Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FERTINNOVATION

DESAIN PRESSURE SWING ADSORPTION MENGGUNAKAN ADSORBEN KAPUR


TOHOR SEBAGAI CARBON CAPTURE

Disusun oleh:
Eno Budhi Triadmaja Putra (2041420020)

POLITEKNIK NEGERI MALANG


MALANG
2023
ABSTRAK

Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) merupakan penyumbang utama pemanasan global dan
perubahan iklim yang ditimbulkan akibat pembakaran adalah karbon dioksida oleh sebab itu
perusahaan diminta untuk memonitor sumber gas rumah kaca dan menerapkan langkah-
langkah untuk mengurangi emisi tersebut dengan perhitungan dan inventarisasi. Untuk
mencegah pemanasan global lebih lanjut maka perlu dilakukan penelitian mengenai
teknologi penangkapan karbon dioksida pada gas buang industri. Keuntungan dilakukan
penangkapan gas karbon dioksida selain mengurangi emisi adalah keuntungan dari segi
ekonomi, dimana karbon dioksida dapat dijual Kembali sebagai bahan produksi industri
pupuk, makanan dan minuman, hingga industri minyak. Karena adanya keuntungan yang
besar maka penangkapan karbon dioksida pada industri perlu dipertimbangkan. Pada
penelitian ini menggunakan strategi dekarbonisasi pasca-pembakaran pressure swing
adsorption. Pressure swing adsorption ini adalah penangkapan dan pemisahan gas buang
yang umum digunakan karena teknologi yang lebih murah serta efisien. Keunggulan
terbesar pada proses ini adalah menggunakan kapur tohor sebagai media adsorpsi
(Adsorben).
1. Latar Belakang
Pemanasan global adalah proses yang meningkatkan suhu rata-rata atmosfer
bumi, lautan, dan daratan. Suhu rata-rata global di permukaan bumi telah meningkat
0,74 ± 0,18 °C (1,33 ± 0,32 °F) selama seratus tahun terakhir. Panel Antarpemerintah
tentang Perubahan Iklim (IPCC) menyimpulkan bahwa sebagian besar peningkatan
suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan
oleh peningkatan konsentrasi gas rumah kaca akibat perubahan iklim yang disebabkan
oleh manusia melalui efek rumah kaca. Meningkatnya suhu global diperkirakan akan
menyebabkan perubahan lain seperti kenaikan permukaan air laut, peningkatan
intensitas kejadian cuaca ekstrem dan perubahan jumlah dan pola curah hujan. Akibat
lain dari pemanasan global adalah dampak terhadap produktivitas pertanian, hilangnya
gletser dan punahnya banyak spesies hewan.
Strategi penangkapan karbon dioksida yang umum digunakan pada industri adalah
yaitu dekarbonisasi pasca pembakaran, dekarbonisasi pra pembakaran, dan
dekarbonisasi pra pembakaran. dan siklus oxy-fuel. Masing-masing strategi memiliki
keuntungan dan kerugian. Dekarbonisasi pasca-pembakaran merupakan metode
pemisahan CO2 pada gas buang. Selama proses ini, jumlah gas buang yang harus
diolah untuk dipisahkan dari karbon dioksida sangat besar karena karbon dioksida yang
terkandung dalam gas buang bercampur dengan nitrogen dan masuk ke udara
pembakaran. Tujuannya untuk meningkatkan penyerapan proses Aditif, dengan
konsumsi energi yang lebih rendah dan laju reaksi yang sesuai. Banyak penelitian telah
dilakukan untuk mengembangkan adsorben baru dan mengoptimalkan pengoperasian
kolom serapan.
Selama dekarbonisasi pra-pembakaran, terjadi konversi bahan bakar menjadi
karbon dioksida dan gas hidrogen. Gas hydrogen digunakan sebagai bahan bakar
sedangkan karbon dioksida yang dihasilkan dari siklus ini dipisahkan (Corradetti &
Desideri, 2005). Pemisahan karbon dioksida pada siklus ini biasanya melibatkan
penyerapan fisik atau kimia.
Siklus oxy-fuel adalah proses pembakaran bahan bakar dengan oksigen.
Pembakaran yang dilakukan tanpa adanya nitrogen dalam jumlah besar akan
menghasilkan emisi yang hanya terdiri dari karbon dioksida dan uap air. Gas buang
yang diproses untuk memisahkan karbon dioksida menjadi lebih sedikit karena tidak
adanya nitrogen. Pemisahan karbon dioksida dapat dilakukan dengan mengembunkan
air dari gas buang sedemikian rupa sehingga siklusnya hanya memerlukan sedikit
energi. Namun, dibutuhkan 7 hingga 10% energi sistem untuk memisahkan oksigen
dari udara (Zhang & Lior, 2008).
Strategi carbon capture yang telah dijabarkan diatas, selain mengurangi emisi gas
rumah kaca dan pemanasan global juga memiliki keuntungan lain. Karbon dioksida
yang telah ditangkap dapat dimanfaatkan pada bahan baku industri pupuk, makanan
dan minuman sampai industri oil gas.
Pada penelitian kali ini menggunakan strategi carbon capture dekarbonisasi pasca-
pembakaran. Strategi ini dipilih karena bisa melakukan penangkapan karbon dioksida
lebih banyak. Teknologi yang digunakan adalah pressure swing adsorption yang
merupakan pemisahan gas secara umum digunakan dan lebih murah dibandingkan
dengan carbon capture yang lain. Meskipun harga alat lebih murah penentuan kondisi
operasi menjadi kunci penyerapan gas karbon dioksida yang optimal.
Pada penelitian kevin membahas mengenai optimasi proses pressure swing
adsorption yang meliputi kondisi operasi, waktu proses terhadap jumlah karbon dioksida
yang diserap, namun penelitian ini tidak dibahas mengenai perbedaan adsorben yang
digunakan sebagai media adsorpsi.
Dengan dilakukannya perubahan adsorben untuk proses pressure swing
adsorption pada penelitian ini diharapkan selain dapat mengoptimalkan penyerapan gas
emisi karbon dioksida pada industri, juga dapat mengoptimalkan keuntungan dalam segi
ekonomi dalam penjualan karbon dioksida serta meminimalisir biaya operasi alat
pressure swing adsorption.

