Anda di halaman 1dari 10

POTENSI INJEKSI LIMBAH CAIR DAN CO2 KEDALAM ZONA DEEP

AQUIFER

Oleh:
Abdul Havidz, Afriana Ajeng Nur Latifah
Magister Teknik Air Tanah, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian
Institut Teknologi Bandung

Abstract

CO2 and liquid waste Injection into deep aquifer zones can be a solution to reduce the impact of climate change
and pollution on the environment. This can be done by paying attention to the geological structure for storage of
CO2 and liquid waste, so it will be isolated from the atmosphere and surface for a long time without leakage. From
a technological and economic perspective, CO2 sequestration into depleted oil and gas reservoirs is the most
profitable method and has been widely used in several countries by Enhanced Oil Recovery (EOR). Meanwhile,
liquid waste injection with deep injection wells (DIW) has proven safe, effective and has a low risk to the
environment. In Indonesia, CO2 & liquid waste injection into deep aquifer zones has the potential to be done.
Furthermore, further development and research is needed, especially the technologies to make it more economical.

Key words: CO2 sequestration, Liquid waste injection, Carbon Capture Storage, Deep Injection Well, Deep
aquifer zone

Abstrak

Injeksi CO2 dan limbah cair ke dalam zona deep aquifer dapat menjadi solusi untuk mengurangi dampak
perubahan iklim dan pencemaran terhadap lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan struktur
geologi untuk penyimpanan CO2 dan limbah cair agar terisolasi di bawah permukaan dalam jangka waktu yang
lama tanpa mengalami kebocoran. Dari segi teknologi dan ekonomi, Injeksi CO2 ke dalam depleted oil and gas
reservoir adalah metode paling menguntung dan telah banyak dilakukan di beberapa negara karena dapat
meningkatkan perolehan minyak (EOR). Sedangkan injeksi limbah cair dengan deep injection well (DIW) telah
dibuktikan aman dan efektif serta menimbulkan risiko rendah yang diterima lingkungan. Di Indonesia, injeksi
CO2 & limbah cair kedalam zona deep aquifer berpotensi untuk dilakukan. Selanjutnya, diperlukan
pengembangan dan penelitian lebih dalam terutama terkait teknologi agar lebih ekonomis.

Kata kunci: Injeksi CO2, Injeksi limbah cair, Carbon Capture Storage, Deep Injection Well, Zona aquifer
dalam

1. Pendahuluan

Beberapa tahun terakhir, planet Bumi mengalami berbagai bencana hidrometeorologi yang
merupakan dampak dari perubahan iklim. Perubahan iklim terjadi karena peningkatan suhu
permukaan bumi (global warming) akibat meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di
atmosfer. Intergovernmental Panel Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa 90% gas
rumah kaca yang terdiri dari karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dinitrogen oksida (N2O)
dan halokarbon (kelompok gas yang mengandung fluor, klorin dan bromin) dihasilkan dari
aktivitas manusia. Karbon dioksida (CO2) berkontribusi paling besar karena lebih melimpah
dan waktu tinggal di atmosfer lebih lama.
Pengukuran kadar CO2 dimulai tahun 1958 di Mauna Loa Observatory (MLO) dan kadar CO2
di atmosfer global yang teramati saat itu adalah 315 ppm. Menurut para peneliti, batas aman
kadar CO2 di dalam atmosfer adalah 350 ppm. Kadar CO2 rata-rata tahunan terus meningkat
dari tahun ke tahun. Laporan NOAA pada tahun 2018 menyatakan bahwa kadar CO2 rata-rata
tahunan global sudah mencapai 408,52 ppm. Jika massa atmosfer bumi adalah 5,14×1018 kg,
massa total karbon dioksida di atmosfer tahun 2018 adalah 3,2×1015 kg (3,2 triliun ton).
Apabila permintaan energi global terus meningkat dan sebagian besar dipenuhi dengan bahan
bakar fosil maka CO2 di atmosfer diproyeksikan melebihi 900 ppm pada akhir abad ini
(Lindsey, 2020).
Selain emisi GRK, jumlah limbah juga terus meningkat seiring pertambahan penduduk dan
kemajuan teknologi. Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
jumlah limbah di Indonesia seluruh Indonesia tahun 2020 hampir didominasi 90% oleh limbah
cair. Limbah cair ini berasal dari aktivitas domestik maupun aktivitas industri. Limbah cair ini
jika tidak ditangani atau diolah dapat menimbulkan dampak yang besar bagi pencemaran
lingkungan & kesehatan masyarakat.
Limbah cair dan gas CO2 yang terus meningkat dapat mengganggu ekosistem dan mekanisme
biota di bumi. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mengurangi limbah cair dan gas CO2,
salah satunya yaitu dengan menyuntikkan (menginjeksikan) ke dalam zona deep aquifer.
Namun, apakah cara ini cukup efektif atau tidak masih dilakukan berbagai penelitian dan
pengembangan

2. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah narative review menggunakan beberapa literatur
berupa paper yang membahas tentang topik yang sama namun menggunakan metode yang
berbeda.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Karbon Dioksida (CO2)

Emisi gas CO2 secara umum di dunia dihasilkan dari sektor energi (listrik, panas dan
transportasi) 73,2%, proses industri langsung (semen dan petrokimia) 5,2%, limbah 3,2% serta
sektor pertanian, kehutanan dan penggunaan lahan 18,4% (Ritchie dan Roser, 2020).
Pembangkit energi dan listrik di dunia sendiri masih sangat bergantung pada penggunaan bahan
bakar fosil, salah satunya adalah batubara. Kebutuhan terhadap energi didunia sendiri semakin
hari semakin meningkat.

Salah satu langkah untuk mengurangi emisi CO2 dengan tetap mengizinkan penggunaan bahan
bakar fosil dalam skala besar adalah Carbon Capture Storage (CCS). Teknologi ini terdiri dari
proses pemisahan dan penangkapan (capture) CO2 dari sumber emisi gas buang, pengangkutan
ke tempat penyimpanan (transportation) dan penyimpanan di geological storage yang sesuai.
Gas CO2 yang telah ditangkap dari sumber emisinya kemudian dilakukan pemisahan dengan
teknik post combustion capture, pre-combustion capture, dan oxy-fuel combustion.
Selanjutnya pengangkutan CO2 biasanya menggunakan sistem perpipaan dimana gas CO2
dikompresi terlebih dahulu hingga tekanan lebih dari 8 Mpa agar tidak terbentuk aliran 2 fasa.
Selanjutnya injeksi gas CO2 biasanya dilakukan dengan kedalaman lebih dari 1 km supaya CO2
terisolasi dari atmosfer selama beberapa abad.
Gambar 1. Proses penangkapan CO2 (Extavour, 2016)

Salah satu tantangan besar yang harus diperhatikan adalah ancaman kebocoran CO2, sehingga
penyimpanan menjadi tahap paling penting. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam
pemilihan lokasi adalah sebagai berikut (Doghty et al., 2007; Fang et al., 2010):
● Tempat penyimpanan CO2 harus berada pada pengaturan tektonik yang relatif stabil
dan tidak terdapat sesar, rekahan dan lipatan.
● Lapisan Cap rock (batuan penutup) yang tersedia mampu menahan CO2
● Ukuran reservoir cukup besar untuk menampung jumlah CO2
● Untuk cekungan sedimen di seluruh dunia dengan suhu permukaan antara 0 dan 30 °C,
gradien geothermal antara 20 dan 60°/km, kedalaman optimumnya adalah 800-1000 m
untuk cold basin dan 1500-2000 m untuk warm basin.
● Permeabilitas dan porositas reservoir cukup baik
Struktur geologi yang dapat dijadikan tempat penyimpanan CO2 setidaknya terbagi menjadi 3
tipe yaitu lapisan batu bara dalam yang tak dapat ditambang (deep unmineable coal beds),
reservoir migas yang produksinya sudah menurun (depleted oil and gas reservoir), serta
reservoir air asin dalam (deep saline aquifer). Pada tahun 2019, Global CCS Institute
mengumumkan setidaknya terdapat 51 fasilitas CCS secara global dimana 19 dalam operasi, 4
dalam pembangunan, dan 28 dalam berbagai tahap pengembangan
Gambar 2. Metode penyimpanan CO2 di bawah lapisan bumi

Gambar 3. Kapasitas fasilitas penangkapan dan penyimpanan CO2 skala besar yang
beroperasi di seluruh dunia pada tahun 2019 (Sönnichsen, 2020).
3.1.1 Depleted Oil and Gas Reservoir

