Anda di halaman 1dari 57

PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Perencanaan Bangunan Lepas Pantai merupakan salah satu bidang ilmu rekayasa yan
dimanfaatkan sebagai tugas rekayasa yang wajib dibuat oleh seluruh mahasiswa program studi
Teknik Kelautan Universitas Hasanuddin sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana
Teknik.
Kecenderungan yang perlu diperhatikan dalam perencanaan Bangunan Lepas Pantai
adalah proses perancangan struktur yang banyak diformulasikan dalam prosedur yang logis,
yakni keputusan dalam penetapan variabel-variabel perancangan (material, konfigurasi,
pengaturan tataruang, susunan kontruksi) tetap dalam control perancang. Sehubungan dengan
itu, variasi target perancangan yang dicapai telah bertambah yang bila di masa lalu berat
struktur dan biaya awal adalah merupakan faktor yang perlu dipikirkan maka target baru telah
mulai ditinjau yakni mengenai factor ketepatan dalam hal fungsi stuktur (functionality) sampai
pada factor kemudahan dalam pembongkaran kembali struktur (Disposability).
Meningkatnya kebutuhan penduduk akan minyak dan gas mendorong berkembangnya
industri-industri pengeboran minyak di seluruh dunia. Dan patut disadari bahwa, ketersediaan
minyak dan gas sangat terbatas, selain itu berkembang pula berbagai usaha penelitian dan
pencarian ladang-ladang minyak dan gas yang akhir-akhir ini cenderung pada daerah lepas
pantai. Hal ini menimbulkan perkembangan di bidang konstruksi bangunan lepas pantai.
Dibandingkan dengan konstruksi sipil dan bangunan kapal, teknologi konstruksi bangunan
lepas pantai merupakan suatu bidang rekayasa yang relative muda. Perbedaan itu meliputi
beberapa pertimbangan khususya itu dalam hal transportasi struktur kelokasi, pelaksanaan
instalasi dan kemampuan struktur dalam menahan beban lingkungan selama waktu
pengoperasian. Umumnya biaya fabrikasi dan pengoperasian bangunan lepas pantai sekitar 5
sampai 10 kali lebih besar dibanding dengan bangunan darat pada umumnya. Namun hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain letak lading minyak gas itu sendiri, kedalaman
laut daerah operasi, dan jarak daerah operasi dari daratan.
Dewasa ini masing-masing negara di dunia bersaing dalam mengembangkan teknologi
bangunan lepas pantai dan industry perminyakan dan gas untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri atau untuk diekspor ke negara lain. Oleh karena itu, diperlukan
kerjasama yang baik antara institusi pendidikan/ilmiah dengan berbagai industri perminyakan
dan gas beserta dukungan yang kontinu dari pemerintahan setempat.
RETNO AYU K/ D321 15 005 1
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

I.2. Maksud Dan Tujuan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka direncanakan suatu bangunan lepas pantai. Pada
perencanaan ini akan direncanakan tipe Fixed Offshore Platform dengan produksi rata-rata
83000 BOPD untuk lokasi Perairan Jawa dengan kedalaman 101,5 feet.
Dalam perencanaan ini akan dianalisis :
a. Berat dan luasan geladak dari struktur.
b. Jumlah dan dimensi tiang pancang yang akan digunakan.
c. Jenis material serta pola perangkaan yang akan digunakan pada struktur.
d. Dimensi jacket.
e. Beban lingkungan yang bekerja pada struktur.

I.3. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pada perencanaan ini adalah :


a. Arah gelombang yang datang searah dengan sumbu global struktur (sumbu x).
b. Arah angin dominan adalah searah dengan sumbu global sruktur (sumbu x).
c. Keadaan permukaan pada seabed adalah merata.
d. Gaya yang bekerja pada struktur dianggap sebagai beban terbagi merata.

I.4. Manfaat

a. Memberikan wawasan dan pengalaman tentang bagaimana mendesain sebuah struktur tipe
Fixed Offshore Platform yang memenuhi kaidah-kaidah struktur yang berlaku.
b. Sebagai sarana latihan (exercise) bagi mahasiswa dalam merancang suatu struktur BLP.
c. Laporan hasil perencanaan BLP ini diharapkan bisa menjadi referensi alternative bagi
mahasiswa yang akan mengerjakan tugas perencanaan BLP di masa-masa mendatang.

RETNO AYU K/ D321 15 005 2


PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

BAB II
PRARANCANGAN

II.1. LANDASAN TEORI

Perancangan merupakan pemikiran dasar yang menyangkut proses identifikasi sejumlah


kriteria yang berkaitan dengan kemampuan produksi, kinerja dan keamanan serta
keseimbangan antara pemenuhan berbagai target. Perancangan struktur anjungan lepas pantai
merupakan pemikiran dasar untuk mengambil keputusan dalam memilih tata letak, geometri,
bahan dan ukuran struktur yang layak. Pendekatan yang diterapkan dalam prosedur
perancangan menggunakan “spiral perancangan”.

Langkah paling awal dalam konsep perancangan adalah penentuan target. Target-target
perancangan yang mendifinisikan kemampuan struktrur untuk memenuhi tujuan operasinya
diantaranya adalah : functionality (kemampuan difungsikannya struktur), habitability (nilai
mutu dari struktur dalam memberikan kenyamanan), reliability (nilai keandalan struktur),
availability (nilai yang proporsi dari struktur untuk keseluruhan umur operasional), safety
(kemampuan struktur untuk tetap selamat selama pengoperasian)dan damage tolerance (
kemampuan struktur untuk selamat dari tingkatan kerusakan yang ekstrim pada suatu periode
tertentu).

Sedangkan terget-target yang mendefinisikan nilai ekonomis struktur adalah : producibility


(kemudahan dalam membangun, mereparasi dan meletakkan struktur di lokasi operasional),
inspectability (kemudahan untuk melakukan pemeriksaan terhadap struktur), maintainability
(kemudahan untuk merawat struktur), disposability (kemudahan untuk membongkar struktur),
cost (biaya pembangunan dan selama pengoperasian struktur) dan weight (berat struktur yang
berpengaruh pada biaya pembelian material). Dimana target-target di atas saling berkaitan satu
dengan lainnya.

Ada beberapa faktor dasar yang mempengaruhi konsep sebuah perancangan struktur
khususnya struktur bangunan lepas pantai, yaitu :

a. Riset lapangan, peramalan permintaan


b. Analisa kecenderungan pasar
c. Perkembangan teknologi metode-metode perancangan
Perubahan-perubahan peraturan yang berlaku:

RETNO AYU K/ D321 15 005 3


PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

a. Inovasi baru
b. Perkembangan teknologi material dan fabrikasi
c. Perubahan dalam pendanaan oleh pemerintah dan dukungan terhadap industri
Kriteria yang terpenting dalam perancangan konstruksi bangunan lepas pantai adalah harus
dapat menahan beban vertikal sebagai akibat dari beban fungsional., berat struktur dan fasilitas
pendukung lainnya, serta dapat menahan beban horizontal sebagai akibat dari beban
lingkungan. Selain itu pula sebuah konstruksi bangunan lepas pantai harus memiliki sifat tahan
terhadap beban statis dan beban dinamis serta tahan terhadap kelelahan. Adapun prosedur
perancangan bangunan lepas pantai adalah sebagai berikut :

1. Penentuan lokasi dan karakteristik lingkungan dalam besaran-besaran angka


2. Pemilihan konfigurasi struktur (geometri, bahan struktur dan ukuran awal)
3. Analisa respon struktur terhadap gaya-gaya yang bekerja untuk memeriksa unjuk
kerja struktur terhadap kondisi kerjanya
4. Telah dan evaluasi akhir terhadap struktur yang direncanakan hingga diperoleh
besaran-besaran respons (tegangan, lendutan, frekuensi natural dan sebagainya) dalam
batas-batas yang diizinkan oleh peraturan yang ada.
Perancangan struktur khususnya struktur bangunan lepas pantai dewasa ini lebih diarahkan
pada efektifitas biaya baik pada saat pembangunan maupun selama umur pengoperasiannya.
Begitu pula dengan keselamatan kerja dan konstruksi yang ramah lingkungan mendapatkan
perhatian yang serius akhir-akhir ini.

II.2. Penentuan Lokasi Geografis dan Karakteristik Lingkungan


A. Lokasi Geografis
Banyaknya kandungan minyak maupun gas pada suatu lokasi merupakan alasan
utama dibangunnya konstruksi pengeboran khususnya bangunan lepas pantai. Penentuan
letak struktur tentunya dipengaruhi oleh keadaan atau kondisi setempat yang nantinya
merupakan hal penting dalam pemilihan jenis konstruksi, pondasi yang sesuai, jumlah
sumur yang dibutuhkan untuk pengeboran dan juga penentuan metode pengangkutan
konstruksi ke lokasi dan pengangkutan minyak maupun gas itu sendiri menuju tempat
pemasaran atau pendistribusian. Untuk mengetahui kondisi minyak maupun gas dalam
tanah dapat dilihat dalam peta cekungan minyak bumi, tentunya dengan mengadakan
tinjauan lokasi lebih lanjut.

RETNO AYU K/ D321 15 005 4


PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

Lokasi yang mengandung minyak maupun gas belum tentu layak untuk
dieksploitasi, kaitannya dengan perkiraan ekonomis terhadap pembangunan konstruksi
bangunan lepas pantai. Perkiraaan ekonomis tersebut harus tepat mengingat mahalnya
biaya konstruksi sebuah struktur bangunan lepas pantai. Dalam hal ini besar jumlah
kandungan minyak maupun gas pada suatu lokasi sangat menentukan layak tidaknya
untuk dieksploitasi.

B. Penentuan Karakteristik Lingkungan

Karakteristik lingkungan yang dimaksud adalah kondisi lingkungan yang timbul di


mana struktur bangunan lepas pantai itu akan dioperasikan. Kondisi lingkungan itu
diperoleh pada saat tinjauan lokasi dan dilakukan secara berkala untuk mendapatkan data
atau informasi yang lebih akurat. Data-data tersebut mewakili gejala alam yang mungkin
timbul selama pengoperasian bangunan lepas pantai dalam bentuk angka. Kondisi
lingkungan di mana struktur bangunan lepas pantai akan dioperasikan harus dibedakan
dalam dua kategori, yaitu kondisi lingkungan normal atau kondisi yang diperkirakan
sering terjadi dan kondisi lingkungan ekstrim atau kondisi yang jarang terulang.

Salah satu data kondisi lingkungan yang utama adalah kedalaman perairan. Dalam
banyak hal data ini merupakan tolak ukur berbagai persyaratan yang harus dipenuhi dalam
penentuan konfigurasi struktur bangunan lepas pantai. Muka air pasang dan muka air surut
juga merupakan parameter penting yang mempengaruhi kedalaman perairan.

Berikut ini adalah bagian dari gejala alam yang juga merupakan beban lingkungan
yang dialami struktur bangunan lepas pantai di lokasi tempat pengoperasian :

1. Gelombang
Gelombang merupakan sumber utama dari beban lingkungan yang diderita oleh
anjungan lepas pantai. Dalam perancangan konstruksi bangunan lepas pantai,
karakteristik gelombang yang digunakan adalah pada kondisi lingkungan normal untuk
menentukan parameter gelombang rata-rata dan kondisi lingkungan ekstrim yang
diperkirakan terjadi periode perulangan dalam waktu 100 tahun. Parameter-parameter
yang diperoleh dari gelombang adalah tinggi gelombang, periode gelombang, panjang
gelombang dan elevasi puncak gelombang serta parameter lain yang mendukung.

2. Angin
RETNO AYU K/ D321 15 005 5
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

Parameter angin paling utama adalah kecepatan angin. Data angin yang diperoleh
harus disesuaikan dengan kecepatan angin pada ketinggian standart (ketinggian
acuan/referensi)yaitu 10 m atau 33 ft diatas permukaan air rata-rata dengan interval waktu
yang ditentukan. Terdapat dua tipe kecepatan angin yaitu gust (kecepatan angin rata-rata
dalam interval waktu kurang dari satu menit) dan sustained (kecepatan angin rata-rata
dalam interval waktu satu menit atau lebih). Namun penting pula diperhatikan adalah
frekuensi dan lama berlangsungnya kecepatan angin di lokasi.

