113190004
Kelas A-ASR
Analisis Penutupan Sumur Standar GAP Indonesia; Review dan Saran
ABSTRAK
Sumur minyak dan gas tua sekitar 70% ditemukan tidak memiliki nilai ekonomi di
Indonesia sehingga ditinggalkan pada akhir siklus hidupnya, seperti yang diatur oleh
pemerintah. Ini bagian dari penonaktifan seluruh lapangan dengan program
pelestarian lingkungan yang dikenal dengan Abandonment and Site Restoration
(ASR). Program ini melibatkan evaluasi standar pengabaian permanen internasional,
sebagai referensi untuk desain, perbandingan, dan penilaian kebijakan Indonesia. Ini
juga memberikan analisis kesenjangan kontras dan saran dalam memastikan
pendekatan plug dan pengabaian permanen yang tepat, untuk menghindari kebocoran
di masa mendatang atau operasi pengabaian kembali. Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi gap analysis antara Indonesia dengan
International Well Abandonment Standards, serta OGUK dan NORSOK D-010. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kegiatan penelantaran memiliki filosofi dan praktik
peluang peningkatan, yang digunakan untuk plugging/isolasi, saluran kontrol, serta
penghalang reservoir dan annular. Selain itu, studi literatur dilakukan untuk
memahami filosofi pengabaian untuk semua standar yang ditinjau, untuk memberikan
saran atau perbaikan yang tepat.
PENDAHULUAN
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia menyatakan ada
sekitar 13.824 sumur tua yang tersebar di seluruh tanah air (onshore dan offshore)
yang akan segera ditinggalkan (Hanum, 2020). Ini tidak termasuk sumur yang saat ini
dikelola oleh perusahaan yang beroperasi di bawah kontrak bagi hasil. Sekitar 70%
dari sumur migas ini memasuki akhir siklus hidupnya, karena beberapa lapangan
yang sudah tua tidak lagi memiliki nilai ekonomi. Oleh karena itu, hal ini mengarah
pada pengabaian permanen, sesuai dengan peraturan yang memenuhi prinsip
keselamatan, standar perusahaan, dan kebijakan negara (Afrisca & Darmanawan,
2020). Ini sering dikenal sebagai gelombang pengabaian.
Penelantaran ditemukan berdampak pada investasi perusahaan yang beroperasi,
sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) No.15, 2008. Hal ini menunjukkan bahwa operasi pengabaian yang efisien
harus dievaluasi, untuk memastikan perencanaan dan pelaksanaan yang tepat. Ini juga
merupakan bagian dari penonaktifan seluruh lapangan dengan pelestarian lingkungan,
yang sering dikenal dengan Abandonment and Site Restorations (ASR) (Afrisca &
Darmawan, 2020). Dalam pasal 10 dokumen tersebut, perusahaan-perusahaan yang
beroperasi ditunjukkan juga menggunakan standar pengabaian internasional.
Desain sumur di Indonesia bervariasi dari konstruksi 2-7 casing string, dengan
kedalaman reservoir berkisar antara 200-4000 m. Beberapa eksplorasi dan produksi
juga berkepentingan untuk memproduksi minyak dangkal dan dalam, serta reservoir
bertekanan tinggi yang mengandung gas asam. Namun, keberadaan hidrogen sulfida
(H2S) dan karbon dioksida (CO2) di darat menyebabkan operasi yang berbahaya dan
sulit di lapangan, meningkatkan kebutuhan untuk mencegah pelepasan gas asam
(Haris et al., 2012). Hal ini menunjukkan bahwa semua desain sumur harus sejalan
dengan tujuan fluida/tekanan/temperatur reservoir.
Abandonment adalah aktivitas akhir yang dilakukan pada desain sumur, termasuk
pembuatan penghalang permanen di lubang sumur, untuk mempertahankan integritas
tanpa niat masuk kembali di masa mendatang (ISO-ISO 16530-1:2017-Industri
minyak bumi dan gas alam-Integritas sumur_Bagian 1 : Tata Kelola Siklus Hidup,
2017). Selain dilakukan pada akhir siklus hidupnya, penelantaran juga harus
dilakukan ketika sumur mengalami masalah integritas yang parah dan tidak memiliki
nilai ekonomis atau produktif.