Reservoir minyak dan gas dianggap sebagai kandidat yang cocok untuk penyimpanan geologis
CO2 karena telah terbukti mampu menahan sumber daya minyak dan gas selama jutaan tahun,
Selain itu, eksplorasi bahan bakar fosil sebelumnya telah menghasilkan data berharga tentang
area bawah permukaan. Penyimpanan CO2 ke dalam depleted oil and gas reservoir lebih
menguntungkan karena sudah memiliki sejumlah peralatan yang terpasang di permukaan dan
di bawah tanah. Peralatan tersebut dapat digunakan kembali untuk penyimpanan CO2 dengan
hanya sedikit modifikasi.

Gambar 4. Gas CO2 yang ditangkap oleh fasilitas Century Texas dikirim ke pusat industri
yang terletak di Kota Denver melalui pipa sepanjang 160 km. (Sumber: Rybson /
freeimages.com)
Injeksi CO2 ke dalam lapangan minyak yang telah tua (depleted oil fields) dapat meningkatkan
perolehan minyak dengan proses EOR (Enhanced Oil Recovery). Penyimpanan CO2 kedalam
depleted gas fields juga menjadi pilihan karena mempunyai model reservoir dan desain sumur
yang sudah diketahui sehingga memudahkan untuk menghitung kapasitas simpan CO2. Namun
tidak ada keuntungan seperti CO2-EOR. Fasilitas pemrosesan gas alam di Texas Barat, AS
yang dimiliki oleh Occidental Petroleum adalah pabrik CCS tunggal terbesar di dunia. Pabrik
tersebut menangkap CO2 yang digunakan untuk proyek-proyek enhanced oil recovery (EOR)
Occidental di Cekungan Permian. Pabrik ini memiliki kapasitas untuk menangkap 8,4 juta ton
karbon dioksida per tahun.
Dikutip dari laporan Global CCS Institute tahun 2020, Indonesia yang merupakan penghasil
minyak dan gas yang besar sehingga menghasilkan emisi gas CO2 yang tinggi berpotensi untuk
dilakukan studi dan proyek percontohan. Pada September 2020, Pemerintah Jepang
mengumumkan untuk mendukung proyek percontohan di lapangan Gas Gundih di Jawa
Tengah. Proyek ini dikembangkan oleh J-Power dan JANUS yang bekerja sama dengan PT
Pertamina dan pemangku kepentingan lokal lainnya. Proyek menyangkut pengolahan CO2 dari
gas alam melalui pipa sepanjang 4 km ke sumur terdekat untuk injeksi dan EGR. Proyek gas
Gundih diperkirakan bisa menekan 3 juta ton CO2 dalam kurun waktu 10 tahun.
3.1.2 Unmineable coal beds
Lapisan batu bara yang terlalu dalam atau terlalu tipis untuk ditambang secara ekonomis dapat
menawarkan potensi penyimpanan CO2. CO2 yang ditangkap juga dapat digunakan dalam
enhanced coalbed methane recovery (ECBM) untuk mengekstraksi gas metana. Sebagian besar
lapisan batu bara yang cocok untuk penyimpanan CO2 terletak pada kedalaman mulai dari 300
hingga 900 m.
Injeksi CO2 di unmineable coal beds memiliki keuntungan utama bahwa lapisan batubara
potensial biasanya terletak di dekat pembangkit listrik tenaga batu bara yang ada atau yang
direncanakan. Dengan demikian, biaya transportasi bisa ditekan secara signifikan. Namun,
penyimpanan CO2 di lapisan batubara masih merupakan teknologi yang belum menghasilkan
dan hanya beberapa studi percontohan yang telah dilakukan tentang kesesuaian dan kapasitas
penyimpanannya.
Sebuah studi kelayakan injeksi CO2 di lapisan batubara yang tidak bisa ditambang dilakukan
oleh Idaho National Laboratory di Powder River Basin, Wyoming tahun 2010. Hasil
menunjukkan bahwa metode ini tidak berkontribusi secara signifikan terhadap kebutuhan
menyerap sejumlah besar CO2 dan tidak ekonomis. Tetapi bisa secara efektif menyerap lebih
dari 86.000 ton CO2 per are sambil memulihkan metana untuk mengimbangi biaya. Biaya untuk
memisahkan CO2 dari gas buang diidentifikasi sebagai pendorong biaya utama terkait dengan
penyerapan CO2 di lapisan batubara yang tidak bisa ditambang.
3.1.3 Deep Saline Formation