3. Arus
Seperti halnya angin, parameter paling utama dari arus adalah kecepatannya. Selain
itu juga, arah terpaan arus juga merupakan variabel penting yang berguna untuk
perencanaan pengoperasian anjungan lepas pantai. Perhitungan arus memiliki banyak
pengaruh terhadap penentuan letak dan arah kedudukan sandaran kapal serta gaya
dinamis yang diderita anjungan lepas pantai.

II.3. Pemilihan Konfigurasi Struktur (Geometri, Bahan Struktur dan Ukuran Awal)
A. Pemilihan Konstruksi :
Berdasarkan konstruksinya, bangunan lepas pantai dibedakan atas tiga jenis, yaitu

1. Struktur Terpancang; seperti Jacket Steel Platform, Grafity Platform


Platform ini dibangun di atas kaki baja (jacket leg) atau beton, atau keduanya,
tertanam langsung ke dasar laut, menopang bangunan atas (dek/topside) dengan ruang
untuk rig pengeboran, fasilitas produksi dan tempat tinggal pekerja. Platform tersebut,
berdasarkan kekakuannya, dirancang untuk penggunaan waktu yang sangat panjang
(hingga 50 tahun). Dapat dilihat pada gambar 2.1 dan gambar 2.2 dibawah ini :

RETNO AYU K/ D321 15 005 6


PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

Gambar 2.1 Gravity Platform Gambar 2.2 Jacket Steel Platform


2. Struktur Terapung; seperti Semi Submersible, Jack Up, Drill Ship
Semi Submersible Platform memiliki lambung (kolom dan ponton) apung yang
cukup membuat struktur untuk mengapung (seperti kapal), tetapi juga cukup berat untuk
menjaga struktur tetap tegak dan stabil. Semi-submersible platform dapat dipindahkan
dari satu tempat ke tempat lain, dapat dinaikkan atau diturunkan dengan mengubah
jumlah air di tangki apung. Sedangkan Jack-up Drilling Unit yang dapat berpindah (atau
biasa disebut jack-up), seperti namanya, adalah rig yang bisa didongkrak di atas laut
dengan menggunakan kaki-kaki yang dapat diturunkan, seperti jack. Platform ini
biasanya digunakan di kedalaman air hingga 400 kaki (120 m), meskipun beberapa
desain bisa digunakan pada kedalaman 550 ft (170 m). Platform ini dirancang untuk
berpindah dari satu tempat ke tempat lain, dan kemudian menancapkan dirinya dengan
mengerahkan kaki ke dasar laut menggunakan roda gigi (gearbox) di setiap kaki. Dapat
dilihat pada gambar 2.3 dan gambar 2.4 di bawah ini :

RETNO AYU K/ D321 15 005 7


PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

Gambar 2.3 Semi Submersible Gambar 2.4 Jack Up Platform

3. Struktur Lentur; seperti Tension Leg Platform, Guyed Tower


TLP adalah platform mengambang yang ditambatkan ke dasar laut untuk
menghilangkan gerakan yang paling vertikal pada struktur. TLP digunakan di
kedalaman air hingga sekitar 6.000 kaki (2.000 m). TLP "konvensional" adalah desain
4-kolom yang terlihat mirip dengan semisubmersible. Dapat dilihat pada gambar 2.5 di
bawah ini :

Gambar 2.5 Tension Leg Platform


FPSO (floating production, storage, dan offloading system) terdiri dari struktur
monohull besar, pada umumnya (tetapi tidak selalu) berbentuk kapal, dilengkapi dengan
fasilitas pengolahan minyak dan gas bumi. Platform ini ditambat ke lokasi untuk waktu
yang lama, dan tidak benar-benar mengebor minyak atau gas. Beberapa varian dari
aplikasi ini, yang disebut FSO (floating storage offloading) atau FSU (floating storage
RETNO AYU K/ D321 15 005 8
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

unit), yang digunakan secara eksklusif untuk tujuan penyimpanan, dan hanya memiliki
peralatan proses yang sangat sedikit. Dapat dilihat pada gambar 2.6 di bawah ini :

Gambar 2.6 Floating Production and Storage Offloading


Drillship adalah kapal maritim yang telah dilengkapi dengan peralatan
pengeboran. Platform ini paling sering digunakan untuk eksplorasi pengeboran minyak
baru atau sumur gas di perairan dalam, tetapi juga dapat digunakan untuk pengeboran
ilmiah. Versi awal dibangun pada lambung kapal tanker yang dimodifikasi, namun
desain yang sesuai dengan tujuannya sudah digunakan saat ini. Drillship Kebanyakan
dilengkapi dengan sistem positioning yang dinamis (dynamic positioning) untuk
mempertahankan posisi di atas sumur yang dibor. Drillship dapat mengebor di
kedalaman air hingga 12.000 ft (3.700 m). Dapat dilihat pada gambar 2.7 di bawah ini

Gambar 2.7 Drill Ship


Struktur bangunan lepas pantai juga dapat dibedakan jenisnya berdasarkan lama
pemakaiannya, yaitu :

RETNO AYU K/ D321 15 005 9


PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

1. Konstruksi Permanen atau konstruksi yang dibangun untuk dioperasikan dalam


jangka waktu yang lama pada suatu lokasi kerja (biasanya 20 hingga 30 tahun) dan
tidak dimaksudkan untuk dipindahkan pada lokasi kerja yang lain.
2. Konstruksi Bergerak (Mobile Units) atau konstruksi yang dibangun untuk
dioperasikan hanya beberapa waktu saja (beberapa minggu atau beberapa bulan),
kemudian berpindah tempat untuk untuk dioperasikan di lokasi kerja lain.
Adapun berdasarkan fungsinya, konstruksi lepas pantai dapat dikategorikan sebagai
berikut:

1. Anjungan pengeboran : Anjungan ini digunakan untuk mengebor sumur


minyak/gas, dapat berupa pengeboran awal untuk melihat struktur dan kapasitas
kandungan ataupun untuk pengeboran lanjutan sebagai kebutuhan
produksi/ekploitasi.
2. Anjungan produksi : Anjungan yang digunakan sebagai tempat untuk memisahkan
antara minyak, gas dan air.
3. Anjungan akomodasi : Anjungan yang dimanfaatkan sebagai anjungan tempat
tinggal personil atau transit.
4. Anjungan instalasi : Anjungan ini digunakan untuk membantu instalasi anjungan
lain seperi fasilitas derek.
5. Anjungan pipe layer : Untuk pipe layer telah berkembang dari tongkang yang
sederahana hingga semi submersible yang dilengkapi dengan fasilitas las dan
pendukung yang modern.

Pemilihan konstruksi banyak didasarkan pada berbagai pertimbangan yang telah


disebutkan sebelumnya seperti halnya lokasi geografis dan karakteristik lingkungan
tempat anjungan lepas pantai akan dioperasikan.

B. Penentuan Berat dan Luasan Geladak

Terdapat empat jenis kategori berat geladak kaitannya dengan kondisi gravitasi dari
fasilitas geladak, yaitu :

1. Berat kering (Dry Wight); adalah berat fasilitas/peralatan kosong sesuai dengan
perhitungan pabrik, yang terdiri dari :

1
RETNO AYU K/ D321 15 005
0
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

a. Peralatan utama(fasilitas untuk operasi produksi, pendukung, pengeboran dan


sumber tenaga).
b. Peralatan material tersebar/bulk (perpipaan, katup-katup, instrumentasi, kabel
listrik dan instrumen, material tahan api, dinding tahan api, komponen struktur
baja penunjang lainnya).
c. Baja struktur geladak atas (konstruksi baja untuk pondasi peralatan, tangga dan
jembatan).
2. Berat operasional (Operational Weight); adalah berat kering ditambah dengan berat
bahan-bahan yang dikonsumsi serta cairan yang terdapat dalam bejana dan
perpipaan. Besar berat operasional mencapai 1,30 hingga 1,35 dari berat kering
(Pengantar Bangunan Lepas Pantai, ‘Beban Konstruksi & Instalasi’ : 101).
3. Berat pengangkatan (Lifting Weight) atau modul-modul bangunan atas; adalah berat
yang dihitung dari berat kering ditambah berat peralatan prosesing yaitu cadangan
bagi alat angkat. Besarnya berat pengangkatan diambil dari 5 sampai 8 % berat
kering (Pengantar Bangunan Lepas Pantai, ‘Konstruksi Bangunan Lepas Pantai’ :
101).
4. Berat pengetesan (Test Weight); yaitu berat tambahan yang timbul pada saat
pengetesan peralatan, bejana atau perpipaan diatas geladak atas. Perbedaan
perhitungan berat pengetesan sekitar satu atau dua ton masih dapat diterima dan
biasanya besar berat pengetesan diasumsikan relatif kecil sehingga dapat diabaikan.

Penentukan berat kering dan luasan dari geladak dapat ditentukan dengan bantuan
grafik hubungan jumlah produksi minyak perhari (BOPD), seperti pada Gambar 1.1 dan
1.2 berikut keterangan tiap grafiknya (Planning and design of fixed offshore platform :
39) :

a. Estimated upper limit : digunakan jika anjungan berada di daerah dingin yang
dilengkapi dengan dua buah rig ( sistem pengeboran ) dan dirancang secara
konservatif.
b. Median : digunakan untuk anjungan biasa yang dioperasikan di daerah panas dengan
GOR ( gas - oil ratio ) rata-rata 300 hingga 600 dan perancangannya konservatif.
c. Estimated lower limit : digunakan pada anjungan untuk pengolahan gas atau untuk
lokasi yang tidak memerlukan banyak pengaturan tekanan.

1
RETNO AYU K/ D321 15 005
1
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

Berat kering secara keseluruhan ditentukan berdasarkan grafik hubungan jumlah


produksi minyak perhari (BOPD) dengan berat kering seperti pada gambar 2.8.

Gambar 2.8. Grafik hubungan BOPD dan Berat Kering

Gambar 2.8. Grafik hunbungan BOPD dan Berat Geladak


Luasan Geladak dapat ditentukan berdasarkan grafik hubungan BOPD dengan
luasan geladak seperti pada gambar 2.9.

Gambar 2.9. Grafik hubungan BOPD dan Luasan Geladak


C. Pemilihan Bahan Struktur
Karena mengalami pembebanan yang tinggi, struktur anjungan lepas pantai harus
dibuat dari material yang kuat dengan karakteristik yang sesuai untuk penggunaan di
1
RETNO AYU K/ D321 15 005
2
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

bawah laut. Untuk anjungan lepas pantai disyaratkan untuk menggunakan baja tahan
korosi, dapat dibentuk, dan mudah disambung dengan cara pengelasan serta
memperhatikan kondisi kerja kaitannya dengan kekuatan baja minimum. Baja yang
digunakan harus sesuai dengan spesifikasi yang mempunyai sertifikat dari pabrik atau
sertifikat pengujian yang dibuat oleh fabrikator atau pengujian laboratorium. Baja yang
tidak jelas tidak dapat digunakan.

