Anda di halaman 1dari 142

Dokumen Usulan Teknis Bagian E

Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

PENDEKATAN METODOLOGI & PROGRAM


BAGIAN KERJA
Pada bagian ini diuraikan seluruh metode yang akan dilakukan dalam upaya
penyelesaian pekerjaan, mulai dari kegiatan pengumpulan data/informasi, desk

E study yang mencakup review desain terdahulu, melaksanakan inspeksi besar,


pemeriksaan isntrumen dan melakukan evaluasi keamanan bendungan.

E.1 METODE PELAKSANAAN

Dalam pelaksanaan pekerjaan Pemetaan Daerah Irigasi Bomberay ini, agar diperoleh
hasil produk yang optimal, maka konsultan menyiapkan rencana kerja yang optimal
sesuai yang disyaratkan oleh Kerangka Acuan Kerja (KAK). Unsur-unsur utama yang
mendukung dan mempengaruhi jalannya operasional proyek meliputi Personil (Tenaga
Ahli dan Tenaga Pendukung), Organisasi Pelaksana dan Fasilitas kerja.

Selain pendekatan operasional di atas, terkait mencakup dua aspek, yaitu Aspek Teknis
dan Non Teknis. Dalam pemilihan lokasi Bendung, perlu dipertimbangkan aspek-aspek
Teknis sebagai berikut.

1. Kondisi Topografi
Kondisi topografi akan berpengaruh pada: tinggi dan panjang tubuh bendung,
volume tampungan, tata letak/penempatan bangunan pelengkap, kemudahan jalan
masuk, stabilitas lereng, dan lain-lainnya.
Kondisi topografi yang perlu menjadi perhatian antara lain:
- bentuk dan lebar penampang melintang dan memanjang lembah,
- bentuk kolam, kemiringan tebing sungai, dll.
Rona topografi adalah merupakan merupakan hasil kegiatan geodinamik
masa lalu seperti: pergerakan tanah, kegiatan vulkanik, geomorfologi
(pelapukan, erosi), dan lain sebagainya. Hal ini berarti rona topografi juga
mencerminkan rona geologi secara tidak langsung seperti: kekerasan batuan,
struktur geologi, pergerakan tanah, dan lain-lainnya.
Dilihat dari kondisi topografi, lokasi yang baik untuk embung:

2. Kondisi geologi fondasi:


Beberapa kondisi geologi yang perlu menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi
bendung adalah:

E-1
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

- jenis dan sifat batuan fondasi,


- daya dukung fondasi,
- longsoran skala besar,
- struktur sesar sekala besar,
- adanya material yang berbahaya seperti abu vulkanik, logam berat dialiran
sungai,
- adanya bidang-bidang diskontinyuitas, dll.
Dilihat dari kondisi gelogi fondasi, lokasi yang baik untuk bendung, adalah daerah
yang memiliki batuan dasar yang kuat dengan endapan sungai yang tipis.

Sedangkan aspek Non Teknis meliputi antara lain:

a) Kebijakan Pemerintah Daerah termasuk Tata Ruang Wilayah


b) Ekonomi berupa kelayakan secara ekonomis
c) Lingkungan
d) Azas manfaat (outcomes)

Maksud dari beberapa aspek non teknis tersebut diatas yaitu disamping aspek-
aspek teknis yang telah disebutkan diatas terdapat aspek berikut juga tidak kalah
pentingnya untuk dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi bendung, yaitu:
- Kesesuaian dengan rencana pengembangan wilayah; lokasi bendung
sebaiknya dekat daerah layanan dan mempunyai daerah tangkapan/tadah
hujan yang cukup memadai.
- Kaitannya dengan masyarakat dan ekonomi; pertimbangkan besar ganti rugi,
pengaruh terhadap lahan pertanian, pemukiman, fasilitas umum, aset budaya,
monumen alam, dll.
- Rencana pengembangan jangka panjang; bendung yang direncanakan
hendaknya terintegrasi dengan proyek-proyek yang sudah ada dan rencana
pengembangan jangka panjang.
- Kelestarian lingkungan; dalam pemilihan lokasi dan tipe, perlu di
pertimbangkan fenomena perubahan di daerah tangkapan air dan
pembusukan tumbuhan akibat penggenangan.
- Aspek Keamanan bengunan
Bendung yang pada umumnya terletak di bagian hulu suatu daerah
konsentrasi penduduk, merupakan sesuatu bangunan yang menyimpan
potensi ancaman bagi daerah di hilirnya. Sehingga dalam perencanaan suatu

E-2
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

bendung harus memperhatikan dengan seksama segi keamanan


bendungnya. Selain itu harus memperhitungkan stabilitas tubuh bendung dan
bangunan pelengkapnya serta faktor penting yang harus diperhatikan adalah
dalam hal kajian hidrologi guna menentukan banjir rancangan (banjir
rencana).

Faktor-faktor yang menentukan lokasi proyek adalah luas dari layanan air yang
diperlukan dan lokasi distribusi air yang akan dikembangkan. Bila saluran
pembawa air cukup jauh, biaya pembuatan saluran adalah merupakan
pertimbangan penting biaya. Untuk meminimalkan biaya pemompaan, sumber air
sebaiknya dipilih pada elevasi yang cukup tinggi atau sarana pemanfaatan air
ditempatkan sedekat mungkin dengan sumber air.
Pada kasus bendung untuk pengendalian banjir, biaya saluran untuk membawa air
tidak diperhitungkan.
Lokasi bendung idealnya dipilih berdasarkan pertimbangan sebagai berikut :
a) Pada bagian sungai yang sempit dan kedua tumpuan mempunyai tinggi yang
cukup sesuai dengan tinggi bendung yang diperlukan.
b) Fondasi dan kedua tumpuan berupa batuan keras atau telah terkonsolidasi
dan cukup kedap air atau mendekati hal tersebut sehingga retakan/rekahan
dapat ditutup dengan grouting atau menempatkan selimut lempung di bagian
hulu bendung (upstream clay blanket).
c) Khusus untuk bendung beton (bila kondisi geologi memungkinkan), bangunan
pelimpah sebaiknya dibangun pada salah satu tumpuannya.
d) Kegempaan, termasuk adanya sesar aktif di dekat rencana bendung.