2. Rumusan Masalah
Desain teknologi penangkapan karbon dioksida menggunakan proses pressure
swing adsorption ini memerlukan kondisi operasi yang optimal dan jenis adsorben yang
dapat memperoleh keuntungan yang maksimal dari penggunaan teknologi ini. Dari
masalah tersebut dapat dirumuskan masalah nya adalah bagaimana merancang kondisi
adsorpsi yang optimal terhadap penangkapan dan penyerapan gas karbon dioksida
serta bagaimana pengaruh jenis adsorben terhadap keuntungan dari segi ekonomi.

3. Tujuan Penelitian
a. Menentukan desain pressure swing adsorption yang optimal terhadap penyerapan
gas karbon dioksida.
b. Menggunakan dan menganalisa adsorben kapur tohor sebagai media adsorpsi
terhadap keuntungan dari segi ekonomi.

4. Ruang Lingkup Penelitian


Hal-hal yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain: menganalisa
komponen gas buang yang didapat dari pembakaran bahan bakar di industri dengan
menggunakan stoikiometri, menentukan jenis adsorben yang digunakan yaitu kapur
tohor, menentukan kondisi operasi yang optimal untuk memperoleh keuntungan dari
jumlah karbon dioksida yang di tangkap. Variabel yang di optimalkan meliputi banyak
nya adsorben yang digunakan, waktu operasi dan tekanan proses adsorpsi yang
digunakan, menentukan kebutuhan dana untuk merancang alat pressure swing
adsorption, serta memperkecil biaya operasi.

5. Hipotesis
a. Penambahan adsroben kapur tohor sebagai media adsorpsi, jika semakin banyak
kapur tohor yang di masukkan dalam kolom adsorpsi maka akan semakin baik
untuk menangkap karbon dioksida.
b. Kondisi operasi semakin tinggi tekanan pada kolom adsorpsi maka semakin banyak
karbon dioksida yang tertangkap.