Mainguy et al (2008) memperkirakan efek sumbatan semen permanen berdasarkan
perubahan tekanan eksternal, termal, dan tegangan yang dihasilkan dari pemulihan
kesetimbangan global, di dalam reservoir ydrocarbon. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa risiko utama adalah kegagalan tarik, karena kekuatan hukum semen. Itu juga
membenarkan kegagalan atau kebocoran semen di masa depan pada sumur-sumur
yang ditinggalkan. Keruntuhan selubung semen merupakan salah satu penyebab
beberapa sumur mengalami masalah integritas, seperti dikemukakan oleh Khalifeh &
Saasen (2020). Turthermore, studi Kaiser (2017), menunjukkan bahwa beberapa
sumur membutuhkan remediasi setelah pengabaian awal selesai dengan probabilitas
remediasi 1,8% untuk desain perairan dangkal dalam (400 ft). Biaya pekerjaan
perbaikan yang tidak diinginkan kemungkinan besar merupakan tantangan besar dan
sulit dalam kebocoran konduksi lepas pantai atau darat pada sumur yang
ditinggalkan. Vignes (2011) menyatakan bahwa ada sekitar 2200 sumur terbengkalai
di Norwegia, tanpa data spesifik tentang sumber kebocoran yang tepat. Selain itu,
studi Kang et al 2014, 2016) menyimpulkan bahwa emisi metana dari sumur minyak
dan gas tua yang terbengkalai merupakan sumber yang signifikan bagi atmosfer. Hal
ini menjadi pelajaran bagi Indonesia, karena beberapa sumur tidak terurus dengan
baik setelah kepergian Belanda.
Kaiser (2017) menyatakan bahwa beberapa negara seperti Inggris dan Norwegia telah
mengadopsi pendekatan berbasis kinerja, yang menetapkan tujuan yang dapat dicapai
oleh operator melalui fleksibilitas teknologi. Sementara itu, prosedur dan standar
pengabaian permanen sebagian besar merupakan pendekatan preskriptif di perairan
AS, menetapkan aturan yang jelas bagi industri untuk menunggu (Kaiser, 2017). Ini
sangat mirip dengan kebijakan Indonesia, di mana prosedurnya tidak fleksibel dan
ketat. Studi Moenikia et al (2018) melaporkan bahwa sumur yang ditinggalkan secara
permanen harus ditutup dengan perspektif abadi, dengan mempertimbangkan efek
dari beberapa proses geologi dan kimia menurut NORSOK D-010 Rev.4., 2013.
Untuk hidrokarbon yang mengandung dan tidak normal zonasi bertekanan, potensial
aliran ke permukaan harus diisolasi dengan dua penghalang.
METODE
Studi literatur ini berdasarkan pada penilaian dan peninjauan standar, jurnal,
publikasi, artikel, dan buku mengenai desain penutupan sumur secara permanen,
operasional, dan peningkatannya. Hasil yang diperoleh akan dikompilasi, dianalisis,
dan disajikan sebagai analisis kesenjangan pada peringkat standar penutupan sumur
di Indonesia saat ini. Diberikan pula saran dan masukan mengenai perbaikan yang
diperlukan dalam kebijakan negara saat ini.
a. Standar Penutupan Sumur di Indonesia
Studi ini mengkaji SNI (Standar Nasional Indonesia) 13-6910-2002, tentang Operasi
Pengeboran untuk kinerja Onshore dan Offshore yang aman di Indonesia, Bagian
6.10, “Abandonment of wells”, halaman 84-89.
Berdasarkan literatur ini, persyaratan P&A Indonesia sangat mirip dengan Outer
Continental Shelf Lands Act (OCSLA) AS, dan Code of Federal Regulations (CFR)
yang tercantum dalam Lporan OGIP 585, 2017, dan 30 CFR 250, Sub Bagian Q,
Bagian 250.1712.