Untuk mencapai kapasitas tampungan yang ekonomis, perlu dipertimbangkan hal-


hal sebagai berikut :
- Genangan cukup luas.
- Terletak pada sungai yang mempunyai kemiringan yang rendah yang
proporsiaonal terhadap tinggi bendung.
- Di daerah genangan tidak mengandung mineral yang bernilai ekonomi tinggi,
misalnya batubara, emas, dlll, yang berpotensi timbulnya konflik kepentingan
dikemudian hari.

E-3
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

Adanya infrastruktur, seperti jaringan pipa minyak, tranmisi PLN, rel kereta api, dll
di daerah rencana genangan juga merupakan hal-hal yang perlu dipertimbangkan
dalam studi kelayakan ini.

Metodologi pelaksanaan pekerjaan yang digambarkan pada Gambar Diagram Alir E.1
meliputi tahapan sebagai berikut :

Tahap Persiapan dan Survei Pendahuluan


Tahap Survei dan investigasi
Tahap Perencanaan, Analisa dan Pra Desain

E.1.1 Tahap Persiapan


Pada tahap ini akan dilaksanakan beberapa kegiatan pokok antara lain:

A. Mobilisasi personil, sebagai bagian survai awal dan koordinasi dengan


Direksi Pekerjaan dan instansi lainnya yang terkait
B. Diskusi dengan Direksi Pekerjaan untuk membahas Rencana Kerja
Konsultan dalam Laporan Pendahuluan
C. Pengumpulan data sekunder berupa :
Laporan terdahulu dan data yang tersedia di Satker
Data hidrologi dan klimatologi yang terakhir
Peta-peta (topografi / rupa bumi, geologi, land status, tataguna lahan)
Data kependudukan dan statistik
Data Rencana Tata Ruang / Wilayah Kabupaten Dan Propinsi
D. Survai Identifikasi Lapangan Awal
Survai lapangan dilakukan bersama dengan Direksi Pekerjaan, bertujuan
untuk meninjau lokasi dam-site dan pengamatan kondisi fisik dan non fisik,
yang meliputi:
1. Meninjau lokasi bendung yang telah ditetapkan dalam pekerjaan studi
sebelumnya.
2. Mengevaluasi rencana lokasi tapak bendung didasarkan pada
pertimbangan :
Mengamati kondisi topografi
Mengamati/mengenali secara visual Kondisi geologi, antara lain
kondisi geologi tumpuan (abutment) embung dan jenis serta
perkiraan jumlah material timbunan yang ada

E-4
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

Mengamati kondisi hidrologis, seperti perkiraan (baseflow, dan


debit andalan)
Pengamatan visual kondisi Daerah Pengaliran Sungai
Pengamatan rona Lingkungan awal, seperti jumlah penduduk,
dan lingkungan sekitar lokasi.
3. Diskusi Hasil Survei Lapangan Awal
Hasil diskusi diharapkan dapat diputuskan untuk dilanjutkan
pekerjaan survei dan investigasi.
4. Kajian terhadap Lokasi As dan Tipe Bendung
Kajian pendahuluan atas data sekunder tersebut dan laporan
terdahulu diatas akan digunakan sebagai dasar survai lapangan awal
untuk mengkaji lokasi tapak proyek terhadap perencanaan nantinya
dan penyusunan Laporan Pendahuluan.

E.1.3 Inventarisasi dan Pengumpulan Data Sekunder


Beberapa data sekunder yang telah dan akan dikumpulkan berkaitan dengan
pekerjaan ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

Tabel E.1 Sumber Pengambilan Data Sekunder

No. Jenis Data Sumber Kegunaan


Da/Tengahata/Instansi
1 Data Hujan & Klimatologi Dinas PU Kab. Fakfak Analisis Hidrologi
atau Satker BWS
Papua Barat
2 Data Statistik BPS Kab. Fakfak Analisis Proyeksi Penduduk,
Kependudukan & Sosial Kebutuhan Air Baku & Kajian
Ekonomi Sosek
3 Data Kebutuhan Air Satker BWS Papua Analisis Kebutuhan Air
Barat Perikanan, Peternakan dan
Perkebunan.
4 Data Tataguna/Status Bappeda Prov. Papua Kajian lahan/sarana
Lahan/Fasilitas & Barat prasarana di lokasi irigasi
Prasarana Bappeda Kab.Fakfak
5 Data RTRW Bappeda Kab.Fakfak, Kajian peruntukan dilokasi
Dan Prop.Papua Barat irigasi
6 Peta RBI skala 1 : 50.000 Bakosurtanal Analisis DAS & Kajian
lahan/Batas wilayah
7 Data Buku-Buku Standar / Kementerian PU/Dinas Pedoman Perencanaan KP.
Referensi PU Propinsi, BWS Bangunan Utama Dan
Papua Barat Bangunanj Irigasi
8 Data Studi Terdahulu Dinas PU Pengairan Kajian Studi Terdahulu
Kab. Dan
BWS Papua Barat
E-5
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

Data sekunder telah dikumpulkan dari lapangan dan instansi-instansi yang


terkait pekerjaan ini . Data-data tersebut kemudian dikaji dan dianalisis dengan
berpegang pada standar dan atau pedoman yang dianjurkan (SNI dan yang
sejenis)serta disesuaikan dengan literatur mutakhir terkait. Data-data yang
dikumpulkan, dikaji, dan dianalisis dalam proses survei, investigasi, dan
desain, antara lain adalah :

Topografi, khususnya yang berkaitan dengan damsite/lokasi bendung,


daerah genangan waduk, lokasi borrow area, access roads, haul roads,
jalur jaringan irigasi lokasi water treatment plant (WTP), dan fasilitas
pelengkapnya.
Hidrologi, khususnya yang berkaitan dengan analisis curah hujan, analisis
inflow debit tahunan, debit rencana untuk spillway, pengisian waduk
embung dan pengoperasian embung, sediment inflow, reservoir
sedimentation, kapasitas pengambilan air baku, dan analisis lain yang
terkait.
Aspek-Aspek : Sosial-Budaya, Lingkungan Hidup, Akuisisi Tanah,
Pemukiman Kembali, serta Prasarana dan Sarana Pelayanan Umum,
khususnya yang berkaitan dengan sosiologi teknik, yaitu bagaimana
memasukkan dimensi-dimensi sosial ke dalam suatu pelaksanaan
pembangunan bendung agar dampak negatif aspek sosial dapat
diminimalkan.