Injeksi CO2 ke dalam deep saline aquifer secara teknis membutuhkan biaya paling mahal
namun potensi kapasitas penyimpanannya besar. Penyimpanan CO2 pada deep saline
formation biasanya dilakukan pada kedalaman 800 m dibawah permukaan tanah dengan
kondisi temperatur dan tekanan yang menyebabkan CO2 berada pada wujud cairan atau
superkritikal.
Quest adalah proyek CCS skala besar pertama yang bertempat di Alberta, Canada yang
dikomersialkan pada tahun 2015 untuk menyimpan CO2 secara eksklusif kedalam deep saline
aquifer. Proyek Quest CCS adalah bentuk kerjasama antara Shell (60%), Chevron (20%), dan
Marathon Oil (20%). Proyek ini dirancang untuk menangkap sekitar 1 juta ton karbon dioksida
setiap tahun selama 25 tahun dari unit produksi hidrogen. CO2 diangkut melalui pipa sepanjang
65 kilometer dan disimpan lebih dari dua kilometer di bawah permukaan.
3.2 Potensi Injeksi CO2 ke dalam zona deep aquifer

Tabel 1. Keunggulan dan kelemahan penyimpanan CO2 ke dalam zona deep aquifer
Keunggulan Kelemahan
Depleted oil and gas Peralatan sudah terpasang Demonstration technology
Reservoir caprock terjamin, readiness level
gangguan tekanan kecil,
dapat dimanfaatkan untuk
recovery terutama CO2-EOR
(Enhanced Oil Recovery)
menguntungkan dari segi
ekonomi.
Unmineable coal beds Biaya transportasi rendah Pilot plant technology
karena readiness level
lokasi potensial dekat
dan dapat dimanfaatkan
untuk enhanced coalbed
methane recovery (ECBM)
Deep Saline Formation Kapasitas penyimpanan Cost mahal
besar Formulation technology
readiness
level

Injeksi CO2 ke dalam zona deep aquifer di Indonesia sangat mungkin dilakukan mengingat
banyaknya jumlah perusahan energi yang menggunakan bahan bakar fosil. Pertimbangan
injeksi CO2 mungkin bisa menjadi pertimbangan sebelum membangun suatu industri terutama
industri dengan penghasil emisi CO2 yang besar. Upaya ini merupakan langkah mitigasi
terhadap perubahan iklim dan akan lebih baik jika diimbangi dengan upaya pencegahan.
Injeksi CO2 dengan tekanan tinggi dapat membuat gas CO2 bermigrasi dan mencapai air tanah.
Jika larut dalam air dapat meningkatkan keasaman airtanah. Akibatnya kelarutan konstituen
anorganik berbahaya dapat meningkat. Kontaminan seperti H2S yang merupakan produk
sampingan dari gasifikasi batubara dapat terinjeksi bersama dengan CO2. Jika CO2 yang
mengandung H2S bocor maka berdampak buruk pada kualitas air. Kadar karbon dioksida yang
baik bagi organisme perairan yaitu 15 mg/l. Jika lebih dari itu sangat membahayakan karena
menghambat pengikatan oksigen (O2). Selain struktur geologi yang sesuai, konstruksi sumur
serta laju injeksi juga harus diperhitungkan dengan baik.
Belum ditemukannya solusi kebocoran CO2 yang dapat berdampak pada kesehatan manusia
membuat dukungan publik kecil dan sejumlah industri tidak berani mengambil resiko. Di
Indonesia, aturan mengenai harga karbon hingga saat ini juga belum baku. Oleh karena itu
perlunya mendorong pemangku jabatan agar segera merumuskan aturan main pengelolaan
emisi CO2. Di negara-negara maju seperti Norwegia telah memberlakukan pajak karbon hingga
60 dolar AS per ton CO2. Hal ini membuat perusahaan migas di sana berlomba-lomba
mengimplementasikan CCS dan akhirnya bisa menekan biaya implementasi teknologi tersebut
menjadi sekitar 17 dolar AS per ton CO2.
3.3 Limbah Cair