Menurut tingkat kekuatan dan karakteristik pengelasannya, baja dapat


dikelompokkan dalam tiga group yaitu :

a. Group I : dirancang untuk baja lunak dengan spesifikasi kuat luluh 4 ksi (280 Mpa)
atau kurang, karbon ekivalen 0,4 % atau kurang dan harus dapat dilas dengan
beberapa proses pengelasan.
b. Group II : dirancang untuk baja kekuatan menengah dengan spesifikasi kuat luluh
minimum 40 ksi (280 Mpa) hingga 52 ksi (360 Mpa), karbon ekivalen 0,45 % lebih
dan semua proses pengelasan harus menggunakan electrode hydrogen rendah.
c. Group II : dirancang untuk baja berkekutan tinggi dengan spesifikasi kuat luluh
minimum 52 ksi (360 Mpa). Baja ini dapat dipakai bila diketahui kemampuannya
dalam hal :
1. Mampu las dan prosedur pengelasan khusus yang disyaratkan,
2. Umur kelelahan dengan beban tegangan kerja yang tinggi,
3. Ketahanan takik, kontrol kepecahan, prosedur inspeksi, tegangan kerja dan
temperature lingkungan.
Dengan karakteristik ketangguhan takik yang sesuai untuk kondisi kerja, baja
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Baja Kelas C : Baja yang mempunyai hasil yang baik untuk pengelasan struktur
pada temperatur kerja normal dimana impact test tidak disyaratkan, digunakan
ketebalan yang terbatas, bentuk yang moderat, pengekangan rendah, konsentrasi
tegangan yang rendah dan beban-beban quasl-statis.
b. Baja Kelas B : Baja yang sesuai untuk struktur dimana ketebalan, temperatur
rendah, pengekangan, konsentrasi tegangan, beban impact, tidak begitu berpengaruh
karena ketangguhan tariknya sangat baik.

1
RETNO AYU K/ D321 15 005
3
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

c. Baja Kelas A : Baja yang sesuai untuk digunakan pada temperatur normal dan untuk
penggunaan konstruksi kritis. Baja seperti ini umumnya dapat ditemui pada baja
dengan persyaratan charpy yang tinggi pada rentang temperatur –200 C hingga 400

D. Tiang Pancang (Pile)


Apabila kedalaman perairan bertambah atau beban lingkungan membesar atau
bahkan kondisi tanah melemah, dimensi tiang pancang perlu diperbesar pula. Namun
perlu diingat bahwa memperbesar dimensi tiang pancang akan memperbesar beban
lateral dari gelombang, dan tergantung pada situasinya. Beban gelombang dapat
bertambah besar lebih cepat daripada pertambahan ukuran tiang pancang.

1. Jumlah Pile/Kaki Struktur dan Ukurannya


Pertambahan jumlah tiang pancang atau kaki struktur secara otomatis akan
mengurangi ukuran masing-masing tiang pancang. Dalam hal ini kekuatan tiang
pancang harus diperhatikan tiap perubahan ukurannya.

Pada mulanya konstruksi lepas pantai dibangun dengan 3 atau 4 kaki, lalu
berkembang hingga sekarang hingga 6 sampai 8 kaki atau bahkan lebih. Penentuan
jumlah kaki sangatlah bevariasi tergantung dari kebutuhannya ditinjau dari segi
kekuatan dan efektifitas biaya konstruksinya. Dewasa ini, dengan adanya ukuran pipa
yang lebih besar, anjungan–anjungan cenderung dikonstruksi dengan 8 kaki. Jenis ini
dapat dipakai sampai kedalaman 400 feet (122 meter).

Diameter pile dapat ditentukan dari Tabel 2.1 dengan terlebih dahulu menentukan
besarnya kapasitas aksial yang dapat didukung oleh tiap pile dengan pendekatan
sebagai berikut :
P = W/n

P = Kapasitas beban aksial


N = Jumlah kaki struktur yang direncanakan
W = Berat total dari geladak

Tabel 2.1. Rentang Kapasitas Aksial dan Lateral Tiang Pancang

Pile Diameter Lateral (Ton) Axial (Ton)

1
RETNO AYU K/ D321 15 005
4
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

30 inch 50-70 250-750


36 inch 70-90 500-1000
39 inch 80-90 1000-1750
42 inch 110-125 1500-2250
48 inch 120-150 2000-2500
54 inch 150-200 2250-2750
60 inch 200-250 Sampai 3000
72 inch 225-275 Sampai 4000
84 inch 250-350 Sampai 5000
Untuk menentukan tebal dinding tiang pancang, menurut buku “ Pedoman Rancang
bangun bangunan Lepas Pantai di Perairan Indonesia” oleh BKI, halaman III-24
digunakan tabel 2.2.

Tabel 2.2. Tebal Minimum Tiang Pancang

Diameter Tiang Tebal Nominal


Inch Mm Inch Mm
24 610 ½ 13
30 762 3/16 14
36 914 16
42 1067 11/16 17
48 1219 ¾ 19
60 1529 3/8 22
72 1829 1 23
84 2134 11/8 28
96 2438 11/4 31
108 2743 13/8 34
120 3048 11/2 37

2. Jarak Antar Kaki dan Kemiringan Struktur (Better)


Penentuan jarak antar kaki struktur ditentukan berdasarkan tata letak menyeluruh
anjungan dan jumlah tiang pancang. Jarak ini bisa bervariasi yaitu 36-45 ft (11-13,7

1
RETNO AYU K/ D321 15 005
5
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

m) dalam arah melintang dan 40-60 ft (12-18,3 m) dalam arah memanjang


(Introduction to Offshore Structures, ‘Design for an Eight Leg Jacket’ : 95).

Kaki–kaki jacket dimiringkan agar memiliki ruangan yang lebih besar pada dasar
laut yang kemudian membantu dalam menahan momen guling yang timbul. Dalam
arah melintang hanya kaki–kaki terluar yang dimiringkan, biasanya 1/10 atau 1/12.
Sedangkan dalam arah memanjang semua kaki jacket dimiringkan 1/7 atau 1/8.
Penentuan jarak antar kaki struktur dan kemiringannya dimulai pada rentang 3–4 meter
di atas garis air rerata (Introduction to Offshore Structures, ‘Design for an Eight Leg
Jacket’ : 95).

Akibat dari better atau kemiringan, maka jarak antar kaki makin melebar pada dasar
laut. Sehingga untuk membantu kaki struktur menahan momen guling, maka biasanya
konstruksi direncanakan menggunakan beberapa skirt pile yang memanjang hingga
satu level di atas level paling bawah struktur (Introduction to Offshore Structures,
‘Design for an Eight Leg Jacket’ : 113).

E. Perangkaan
Kaki–kaki jacket dihubungkan dan ditopang oleh rangka–rangka (brace) dengan
arah–arah horisontal, diagonal–horisontal, diagonal–vertikal.

a. Pola Perangkaan
Pola perangkaan struktur penyangga anjungan mengikuti tipe-tipe sambungan
tubular yang sangat beragam. Perangkaan struktur umumnya adalah pola K, N, T, K
ganda, N ganda, T ganda dan kombinasi dari beberapa pola tersebut.

Akhir-akhir ini semakin banyak dipakai pola perangkaan silang X untuk


memperpendek panjang efektif rangka tanpa mengurangi kekakuan struktur rangka
penyangga. Apabila satu kaki rangka X dalam keadaan tertekan dan yang lain tertarik,
maka bagian yang tertarik akan menahan bagian yang tertekan dari lendutan keluar
bidang pada pertemuan kedua rangka tersebut, dan diameter kedua rangka stersebut
dapat dikurangi sehingga mengurangi beban gelombang pada anjungan. API RP2A
merekomendasi pola perangkaan X ini untuk anjungan pada lokasi rawan gempa.

b. Tinggi Rangka Horisontal


Rangka horisontal pada beberapa ketinggian diperlukan untuk menstabilkan
rangka struktur penyangga dan untuk menyangga conductor dan sebagainya. Tinggi
1
RETNO AYU K/ D321 15 005
6
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

antara rangka horisontal ini bervariasi antara 40-60 ft (12-18,3 m). Untuk rangka dekat
permukaan air biasanya digunakan tinggi rangka 12 m. Makin besar kedalaman air
makin bertambah pula tinggi antara rangka horizontalnya (Introduction to Offshore
Structures, ‘Design for an Eight Leg Jacket’ : 110).

c. Rangka Tubular
Parameter perancangan yang paling menentukan untuk penentuan ukuran awal
rangka struktur/rangka tubular anjungan adalah rasio kerampingan kl/r. Pengalaman
menunjukkan bahwa kl/r antara 70 hingga 90 menghasilkan hasil memadai (Planning
and Design Of Fixed Offshore Platform : 564). Untuk struktur penyangga lainnya yang
lebih sekunder maka rasio kerampingan kl/r dapat diambil yang terbesar atau
mengambil sekitar 2/3 dari diameter brace utama. Parameter yang paling menentukan
dalam menentukan ukuran awal rangka tubular adalah rasio kerampingan. Adapun
besar rasio kerampingan disetiap area dapat dilihat pada table 2.3 di bawah ini :

Tabel 2.3 Rasio Kerampingan


AREA kl/r
Teluk meksiko 85
Pantai timur USA 80
Pantai Barat USA 80
Alaska 75
Laut Utara 75
Timur Tengah 110
Asia Tenggara 110

Sistem perangkaan (bracing system) mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. membantu menyalurkan beban horizontal ke pondasi


2. melindungi keutuhan struktur selama proses fabrikasi dan instalasi
3. menahan gerak sentakan dari sistem jacket-pile yang terpasang
4. menyangga anoda korosi dan konduktor-konduktor sumur dan menyalurkan gaya
gelombang yang ditimbulkannya ke pondasi.

1
RETNO AYU K/ D321 15 005
7
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

Karakteristik penting lainnya dari rangka tubular adalah kestabilan penampang


yang dinyatakan dalam rasio diameter/tebal dinding (D/t) yang juga menunjukkan
kestabilan terhadap buckling lokal. Untuk struktur penyangga lain atau penyangga
sekunder, rasio d/t = 40 dan rasio d/t pada sambungannya adalah = 35-40 atau dengan
menambah sekitar 0,1 inch dari ketebalan penyangga sekunder. Untuk memperoleh
tebal minimum dinding rangka tubular setelah diameternya ditentukan, dapat
digunakan tabel 2.4 :

Tabel 2.4. Rasio D/t untuk Komponen Tubular Struktur Rangka Anjungan

Komponen Strukrur Rangka D/t


Kaki struktur 45
Sambungan kaki 30-35
Brace 40-60
Seksi sambungan brace 35-40
Kaki geladak 35-40
Brace truss geladak 35-45

Nilai k (faktor panjang) dapat ditentukan berdasarkan tabel 2.5.(Buku Pedoman


Rancang Bangun Lepas Pantai di Perairan Indonesia, hal. IV-28).

Tabel 2.5. Faktor panjang k

FaktorPanjang
Bagian struktur
Efektif
Kaki bangunan atas: Dengan bracing 1,0
Portal (tanpa braces) K
Jacket leg dan pilling:
1,0
Grouted composite section
1,0
Ungrouted jacket leg
1,0
Ungrouted pilling between shim points
Deck truss web members:
0,8
In action plane
1,0
Out of plane action

1
RETNO AYU K/ D321 15 005
8
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

Jacket braces:
Face to face length of main diagonals 0,8
Face of leg to centerline of joint 0,8
length of k brace
Longer sehment length of x brace 0,9
Secondary horisontals 0,7
Deck truss chord members 1,0

Perhitungan diameter dan ketebalan konstruksi harus diuji pada aspek parameter
sambungan tubular, dimana nilai-nilai tergantung dari diameter chord (D) dan brace
(d) serta ketebalan chord (T) dan brace (t), seperti dijelaskan berikut ini:

a. Aspek parameter  (d/D)


Bila < 0,3 kemungkinan kegagalan sambungan terutama dalam bentuk
kerusakan sambungan las akibat tarikan atau gesekan brace pada sisi chord, atau
kegagalan desakan geser (punching shear failures).

Bila > 0,8 kemungkinan kegagalan terjadi dalam bentuk keruntuhan (collaps) pada
chord. Bila 0,3 << 0,8 kemungkinan kegagalan dalam bentuk interaksi antara
punching shear dengan collaps. Namun dalam kebiasaan nilai yang sering diambil
adalah 0,4 << 0,7.

b. Aspek parameter  (R/T)


Nilai  memberikan gambaran ketipisan dari struktur tubular. Kegagalan yang
sering terjadi adalah bentuk tekukan (buckling), akibat dari hoop stress. Nilai  untuk
struktur tipis seperti bejana minimal 7,0. Untuk bangunan lepas pantai nilai  yang
digunakan minimal 10.

c. Aspek parameter  (t/T)


Nilai  memberikan gambaran kemungkinan terjadi kerusakan dinding chord
yang mendahului kepecahan penampang brace. Hasil penelitian harga  untuk struktur
bangunan lepas pantai berkisar antara 0,5 ~ 0,7.