6. Metodologi
A. Permodelan Pressure Swing Adsorption

Proses penangkapan karbon dioksida menggunakan adsorpsi fluktuasi


tekanan dibagi menjadi proses adsorpsi dan desorpsi. Selama proses adsorpsi,
tekanan meningkat.. Peningkatan tekanan ini dimaksudkan agar adsorben dapat
menyerap karbon dioksida dalam aliran campuran gas. Ketika tekanan sesuai
dengan tekanan optimal adsorben, molekul yang diinginkan (dalam hal ini
karbon dioksida) akan teradsorpsi ke adsorben . Desorpsi karbon dioksida
dilakukan pada tekanan rendah. Dibutuhkan tekanan rendah untuk adsorben
agar dapat melepaskan karbon dioksida yang terserap (regenerasi adsorben).
Dari proses ini, hasil akhirnya adalah karbon dioksida dengan kemurnian tertentu
(Ko, Siriwardane dan Biegler, 2005)..
Adsorpsi merupakan proses penyerapan karbon dioksida pada gas buang
oleh adsorben. Hubungan antara massa adsorben yang dibutuhkan dengan
penyerapan karbon dioksida dapat dituliskan dalam persamaan (Pimgruber &
Leinekugel-le-Cocq, 2013).
mads =nCO 2 . K CO 2
Dimana :
NCO2 = mol karbon dioksida yang terserap (mol)
KCO2 = kemampuan penyerapan karbon dioksida (kg/mol)
Proses adsorpsi karbon dioksida membutuhkan adsorben tertentu. Pada
penelitan kali ini menggunakan adsorben kapur tohor yang umum digunakan
dalam penyerapan karbon dioksia. Dengan variabel sebagai berikut

Adsorben Diameter (mm) Void Density (kg/m3) Berat (kg)


Kapur Tohor 3 0,4 3340 100
Kapur Tohor 3 0,4 3340 150
Kapur Tohor 3 0,4 3340 200

Cross section area (S) merupakan luas penampang kolom yang mampu
ditempati adsorbent. Cross section area dapat dituliskan dalam persamaan
berikut (Pirngruber & Leinekugel-leCocq, 2013)
F feed
Stot = (1+φ)
u
Dimana:
Stot = cross section area keseluruhan (m2)
Ffeed = laju aliran feed (m3/s)
u =kecepatan komponen gas (m/s)
φ = ratio waktu desorpsi dan adsorpsi

Kemurnian adsorpsi karbon dioksida yang dibutuhkan dapat mempengaruhi


lamanya waktu adsorpsi, laju komponen gas yang dibutuhkan, dan panjang
kolom yang dibutuhkan.. Kemurnian karbon dioksida yang dibutuhkan dapat
dituliskan sebesar menurut persamaan berikut (Pirngruber & Leinekugel-leCocq,
2013)

( 1−C A ) t A
pur=
( 1−C A ) t A + ( 1−Y ) ε t C
Dimana:
CA = 1-capture rate komponen gas yang di adsorpsi
y = fraksi mol zat yang di adsorpsi pada feed
tC =waktu kontak (s)
tA = waktu adsorpsi (s)
ε = bed void

Waktu kontak (tC) adalah lamanya komponen gas yang akan di adsorpsi
mengalami kontak dengan adsorbent.
L
t C=
u
Dimana :
L = panjang kolom (m)
U = kecepatan komponen gas (m/s)

Jumlah mol karbon dioksida yang di adsorpsi oleh adsorbent dalam waktu tA
dapat dituliskan sebagai berikut (Pirngruber & Leinekugel-le-Cocq, 2013).
pA
nCO2= y C O . F feed . .t .0,9
2
RT A
Dimana:
nCO2 = jumlah mol karbon dioksida yang diadsorpsi (mol)
yCO2 = fraksi mol karbon dioksida pada masukan kolom
PA = tekanan adsorpsi (bar)
R = konstanta gas ideal
tA = waktu adsorpsi (s)

