lebar.Dalam
Caliper Log, dikenal istilah-istilah sebagai berikut :
a. Caving
Diameter yang besar yang dihasilkan saat drill bit menerobos batuan yang
lunak, misalnya coal, shale atau batu lempung yang bersifat brittle (illite &
smectite) atau batuan lain yang lunak secara fisik. Batuan lunak tersebut
mudah patah dan runtuh, nah saat drill bit itu membor bagian lithology
tersebut hasilnya akan ada cave atau caving. Mud drilling nantinya juga
akan mengisi bagian caving ini.
b. Mud Cake
Mud cake biasanya terbentuk saat drill bit melewati batuan porus
permeabel. Mud cake terbentuk karena fasa fluida lumpur pemboran masuk
ke dalam formasi yang porus permeabel, hasilnya diameter lubang bor akan
menyempit pada bagian ini.
c. Swelling
Swelling biasanya disebabkan karena mineral lempung yang menyerap air
(montmorillonite). Swelling ini akan dengan cepat dikenali dengan adanya
penyempitan diameter borehole. Swelling adalah salah satu yang dihindari
saat pengeboran.
d. On Gauge
On gauge merupakan kondisi dimana diameter lubang bor = diameter drill
bit. On Gauge ini yang nantinya agak sulit untuk diinterpretasi karena tidak
muncul kenampakan khusus pada hasil caliper log.

Gambar 3.1. Data Caliper Log


(www.academia.edu)

3.2.2.4. Analisa Spontaneous Potential Log


Dari prinsip kerjanya, log SP ini dapat digunakan untuk identifikasi batuan
permeable, identifikasi lapisan serpih (non-reservoir) dan non-serpih (reservoir),
membantu korelasi lithology, dan menghitung nilai salinitas fluida formasi (Rw).
Pengukurannya berdasarkan adanya beda potensial karena perbedaan salinitas
antara lumpur pemboran (Rmf) dengan fluida formasi (Rw), dimana pada
dasarnya nilai salinitas berbanding terbalik dengan resistivitas.
Dalam interpretasinya, apabila data log SP menunjukkan kurva lurus (tidak
ada perubahan nilai) maka mengindikasikan salinitas fluida formasi sama dengan
salinitas lumpur pemboran, atau dapat juga sebagai indikasi lapisan batuan yang
pejal (tight) atau impermeable. Sedangkan apabila terdapat defleksi
grafik/perubahan nilai log SP, maka menunjukkan adanya perbedaan salinitas,
adanya lapisan batuan permeable, dan dapat diasumsikan sebagai reservoir. Dan
apabila lapisan permable tersebut mengandung saline water maka nilai Rw <<
Rmf, dan akan terjadi perubahan nilai SP yang negatif, sedangkan lapisan yang
mengandung fresh water memiliki nilai Rw >> Rmf, mengakibatkan perubahan
nilai SP positif. Dengan data log SP ini juga dapat dihitung volume shale dengan
rumus :

Vclay= 1 - ( ASP
ESSP ) .......................................................................... (3-1)

Gambar 3.2. Data SP Log


(geohazard009.wordpress.com/2015/02/25/analisa-kualitatif-wireline-log)
3.2.2.5. Analisa Gamma Ray Log
Dalam analisa kualitatif, gamma ray log (GR log) dapat digunakan untuk
identifikasi dan korelasi lithology serta estimasi tingkat kelempungan, karena
prinsip kerjanya yang mengukur tingkat radioaktivitas alami (sinar gamma) dari
unsur-unsur tertentu pada mineral mika, glaukonit, dan potasium feldspar, yang
umum ditemukan pada batu serpih (shale) dan lempung (clay). Secara umum
(konvensional), kegiatan eksplorasi dilakukan untuk mencari hidrokarbon pada
batuan reservoir yang memiliki porositas dan permeabilitas yang baik, yaitu
batupasir dan batugamping. Karena karakteristik batu serpih dan lempung yang
memiliki porositas dan permeabilitas yang kecil (kemudian dianggap sebagai
batuan non-reservoir), dan bersifat “menyerpih” dalam suatu tubuh batuan, maka
dengan analisa gamma ray log ini dapat dilakukan identifikasi lithology,
membedakan zona reservoir dengan zona non-reservoir.
Batupasir dan batugamping yang clean (bebas kandungan serpih), pada
umumnya akan memiliki kandungan material radioaktif yang rendah, sehingga
akan menghasilkan pembacaan nilai GR yang rendah pula. Seiring dengan
bertambahnya kandungan serpih dalam batuan, maka kandungan material
radioaktif akan bertambah dan pembacaan nilai GR akan meningkat. Teknik
interpretasinya, secara sederhana yaitu dengan membuat suatu garis batas (cut off)
antara shale base line (yang menyatakan nilai GR tertinggi) dengan sand base
line (yang menyatakan nilai GR terendah). Sehingga diperoleh zona di sebelah
kiri cut off sebagai zona reservoir, dan zona non-reservoir di sebelah kanan garis
cut off.Dari gamma ray log ini dapat ditentukan volume shale dengan rumus
GRread−GRmin
Vclay= ...................................................................... (3-2)
GRmax−GRmin
Gambar 3.3. Data Gamma Ray Log
(geohazard009.wordpress.com/2015/02/25/analisa-kualitatif-wireline)

3.3. DATA DAN PERHITUNGAN


3.3.1. Data
a. Depth BHT = 6264,24 ft
b. Depth yang dianalisa = 3200-3208 ft
c. SSP = -56,67 mV
d. GRmax = 100 API
e. GRmin = 15 API
f. Rm @Ts = 1,5 ohm-m
o
g. BHT = 219,6 F
h. di = 30 inci
i. Tebal lapisan = 10 ft
o
j. Ts = 75 F