1
RETNO AYU K/ D321 15 005
9
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

F. Geladak
a. Jenis–jenis geladak
1. Geladak produksi (Production deck)
Minyak yang dieksploitasi tidak langsung di distribusikan ke darat, Karena
masih bercampur dengan unsur-unsur, maka geladak produksi dimaksudkan sebagai
tempat pengolahan dan pemisahan antara miyak, gas dan air laut.
2. Geladak pengeboran (Drilling deck)
Fungsi utama struktur lepas pantai adalah pengeboran baik itu minyak maupun
gas.Untuk itu pada struktur lepas pantai aktivitas pengeboran ditempatkan pada
geladak pengeboran.Pada geladak ini ditempatkan fasilitas–fasilitas pengeboran
seperti drilling derrick.
3. Geladak tempat tinggal (Quarter deck)
Anjungan lepas pantai umumnya dibangun jauh dari tempat tinggal para
pekerja, disamping itu pengawasan diatas anjungan harus sering dikontrol, untuk itu
perlu disiapkan tempat tinggal yang direncanakan dengan memperhatikan
keselamatan dan kenyamanan untuk para pekerja.
4. Geladak Heliport (Helideck)
Penggunaan fasilitas helikopter diperlukan bila jarak antara daratan dan
tempat anjungan lebih dari 50 mil (80 km).Untuk jarak yang kurang dari 50 ml
biasanya menggunakan transportasi laut. Namun penggunaan transportasi
helikopter sangat besar manfaatnya untuk efisinsi kegiatan anjungan yang antara
lain :
a. Efisiensi waktu, dengan helikopter dapat mengurangi waktu perjalanan sekitar
1–6 kali dari perjalanan dengan boat.
b. Gangguan cuaca dapat diatasi dengan menggunakan helikopter sehingga
kegiatan anjungan tidak terganggu.
c. Supervisor dan spesilist dapat melakukan kegiatan di anjungan dan di darat
dengan efisien.
d. Dapat mengevakuasi crew secepatnya bila terjadi keadaan darurat atau badai
besar.

b. Kaki Geladak

2
RETNO AYU K/ D321 15 005
0
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

Seperti halnya perencanaan pile, perencanaan kaki geladak juga


mempertimbangkan beban aksial yang akan ditumpu selain pertimbangan beban lain
dari lingkungan sekitarnya. Adapun tinggi rangka kaki geladak diusahakan agar
geladak terbawah tidak terkena puncak gelombang air laut, persamaan yang dapat
digunakan adalah sebagai berikut :

H = 0,5HM + PAT + PB
HM = Tinggi gelombang maksimum
PAT = Pasang astronomi tertinggi
PB = Pasang badai

Untuk ketebalan tiang kaki geladak dapat ditentukan sesuai rasio D/t pada
table 1.3. Sedangkan untuk ukuran pengikat tiang geladak (brace) dapat didekati
dengan rasio kerampingan kl/r = 70 – 90 (“Planning and Design Of Fixed Offshore
Platform“ : 564) dan ketebalannya sesuai dengan table 1.3. Ukuran pengikat tiang
geladak yang diperoleh harus diuji dengan aspek parameter sambungan tubular.

c. Balok dan Pelat Geladak


Balok geladak berfungsi untuk menyalurkan beban yang bekerja pada pelat
geladak ke penumpu utama geladak (main truss) yang kemudian ke kaki geladak,
dimana ukuran balok geladak tergantung jarak antar balok geladak.Geladak yang
tidak ditutup dengan sebuah modul, maka bagian lantai geladak ditutup dengan pelat
baja yang ketebalannya tergantung jarak balok geladak. Berikut adalah persamaan
yang dapat dipakai untuk menentukan ukuran balok dan pelat geladak :

Mmaks = ql2/12 (untuk balok geladak)


Q = distribusi beban geladak
L = panjang tak ditumpu balok geladak
Mmaks = ql2/10 (untuk pelat geladak)
Q = distribusi beban geladak
L = jarak antar balok geladak

2
RETNO AYU K/ D321 15 005
1
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

BAB III
PENYAJIAN DATA

III.1. Penentuan Lokasi Geografis dan Karakteristik Lingkungan


a) Lokasi Geografis
Lokasi untuk tempat operasi anjungan lepas pantai yang akan dirancang
direncanakan di Laut Jawa dengan asumsi bahwa lokasi tersebut dapat menghasilkan
produksi minyak mentah perhari sebesar 83000 BOPD (Barrel Oil Per Day).

b) Karakteristik Lingkungan
Adapun karakteristik lingkungan di Laut Jawa adalah sebagai berikut:

a. Kedalaman air tenang = 31 m


b. Tinggi gelombang maksimum = 4.572 m
c. Periode gelombang maksimum =7s
d. Panjang gelombang maksimum = 75.62 m
e. Pasang astronomi tertinggi = 1.22 m
f. Pasang badai = 0,37 m
g. Kecepatan angin pada ketinggian 10 m (V 10) = 93.8 mph
h. Koefisien Drag (CD) = 1,0
i. Koefisien Inersia (CM) = 2,0
j. Koefisien Bentuk = 1,0
k. Batter = 1/8

III.2. Pemilihan Konfigurasi Struktur (Geometri, Bahan Struktur dan Ukuran Awal)
2
RETNO AYU K/ D321 15 005
2
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

a. Pemilihan Konstruksi
Jenis konstruksi yang akan digunakan pada perancangan struktur lepas pantai ini
adalah jenis struktur terpancang ‘Jacket Steel Platform’ dengan konstruksi yang
permanen dan difungsikan sebagai anjungan produksi dan anjungan pengeboran (self-
contained drilling and production platform). Sebagai penunjangnya, konstruksi lepas
pantai ini direncanakan menopang empat geladak yaitu : geladak pengeboran, geladak
produksi, geladak helideck.

b. Penentuan Berat dan Luasan Geladak


1. Berat kering secara keseluruhan ditentukan berdasarkan grafik hubungan jumlah
produksi minyak perhari (BOPD) dengan berat kering seperti pada gambar 2.8.

Karena pengoperasian anjungan berlokasi di wilayah Asia Tenggara yang


memiliki perairan hangat/tropis dengan gelombang dan kecepatan arus yang tidak
begitu besar serta tidak memerlukan banyak pengaturan tekanan maka kurva yang
digunakan kurva sedang yaitu median pada area Warm Climate. Sehingga dari
grafik diperoleh berat kering untuk 83000 BOPD.
2. Berat Operasional dalam perencanaan struktur, dapat mencapai (1,30 – 1,35) dari
berat kering, Dengan mengambil presentase sedang yaitu 1,30, maka diperoleh :
Berat operasional = 1,30 x 5000 ton = 6500 ton
3. Berat pengangkatan diambil sekitar (5 – 8)% dari berat kering. Dengan mengambil
prosentase yang sedang yaitu 5 %, maka diperoleh:

2
RETNO AYU K/ D321 15 005
3
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

Berat pengangkatan = 0,05 x 5000 ton = 250 ton

4. Berat pengetesan diambil sekitar (1– 2 ton) berat pengetesan diambil 2 ton
5. Beban total yang bekerja pada konstruksi geladak yaitu berat operasional
ditambah berat pengangkatan, diperoleh :
Beban total geladak = 6500 + 250 + 2 = 6752 ton

Luasan Geladak dapat ditentukan berdasarkan grafik hubungan BOPD dengan


luasan geladak seperti pada gambar 2.9.

Dengan alasan yang sama pada penentuan berat kering, maka dipilih kurva
sedang yaitu Lower pada area Warm Climate.Sehingga dengan 83000 BOPD
diperoleh luas geladak sebesar 30000ft2 atau sama dengan 2787m2.

c. Pemilihan Bahan Struktur


Untuk kaki struktur,brace, kaki geladak dan kaki jacket digunakan Baja Group
I kls C Spek. ASTM A500 Grade C dengan kekuatan luluh 24 Ksi (165 Mpa).
Sedangkan untuk sambungan tubular (sambungan chord, sambungan brace, joint X
dan joint K), digunakan Baja Group I kls C Spek. ASTM A500 Grade C dengan
kekuatan luluh 24 Ksi (3 Mpa). Adapun pemilihan pelat untuk balok geladak dan pelat
geladak digunakan bajagroup I kelas C spesifikasi ASTM mutu A36 dengan

2
RETNO AYU K/ D321 15 005
4
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

kekuatan luluh 24 ksi ( diambil dari buku “Planning and design of fixed offshore
platform” : 693–694 dan 702 & “Pedoman Rancang bangun bangunan Lepas Pantai
di Perairan Indonesia” : V-2 – V-6).

d. Tiang Pancang (Pile)


1. Jumlah Kaki Struktur dan Ukuran Pile
Mengingat adanya ukuran pipa yang lebih besar dewasa ini, anjungan cenderung
dikonstruksi dengan 8 kaki. Jenis ini dapat dipakai sampai kedalaman 400 feet (122
meter). Maka dalam perancangan konstruksi lepas pantai ini ditetapkan jumlah kaki
struktur sebanyak 8 buah yang melayani 25 sumur.Besar kapasitas aksial (P) yang
dapat didukung oleh tiap pile adalah sebagai berikut :

P = Beban total geladak/jumlah pile

=6752/8 = 844 ton/kaki

Sehingga dari tabel 2.1 dengan asumsi kapasitas lateral sebesar 70-90 ton diperoleh
diameter pile yaitu sebesar 36 inchi dan ketebalan dinding pile 1 inch sesuai tabel 2.2

2. Jarak Antara Kaki dan Kemiringan Struktur (Batter).


Penentuan jarak antar kaki struktur dan kemiringannya dimulai pada rentang 3–
4 meter di atas garis air rerata . Jarak antara kaki dalam arah melintang (range : 11 –
13,7 m) direncanakan sebesar 12 m dan arah memanjangnya (range : 12 – 18,3 m)
direncanakan jarak yang bervariasi yaitu 12 m. Sedangkan kemiringan kaki struktur
baik arah melintang maupun memanjang direncanakan sebesar 1/8 untuk
memperbesar ketahanan struktur terhadap momen guling.

e. Perangkaan
1. Pola Perangkaan
Dengan mempertimbangkan rasio kerampingan kl/r dan perencanaan yang
sederhana untuk menekan biaya produksi tanpa mengabaikan kekuatan struktur, maka
perangkaan struktur menggunakan sistem rangka yang bervariasi yaitu sistem rangka
horizontal dan kombinasi pola perangkaan K dan N

2. Tinggi Rangka Horisontal


Dengan mempertimbangkan kedalaman perairan, maka pada struktur lepas
pantai ini direncanakan rangka horisontal sebanyak tiga tingkat yang tinggi masing-

2
RETNO AYU K/ D321 15 005
5
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

masing tingkatnya adalah sebesar 11.67 m (range : 12–18,3 m). Untuk rangka
horisontal, yang terbawah diletakkan sedikit lebih tinggi dari garis Lumpur atau
Mudline.

f. Rangka Tubular
1. Kaki Jacket
Untuk penentuan diameter luar kaki jacket direncanakan dengan menambah
minimal 5 cm dari diameter luar pile (menurut DM.Rosyid dalam makalah pelatihan
segitiga biru “Perencanaan struktur anjungan lepas pantai “ : 14), sehingga diperoleh :

D = Diameter pile (cm) + 5 cm


= 91.44 + 5 (cm)
= 95.44 cm = 38 inch

Ketebalan dinding jacket menurut tabel 1.3 adalah sebagai berikut :

D/t = 45
t = 38/45 = 0.84 inch
2. Sambungan Kaki Jacket (Chord)
Ketebalan sambungan chord ditentukan menurut

tabel 1.3 (dipilih rasio D/t = 30) :

D/t = 30
t = 38/30 = 1,27 inch

Jadi diameter luar sambungan (D) = D + (2 x t)

= 56 + ( 2 x 1,24 ) = 59,75 inch

3. Pengikat Kaki Jacket (Brace)


Untuk menentukan ukuran awal braces, digunakan rumus pendekatan dengan
rasio kl/r (”Planning and Design Of Fixed Offshore Platform “ : 564).