Berdasarkan penelitian Turton dkk (2008), dari panjang dan diameter kolom
dapat ditentukan harga modul pressure swing adsorption yang digunakan
(Susarla, et al., 2015).
586
BMC=4 ,65 . . M . N . PC
397
Dimana:
BMC = harga modul pressure swing adsorption (USD)
M = jumlah pressure swing adsorption yang digunakan
N = jumlah kolom pada satu pressure swing adsorption
Log(PC) = 3,497 + 0,448 log(Vol) + 0,107 [log(Vol)]2
Untuk mengetahui besarnya pressure drop akibat panjang kolom dapat
digunakan persamaan Ergun
2 2
∆ p 150uμ (1−ε ) ρg u 1−ε
= 2 3
+1 ,75
L dp ε dp ε3

Dimana:
Δp = pressure drop (Pa)
L = panjang kolom (m)
dp = diameter partikel (m)
μ = viskositas fluida (Pa s)
ρg = massa jenis gas (kg/m3)
ε = bed void
Persamaan Ergun menunjukkan bahwa penurunan tekanan dipengaruhi oleh
kecepatan gas, sedangkan kecepatan gas yang dibutuhkan dipengaruhi oleh
panjang kolom dan waktu adsorpsi. Semakin banyak CO2 yang teradsorpsi
maka semakin tinggi laju yang diperlukan untuk mendapatkan lebih banyak CO2
yang bersentuhan dengan adsorben, sehingga dari persamaan Ergun terlihat
bahwa penurunan tekanan dapat dipengaruhi oleh banyaknya CO2 yang diserap
oleh adsorben.. Melihat pengaruh kecepatan terhadap jumlah CO2 yang
diserap.. Besarnya energi yang dibutuhkan untuk mendorong gas akibat
penurunan tekanan saat gas melewati kolom dapat dituliskan sebagai berikut
(Seferlis & Papadopoulos, 2017)

P=
p 1 Qk
eff (k −1) [( p2
p1 )
( k−1
k )
−1
]
Dimana:
P = daya yang dibutuhkan untuk mendorong gas (watt)
p1 = p2 + Δp (Pa)
p2 = tekanan adsorpsi (Pa)
Q = laju aliran fluida (m3/s)
K = specific heat ratio
eff = efisiensi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ling, J et al.(2014) memberikan
daya yang diperlukan untuk meningkatkan tekanan untuk adsorpsi, p1
menggunakan tekanan atmosfer, untuk desorpsi kemudian p2 menggunakan
tekanan atmosfer (Ling, et al, 2014).
Selain proses yang telah disebutkan, model adsorpsi dengan variasi tekanan
juga dipengaruhi oleh adsorben yang digunakan. Adsorben adalah padatan yang
dapat menyerap komponen gas tertentu. Dalam hal ini digunakan adsorben
untuk menyerap CO2. Adsorben yang digunakan pada penelitian ini terbagi
menjadi tiga jenis yaitu kapur tohor 100 kg, 150 kg dan 200 kg. Ketiga adsorben
ini biasa digunakan untuk menyerap CO2.

7. Dugaan Hasil dan Dampak


Kemampuan penyerapan karbon dioksida pada tekanan operasi dan berat kapur
tohor yang digunakan

Kapur Tohor (100 kg) Kapur Tohor (150 kg) Kapur Tohor (200 kg)
Tekanan CO2 yang Tekanan CO2 yang Tekanan CO2 yang
(Atm) diserap (Atm) diserap (Atm) diserap
(mol/kg (mol/kg (mol/kg
adsorben) adsorben) adsorben)
1 0,18 1 0,30 1 1,0
1,5 0,21 1,5 0,45 1,5 1,3