3.3.2. Perhitungan
 SP Log

BHT−Ts
1. Tf = Ts +
( DepthBHT
xKedalaman..analisa )
219,6−75
Tf = 75 + ( x 3200)
6 264,24
= 148,87oF
2. SSP (harga maksimum SP log) = -56,67 Mv
Ts
Rm @ Ts ×
3. Rm @ Tf = Tf
75
Rm @ Tf = (1,5 x )
1 48 , 87
= 0,7557Ω
4. k (Faktor Koreksi) = 1,0371
ESSP = SSP x Faktor Koreksi
= -56,67 x 1,0371
= -58,7680 mV
5. ASP = -10 mV
ASP−SBL
6. Vclay = 1 - | ESSP |
−10−(−10)
Vclay = 1 - | −58,7680 |

Vclay = 1

 Gamma Ray Log


1. Menentukan kedalaman lapisan yang dianalisa, yaitu 3200 ft
2. GRread = 35 API
3. Menentukan besarnya volume clay dengan persamaan:
GR read −GR min
Vclay = GR max −GR min

67,5−15
Vclay =
100−15
Vclay = 0,6176
Tabel-III
Spontaneous Potensial Log dan Resistivity Log
No Depth Tf Volume Rmfc Rw Rt
Ft ◦F Clay Ωm Ωm Ωm
1 3200 148,86 1 0,34 0,07 0,93
2 3202 148,91 1 0,47 0,095 1,29
3 3204 14895 1 0,56 0,12 1,55
4 3206 149,00 0,94 0,75 0,15 2,08
5 3208 149,05 0,88 1,13 0,305 3,13
6 4080 164,88 0,74 15,52 2,63 4,9
7 4081 164,9 0,65 15,69 3,26 5,1
8 4085 164,99 0,42 16,37 3,35 10,73
9 4090 165,1 1,03 23,85 4,81 16,24
10 4091 165,1 0,58 1,53 0,26 3,88
11 4095 165,2 0,95 3,045 1,8 4,68
12 4100 165,32 0,8 1,7 0,45 2,14

3.4. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini berjudul “Penentuan Lithologi Batuan”. Praktikum ini
bertujuan untuk mengindikasikan adanya suatu reservoir, suatu lapisan porous
dan permeable pada suatu sumur, korelasi lapisan antar kedalaman sumur, dan
besarnya volume lapisan shale. Lithologi batuan adalah deskripsi batuan pada
singkapan berdasarkan karakteristik fisikya seperti warna, ukuran butir, dan
komposisi mineral.
Pada praktikum penentuan lithologi batuan ini memiliki dua tipe metode
pada analisanya, yaitu metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung
yaitu dengan mengamati batuan pada formasi secara langsung melalui mud
logging dan analisa core, dengan metode ini dilakukan deskripsi mineral dari
cutting atau core sehingga dapat menentukan jenis batuannya. Metode tidak
langsung yaitu menentukan lithology batuan dengan menginterpretasikan dari
data-data yang disajikan log dengan mengunakan SP log, Gamma Ray log, dan
Calliper log.
Dengan menginterpretasikan lithology tools seperti Spontaneous Potensial
Log dan Gamma Ray Log, kita dapat mengetahui apakah batuan formasi tersebut
bersifat porous serta permeable yang menjadi syarat batuan reservoir. Pada SP
log, zona permeable bisa didapat dengan kurva yang paling kanan maupun kiri
dari shale base line. Pada gamma ray log zona impermeable ditunjukkan dengan
banyaknya sinar gamma yang masuk. Semakin banyak sinar gamma yang masuk
pada detektor, dapat disimpulkan bahwa lapisan tersebut merupakan shale yang
menujukkan bahwa lapisan tersebut zona impermeable.
Pada praktikum ini, kedalaman yang dianalisa adalah 3200 ft. Dari hasil
percobaan dan analisa didapatkan harga volume clay dengan menggunakan kurva
metode SP log sebesar 1, sedangkan dengan kurva metode gamma ray log
diperoleh volume clay sebesar 0,62. Hasil yang didapatkan pada perhitungan
dengan kedua metode tersebut menunjukkan bahwa pada kedalaman tersebut
adalah daerah non-reservoir.
Aplikasi lapangan pada praktikum ini adalah untuk mengindikasikan adanya
suatu reservoir dan non-reservoir, suatu lapisan porous dan permeable pada suatu
formasi, korelasi lapisan antar kedalam sumur, dan besarnya volume lapisan shale
dan juga non-shale sehingga dapat meminimalisasi masalah pada lubang
pemboran dan juga pada saat pemboran.
3.5. KESIMPULAN
1. Praktikum ini bertujuan untuk mengindikasikan adanya suatu reservoir,
lapisan yang porous dan permeable, korelasi lapisan antar kedalamn sumur,
dan besarnya volume clay dengan metode analisa cutting dan logging.
2. Metode logging menggunakan interpretasi data Spontaneous Potensial Log
dan Gamma Ray Log karena merupakan lithology tools.
3. Hasil perhitungan Vclay menggunakan metode logging diperoleh :
 SP Log = 1 ft3
 Gamma Ray Log = 0,62
4. Nilai Vclay yang lebih akurat adalah Vclay dari Gamma Ray Log sebab tes
Gamma Ray dapat dilakukan di tiap kedalaman sedangkan SP tes dilakukan
di kondisi-kondisi tertentu.

Anda mungkin juga menyukai