Disusun Oleh :
Erena Rosetta Puspitaningtyas (1610501019)
Faraida Izza Nailul Amani (1610501046)
Sistem Tenaga Listrik / Semester 5
Dosen Pengampu : Deria Pravitasari, S.T., M. Eng.
1
Teknologi Carbon Capture and Storage (CCS)
Secara singkat, Carbon Capture and Storage (CCS) adalah proses menginjeksikan
CO2 kedalam tanah. Penerapan teknologi CCS ini dibagi menjadi beberapa tahapan
yaitu capture, separation, transport, storage, dan monitoring[3], yang meliputi :
1. Capture (Penangkapan)
CO2 ditangkap (capture) dari penghasil CO2 yang besar misalnya pembangkit
listrik berbahan bakar fosil. Ada 3 cara yang umum digunakan, yait post-
combustion (setelah pembakaran), pre-combustion (sebelum pembakaran), dan
oxy-fuel combustion.
2. Separation (Pemisahan)
Pada tahap ini, CO2 dipisahkan dari gas buang/bahan bakar sebelum
ditransportasikan. Ada beberapa cara yang umum digunakan, yaitu absorption,
adsorption, chemical looping combustion, membrane separation, hydrate-
based separation, dan cryogenic distillation.
3. Transport CO2 (pemindahan CO2).
Setelah proses pemisahan, milyaran ton emisi CO2 dikompresi menjadi cair
agar mudah diangkut ke tempat penyimpanan yang sesuai. Untuk
penyimpanan di tambang migas offshore. CO2 diangkut melalui jalur pipa
offshore, menggunakan kapal atau kombinasi keduanya.
4. Storage (Penyimpanan)
Tempat penyimpanan paling praktis untuk menyimpan emisi karbon dalam
jumlah banyak biasanya reservoir minyak atau gas yang sudah tua.
5. Monitoring (Pemantauan)
Memantau dan memverifikasi jumlah CO2 yang tersimpan sangatlah penting
jika penyimpanan CO2 digunakan untuk memenuhi komitmen nasional dan
atau internasional sebagai dasar perdagangan emisi. Setiap tempat
penyimpanan CO2 harus diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya kebocoran
CO2 dari tempat penyimpanan.
Adapun beberapa metode penerapan CCS yaitu:
1. Penginjeksian CO2 ke dalam batuan reservoir pada ladang-ladang migas untuk
kepentingan menyimpan CO2 sekaligus meningkatkan produksi minyak.
2
Teknologi ini dikenal dengan nama teknologi EOR (Enhanced Oil Recovery).
Teknologi ini terutama diterapkan pada sumur-sumur migas yang sudah lemah
tenaga waduknya (reservoir drive), atau dikenal dengan nama depleted
reservoir.
2. Penginjeksian CO2 ke dalam batubara yang tak dapat diambil (unmineable
coal). Penginjeksian ini dimaksudkan untuk menyimpan CO2 sekaligus untuk
meningkatkan produksi CBM (Coal Bed Methane).
3. Penginjeksian CO2 ke dalam akifer dalam berair asin. Penginjeksian ini
semata-mata untuk keperluan penyimpanan CO2 tanpa ada maksud untuk
meningkatkan produksi migas ataupun CBM.
4. Pemerangkapan atau karbonasi mineral dengan menggunakan batuan ofiolit
atau batuan basa – ultrabasa. CO2 di atmosfer akan bereaksi dengan batuan
ofiolit dengan membentuk mineral karbonat. Sebenarnya reaksi ini secara
alami sudah berlangsung, namun diperlukan waktu yang lama sekali untuk
dapat
terjadinya reaksi antara gas CO2 di atmosfer dengan batuan ofiolit. Oleh karena
itu pada saat ini berbagai ahli sedang melakukan penelitian untuk mempercepat
proses reaksi tersebut (Bachri, 2008; 2010).
III. PENERAPAN TEKNOLOGI CCS DI INDONESIA
Professor Geologi Universitas Edinburgh, Stuart Haszeldine mengungkapkan
"Cukup banyak tempat penyimpanan potensial di bumi ini. Yang diperlukan adalah
reservoir berpori dan berlapis yang ditutup batuan lumpur dan garam, kedua bahan
yang mudah dicari di dunia." Saline aquifers merupakan batuan berpori berisi air
yang sangat asin. Lapisan ini dapat menjadi tempat untuk menyimpan CO 2. Studi
Geologi menunjukkan bahwa terdapat banyak lapisan saline aquifers yang
berpotensi menampung semua emisi CO2 di Eropa sampai abad berikutnya.
Peneliti dari Lemigas, Leti Brioleti mengatakan CO2 tidak hanya dihasilkan dari
pengoboran kilang migas tapi juga bersumber dari industri baja, semen, petro
chemical, LNG, Automotiv, pembakaran hutan, Biomass, juga perumahan. Khusus
lapangan migas di Indonesia, diperkirakan emisi CO2 terbesar berada di lapangan
3
migas Natuna (60% ), Jawa (20%), Kalimantan(14%), Sumatra (12%) dan Papua
(2%) [4].
Secara umum, terdapat beberapa sumber emisi CO2 di Indonesia [5], antara lain :
Kesimpulan yang dapat diambil, yaitu : penempatan lokasi CCS di Indonesia bagian
barat hendaknya memperhatikan keberadaan sesar-sesar lokal aktif. Penerapan
teknologi EOR tepat karena ketersediaan sumber emisi CO2 dari ladang-ladang
migas keberadaan sumur-sumur tua relatif tinggi. Selain itu, penggunaan lapisan
batubara dalam (reservoir CBM) dapat menjadi alternatif masa depan untuk wilayah
Indonesia bagian barat. Lalu, mineral trapping dapat dijadikan pilihan yang tepat
untuk wilayah Indonesia bagian timur, mengingat banyaknya ketersediaan batuan
ofiolit. Di bidang pembangkit, penggunaan akifer berair asin dapat diaplikasikan
untuk menyimpan CO2 yang dihasilkan PLTU. Maka dari itu, perlu adanya kegiatan
penelitian mengenai sesaran akifer air asin di seluruh wilayah Indonesia.
4
REFERENSI
[1] Widjanarko, Stephanus dan Bachtiyor Ubaydullaev. 2011. The Role of Carbon
Capture and Storage in the Global Energy Portfolio. International
Jurnal Technology. Vol._. No. 1. Hal : 65-73. [diakses pada tanggal
24 Oktober 2018]
[2] Sulaiman, Stefanno Reinard. 2015. CCS, Teknologi Tepat Hadapi Susutnya
Cadangan Minyak Dunia.
<regional.kompas.com/read/2015/02/17/140230026/
CCS.Teknologi.Tepat.Hadapi.Susutnya.Cadangan.Minyak.Dunia>
[diakses pada tanggal 27 Oktober 2018]
[5] Nugroho, Hadi dan Syaiful Bachri. 2015. Geologi Indonesia Bagian Barat dan
Bagian Timur serta Kaitannya dengan Prospek Carbon Capture
and Storage (CCS). Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral Vol.
16 No. 3. Hal :151 – 159. [diakses pada tanggal 24 Oktober 2018]