2 0,27 2 0,5 2 1,7

Pada table dapat dilihat bahwa semakin tinggi tekanan adsorpsi maka semakin
tinggi kemampuan penyerapan karbon dioksida, dan semakin banyak adsorben
kapur tohor yang digunakan maka penyerapan karbon dioksida semakin banyak.
Hal ini sesuai dengan penggunaan adsorben pada kolom adsorpsi dan
desorpsi pressure swing. Proses adsorpsi pressure swing menggunakan tekanan
tinggi untuk mampu menyerap CO2 lebih banyak. Proses pada kolom desorpsi
menggunakan tekanan rendah, hal ini mengakibatkan semakin rendahnya
kemampuan adsorben dalam menyerap CO2, sehingga pada saat proses adsorpsi
terjadi fluktuasi tekanan dimana tekanan bervariasi dari tekanan tinggi ke tekanan
rendah, CO2 diserap pada suhu tinggi tekanan, akan dilepaskan pada tekanan
rendah karena berkurangnya kapasitas penyerapan.

8. Analisa Ekonomi
Modal yang diperlukan dalam pembangunan carbon capture berbasis adsorpsi
menggunakan kapur tohor diperkirakan sebanyak 165,4 milyat rupiah dengan rincian
sebagai berikut:

Keterangan Persentase Nilai


Direct Cost
Pengadaan alat 100 Rp 27.509.714.666,92
Instrumentasi dan control 36 Rp 9.903.497.280,09
Instalasi 47 Rp 12.929.565.893,45
Perpipaan 68 Rp 18.706.605.973,50
Pelistrikan 11 Rp 3.026.068.613,36
Bangunan 18 Rp 4.951.748.640,04
Service facilities 70 Rp 19.256.800.266,84
Tanah 18 Rp 4.951.748.640,04
Direct Cost 368 Rp 101.235.749.974,25
Indirect Cost
Engineering & Supervision 33 Rp 9.078.205.840,08
Construction expanses 41 Rp 11.278.983.013,44
Legal expanses 4 Rp 1.100.388.586,68
Ongkos kontraktor 22 Rp 6.052.137.226,72
Biaya tak terduga 44 Rp 12.104.274.453,44
Indirect Cost 144 Rp 39.613.989.120,36
Fixed Capital Investment 512 Rp 140.849.739.094,61
Working Capital Investment 89 Rp 24.483.646.053,55
Total Capital Investment 601 Rp 165.333.385.148,16

Kebutuhan bahan baku tiap tahun dapat dituliskan sebagai berikut:

Total biaya produksi untuk setiap tahunnya dihitung per kilogram produk dapat dllihat
pada tabel berikut:
Produk : CO2
Waktu operasi : 330 hari/tahun
7920 jam/tahun
Kapasitas : 150.000 ton/tahun
150.000.000 kg/tahun
Rate or
Suggeste Cost per rate or Calculated
No. quantity per Unit
d factor quantity unit values
year
1 Raw material
Kapur Tohor 0,005 kg Rp 25.000,00 Rp 133,01
NaOH 0 0,432 kg Rp 27.720,00 Rp 11.970,00
MEA 0 0,031 kg Rp 81.000,00 Rp 2.511,58
Total Rp 14.614,59
2 Operating labor Rp 14,40
3 Operating supervision 0,15 of operating labor Rp 2,16
4 Utilities Rp -
3
Water 0,003145759 m Rp 12.000,00 Rp 37,75
Electricity 0,001056189 kWh Rp 1.699,53 Rp 1,80
5 Maintenance and repairs 0,07 of FCI Rp 77,17
6 Operating suppliers 0,15 of maintenance and repairs Rp 11,58
7 Laboratory charges 0,15 of operating labor Rp 2,16
8 Royalties 0,04 of TPC without depreciation Rp 762,20
Total variable production costs Rp 15.523,80
9 Depreciation-calculated separately below
Taxes (property) 0,02 of FCI Rp 18,78
Financing (interest) 0 of FCI Rp -
Insurance 0,01 of FCI Rp 9,39
Rent 0 of FCI Rp -
Depreciation 0,1 of FCI Rp 93,92
Fixed charges Rp 122,09
Plant overhead cost (60% of operating labor, supervision, maintenance & repair) Rp 56,24
10 Administrative costs 0,05 of TPC Rp 957,45
11 Distribution and marketing costs 0,1 of TPC Rp 1.914,89
12 Research and Development 0,03 of TPC Rp 574,47
General expenses Rp 3.446,81
Total product cost Rp 19.148,94