A. Brace Horisontal
Diambil nilai perbandingan kl/r = 70, k = 0,70 (tabel 2.5)
kl/r = 0,7x 816.929 /0,35d
70 = 571.8503 /0,35d

2
RETNO AYU K/ D321 15 005
6
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

l = panjang tak ditumpu terpanjang


r = 0,35d
d = 23.3 inch = 0.593 m
Ketebalan brace dapat ditentukan menurut tabel 2.4 (dipilih rasio D/t = 40):
D/t = 40
t = 23.3 / 40
= 0,58 inch
Ketebalan sambungan brace ditentukan menurut tabel 2.4 (dipilih D/t = 35):
D/t = 35
t = 23.3/35
= 0,67 inchi
Kontrol Nilai Perencanaan
β =d/D ϒ= R/T τ= t/T
(0.4<β<0.7) (ϒ≥10) (0.5<τ<0.7)
0.61 13.82 0.69
Memenuhi Memenuhi Memenuhi
B. Brace K dan N
Diambil nilai perbandingan kl/r = 70, k = 0,80 (tabel 2.5)
kl/r = 0,80 x 700.787 / 0,35d
70 = 560.6296 / 0,35d
l = panjang tak ditumpu terpanjang
r = 0,35d
d = 22,9 inch = 0.581 m
Ketebalan brace dapat ditentukan menurut tabel 2.4 (dipilih rasio D/t = 40):
D/t = 45
t = 22.9/ 45
= 0,51 inch
Ketebalan sambungan brace ditentukan menurut tabel 2.4 (dipilih D/t = 35):
D/t = 35
t = 22.9 / 35
= 0,65 inchi
Kontrol Nilai Perencanaan

2
RETNO AYU K/ D321 15 005
7
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

β =d/D ϒ= R/T τ= t/T


(0.4<β<0.7) (ϒ≥10) (0.5<τ<0.7)
0.60 13.55 0.60
Memenuhi Memenuhi Memenuhi
C. Skirt Pile
Untuk skirt pile diambil 2/3 dari diameter tiang pancang:
D = 2/3*38 = 25 inch = 64 cm = 0.643 m
Diameter skirt pile sleeves diambil dengan menambah 5 cm dari diameter skirt pile:
D = 64+5 = 69 cm = 27 inch = 0.693 m
Untuk ketebalan skirt pile sleeves diambil rasio ketebalan yaitu 45
D/t = 45
t = 27/45 = 0.6 inch = 0.015 m

III.3 Perencanaan Geladak


 Jenis Geladak
Untuk menunjang fungsi sebagai anjungan produksi dan pengeboran, struktur lepas
pantai ini direncanakan memiliki empat geladak yaitu : geladak produksi, geladak
pengeboran, geladak instalasi, geladak akomodasi dan geladak heliport yang secara
berurut disusun dari bawah hingga helideck sebagai top deck-nya.
2
Luasan geladak yang diperoleh (2787m ) menunjukkan luasan yang meliputi empat
tingkatan geladak yang direncanakan; demikian pula dengan beban total geladak
(6.752ton). Perencanaannya sebagai berikut :
2
 Geladak Produksi (Production Deck) = (40 x 20)m , 3038.4 ton
2
 Geladak Pengeboran (Drilling Deck) = (40 x 20)m , 2025.6 ton
2
 Geladak Instalasi (Installation Deck) = (40x 20)m , 2025.6 ton
2
 Geladak Tempat Tinggal (Quarter Deck) = (18 x 18)m , 1688 ton
2
 Geladak Helikopter (HeliDeck) = (16 x 16)m , 200 ton

 Kaki Geladak

2
RETNO AYU K/ D321 15 005
8
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

Ketinggian yang dapat dicapai air laut di atas garis air rata-rata (MWL) bisa ditentukan
dengan persamaan berikut :

H = 0,5HM + PAT + PB

dengan HM = Tinggi gelombang maksimum

PAT = Pasang astronomi tertinggi

PB = Pasang badai

= 4.57 + 1,22 + 0,37


= 6.16 m
Dengan berdasarkan pada data-data tinggi yang dapat dicapai gelombang, maka tinggi
tiang kaki geladak direncanakan 6.16 m untuk menghindari akibat pecahan dan percikan
gelombang yang menumbuk struktur.
a. Diameter Kaki Geladak
Penentuan diameter luar kaki geladak direncanakan sama dengan diameter luar tiang
pancang (Perencanaan Struktur Anjungan Lepas Pantai: 11), diperoleh D = 38 inchi.
Ketebalan kaki geladak direncanakan berdasarkan Tabel 2.3; dipilih rasio D/t = 40,
sehingga;
D/t = 40
T = 38/40 = 0.9 inchi.
b. Pengikat Kaki Geladak (Brace)
Diambil nilai perbandingan kl/r = 70, k = 1,0 (Tabel 2.4)
• kl/r = 1,0 x 484.252 / 0,35d
80 = 484.252 / 0,35d
•l = panjang tak ditumpu yang terpanjang
= 12.3 = 668,143inchi
•r = 0,35d
sehingga d = 19.8 inch
Ketebalan brace geladak ditentukan menurut Tabel 2.3, dipilih rasio D/t = 40,
diperoleh;
D/t = 40
t = 19.8/40 = 0,49 inchi.

2
RETNO AYU K/ D321 15 005
9
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

Ketebalan sambungan brace ditentukan menurut Tabel 2.3, dipilih rasio D/t = 40,
sehingga diperoleh;
D/t = 40
t = 19.8 / 40 = 0,49 inchi.

 Kontrol Nilai Perencanaan

β =d/D ϒ= R/T τ= t/T


(0.4<β<0.7) (ϒ≥10) (0.5<τ<0.7)
0.52 10.40 0.52
Memenuhi Memenuhi Memenuhi

 Balok dan Pelat Geladak


Ukuran balok dan pelat dapat ditentukan bila beban-beban yang bekerja pada geladak
sudah ditentukan. Beban yang dialami tiap geladak tergantung peralatan dan
perlengkapan yang terdapat pada geladak tersebut.
Untuk estimasi awal beban-beban yang bekerja pada geladak produksi, geladak
pengeboran dan geladak lainnya adalah sebagai berikut :
Geladak Pengeboran = 37258.38 N/m2
Geladak Produksi = 24838.92 N/m2
Geladak Instalasi = 32700.00 N/m2
Geladak Akomodasi dan Helideck = 7561.22 N/m2
Nilai-nilai beban pada tiap geladak di atas, ditentukan dengan menggunakan teori
perbandingan dan sesuai dengan contoh perhitungan untuk anjungan dengan delapan
kaki pada buku Introduction to Offshore Structure hal 121.

a. Balok Geladak
Rumus-rumus yang dapat digunakan untuk menentukan profil balok geladak adalah
:
2
Mmaks = ql /12

fb = Mmaks / S

dengan Mmaks adalah momen maksimum yang bekerja tiap 1m lebar pelat geladak, q

adalah beban balok geladak (distribusi beban geladak dikalikan jarak antar balok

3
RETNO AYU K/ D321 15 005
0
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

geladak), l adalah panjang tak ditumpu balok geladak, fb adalah tegangan yang
bekerja pada pelat, S adalah modulus penampang pelat dan Fb adalah tegangan akibat
momen lengkung yang diizinkan (syarat batas adalah fb < Fb).
• Balok Geladak pada daerah Pengeboran
2
Mmaks = 26267.12 x 12 /12 dengan l = 13.45m

= 395.98 kNm (292.38 kip-ft)


q = 37258.38 x 0,705 = 26267.12 N/m
Dipakai profil WF 24x12-1/2 (242 kg/m) baja mutu A36, Fb = 24 ksi (165 Mpa)
fb = 292.32 x 12 (inchi) / 465
= 7.54 ksi
3
dengan S = 465 inchi
sehingga didapatkan fb < Fb (perancangan aman dan memenuhi)

• Balok Geladak pada daerah Produksi


2
Mmaks = 17511.44 x 12 /12 dengan l = 13.45m

= 263.99 kNm (194.88 kip-ft)


q = 24838.92 x 0,705 = 17511.44 N/m
Dipakai profil WF 24x12-1/2 (242kg/m) baja mutu A36, Fb = 24 ksi (165 Mpa)
fb = 194.88 x 12 (inchi) / 465
= 5.02 ksi
3
dengan S = 465 inchi
sehingga didapatkan fb < Fb (perancangan aman dan memenuhi)

• Balok Geladak pada daerah Instalasi


2
Mmaks = 23053.50 x 12 /12 dengan l = 13.45m

= 347.54 kNm (256.56 kip-ft)


q = 32700 x 0,705 = 23053.50 N/m
Dipakai profil WF 24x12-1/2 (242 kg/m) baja mutu A36, Fb = 24 ksi (165 Mpa)
fb = 25.56 x 12 (inchi) / 465
= 6.62 ksi

3
RETNO AYU K/ D321 15 005
1
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI
3
dengan S = 465 inchi
sehingga didapatkan fb < Fb (perancangan aman dan memenuhi)

• Balok Geladak pada daerah Akomodasi dan Helideck


2
Mmaks = 53360.66 x 12 /12 dengan l = 13.45m

= 80.36 kNm (59.32 kip-ft)


q = 7561.22 x 0,705 = 53360.66 N/m
Dipakai profil WF 24x12-1/2 (242kg/m) baja mutu A36, Fb = 24 ksi (165Mpa)
fb = 59.32 x 12 (inchi) / 465
= i.53 ksi
3
dengan S = 465 inchi
sehingga didapatkan fb < Fb (perancangan aman dan memenuhi)

BAB IV
ANALISIS BEBAN LINGKUNGAN

IV.1. LANDASAN TEORI


Analisa teknik yang utama untuk menentukan kemampuan kerja suatu struktur
khususnya struktur bangunan lepas pantai, dimulai pada analisa kondisi pembebanan yang
bekerja. Perhatian khusus ditujukan pada hal ini terutama yang menyangkut ketepatan atau
akurasi pada kondisi pembebanan terhadap struktur bangunan lepas pantai.

Pada struktur bangunan lepas pantai, terdapat beberapa kondisi pembebanan yang bekerja yakni
:

3
RETNO AYU K/ D321 15 005
2
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

A. Beban Mati (Dead Load): merupakan beban-beban dari komponen-komponen struktur


pada keadaan kering serta beban dari peralatan, perlengkapan dan permesinan yang tidak
berubah terhadap kondisi operasi yang bagaimanapun.

B. Beban Hidup (Live Load): merupakan berat keseluruhan peralatan, perlengkapan dan
permesinan yang dapat mengalami perubahan selama kondisi operasional berlangsung.

C. Beban Lingkungan (Environmental Load): merupakan beban yang ditimbulkan oleh


lingkungan (alam) dimana struktur bangunan lepas pantai tersebut dioperasikan.

D. Beban Fabrikasi (Fabrication Load): merupakan beban-beban yang diakibatkan oleh


pembuatan/fabrikasi, pengangkutan, peluncuran dan pemasangan/instalasi di lokasi operasi.

E. Beban Dinamis (Dynamic Load): merupakan beban yang ditimbulkan oleh reaksi
terhadap gelombang, arus, angin, gempa bumi, permesinan dan lain-lain yang bersifat siklis.

Khusus untuk kondisi pembebanan lingkungan, dikategorikan dalam dua kondisi khusus yakni
:

1. Kondisi pembebanan lingkungan normal; merupakan kondisi yang sering terjadi di lokasi
operasi struktur bangunan lepas pantai.