E.1.4 Survey Lapangan Pendahuluan


Survey pendahuluan dilakukan dalam rangka pengenalan lapangan secara
langsung dengan tujuan untuk mengetahui kondisi yang ada di sekitar lokasi
proyek dan mengevaluasi apa yang sudah dikaji saat studi terdahulu
dilakukan. Pada saat kegiatan ini berlangsung, Ketua Tim dan tenaga ahli
lainnya akan menginventarisasi kondisi yang ada berikut permasalahan
ataupun hambatan yang mungkin terjadi saat survey lapangan dilakukan.
Dalam tahapan ini juga dilakukan langkah-langkah persiapan survey lapangan
baik untuk pengukuran pemetaan serta pengumpulan data - data lapangan
yang khusus terdapat di sekitar lokasi.
Persiapan lapangan pengukuran meliputi pemilihan lokasi base camp, batas
area pengukuran, penetapan titik-titik referensi dan penyiapan tenaga lokal.

E-6
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

E.1.5 Kajian Studi Terdahulu (Desk Study)


Pekerjaan review data atau studi literatur dimaksudkan adalah menganalisis
dan mengevaluasi data-data yang telah diolah berdasarkan hasil perencanaan
terdahulu. Hasil dari review data ini sebagai masukan bagi konsultan untuk
melakukan dan menentukan langkah - langkah perencanaan selanjutnya baik
untuk perbaikan maupun melengkapi dan menyempurnakan analisis yang
telah dilakukan sebelumnya.

E.1.6 Survey dan Kajian Data Sosial Ekonomi


Pada tahapan ini kajian masih sebatas pengolahan dan pengumpulan data
sosek yang diperoleh dari data sekunder. Kajian dilakukan berdasarkan data
statistik sosek yang diperoleh diantaranya :

Melakukan kajian pertumbuhan kawasan pertanian padi, antara lain


pertumbuhan Pertanian irigasi, Perikanan dan Peternakan dengan
melakukan analisis proyeksi untuk jangka pendek (5 10 tahun) dan
jangka panjang (30 tahun).

Melakukan kajian mengenai kondisi umum Daerah Irigasi bomberay


pada tahap selanjutnya kajian akan dilakukan lebih detail dengan
melakukan survey sosek untuk mendapatkan data primer yang mencakup
data kependudukan, sosial budaya, kepemilikan lahan, mata pencaharian,
pendidikan, fasilitas umum dan lain-lain.

E.1.7 Penyusunan Laporan Pendahuluan


Laporan Pendahuluan ini disusun berdasarkan konsep kerja yang akan
dilaksanakan oleh Konsultan setelah melakukan tahapan persiapan dan
peninjauan pendahuluan ke lapangan. Temuan-temuan di lapangan dan juga
hasil analisis awal studi literatur yang ada dimasukkan dalam laporan ini.
Laporan ini disusun dalam waktu 1 bulan setelah SPK dan diserahkan paling
lambat pada akhir bulan pertama setelah SPK ditandatangani.

Secara rinci pokok/materi yang disajikan dalam laporan ini sebagai berikut :

Latar belakang pekerjaan


Maksud dan tujuan serta lingkup pekerjaan
Lokasi pekerjaan beserta peta lokasi
Metode dan rencana kerja

E-7
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

Evaluasi data sekunder dan hasil analisis awal studi literatur


Jadwal pelaksanaan
Daftar personil dan jadwal penugasan personil
Daftar peralatan dan jadwal penggunaan alat
Bagan Organisasi Penyedia Jasa
Data-data yang sudah terkumpul
Hasil kajian awal dan temuan permasalahan yang ada di lapangan

E.3 PEKERJAAN PERSIAPAN dan PENGUMPULAN DATA

E.3.1 Persiapan, Pengumpulan dan Review Data


Pekerjaan persiapan ini bertujuan untuk mempersiapkan segala sesuatu yang
diperlukan, baik yang berkaitan dengan administrasi maupun teknis. Kegiatan ini
akan bersifat menunjang kelancaran kegiatan tim baik di kantor maupun di
lapangan.

Kegiatan persiapan ini meliputi penyusunan program kerja, persiapan mobilisasi


personil dan peralatan, penyiapan surat-surat untuk peninjauan pendahuluan ke
lapangan, persiapan survey lapangan dan penyiapan penyusunan Laporan
Pendahuluan.

Pengumpulan data dan peta dilakukan dengan melakukan survey lapangan ke


lokasi proyek dan juga kunjungan ke instansi-instansi yang terkait dengan
pekerjaan ini. Data dan informasi yang dikumpulkan diantaranya adalah sebagai
berikut :

Semua laporan studi yang pernah dilakukan,


Laporan desain termasuk review/revisi/modifikasi desain,
Laporan pelaksanaan konstruksi, meliputi: kendali mutu (quality control),
laporan akhir proyek (completion report), dll.
Laporan yang berkaitan dengan pengelolaan/OP bendungan, antara lain
laporan pemantauan, laporan pelaksanaan OP, laporan inspeksi, dan
lain-lain
Data hidrologi terbaru, peta geologi regional, dan lain sebagainya.
Titik-titik referensi/ BM di sekitar Bendung atau titik tetap yang ada.

E-8
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

Data kualitas lingkungan (topografi, pengelolaan sumber air, kualitas


tanah dan air, kondisi lingkungan DAS dan sosial budaya masyarakat)

Pekerjaan studi literatur dimaksudkan adalah menganalisis dan mengevaluasi


data-data yang telah diolah berdasarkan hasil perencanaan terdahulu. Hasil dari
review data ini sebagai masukan bagi konsultan untuk melakukan dan
menentukan langkah - langkah pekerjaan selanjutnya.