Jumlah limbah yang dihasilkan dari aktivitas domestik maupun aktivitas industri semakin hari
bertambah banyak jumlahnya. Selain itu, beberapa negara dihadapkan dengan regulasi
pembuangan limbah cair yang semakin ketat. Salah satu alternatif dalam penempatan limbah
ini yaitu Deep Injection Well (DIW). Alternatif ini dapat digunakan untuk menempatkan
limbah cair yang telah diolah atau tidak diolah ke dalam formasi geologi yang tidak berpotensi
terjadinya kontaminasi ke zona airtanah, biasanya pada kedalaman 1000 - 3000 m. Pemilihan
lokasi injeksi biasanya di zona sangat asin, permeabilitas tinggi dan dilapisi lapisan
impermeable secara vertikal di bagian atas.
Di Florida, USA metode DIW telah digunakan sejak tahun 1960-an dengan fungsi untuk
menginjeksi limbah cair berupa air limbah kota yang diolah, limbah pertanian yang tidak dapat
didaur ulang serta kasus lindi di tempat pembuangan sampah. Zona target untuk injeksi yaitu
lapisan boulder zone. lapisan ini dipilih dikarenakan merupakan lapisan terbawah pada
floridian aquifer dan memiliki tekanan balik yang relatif kecil. Biasanya, Florida DIW
menginjeksikan limbah 15 juta galon per hari.
Konstruksi DIW terdiri atas serangkaian casing yang dipasang di tanah dengan casing awal
berdiameter besar dan casing berikutnya berdiameter lebih kecil. Biasanya, terdapat tiga casing
atas untuk melindungi akuifer dan mengisolasi air limbah ke zona pembuangan yang
diinginkan. Casing bagian dalam, yang disebut tabung injeksi, dipasang sampai ke zona injeksi.
Casing yang digunakan biasanya terbuat dari paduan baja atau fiberglass untuk ketahanan
kimia yang lebih baik. Saat casing dipasang dan batu dibor, casing berikutnya dipasang dan
disemen (grouting) dengan bahan yang tahan kimia. Proses berlanjut sampai casing yang
semakin dalam. Grouting ini diharapkan dapat menjaga cairan yang disuntikkan agar tidak
keluar ke akuifer yang dilindungi (air tanah). Adapun ruang antara tabung injeksi dan casing
terakhir ditutup dengan annular. Ruang annular yang dihasilkan diisi dengan cairan non-
korosif. Fluida ini diberi tekanan untuk menunjukkan mekanisme berkelanjutan dari sumur.
Annulus dipantau untuk potensi kebocoran, yang akan tercatat sebagai kehilangan tekanan dan
segera menghentikan injeksi. Gambar di bawah ini adalah tampilan sederhana dari sistem
casing DIW yang digunakan di Florida selatan.

Gambar 5. Typical Casing System Used in South Florida for Deep Injection Wells
(sumber : Clarck / https://www.scsengineers.com/)
Metode DIW dapat digunakan untuk menginjeksi berbagai macam limbah cair, seperti limbah
penduduk yang sudah diolah, lindi TPA, air tanah yang terkontaminasi ataupun limbah cair
dari hasil buangan industri. Menurut U.S. Environmental Protection Agency, berdasarkan studi
yang dilakukan pada tahun 1989-1991 tentang resiko kesehatan dengan membandingkan
teknologi pembuangan limbah cair ke laut maupun permukaan dengan teknologi DIW. U.S.
EPA menyimpulkan teknologi DIW aman dan efektif serta menimbulkan risiko rendah yang
diterima lingkungan.
Penelitian tersebut didukung oleh penelitian pada tahun 2000-2001 oleh University of Miami
yang menyimpulkan bahwa DIW memiliki potensi paling kecil mengganggu kesehatan
manusia dibandingkan metode pembuangan ke laut maupun di permukaan. Beberapa penelitian
di Florida yang dilakukan oleh para peneliti dan praktisi di bidang sumur injeksi dalam untuk
menilai potensi sebenarnya dari sumur kota untuk mencemari air tanah. Risiko maksimum yang
teridentifikasi terkait dengan pembuangan air limbah sumur injeksi di Florida selatan adalah
potensi migrasi air limbah ke sumur penyimpanan dan pemulihan akuifer (ASR) di sekitar
sumur injeksi.
Dalam perihal biaya, metode DIW membutuhkan biaya untuk modal serta biaya operasi dan
pemeliharaan. Rancangan sumur dengan diameter 12 inchi, tabung injeksi berdiameter 8 inchi
serta kedalaman 1000 m dan dibawahnya terdapat 150 m lubang bor terbuka membutuhkan
biaya sebagai berikut (dibandingkan dengan teknologi pengolahan limbah lainnya):
Tabel 2. Life Cycle Cost Estimate for Water Treatment Technologies
(sumber: Clarck / https://www.scsengineers.com/)