2. Kondisi pembebanan lingkungan ekstrim; merupakan kondisi yang jarang terjadi di lokasi
operasi struktur bangunan lepas pantai.

Terdapat dua tipe beban lingkungan dalam tahap perancangan, yakni:

1. Beban lingkungan rancang; yang diperhitungkan berdasarkan kondisi lingkungan yang


telah ditentukan dalam perancangan dengan mengambil tolak ukur dampak pembebanan
yang terburuk.

2. Beban lingkungan operasional; yang diperhitungkan berdasarkan kondisi lingkungan yang


lunak atau bahkan merupakan kondisi batas yang bila dilampaui akan menghentikan
operasional struktur bangunan lepas pantai.
Kedua tipe beban tersebut harus dikombinasikan dengan beban hidup dan beban mati serta
beban lingkungan lain untuk memperoleh perhitungan beban yang akurat.
Untuk beban temporer atau beban sementara (beban akibat fabrikasi dan instalasi) harus
dikombinasikan juga dengan beban mati serta beban lingkungan lain, berdasarkan
kemungkinan-kemungkinan yang diperkirakan. Adapun beban pada konstruksi harus

3
RETNO AYU K/ D321 15 005
3
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

diperhitungkan berdasarkan pembebanan yang menimbulkan tegangan maksimum dengan


memperhatikan tegangan izin.

Berikut ini adalah bagian dari beban lingkungan tempat bangunan lepas pantai
beroperasi, yakni :

a) Beban Angin; baik kondisi normal maupun ekstrim

b) Beban Gelombang Laut: untuk tipe gelombang normal dan ekstrim.

c) Beban Arus; baik arus yang diakibatkan oleh pasut, badai maupun sirkulasi variabel-
variabel fisik laut.

d) Beban akibat pasut; baik pasut astronomis maupun pasut karena angin

e) Beban Akibat Efek Geologis; seperti gempa bumi, runtuhan, penggerusan, pelepasan gas
dangkal, dan lain-lain.

f) Beban Akibat Organisme Laut; yang menimbulkan penambahan gaya gelombang dan
massa konstruksi.

g) Beban Gelombang Minor; seperti pengendapan, fogging, peningkatan salinitas dadakan


dan lain-lain.

Beban yang diperhitungkan dalam perencanaan struktur bangunan lepas pantai, pada umumnya
didominasi oleh salah satu beban lingkungan yakni gelombang. Adapun arus dan angin
merupakan beban lingkungan sekunder yang turut diperhitungkan. Untuk itu, perancangan
konstruksi anjungan lepas pantai, harus memperhitungkan kondisi beban gelombang, beban
arus dan beban angin serta kombinasi antara ketiganya, bila terjadi bersamaan.

Perhitungan dan penentuan beban rancang sangat diperlukan dalam mengontrol ukuran material
struktur yang digunakan. Perhitungan beban dapat dianalisis dengan dua cara, yaitu:

1. Analisa beban statis (Static Load Analysis)

2. Analisa Beban Dinamis (Dynamic Load Analysis)

Analisa beban statis umumnya dilakukan pada struktur yang tidak terlalu dalam, namun untuk
laut yang lebih dalam di mana untuk pengoperasiannya anjungan cenderung bersifat lebih lentur
(akibat hantaman gelombang secara terus-menerus), maka disamping analisa statis juga perlu
dilakukan analisa dinamis (BKI , 1991).

3
RETNO AYU K/ D321 15 005
4
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

Dalam analisa statis, beban-beban yang bekerja adalah pembebanan pada struktur jacket
misalnya beban geladak, beban beban bentur kapal (boat landing load) dan beban lingkungan
(gelombang, arus dan angin). Adapun unsur-unsur yang berpengaruh dalam analisa tersebut
adalah gelombang laut, arus dan kecepatan angin yang berpengaruh pada struktur bangunan
atas.

Pada perencanaan bangunan lepas pantai ini, analisa beban difokuskan pada beban-beban
lingkungan diantaranya beban gelombang, beban arus dan beban angin.

4.2 Beban Gelombang


A. Penentuan Karakteristik Gelombang
Yang termasuk karakteristik gelombang adalah :
1. Panjang Gelombang (  ) ; terukur dalam satuan jarak secara horizontal arah jalaran dari
puncak gelombang ke puncak gelombang berikutnya.
2. Periode gelombang (T) ; terukur dalam satuan waktu, berupa waktu yang diperlukan
partikel fluida cair untuk berada pada kedudukan serupa dalam rangkaian pergerakan
gelombang.
3. Tinggi gelombang (H) ; terukur dalam satuan jarak secara vertikal Z dari puncak tertinggi
sampai lembah terdalam profil gelombang yang terjadi dalam rangkaian pergerakan
gelombang.
Sedangkan parameter yang digunakan dalam menganalisa gelombang adalah
karakteristik gelombang, kedalaman laut, serta parameter lainnya seperti percepatan dan
kecepatan gelombang yang diperoleh dari persamaan teori gelombang.



Gambar 3.1 contoh penggambaran gelombang

3
RETNO AYU K/ D321 15 005
5
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

B. Penentuan Teori Gelombang yang Sesuai


Pada umumnya gelombang di alam adalah sangat kompleks dan sangat sulit
dinyatakan dalam persamaan matematis. Untuk itu digunakanlah berbagai teori gelombang
yang merupakan pendekatan-pendekatan permasalahan tersebut.
Teori gelombang tersebut antara lain; Teori Gelombang Airy, Teori Stokes, Teori
Cnoidal, Teori Gelombang Cappelear, Stream Function, Celerity Potential, dan Teori
Gelombang Solitary. Penentuan teori gelombang yang digunakan dalam analisa struktur
bangunan lepas pantai didasari berbagai parameter yang telah diketahui. Parameter tersebut
antara lain grafik hubungan h/ dengan H/ (Gambar 3.2). Dengan h menyatakan
kedalaman perairan, H menyatakan tinggi gelombang,  menyatakan panjang gelombang
dan T menyatakan periode gelombang.

Gambar 3.2 Grafik Hubungan Panjang Gelombang, Tinggi Gelombang, dan


Kedalaman
Selain grafik hubungan tersebut, terdapat kondisi yang disyaratkan dalam
penggunaan teori gelombang. Kondisi tersebut dinyatakan dalam tabel 3.1.
Tabel 3.1 Kondisi yang Disyaratkan dalam Penentuan Teori Gelombang
Teori Gelombang Kondisi Yang disyaratkan
Conidal h/< 0,1 H2/h3> 15
Solitary h/<0,02 H2/h3 > 15
Stokes h/> 0,1
h/<0,05 (air dangkal)

3
RETNO AYU K/ D321 15 005
6
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

Airy h/>0,5 (air dalam) H2/h3<15


Sumber : Teknik pantai

D. Teori Gelombang Laut

Pada umumnya bentuk gelombang di alam sangat kompleks dan sulit digambarkan
secara matematis ; karena ketidak-linieran, efek tiga dimensi dan bentuk yang random
(suatu deret gelombang mempunyai tinggi dan periode yang berbeda). Terdapat beberapa
teori dengan berbagai derajat kompleksitas dan ketelitian untuk menggambarkan
gelombang di alam, antara lain Airy, Stokes, Cnoidal dan Soliton.
Karakteristik gelombang yang diperlukan dalam proses perencanaan bangunan lepas pantai
adalah :
1. Elevasi gelombang permukaan

2. Kecepatan partikel air (Horizontal dan Vertikal)

3. Percepatan partikel air (Horizontal dan Vertikal)

4. Bilangan, Frekuensi dan Dispersi Relasi Gelombang

5. Kecepatan Gelombang (Celeritas)

6. Tekanan Gelombang

 Teori Gelombang Airy

Teori Gelombang Airy merupakan teori gelombang paling sederhana dari semua
teori gelombang yang ada. Teori ini berdasar atas batasan bahwa amplitudo gelombang
yang terjadi, sangatlah kecil dibanding kedalaman laut dan panjang gelombangnya.
Teori ini diturunkan dari persamaan Laplace untuk Irrotasional Flow dengan kondisi
batas dasar laut dan permukaan air.

Teori Gelombang Airy selengkapnya dapat dilihat pada 3.2.2 Perhitungan Beban
Gelombang .

 Teori Gelombang Stokes

Dalam proses linearisasi di teori Airy, persamaan gelombang diturunkan dengan


mengabaikan suku (u2 + v2) dari persamaan Bernouli. Jika tinggi gelombang relatif

3
RETNO AYU K/ D321 15 005
7
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

besar, maka suku tidak linear tersebut, tidak boleh diabaikan. Olehnya diterapkan teori
Stokes, dengan memperhitungkan besara-besaran yang berorde lebih tinggi; sehingga
didapatkan nilai tambahan dari kompenen persamaan yang berorde lebih tinggi
tersebut, seperti orde dua ,orde tiga dan seterusnya.
- Teori Gelombang Stoke Derajat Lima
Teori gelombang stoke yang diisyaratkan oleh klasifikasi dalam menentukan
beban gelombang adalah teori gelombang stoke derajat lima. Adapun notasi yang
digunakan dalam perhitungan memiliki persamaan dengan teori gelombang airy.
Untuk tinggi gelombang H, bilangan gelombang k dan frekwensi gelombang 
dalam arah x, perpindahan permukaan air (free-surface water deflection)  diperoleh
dari persamaan:
5
 = 1/k .  Fn cos n (kx - t) (3.2)
n 1

dimana :
F1 = a
F2 = a2 F22 + a4 F24
F3 = a3 F33 + a5 F35 (3.3)
F4 = a4 F44
F5 = a5 F55
Dengan F22 , F24 ,F33 , dst merupakan parameter profil gelombang yang
tergantung pada parameter h/ = kh/2, (Tabel 3.1).
Sedangkan nilai a tergantung dari parameter tinggi gelombang, melalui
persamaan :
kH = 2[a + a3 F33 + a5 ( F35 + F55 )] (m-1) (3.4)
Kecepatan air horisontal dan kecepatan verikal air v (pada kedudukan x , waktu
t dan jarak dari dasar laut y) dirumuskan dengan :
5
u = (  /k) .  Gn
cosh nky
cos n (kx - t) (m/s) (3.5)
1 sinh nkh
5
v = (  /k) .  Gn
sinh nky
sin n (kx - t) (m/s) (3.6)
1 sinh nkh

dimana :
G1 = aG11 + a3 G13 + a5 G15

3
RETNO AYU K/ D321 15 005
8
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

G2 = 2 (a2 G22 + a4 G24 )


G3 = 3 (a3 G33 + a5 G35 ) (3.7)
G4 = 4a4 G44
G5 = 5a5 G55
Dengan G22 , G24 ,G33 , dst merupakan profil gelombang yang tergantung
pada parameter h/λ = kh/2 (tabel 2.3).

Frekuensi gelombang diperoleh dengan persamaan :


 = gk (1 + a2 C1 + a4 C2) tanh kh (s-1) (3.8)

dimana : C1 dan C2 diperoleh dari tabel, (Tabel 2.4).