E.3.2 Survey Pendahuluan (Orientasi Lapangan)


Survey pendahuluan dilakukan dalam rangka pengenalan lapangan secara langsung
dengan tujuan untuk mengetahui kondisi yang ada di sekitar lokasi proyek dan
mengevaluasi apa yang sudah dikaji saat studi terdahulu dilakukan. Pada saat
kegiatan ini berlangsung, Ketua Tim dan tenaga ahli lainnya akan menginventarisasi
kondisi yang ada berikut permasalahan ataupun hambatan yang mungkin terjadi
saat survey lapangan dilakukan. Dalam tahapan ini juga dilakukan langkah-langkah
persiapan survey lapangan baik untuk pengukuran pemetaan maupun kegiatan
inspeksi serta pengumpulan data - data sekunder yang khusus terdapat di
lapangan.

Persiapan lapangan pengukuran meliputi pemilihan lokasi base camp, batas area
pengukuran, penetapan titik-titik referensi dan penyiapan tenaga lokal.

Persiapan lapangan inspeksi meliputi penentuan lokasi-lokasi yang akan diinspeksi,


menentukan jenis perlatan lapangan yang harus disiapkan.

E.4 PENYUSUNAN LAPORAN PENDAHULUAN


Laporan Pendahuluan ini disusun berdasarkan konsep kerja yang akan dilaksanakan
oleh Konsultan setelah melakukan tahapan persiapan dan peninjauan pendahuluan ke
lapangan. Temuan-temuan di lapangan dan juga hasil analisis awal studi literatur yang
ada dimasukkan dalam laporan ini. Laporan ini disusun dalam waktu 1 (satu) bulan
setelah SPK dan diserahkan paling lambat pada akhir bulan pertama setelah SPK
ditandatangani.

Secara rinci pokok/materi yang disajikan dalam laporan ini sebagai berikut :
Latar belakang pekerjaan
Maksud dan tujuan serta lingkup pekerjaan
E-9
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

Lokasi pekerjaan beserta peta lokasi


Metode dan rencana kerja
Evaluasi data sekunder dan hasil analisis awal studi literatur
Jadwal pelaksanaan dan kurva S
Daftar personil dan jadwal penugasan personil
Daftar peralatan dan jadwal penggunaan alat
Bagan Organisasi Penyedia Jasa
Data-data yang sudah terkumpul
Form-form untuk persiapan inspeksi
Uraian hasil peninjauan lapangan (orientasi lapangan lokasi bangunan
utama, areal irigasi dan borrow area)

E.5 KEGIATAN PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA SEKUNDER

Kegiatan ini merupakan tahapan berikutnya setelah kegiatan survey pendahuluan


dan pengumpulan data sekunder. Pada tahap Laporan Pendahuluan data-data
yang diperoleh masih bersifat pemaparan tanpa tinjauan analisis secara detail.

Maksud dan tujuan kegiatan ini adalah melakukan kegiatan analis data-data yang
telah diperoleh di lapangan. Kegiatan ini dilakukan secara simultan pada saat survey
investigasi lapangan dilakukan. Pada tahapan ini kegiatan yang dilakukan antara
lain:

Mengevaluasi data sekunder hasil studi terdahulu yang mencakup data-data


hasil studi sebelumnya. Data-data yang dianalisis mencakup data hasil pek
desain, hasil pek konstruksi, hasil pek rehabilitasi/perbaikan, data kondisi
hidrologi dan debit banjir, data op terdahulu dan lain-lain.

Mengevaluasi persepsi atau masukan-masukan dari pihak pengelola jaringan


irigasi mengenai kondisi yang ada.

Kegiatan hasil kajian data ini akan menjadi masukan pada tahap penyusunan
basic desain main system Daerah irigasi.

E - 10
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

E.7 PEKERJAAN INVESTIGASI LAPANGAN

E.7.1 Survey fotogametri


Dalam proses pelaksanaan fotogametri maka sebagaimana telah disebutkan di
atas, pekerjaan ini merupakan bagian dari pekerjaan pemetaan Daerah Irigasi,
yang meliputi daerah irigasi dan bangunan bendung (disekitar daerah irigasi)
untuk mengukur luas areal irigasi.

D. Metode Pelaksanaan

Bab II
METODOLOGI

Secara umum, untuk mencapai maksud dan tujuan pekerjaan ini, sub pekerjaan yang harus
dilakukan adalah sebagaimana diagram berikut.

E - 11
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

START

PERSIAPAN

Survai Pendahuluan

Perencanaan Jalur Terbang


Inventarisasi data sekunder
dan GCP

Pemasangan GCP dan


Premark Survey Lapangan :
Toponimi,
Pendataan Lahan,
Pengukuran GCP Pemotretan Udara Sarana Prasarana,
Tanah,
Sosial Ekonomi

Pengolahan Foto Udara

Interpretasi dan Digitasi

Kartografi Data hasil survai lapangan

Database Lahan
APLIKASI SIG
Permukiman
Pencetakan Peta Garis, PUSDATINTRANS
Transmigrasi
Peta Foto, Peta Tematik

SELESAI

Gambar 2.1. Diagram Alir Pekerjaan

Uraian dari masing-masing sub pekerjaannya adalah sebagai berikut :

2.1 Metodologi Fotogrametri dan Kartografi


2.1.1 Perencanaan Jalur Terbang

Jalur-jalur pemotretan merupakan jalur yang lurus dan sejajar satu sama lain pada
arah Barat-Timur dengan penyimpangan maksimum 3 derajat. Pemotretan harus

E - 12
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

dilaksanakan berurutan dan setiap terbang harus berkesinambungan sepanjang area


pemotretan. Pemenggalan jalur hanya terjadi bila tinggi terbang harus dirubah
untuk memenuhi persyaratan navigasi dan skala foto, dimana jalur sambungan akan
dilaksanakan dengan bertampalan pada sedikitnya 3 foto. Pusat-pusat dari 2 (dua)
foto pertama dan 2 (dua) foto terakhir setiap jalur terbang akan diletakkan diluar
area pemotretan. Pertampalan antara dua exposure yang berurutan pada setiap strip
60 % 5 %, sedangkan pertempalan kesamping yaitu pertempalan antara dua strip
yang bersebelahan adalah 30 % 5 % yang dapat diilutrasikan seperti gambar
dibawah ini.Untuk Jalur terbang yang dimaksud terlampir.