Pada tabel di atas, NPV terendah dimiliki oleh metode aerated lagoon, namun hal ini tetap
dianggap berisiko dengan periode perawatan yang lama dan secara signifikan membutuhkan
lebih banyak ruang untuk kolam perawatan.

4. Kesimpulan

Injeksi CO2 & limbah cair kedalam zona deep aquifer berpotensi untuk dilakukan termasuk di
Indonesia. Injeksi limbah cair dapat menjadi opsi untuk pembuangan limbah cair jangka
panjang dan hemat biaya dengan pertimbangan adanya lapisan batuan yang layak untuk metode
ini. Injeksi CO2 akan lebih menguntungkan jika dilakukan pada depleted oil reservoir karena
dapat dimanfaatkan sebagai Enhance Oil Recovery. Penyimpanan CO2 dalam deep saline
formation dapat berkontribusi terbesar dalam mengurangi emisi CO2 namun masih perlu kajian
mengenai teknologi agar lebih ekonomis. Kebocoran CO2 menjadi ancaman penerapan
teknologi ini. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan eksperimen jangka panjang pada
kondisi yang relevan serta monitoring yang tepat. Monitoring dapat dilakukan melalui udara
dengan penginderaan jauh, dekat permukaan dan bawah permukaan.
Referensi

Bloetscher F, Muniz A (2007). Class I Injection wells in Southeast Florida : Evaluation &
Preliminary Modelling . Conference of World Environmental and Water Resources
Congress 2007. DOI: 10.1061/40927(243)189
Bustomi, Tabroni A dan Kuntoro, Prayogo. (2017). Teknologi Carbon Capture and Storage
(CCS) System Dengan Menggunakan Metode Perancangan Pinch. ITS.
Cao, Cheng., et. all. (2019). A Review of CO2 Storage in View of Safety and Cost-Effectiveness.
Journal of Energies 13(3). doi.org/10.3390/en13030600
Clark B, Kundral S & Markley M (2018).Wastewater Deep Injection Wells For Wastewater
Disposal. diakses pada 15 Desember 2020 melalui
https://www.scsengineers.com/deep-injection-wells-for-wastewater-disposal-
industries-tap-a-unique-resource/

Fang, Yang., et al. (2010). Characteristics of CO2 Sequestration in Saline Aquifers. China
University.
Firlina, Mardika. (2016). Pemanfaatan Teknologi Carbon Capture and Storage pada PLTU
dalam Upaya Mengurangi Emisi Gas Buang CO2 ke Atmosfer. ITB.

Global CCS Institute. (2020). Global Status of CCS 2020. Diunduh pada 16 Desember 2020
melalui https://www.globalccsinstitute.com/.

Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan (2020). Jumlah Limbah di Seluruh Indonesia.
Diakses pada 15 Desember 2020 melalui https://dataalam.menlhk.go.id/limbah
Lindsey, Rebecca. (2020). Climate Change: Atmospheric Carbon Dioxide. Diakses pada 9
Desember 2020 melalui https://www.climate.gov/news-features/understanding-
climate/climate-change-atmospheric-carbon-
dioxide#:~:text=Global%20atmospheric%20carbon%20dioxide%20was,%C2%B1%2
00.1%20ppm%20per%20year.
Ritchie, Hannah dan Roser, Max. (2020). Emissions by sector. Diakses pada 11 Desember 2020
melalui https://ourworldindata.org/emissions-by-sector.
Robertson, Eric P. (2010). Enhanced Coal Bed Methane Recovery and CO2 Sequestration in
the Powder River Basin. Idaho National Laboratory.
Sönnichsen, N. (2020) Capacity of operational large-scale carbon capture and storage
facilities worldwide as of 2019. Diakses pada 15 Desember 2020 melalui
https://www.statista.com/statistics/1108355/largest-carbon-capture-and-storage-
projects-worldwide-capacity/.

Anda mungkin juga menyukai