Kecepatan gelombang diperoleh dengan persamaan :
c = [ g/k (1 + a2 C1 + a4 C2 ) tanh kh] ½ (m/s) (3.9)
Percepatan partikel air horisontal ax dan percepatan partikal air vertikal ay dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan :
5
2
ax = kc /2 . 1
Rn sin n (kx - t) (m/s2) (3.10)

5
ay = (-kc2/2)  1
Sn cos n (kx - t) (m/s2) (3.11)

dimana :
Un = Gn (cosh nky/sinh nkh) (3.12)
Vn = Gn (sinh nky/sinh nkh) (3.13)
R1 = 2U1 – U1U2 – V1V2 – U3U3 – V2V3
R2 = 4U2 – U12 + V12 – 2U1U2 – 2V1V3
R3 = 6U3 – 3U1U2 + 3V1V2 – 3U1U4 – 3V1V4 (3.14)
R4 = 8U4 – 2U22 + 2V22 – 4U1U3 + 4V1V3
R5 = 10U5 – 5U1U4 – 5U2U3 + 5V1V4 + 5V2V3
S1 = 2V1 – 3U1V2 – 3U2V1 – 5U2V3 – 5U3V2
S2 = 4V2 – 4U1V3 – 4U3V1
(3.15)
S3 = 6V3 – U1V2 + U2V1 – 5U1V4 – 5U4V1
S4 = 8V4 – 2U1V3 + 2U3V1 + 4U2V2

3
RETNO AYU K/ D321 15 005
9
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

S5 = 10V5 – 3U1V4 – 3U4V1 – 5U2V3 + 5U3V2

 Teori Gelombang Cnoidal

Untuk memformulasi gelombang panjang dengan amplitudo berhingga di laut


dangkal, akan lebih sesuai jika digunakan teori gelombang Cnoidal. Gelombang
Cnoidal adalah gelombang periodik yang lazimnya mempunyai puncak tajam yang
dipisahkan oleh lembah yang cukup panjang. Teori ini berlaku apabila nilai h /  <1/8

dan nilai parameter Ursell (UR = H2 / h 3 ) lebih dari 26.

 Teori Gelombang Soliton

Gelombang soliton adalah gelombang berjalan yang terdiri dari satu puncak
gelombang. Jika gelombang memasuki perairan yang sangat dangkal, amplitudo
gelombang menjadi sangat tinggi, puncaknya menjadi sangat tajam dan lembahnya
menjadi semakin datar. Gelombang Soliton merupakan gelombang translasi, dimana
kecepatan partikel air hanya bergerak dalam penjalaran gelombang.

D. Teori Gaya Gelombang


a) Gaya Gelombang Pada Tiang Vertikal
Gaya gelombang yang berpengaruh pada struktur bangunan lepas pantai dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan Morrison, teori Froude-Krillof dan teori
difraksi.
Gaya gelombang permukaan yang membebani sebuah tiang silinder vertikal
pertama kali diungkapkan oleh Morison dkk (1950). Persamaan Morrison digunakan bila
diameter struktur kecil dibandingkan dengan panjang gelombang atau D/< 0,2 misalnya
struktur jack-up, jacket, semisub, small pipe dan lain-lainsehingga distorsi oleh tiang bisa
diabaikan. Persamaan ini menyatakan gaya yang timbul per satuan panjang pada suatu
elemen dari tiang yang terletak/terendam pada suatu aliran fluida yang bergerak. Jika f
menunjukkan gaya gelombang per unit panjang yang bekerja pada sebuah tiang vertikal

4
RETNO AYU K/ D321 15 005
0
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

berdiameter D, maka persamaan Morisonnya, yang sekarang banyak diterapkan dalam


perhitungan-perhitungan keteknikan, adalah :

D 2
f 1 2  C D D u u   C I ax ………………………. (3.16)
4
dimana : ρ = Kerapatan Fluida
CD = Koefisien Gesek (menurut API, 1980 = 0,6 ~ 1,0)
CI = Koefisien Inersia (menurut API, 1980 = 1,5 ~ 2,0)
u = Kecepatan Air Horizontal
ax= Percepatan Air Horizontal.
Menurut rekomendasi API RP2A 1980, nilai CD berkisar antara 0,6 sampai 1,0 dan
nilai CI berkisar antara 1,5 sampai 2,0 (Offshore Struktural Engineering, P. 114) dan
menurut API RP2A 1977 untuk perhitungan dengan teori gelombang Stoke derajat lima
CD berkisar antara 0,6 sampai 1,0 dan Ci berkisar antara 1,5 sampai 2,0 (Mechanic of wafe
forces on offshore structures, p. 313).
Dalam perhitungan ini karena yang akan ditentukan adalah beban rancang
maksimum maka nilai yang digunakan adalah CD = 1,5 dan Ci = 2,0.
Dengan demikian dapat diperoleh model distribusi gaya gelombang yang bekerja
pada pile sebagai berikut :

y
C

SWL

Wave force distribution

Sea floor y = 0
x

Gambar 3.3 Distribusi gaya gelombang.


Beban gelombang pada tiang vertikal dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut :
F = FD + FI ……………………………………………… (3.17)

4
RETNO AYU K/ D321 15 005
1
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

Nilai FD dan FI menyatakan gaya gesek dan gaya inersia yang bekerja pada selinder
yang masing-masing mempunyai persamaan :
C D D  sinh 2 ky 2ky 
FD = ( H )  sinh 2 kh  sinh 2 kh  cost cost …………..…………….(3.18)
2
2k  

dan

CI D 2 2 sinh ky
FI =  H sin t ………………………………………… (3.19)
2k 4 sinh kh
IV.3. Beban Arus
A. Kecepatan Arus
Arus merupakan kondisi lingkungan yang penting untuk diperhitungkan dalam
perancangan anjungan lepas pantai karena mempunyai pengaruh pada :
a. Letak dan arah kedudukan sandaran kapal dan dampra tongkang.
b. Gaya yang diderita anjungan
Arus pada umumnya dikategorikan ke dalam :
a. Arus pasang surut (terkait dengan pasang surut astronomi)
b. Arus sirkulasi (terkait dengan pola sirkulasi skala laut)
c. Arus yang ditimbulkan oleh badai/ angin
Hasil penjumlahan vektor dari ketiga arus tersebut merupakan arus total. Besaran
relatif dari semua komponen vektor ini sangat tergantung pada kondisi lepas pantai
setempat.
Arus laut dapat memberikan pengaruh pada beban dinamis, yaitu pada gaya drag
dalam persamaan Morrison. Besar dan arah dari arus pasang surut pada permukaan air
umumnya diperoleh dengan mengukur besarnya arus pada daerah setempat.
Variasi kecepatan arus dapat dihitung dengan persamaan :

UT = Uo (y/h)1/7 ………………………………. (3.20)

Dengan : UT = kecepatan arus pada ketinggian y dari permukaan (m/s)


Uo = kecepatan arus di permukaan laut (m/s)
h = kedalaman laut (m)
y = kedalaman yang ditinjau (m)

4
RETNO AYU K/ D321 15 005
2
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

B. Gaya Arus
Gaya arus pada struktur merupakan kombinasi dari gaya angkat (lift) dan gaya drag.
Gaya lift baru diperhitungkan bila pembebanan terjadi pada slinder panjang dengan
perbandingan panjang diameter yang besar. Besar gaya arus pada struktur adalah :
fL = 0,5 . ρ .CL .D . UT2 ………………………………. (3.21)
fD = 0,5 . ρ .CD .D . U T2 ………………………………. (3.22)
dengan: fL = gaya angkat persatuan panjang (N/m)
fD = gaya drag persatuan panjang (N/m)
CL = koefisien gaya angkat
CD/3 (Buku Pedoman Rancang Bangun, PII.22)
CD = koefisien gaya drag
D = Diameter batang struktur

IV.4. Beban Angin


A. Kecepatan Angin
Kecepatan angin terbesar yang diharapkan akan terjadi di suatu lokasi tertentu
dapat diestimasikan dari pemantauan cuaca lokal yang dicatat tiap hari. Kecepatan angin
pada umumnya dicatat dengan alat pengukur yang diletakkan pada ketinggian 10 meter
diatas permukaan laut. Untuk menentukan kecepatan angin pada ketinggian berbeda
maka digunakan persamaan yang terdapat dalam buku “Applied Offshore Structural
Engineering, hal. 8”, yaitu sebagai berikut :
V = V10 (Y/10)X ……………………………………….(3.23)
dimana :
V = Kecepatan angin pada ketinggian Y
V10 = Kecepatan angin pada ketinggian 10 m dari permukaan air laut
Y = Ketinggian konstruksi di atas permukaan air laut
X = 1/8 untuk angin sustained

B. Bidang Tangkap Angin

4
RETNO AYU K/ D321 15 005
3
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

Dari gambaran sketsa perencanaan bangunan lepas pantai (terlampir) bidang


tangkap angin dibagi atas tiga bidang proyeksi, yaitu:
a. Production deck.
b. Drilling deck.
c. Perlengkapan lainnya.
C. Gaya Angin
Gaya angin yang bekerja pada sebuah struktur bangunan lepas pantai merupakan
penjumlahan gaya-gaya yang diterima oleh masing-masing komponen struktur.Gaya
angin tersebut timbul akibat adanya hambatan kekentalan udara dan adanya perbedaan
distribusi tekanan di sisi komponen yang menghadap kearah angin dan sisi-sisi
komponen lainnya. Besarnya gaya angin tergantung pada kecepatan hembusan angin
dan ukuran serta bentuk dan struktur.
Dalam buku Offshore Structural Engineering hal. 93 diberikan persamaan untuk
menghitung gaya angin yang bekerja pada satu obyek :
F = 0,5 .ρ .C .A . V2 (N) …………………………………(3.24)
Dengan: ρ = masaa jenis udara = 1,29 kg/m3
C = koefisien gaya angin
A = luas bidang angin (m2)
V = kecepatan angin (m/det)

Tabel 3.5 Nilai-Nilai untuk Koefisien

Obyek Koefisien gaya angin

Balok 1,5
Silinder 0,5
Sisi – sisi bangunan 1,5
Proyeksi area platform 1,0

[sumber : data API 1980]

4
RETNO AYU K/ D321 15 005
4
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

V 

Gambar 3.4 objek kedudukan miring


Untuk obyek yang kedudukannya miring maka persamaan gaya angin yang lebih
konservatif adalah :
F = 0,5 . ρ .C .A .V2 .cosα ………………………………. (3.25)

IV.5. Perhitungan Beban Lingkungan


A. Beban Gelombang
Gaya gelombang yang bekerja pada elemen struktur untuk kondisi yang
sebenarnya, memiliki bentuk non linear. Dalam hal ini penentuan gaya gelombang
pada tiap elemen harus dihitung dengan peninjauan lebih dari satu titik ordinat
gelombang. Selain itu penentuan letak garis air permukaan gelombang pada elemen
sulit untuk diketahui tanpa menggambarkan posisi dari gelombang dan elemen
tersebut. Oleh karena itu beberapa asumsi digunakan untuk menyederhanakan
perhitungan, asumsi tersebut adalah:
a. Gaya yang bekerja pada tiap elemen dianggap sebagai beban merata.
b. Penentuan sumbu global struktur, untuk arah vertikal sumbu Y dan arah horisontal
sumbu X dan sumbu Z.
c. Penentuan arah gelombang searah sumbu X, jadi sudut datang gelombang 00
terhadap sumbu X atau 900 terhadap anjungan
B. Penentuan Karakteristik Gelombang
Dari data-data yang ada maka karakteristik gelombang tempat operasional
struktur adalah sebagai berikut
a. Kedalaman perairan (h) = 31 m
b. tinggi gelombang (H) = 4,57 m
c. periode gelombang (T) =7 s
d. panjang gelombang () = 75.62 m

4
RETNO AYU K/ D321 15 005
5
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

C. Penentuan Teori Gelombang


Penentuan teori gelombang yang digunakan dalam analisa struktur bangunan
lepas pantai didasari berbagai parameter yang telah diketahui. Parameter tersebut
antara lain grafik hubungan h/ dengan H/. Dengan h menyatakan kedalaman
perairan, H menyatakan tinggi gelombang,  menyatakan panjang gelombang dan T
menyatakan periode gelombang,
Diketahui: h = 34,5 m, H = 4,57 m,  = 75.62 m
diperoleh : h/ = 0,41 H/ = 0.06

Gambar 3.5 Penentuan teori gelombang dengan menggunakan grafik hubungan


panjang gelombang, tinggi gelombang, dan kedalaman
Dari grafik diperoleh bahwa teori gelombang yang mendekati adalah teori gelombang
Airy.

Selain grafik hubungan tersebut, terdapat kondisi yang disyaratkan dalam


penggunaan teori gelombang. Kondisi tersebut dinyatakan dalam tabel berikut.