Gambar 2.2. Jalur terbang

E - 13
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

Gambar 2.3.Contoh Jalur terbang


pada controler UAV
Pemotretan akan dilaksanakan pada saat keadaan cuaca sedemikian rupa sehingga
tidak mengurangi kualitas tone dan jika memungkinkan tiap-tiap penerbangan
dilakukan setiap hari pada jam-jam yang sama untuk menghindari adanya
perbedaan arah bayangan. Tinggi matahari pada saat pemotretan diusahakan
sedikitnya 25 derajat, dan diusahakan tidak ada awan, asap atau kabut yang
mengaburkan detail foto, terutama karena pemotretan berwarna maka dibutuhkan
cuaca yang benar-benar cerah/bright_clear.

2.1.2 Metoda Pemotretan

1. Perencanaan Lokasi GCP


Perencanaan Jaringan untuk penempatan dibuat di atas peta lokasi skala 1 :
5.000 dengan memperhatikan design kriteria yang telah ditetapkan dalam
Spesifikasi Teknis, yaitu : Bench Mark / GCP (Ground Control Points)

Seluruh titik terdistribusi secara merata pada wilayah pemetaan.


Penempatan titik-titik pada suatu jaringan berbentuk bujur sangkar atau
segitiga sama sisi.
Setiap stasiun dapat di hubungkan dengan minimal tiga buah baseline
indepeden (non-trivial).
Bentuk jaring terdiri dari baseline indepedent (non-trivial). Jadi jika
empat (n) receiver GPS yang digunakan saat pengamatan, maka hanya

E - 14
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

tiga (n-1) baseline yang diperoleh dari data yang diamati. Metoda
pengukuran baseline disesuaikan dengan rencana jaringan.
Jaringan diikatkan dengan titik kontrol yang ada yang mempunyai
ketelitian lebih tinggi, yang dan memiliki koordinat pada datum WGS-
84
Geometri dari jaringan memenuhi spesifikasi ketelitian dan persyaratan
strength of figure
Perencanaan Jaringan untuk posisi titik kontrol dilakukan diatas peta lokasi
yang dapat dilihat pada lampiran.

2. Pemasangan GCP dan Premark


Identifikasi posisi titik (Reconnaissance)
Kegiatan reconnaissance yang tentunya akan dibutuhkan pada tahap
pengukuran dan pengamatan Bench Mark sehingga kondisi lapangan
secara menyeluruh dapat diketahui. Dalam Reconnaissance ini dilakukan
kegiatan penentuan titik dilapangan yang bertujuan untuk
mengidentiflkasi lokasi pengukuran dan obstruksinya. Setelah tahapan
Reconnaissance ini baru diketahui kondisi sesungguhnya, misalnya
kondisi titik BM No.X, yang seharusnya posisinya berada di pinggir
sungai, sawah, karena tidak dimungkinkan pemasangan BM dengan
Ukuran paralon 4 inch dan Pre Mark 2.60 x 2.60 meter di pematang
sawah atau di pinggir sungai yang kondisinya sangatlah sempit baik
tempatnya atau ruangnya tertutup untuk Pemasangan BM, pengamatan
GPS, Pemotretan udara sehingga di pindahkan ke lokasi lain di pinggir
jalan yang memungkinkan dipasangan BM, Pengamatan GPS dan
Pemotretan udara.

Hal tersebut di atas adalah contoh kendala - kendala dilapangan yang


harus ada solusinya sedapat mungkin ada penyelesaiannya supaya
kegiatan dilapangan tidak terhambat, maka dari hasil identifikasi
lapangan tersebut kami teliti lebih jauh baik dengan tim teknis maupun
supervisi, hasil dari pertemuan tersebut bahwa BM atau PM bisa digeser
pada posisi arah Timur Barat dengan kata lain pada setiap Side Lap
masih pada batas toleransi, sehingga bisa digeser pada arah timur barat

E - 15
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

tidak lebih dari 200 m, daerah yang diambil cukup baik, strategis
dalam hal keamanan dan transportasi serta merupakan daerah yang
terbuka untuk keperluan pengukuran dan pemotretan udara.

Pembuatan Bench Mark (BM) dan Pre Mark (PM)


Jumlah BM yang dibuat disesuaikan dengan jumlah titik GCP yang akan
diukur. BM dibuat dengan campuran 1 : 2 : 3 dengan rangka besi 10 mm
dan 6 mm dibuat ditempat BM akan dipasang, ukuran sesuai dengan
kerangka acuan kerja.

Gambar 2.4. Konstruksi BM/GCP


Sesuai dengan spesifikasi Bench Mark diatas, maka dilakukan pembuatan
BM yang dilakukan dilokasi area pemotretan.Berikut ini digambarkan
hasil dokumentasi contoh pembuatan dan pemasangan BM yang
dilakukan.

Gambar 2.5. Dokumentasi Pembuatan BM/GCP

Pemasangan Bench Mark Dan Pre Mark


Pelaksananaan kegiatan Pemasangan Benchmark dan Pre Mark mengacu
pada rencana distribusi Benchmark dan Premark yang telah dibuat,
rencana distribusi ini tentunya terlebih dahulu dikoordinasikan dengan

E - 16
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

tim teknis yang telah ditunjuk oleh pemberi pekerjaan, Benchmark dan
Preemark ini pun nantinya akan berfungsi sebagai titik kontrol, pada
prinsipnya pemasangan Benchmark dan premark akan dilakukan sebelum
pelaksanaan pemotretan udara.

Sebelum pemotretan udara dimulai Benchmark (BM) akan dipasang


permanen diatas tanah. Pemasangan akan mengikuti spesifikasi sebagai
berikut :

Bentuk konstruksi dan pemasangan Benchmark dibuat dengan


paralon 4 inch sesuai dengan yang disyaratkan.
Sistem Penomoran akan dikoordinasikan terlebih dahulu dengan tim
teknis yang telah ditunjuk oleh pemberi pekerjaan.
Sketsa lapangan dan deskripsi Benchmark akan dibuat sesuai dengan
yang disyaratkan.
Bench mark di foto dua kali, sekali foto close up dan lainnya foto
dengan latar belakang pandangan daerah sekitarnya.
Bench mark yang akan dibuat mengacu pada KAK

Premark dipasang dengan memperhatikan kondisi sebagai berikut :

Seluruh titik dasar teknik fotogrametri akan dipasang Pre Mark yang
harus terlihat secara keseluruhan (100 %).
Bentuk dan konstruksi Premark disesuaikan dengan kebutuhan yang
telah disyaratkan.
Tim pelaksana akan menjaga dan bertanggung jawab terhadap
keberadaan Premark agar tidak berubah dari posisi sebenarnya
sampai pemotretan selesai dilaksanakan.