Dari tabel di atas didapatkan harga pokok produksi untuk tiap kg produk adalah Rp
19,148,94. Diperkirakan produk dijual dengan harga Rp 20.000 per kg didapatkan hasil
pendapatan sebagai berikut:
Nama Hasil
Harga jual (per ton) Harga jual (1 tahun)
Produk (ton)
CO2 149973,12 Rp 20.000.000,00 Rp 2.999.462.400.000,00
Harga Jual Produk Rp 2.999.462.400.000,00

Adapun analisa kelayakan pendirian plant diukur dari berbagai parameter, yaitu Laba
kotor, laba bersih, rate of return, pay out time, break even point, shutdown point, dan
internal rate of return sebagai berikut:
Laba kotor = Rp 127.635.764.965
Pajak pendapatan = Rp 38.235.729.489,68
Laba bersih = Rp 89.400.035.475,92

Rate of return adalah persentase laju pengembalian modal. Pada umumnya, industri
kimia dikatakan memiliki pengembalian yang cepat jika ROR > 44%.
ROR sebelum pajak = 77,2% (pengembalian cepat)
ROR setelah pajak = 54,07% (pengembalian cepat)

Pay out time adalah waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal. Pada
umumnya, industri kimia dikatakan memiliki waktu pengambalian modal yang cepat < 2
tahun.
POT sebelum pajak = 1,167 tahun (pengembalian cepat)
POT setelah pajak = 1,598 tahun (pengembalian cepat)

Break even point adalah kapasitas dimana pabrik tidak laba atau rugi, artinya total
penjualan sama dengan total ongkos produksi. Suatu pabrik kimia layak didirikan jika
BEP antara 40-60%. Sedangkan shutdown point terjadi apabila jumlah kerugian pada
daerah rugi sama dengan pengeluaran tetap atau fixed charges. Pada kondisi ini,
ebenarnya pabrik tidak betul-betul rugi karena masih ada fixed charges yang
diantaranya ada komponen depressiasi alat yang uangnya dikembalikan ke
perusahaan. Namun sebaiknya pabrik sudah tidak dioperasikan lagi.
Break Even Point = 58,61% (layak untuk didirikan)
Shut Down Point = 52,67%

Adapun cash flow tiap tahun (untuk 10 tahun operasi) dapat dilihat pada tabel berikut:
Discounted Cash
Tahun ke- Depresiasi Cash Flow
Flow
0 Rp - -Rp 371.866.502.186 -Rp 371.866.502.186
1 Rp 14.084.973.909 Rp 81.148.750.516 Rp 65.892.396.536
2 Rp 14.084.973.909 Rp 94.550.505.838 Rp 62.340.572.877
3 Rp 14.084.973.909 Rp 103.485.009.385 Rp 55.403.581.716
4 Rp 14.084.973.909 Rp 103.485.009.385 Rp 44.987.442.847
5 Rp 14.084.973.909 Rp 103.485.009.385 Rp 36.529.588.002
6 Rp 14.084.973.909 Rp 103.485.009.385 Rp 29.661.850.399
7 Rp 14.084.973.909 Rp 103.485.009.385 Rp 24.085.280.378
8 Rp 14.084.973.909 Rp 103.485.009.385 Rp 19.557.132.245
9 Rp 14.084.973.909 Rp 103.485.009.385 Rp 15.880.297.661
10 Rp 14.084.973.909 Rp 140.671.659.604 Rp 17.528.359.526
Dengan menggunakan iterasi, didapatkan IRR = 23,15%.
Suku bunga bank ICBC digunakan sebagai acuan karena memiliki bunga deposit
terbesar yaitu 6,4%. IRR yang dihasilkan 3,6 kali lebih besar dari bunga bank sehingga
sangat dimungkinkan investor tertarik untuk berinvestasi di plant ini daripada menabung
uangnya di bank.

Anda mungkin juga menyukai