4
RETNO AYU K/ D321 15 005
6
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

Tabel 3.6 Kondisi yang Disyaratkan dalam Penentuan Teori Gelombang

Teori Kondisi Yang disyaratkan


Gelombang
Conidal h/< 0,1 H2/h3> 15
Solitary h/<0,02 H2/h3 > 15
Stokes h/> 0,1
h/<0,05 (air dangkal)
Airy h/>0,5 (air dalam) H2/h3<15

Sumber : Teknik pantai

D. Perhitungan Beban Gelombang


Dalam perhitungan beban digunakan teori gelombang Airy yang juga disebut
teori gelombang amplitudo kecil.Dalam teori gelombang Airy dianggap bahwa tinggi
gelombang adalah sangat kecil apabila dibandingkan terhadap panjangnya atau
kedalamannya, sehingga yang diperhitungkan hanya suku pertama dari ruas kanan.
Apabila dua suku pertama diperhitungkan, disebut teori orde kedua/stokes, dan apabila
tiga suku pertama disebut teori orde ketiga, dan seterusnya.
Berikut ini adalah urutan dari analisa beban gelombang dengan menggunakan
Teori Gelombang Airy :
 Perhitungan profil muka air/gelombang yang merupakan fungsi ruang (x) dan
waktu (t) yang mempunyai bentuk sebagai berikut :
H
  cos (kx  t ) (3.26)
2
 Menentukan kecepatan gelombang Horisontal yang merambat ke arah sumbu x
(m/s), dengan bentuk sebagai berikut :
(3.27)
H Coshky
u Cos(kx  t )
2 Sinhkh
 Menentukan percepatan gelombang Horisontal yang merambat ke arah sumbu
x (m/s2), dengan bentuk sebagai berikut :
 2 H Coshky (3.28)
ax  Sin (kx  t )
2 Sinhkh
4
RETNO AYU K/ D321 15 005
7
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

Dalam perhitungan berbagai gaya gelombang (f), beban yang bekerja pada tiang
silinder untuk tiap panjangnya pada diameter D, digunakan persamaan
Morisson dengan formula sebagai berikut :
D 2
f 1 2  C D D u u   C I a (3.29)
4
dimana ρ menyatakan massa jenis air laut, CD dan CI adalah koefisien gaya
gesek dan gaya inersia, u dan ax adalah kecepatan dan percepatan air.

Contoh perhitungan pada elemen 126


Sehingga didapatkan :
H
1. Profil gelombang dalam satuan meter ,   cos (kx  t )
2
4,572
ᶯ= cos (0.83085 x 5,21 - 0.897508 x 0)
2
= 2, 28 meter
2. Kecepatan gelombang Horisontal yang merambat ke arah sumbu x dan y (m/s),
dengan bentuk sebagai berikut :

0.897508x4,5 coshx0.83085x29.17
μ= cos (0.83085 x 5,21 - 0.897508 x 0)
2 sinhx0.83085 x31

μ= 0.749476175m/s

3. Percepatan gelombang Horizontal arah sumbu x (m/s2), dengan bentuk sebagai


berikut :

 2 H Coshky
ax  Sin (kx  t )
2 Sinhkh

0.89752x4,57 coshx0.83085x29.17 cos (0.83085 x 5,21 - 0.897508 x 0)

4
RETNO AYU K/ D321 15 005
8
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

ax
= 2 sinhx0.83085 x31

ax = 0.672728242 m/s2

Diketahui:
Diameter elemen (D) = 0.965 meter.
Koefisien gaya gesek, CD = 1
Koefisien gaya inersia, CI = 2,0
Gaya gelombang Horisontal arah sumbu x yang bekerja pada elemen 126

3,14 𝑋 0.9652
F = 0,5 x 1,025 x 1 x 0.965 x 0,7494 x 0,7494 + (1,025x2,0) x 0.18689
4

F = 0.8375 kN/m2

E. Beban Arus
Untuk menyederhanakan perhitungan, arus dianggap bergerak horizontal dengan
arah searah sumbu global-X (nol derajat).
Gaya arus dihitung pada elemen dengan pusat beban berada di pertengahan elemen
(untuk elemen yang berada di bawah air) dan pusat beban berada di permukaan air
(untuk elemen yang sebagian berada di atas permukaan air).
 Kecepatan Arus
Kecepatan arus pada elemen 20 dengan y = -25.16 m dan U0 = 0,21 m/s adalah
sebagai berikut :
UT = U o (y/h) 1/7
= -0,0243 m/s
 Gaya Arus
Perhitungan gaya arus, sebagai contoh elemen 20 (y= -25.16 m dan D =0.965 m).
Dengan ρ = 1,025 ton/m3 CD = 1,0 dan CL C D/3 = 0,333, maka gaya angkat (f L)
dan gaya drag (f D ) adalah sebagai berikut :
2
fL= 0,5..CI. D. UT
2 4
=0,5 x 1,025 x 0,333 x 0.965 x (-0.0243) RETNO AYU K/ D321 15 005 9
= 0,0000972 kN/m
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

2
fD= 0,5..CD. D. UT
2
= 0,5 x 1,025 x 1 x 1,42 x (-0,0579)

= 0,000292 kN/m

Jadi,

fTotal = FD + FL
= 0,0000972 + 0,000292 = 0.0003892 kN/m
Jadi besar beban arus pada elemen 24 adalah: = 0.0003892 kN/m

F. Beban Angin
Untuk menyederhanakan perhitungan, angin dianggap bergerak horizontal dengan
arah searah sumbu global X (nol derajat). Gaya angin dihitung pada bangunan atas
(deck) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

2
F = ½ . . CW. A.V

dimana :
 : massa jenis udara; 1,29 Kg/m3
Cw : Koefisien gaya angin
A : luas bidang tangkap angin (m2)
V : kecepatan angin (m/dtk)

Koefisien gaya Angin


Obyek Koef.
Balok 1,50
Silinder 0,50
Sisi –sisi bangunan 1,50
Proyeksi Area Platform 1,00
5
RETNO AYU K/ D321 15 005
0
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

2m

5m

5m
15 m 15 m

5,6

45 m
28,5 m

Gambar Bidang Angin tampak Samping dan Depan


Sesuai gambar di atas maka dapat ditentukan gaya angin pada geladak dan bangunan
atas seperti berikut :
- Tampak Depan
A = (243.8) + (243.8) + (243.8) + (45) + (45) + (4.8) + (5.9) + (42.4)
= 826.3 m2
- Tampak Samping
A = (121.9) + (121.9) + (121.9) + (45) + (45) + (4.8) + (5.9) + (20.4)
= 460.6 m2
Atot = (826.3 + 460.6)
= 1286.9 m2
2
F = 0,5 . . CW. A.V
2
= 0,5 . 1,29. 1,5. 1286.9. 41.93
=
= 4122.49 kN
Gaya angin total yang bekerja pada geladak dan bangunan atas :
F = 4122.49 kN

5
RETNO AYU K/ D321 15 005
1
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

BAB V
KESIMPULAN

5
RETNO AYU K/ D321 15 005
2
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

BOPD/ Lokasi : 83.000 / Laut Jawa


Jenis Konstruksi : Jacket Steel Platform (terpancang)
Sebagai anjungan produksi pengeboran dan
Fungsi Konstruksi :
Produksi
Berat Total Geladak : 6752 ton

: Baja Group I kls C Spek. ASTM A500 Grade C


Material Struktur :
Kaki struktur dan geladak, jacket brace
: Baja group II kls B spes.API 5L grade N52
Joint chord, joint brace, joint dan K
Balok geladak dan pelat geladak
: Baja group I kls C spes. ASTM mutu A 36

Jumlah Kaki Struktur / Kemiringan : 8 buah / 1:8


Ukuran Pile : Diameter = 36 inch, tebal = 0.91 inch
Pola Perangkaan : Kombinasi K & N

Struktur Jacket :
: Diameter = 38 inch, tebal = 0.84 inch
Kaki Jacket
: Diameter = 40.5 inch, tebal = 0.84 inch
SambunganKaki Jacket
: Diameter = 23.3 inch, tebal = 0,58 inch
Brace horizontal
: Diameter = 22.9 inch, tebal = 0,51 inch
Brace K, N
: Diameter = 25 inch, tebal = 0,61 inch
Skirt Pile

Luasan Geladak :
Geladak Produksi : 40 x 20 m2
Geladak Pengeboran : 40 x 20 m2
Geladak Instalasi : 40 x 20 m2
Geladak Akomodasi : 18 x 18 m2
Geladak Helideck : 16 x 16 m2

5
RETNO AYU K/ D321 15 005
3
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

Struktur Geladak :
Kaki Geladak : Diameter = 38 inch, tebal = 0.95 inch
Brace Geladak : Diameter = 19.8 inch, tebal = 0,49 inch
Balok Geladak : Profil WF baja mutu A36,Fb=24ksi(165Mpa)
Pelat Geladak : Pelat baja mutu A36, Fb=24ksi(165Mpa)

DAFTAR PUSTAKA

A.Y Baeda, “Perencanaan Bangunan Lepas Pantai Tipe Fixed Jacket Platform’,
Makassar, 2005

Dawson, Thomas H, “Offshore Structural Engineering” Pretince Hall, Inc. 1981.

G.Dean Robert, and Dalrymple Robert A, “Water Wave Mechanics for Engineers and
Scientist”, Cornel University , USA. 2000.

Graff, W.J.” Introduction to Offshore Structure Design” Gulf Publishing Company, Houston,
Texas, 1984.

Hsu, Teng H, “ Applied Offshore Structural Engineering” Gulf Publishing Co, 1984.

Kumpulan makalah mengenai “Offshore Engineering” dalam rangka kerjaa sama segitiga biru
(UNHAS-ITS-UNPATTI).

Mc.Clelland, Bramalette and Refel D.Michael,” Planning and Design of Fixed Offshore
Platform” Vann Nostrand Reinhold Company, New York.

“Pedoman Rancangan Bangun Bangunan Lepas Pantai di Perairan Indonesia”, Biro


Klasifikasi Indonesia (BKI) bekerja sama dengan Fakultas Teknologi Kelautan ITS, 1991.

5
RETNO AYU K/ D321 15 005
4
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

LAMPIRAN

5
RETNO AYU K/ D321 15 005
5
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

1. Gaya Angin
Dimensi Geladak
Depan Samping
No Geladak Dimensi Dimensi
l t A l t A
1 Produksi 40 6.096 243.8 20.0 6.096 121.9
2 Pengeboran 40 6.096 243.8 20.0 6.096 121.9
3 Instalasi 40 6.096 243.8 20.0 6.096 121.9
4 Akomodasi 1 18 2.5 45.0 18.0 2.5 45.0
5 akomodasi 2 18 2.5 45.0 18.0 2.5 45.0
6 Helidek 16 0.3 4.8 16.0 0.3 4.8
7 Kaki Geladak 0.97 6.16 5.9 1.0 6.16 5.9
8 Tower AutoCAD 42.4 AutoCAD 20.4
826.3 460.6
Sesuai dimensi di atas maka dapat ditentukan gaya angin 2573.76 2573.76
pada geladak dan bangunan atas seperti berikut :

No Geladak C A (m2) V2  Atot F

1 Produksi 1.5 365.76 1758.0075 1.29 731.52 1244222.071


2 Pengeboran 1.5 365.76 1758.0075 1.29 731.52 1244222.071
3 Instalasi 1.5 365.76 1758.0075 1.29 731.52 1244222.071
4 Akomodasi 1.5 90.00 1758.0075 1.29 180 306157.0058
5 Helidek 1.5 9.60 1758.0075 1.29 19.2 32656.74728
Total (N) 4071479.967
(kN) 4071.479967

6 Kaki Geladak 0.5 47.54 1758.01 1.29 47.54 26952.18018


7 Tower 0.5 42.44 1758.01 1.29 42.44 24061.67282
Total (N) 51013.853
(kN) 51.013853

F (kN) 4122.49382

5
RETNO AYU K/ D321 15 005
6
PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

5
RETNO AYU K/ D321 15 005
7

Anda mungkin juga menyukai