Pada gambar 2, menunjukkan ilustrasi P&A sebagai pilihan yang dapat digunakan
untuk perforasi cased hole, sebagaimana yang diuraikan pada standar Indonesia.
Gambar 2. P&A yang dapat diterima mengacu pada SNI-13-6910-2002 untuk open
hole, perforasi, near-surface, dan isolasi pada casing annulus. Dari gambar tersebut,
terdapat beberapa pilihan, meskipun upaya harus dilakukan sebelum memilih zona
perforasi un-squeezed. (Sumber: Prasetya et al., 2018)
b. Standar Internasional Penutupan Sumur
ISO 16530-1
Tahap penutupan sumur diketahui untuk menentukan syarat-syarat dalam
penutupan sumur secara permanen, yang merupakan kegiatan akhir pada
design lubang sumur, termasuk pembuatan pembuatan eternal barrier.
Berdasarkan uraian tersebut, tinjauan studi ISO-16530-1, 2017, mengenai
industri minyak dan gas bumi-integritas sumur, bagian 1: Life Cycle
Governance (Chapter 10, fasa Penutupan Sumur, Halaman 70-76). Untuk
penutupan sumur, ISO mengacu pada NORSOK D-010, Rev. 4, 2013.
Oil and Gas UK (OGUK)
Pedoman OGUK (Oil & Gas UK, 2015) memberikan isolasi zona permeabel
saat sumur ditinggalkan. Ini menunjukkan bahwa pengabaian memiliki
kemampuan untuk mengisolasi semua zona potensial aliran yang ditembus
(terlepas dari jenis fluida) dari permukaan. Dua prinsip penghalang
selanjutnya diperlukan dalam filosofi pengabaian (zona hidrokarbon dan air),
dengan konsep kedua bertindak sebagai cadangan dari yang pertama. Selain
itu, konsep pertama harus dipasang di atas atau dekat dengan titik tertinggi
potensi aliran masuk (perforasi atas), dan juga dilapisi semen annular saat
ditempatkan di dalam casing atau liner. Untuk dianggap sebagai penghalang
permanen, panjang semen yang baik harus ditetapkan kira-kira 100 kaki (30
m) di dalam casing atau annulus. Pedoman OGUK juga menganggap bahwa
menempatkan semen di sepanjang perforasi seringkali tidak diperlukan.
Selain sebagai komponen utama, semen tidak menutup kemungkinan
penggunaan material lainnya. memenuhi persyaratan standar untuk
penghalang permanen. Persyaratan ini termasuk permeabilitas yang sangat
rendah, integritas jangka panjang, ketahanan cairan, dll.
NOSROK D-010
Standar NORSOK D-010 (Rev. 4., 2013, Well Integrity in Drilling and Well
Operations, Bab 9. Abandonment Activities, halaman 81110) dari Norwegia
juga ditinjau dalam penelitian ini, karena sedang. baru-baru ini digunakan dan
dijadikan tolok ukur dalam industri minyak dan gas global. Dalam hal ini,
pengabaian sumur dilakukan berdasarkan filosofi penghalang manajemen
integritas.
KESIMPULAN
Berdasarkan studi literatur ini, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Analisis kesenjangan standar abandonment di Indonesia, dalam filosofinya
menunjukkan beberapa peluang perbaikan , material plugging, isolasi
reservoir objektif dan menengah, annular barrier, serta penghapusan jalur
kontrol. Kesenjangan ini memberikan perspektif yang lebih baik mengenai
sumur-sumur yang ditinggalkan secara permanen.
2. Standar pendekatan berbasis kinerja, merekomendasikan agar perusahaan
yang beroperasi harus memperluas teknologi dan teknik abandonment
permanen untuk mencapai tujuan sumur yang tepat. Pendekatan ini
selanjutnya membantu Indonesia untuk menyambut gelombang penutupan
sumur.