E - 17
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

Gambar 2.6. Dokumentasi Pemasangan Premark

Seperti yang dapat dilihat pada gambar diatas premark dibuat dari kain
terpal plastik warna oranye atau putih mengkilat, untuk lokasi jalan raya
dicat pada trotoar jalan bahkan pada jalan aspal bila diperlukan.

3. Pengukuran GPS
Pengukuran GPS (Global Positioning system) dilakukan untuk menentukan
posisi titik kontrol tanah horizontal (X,Y) dengan sebaran yang merata
dimana titik - titik tersebut disamping digunakan untuk keperluan kontrol
pemetaan fotogrametris juga dapat dipergunakan kelak dalam pengikatan
pengukuran - pengukuran yang dilakukan khususnya oleh instansi terkait dan
oleh perencana - perencana teknis lainnya.

Sistem proyeksi yang dipakai adalah UTM dengan acuan pada WGS 84
sesuai dengan ketentuan teknis dan sesuai dengan sistem referensi nasional.
Pengukuran GPS dilakukan dengan metode rapid static yang menghasilkan
posisi relatip dari titik - titik yang diukur dengan menggunakan alat GPS type
geodetic. Karena jarak antar titik relatif dekat maka alat GPS yang akan
digunakan adalah alat GPS Single Frekuensi sebanyak 3 (tiga) unit receivers
beserta perlengkapannya sesuai daftar peralatan terlampir.

E - 18
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

Perencanaan :
Perencanaan :
Peralatan Dan Prosedur
Peralatan Dan Prosedur
Jaringan
Jaringan

Persiapan :
Persiapan :
Mobilisasi Peralatan
Mobilisasi Peralatan
Mobilisasi Personil
Mobilisasi Personil

Reconnaisance/Identifikasi Lapangan
Reconnaisance/Identifikasi Lapangan

Pemasangan BM
Pemasangan BM

Pengamatan GPS Pembuatan Deskripsi BM


Pengamatan GPS Pembuatan Deskripsi BM

Pengolahan Data:
Pengolahan Data:
Reduksi Baseline
Reduksi Baseline
Perataan Jaringan
Perataan Jaringan

Pelaporan
Pelaporan

Gambar 2.7. Diagram Alir Sub Pekerjaan Pengukuran GCP

a. Perencanaan
Peralatan GPS
Seluruh pengamatan akan menggunakan receiver GPS tipe
geodetik yang mampu mengamati codes dan cerrier beat phases.
Kemampuan antena disesuaikan dengan kemampuan receiver.
Kabel antena tidak di perpanjang melebihi panjang standar
pabrik.
Jika Omny - directional antena tidak dapat dipakai, antena -
antena untuk pengamatan titik akan diorientasikan ke arah yang
sama.
Komponen - komponen dari suatu receiver (antena, kabel
ditambah peralatan lainnya) menggunakan merek clan jenis yang
sarna, dan memakai centering optis.
Alat yang digunakan 3 (tiga) receiver GPS secara bersamaan
selama pengamatan.
Peralatan lainnya seperti thermometer, barometer, hygrometer
dan clinometer termasuk dalam satuan unit receiver.

E - 19
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

Alat radio komunikasi yang digunakan mempunyai kemampuan


jangkaun yang lebih panjang dari baseline terpanjang.
Tinggi antene akan diukur sebelum dan sesudah pengamatan.
Desain Jaringan
Rencana / Desain jaringan dibuat di atas kertas yang meliputi :
perencanaan / desain, geometris dan kekuatan jaringan sehingga
syarat ketelitian dan kekuatan jaringan (strength of figure) dapat
terpenuhi.
Setiap baseline terdistribusai secara merata diseluruh jaringan
yang ditunjukan dengan jarak yang relatif sama.
Pengamatan satelit GPS carrier phase dipergunakan dalam
model penentuan posisi relatif untuk menentukan komponen
baseline antara 2 (dua) titik.
b. Pengumpulan Data
Waktu dan lama pengamatan
akan mempengaruhi tidak
hanya ketelitian posisi yang
diperoleh, tapi tingkat
kesuksesan dari penentuan
ambiguitas fase sinyal GPS,
serta efek dan proses
penjalaran dari kesalahan dan

Gambar 2.8 : Pengumpulan Data


bias terhadap ketelitian posisi.
Dengan lama pengamatan yang
lebih lama, satelit akan meliputi perubahan geometri yang lebih besar dan
perubahan kondisi atmosfir (ionosfir dan troposfir yang lebih bervariasi), ini
akan menyebabkan randomisasi yang lebih baik terhadap efek dari kesalahan
orbit serta efek dari bias ionosfir dan troposfir pada data ukuran. Disamping
itu perubahan geometri yang lebih besar juga akan memudahkan penentuan
dari ambiguitas fase ditambah dengan data ukuran yang lebih banyak, selang
pengamata lebih lama (diseuaikan dengan panjang baseline) pada umumnya
akan menghasilkan kualitas posisi yang lebih baikdibandingkan dengan waktu
pengamatan yang lebih pendek.
E - 20
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

Untuk memudahkan dan efisiensi pelaksanaan pekerjaan dibuatkan rencana


mobilisasi tim pengamatan, yang mencakup pergerakan tim selama
pengamatan/koleksi data. Mobilisasi tim dibuat dengan memperhatikan
desain jaringan dan pencapaian lokasi titik hasil dari informasi
reconnaissance.
Untuk itu pelaksanaan koleksi data/pengamatan akan memperhatikan:
a. Untuk Receiver GPS Single Frequency (L1) satu session pengamatan 90
menit.
b. GDOP selama pengamatan akan diperhatikan dan tidak boleh melebihi
7.
c. Tinggi antena sebelum dan sesudah pengukuran tidak boleh berbeda
Lebih dari + 2 mm dan diukur menggunakan alat ukur yang
direkomendasikan oleh pembuat receiver.
d. Pengambilan data pengamatan dalam interval epoch : 15 detik;.
e. Efek dari multipath, seluruh sumber-sumber potensial dari multipath
dalam jarak 50 meter harus dicatat dalam formulir pengamatan .
Prosedur ini mengharuskan kendaraan yang digunakan harus diparkir di
luar jarak 20 m (diharapkan 50 m) dari titik tersebut. Pemasangan antena
akan mempunyai tinggi lebih dari 0,3 m (30 cm) karena pemasangan
yang lebih rendah dari itu mengakibatkan kesalahan sistematik dari
multipath.
f. Seluruh sumber-sumber potensial dari interferensi listrik atau radio dalam
radius titik yang di ukur akan dicatat.
g. Untuk pencatatan data lapangan akan digunakan formulir data lapangan.
Guna mendapatkan data pengamatan yang baik, dilakukan kontrol kualitas
pengamatan yang meliputi kegiata sebagai berikut :
Menggunakan baseline-baseline non-trivial yang mebentuk suatu
jaringan (Kerangka) yang tertutup.
Pengamatan beberapa baseline dalam suatu loop tertentu yang relatip
tidak terlalu besar.
Pengamatan baseline 2 kali pada beberapa sesi pengamatan yang berbeda
(common baseline). Ini dilakukan biasanya pada baseline yang panjang

E - 21
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

dan pada baseline-baseline yang konektivitasnya pada suatu titik kurang


kuat.
Penyebaran titik ikat pada jaringan yang merata.

Gambar 2.9. Strategi Kontrol Kualitas

c. Pengolahan Data
Pengolahan data mencakup dua proses utama, yakni Reduksi
Baseline dan Perataan Jaringan.
Sebelum dilakukan proses Utama tersebut diatas, terlebih dahulu dilakukan
down-loadding data pengamatan dari receiver, software pwngolahan
merupakan software yang sesuai dengan alat yang digunakan, dalam hal ini
kami menggunakan receiver merk trimble dengan softwarenya bisa
GPSurvey, TGO (trimble Geomatic Office) atau Trimble Business Centre.

Gambar 2.10 : Software pengolahan Data

Pengambilan data pada alat dilakukan tiap hari sesudah selesai pengamatan,
atau paling lambat 24 jam setelah pengamatan.
1) Proses Reduksi Baseline
Dalam pelaksanaan Proses reduksi baseline akan diperhatikan seperti
dibawah ini:
a. Proses reduksi baseline dilakukan dengan menggunakan software
processing data GPS sesuai dengan receiver yang digunakandan
mempunyai kemampuan sebagai berikut :
Memproses awal, yang mencakup antaran lain transformasi data,
normalisasi data, pendeteksian dan pembuangan data yang
kurang baik.

E - 22
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

Penentuan posisi secara absolute dengan menggunakan data


pseudorange.
Penentuan baseline secara pendekatan dengan menggunakan
pemprosesan data fase triple difference.
Pendeteksian dan pengkoreksian cycle slips.
Penentuan baseline dengan menggunakan data fase double
different yang ambiguitas fase tetap dibiarkan sebagai bilangan
pecahan.
Penentuan (resolusi) ambiguitas dari data pengamata fase.
Penentuan harga final baseline dengan menggunakan data fase
double different yang ambiguitas fase merupakan bilangan bulat.
Perataan jarring (network Adjusment) untuk menentukan
koordinat akhir titik-titik kerangka dari jaringan, baik dengan
metode jaringan bebas (free adjustment report) maupun perataan
jaring terikat (constrained network adjustment).
b. Pemrosesan data dilakukan paling lambat 2 (dua) hari setelah
pengamatan.
c. Prosedur hitungan baseline harus memenuhi persyaratan yang
dimulai dari titik ikat yang diketahui ke titik yang akan ditentukan
koordinatnya. Koordinat hasil hitungan baseline yang baru, bisa
digunakan untuk menghitung koordinat pendekatan hitungan
baseline berikutnya.
d. Lakukan metoda differencing pada proses hitungan baseline, dengan
tahapan berikut :
Pemrosesan data awal (penentuan koordinat pendekatan pada
ujung baseline dengan ukuran jarak pseudorange).
Penetapan/penentuan koordinat dari suatu titik ujung baseline
terhadap titik yang diketahui koordinatnya (monitor station)
secara deferensial (dengan menggunakan metoda Triple
difference phase).
Pendeteksian dan pengkoreksian cycle slips. Penentuan
koordinat titik secara deferensial (menggunakan double

E - 23
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

difference phase ambiguity float).


Penentuan ambiguity phase (searching dan fixing).
Penentuan posisi secara deferensial menggunakan double
difference phase (ambiguity fixed) yang merupakan solusi final
dari baseline.

2) Pengolahan Baseline
Secara umum proses baseline dapat dilihat dari diagram seperti dibawah:

Gambar 2.11. Diagram Alir Pengolahan Data GPS

Pengolahan hitungan baseline pada umumnya berdasarkan pada metoda


hitungan perataan kuadarat terkecil (least-squares).Processing data

E - 24
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

baseline harus memenuhi beberapa persyaratan. Dalam proses ini,


pelaksana akan membuat seluruh nilai ambiguity dapat dipecahkan
(ambiguity resolve) apabila tidak bisa maka akan dilakukan pengulangan
proses pengamatan yang terkait dengan sesi tersebut.
Hasil reduksi baseline harus memiliki standar deviasi maksimum (<)
yang memenuhi hubungan berikut :
N< ; E < ; h < 2
2 2 1/2
M = [10 + (10d) ] /1.96 mm

d = panjang vector baseline dalann km.


dengan N , E , h adalah komponen standard deviasi baseline
topsentrik.
Untuk baseline yang diamati dua kali (common baseline)
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Komponen Horizontal tidak boleh berbeda lebih besar dari 0,05 m
dan komponen vertikal tidak boleh berbeda lebih dari 0,1 m.
Dalam Perataan Jaringan ini dilakukan proses perataan kuadrat
terkecil (least square) jaring bebas dengan syarat setiap baseline
yang dihasilkan oleh perataan jaring bebas ini harus memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan.
Dalam perataan jaringan terikat yang dilakukan setelah perataan
jaringan bebas harus dipenuhi semi major axis dari elips kesalahan
titik harus lebih kecil dari harga parameter r yang dihitung sebagai
berikut:
r = 10(d + 0.2) d = semi major axis

Untuk loop baseline yang tertutup, harus memenuhi syarat:

Sp[N]/[d] < q ppm


Sp[E]/[d] < q ppm
Sp[h]/[d < 2q ppm
Untuk Orde-2 harga q = 1,25;
Untuk jelasnya bisa dilihat loop hasil pengamatan GPS berikut:

E - 25
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

003

N2, E2,
N3, E3,
h2)
h3)

001 002
N1, E1,
h1)
d = panjang vector baseline dalam (Km)
Sp[N] = (N1 + N2 +.. + Nn)
Sp[E] = (E1 + E2 +.. + En)
Sp[h] = (h1 + h2 +... + hn)
(d] = (dl + d2 +.+ dn)

Sp[N], Sp[E], Sp[h] , masing-masing salah penutup vector- baseline


pada sistem koordinat (N,E,h) atau (L,B,h) dan (d) = jumlah total
baseline pada satu jaringan yang tertutup.
Untuk mengecek kualitas dari vector yang diperoleh, ada beberapa
indicator yang bisa dilihat antara lain:

Rms (root mean squares) harga minimum dan maksimum, serta


standart deviasi dari residual.
Faktor variansi dari a posteriori
Matriks varian dank ovarian dari vekto baseline
Hasil dari test statistic terhadap residual maupun vector baseline
Ellips kesalahan relative dan titik
Kesuksesan dari penentuan ambiguitas fase serta tingkat
kesuksesannya
Jumlah data yang ditolak
Jumlah cycle slips

3) Perataan Jaringan

Pada perataan jaringan, vector-vektor baseline yang telah

E - 26
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

dihitungn sebelumnya secara sendiri-sendiri, dikumpulkan dan


diproses dalam suatu hitungan perataan jaring (Network
Adjusment) untuk menghitung koordinat final dari titik-titik dalam
jaringan GPS yang bersangkutan.Hitungan perataan jaring ini
menggunakan perataan kuadrat terkecil (Least Square
adjustment).
Perataan jaring GPS umumnya dilakukandalam dua tahap, yaitu
perataan jaring bebas (free network adjustment) dan perataan
jaring terikat (Constrained Network Adjusment). Perataan jaring
bebas dilakukan untuk mengecek konsistensi data vector baseline
satu terhadap lainnya. Setelah melalui tahap perhitungan jaring
bebas dan kontrol kualitasnya, selanjutnya vector-vektor baseline
yang diterima diproses kembali dalam tahap perataan jaring
terikat. Pada perataan ini semua titik tetap digunakan, dan
koordinat titik-titik tetap yang diperoleh dan sukses melalui kontrol
kualitas akan dianggap sebagai koordinat yang final.

E - 27
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

Gambar 2.12 : Perataan Jaringan

Seluruh data hasil hitungan perataan jaring harus memberikan


ketelitian koordinat dan uji statistik seperti berikut :

Matrik varian covarian, sigma a priori, sigma a posteriori.


Geodetic residual; dalam bentuk koordinat dan grafik.
internal reliability dan external reliability dari setiap vector
baseline yang memberikan minimal detectable bias.
Outlier detected berdasarkan Critical Tau value untuk tuned alpha
yang telah ditentukan.
Hasil perataan koordinat dan ketelitiannya dalam sistem koordinat
geodetik : Lintang, Bujur, tinggi terhadap ellipsoid (L,B,h).
Ellip kesalahan posisi tiga dimensi.

4) Transformasi Koordinat

Transformasi koordinat untuk setiap stasiun dalam jaring tersebut, output


system koordinat adalah sebagai berikut:
a. Lintang, bujur dan tinggi terhadap spheroid pada datum WGS-84;
b. Koordinat dalam proyeksi UTM pada datum WGS-84;
4. Pemotretan Udara
Survei udara atau pengambilan foto dapat dilakukan dengan menggunakan
pesawat terbang tanpa awak dan menggunakan jenis kamera digital small
format dengan resolusi minimum 15 cm.Kamera dilengkapi Gyro Stabilizer
atau sejenisnya untuk mendapatkan foto udara tegak (vertikal). Pemotretan
udara dilakukan dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut:

Menggunakan pesawat terbang tanpa awak (UAV)/ remote piloting


vehicle (RPV) ataupun yang lainnya;
E - 28
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

Menggunakan kamera digital terkalibrasi resolusi tinggi minimum 12


MP;
Bebas awan;
Overlap minimum 60% 5%; (untuk daerah relatif datar) ; 70% 5%;
(untuk daerah yang berbukit/ undulasi)
Sidelap minimum 20% 5%.; (untuk daerah relatif datar) ; 30% 5%;
(untuk daerah yang berbukit/ undulasi);
Kamera dipasang melintang badan pesawat;
Citra foto yang dihasilkan harus tajam dan mempunyai kecerahan yang
berimbang sehingga mudah diinterpretasi.
Skala foto udara yang diinginkan adalah 1 : 5.000 menggunakan kamera
udara Dijital maka tinggi penerbangan dilakukan pada ketinggian 225 meter
di atas permukaan tanah rata-rata. Variasi tinggi terbang rata-rata di atas
permukaan tanah pada setiap stripnya tidak lebih dari 2% di bawah dan 5% di
atas tinggi terbang yang ditentukan. Pada kondisi tertentu dimana variasi
ketinggian tanah dalam daerah maka akan diusahakan pertampalan kemuka
tidak kurang dari 60% 5% dan pertampalan kesamping tidak kurang dari
30% 5 %.

Gambar 2.13 :Type Pesawat UAV Yang Digunakan Untuk


Pemotretan
Hambatan utama yang ditemui dalam pemotretan adalah hambatan berupa
cuaca, sehingga menuntut dilakukan beberapa kali penundaan pelaksanaan
karena adanya ketertutupan area oleh awan dan kualitas pencahayaan untuk
menghasilkan foto yang baik.

E - 29
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

Gambar 2.14 : Contoh pengambilan eksposure

Setelah hasil pemotretan tersebut dipindahkan kedalam media penyimpanan


komputer maka dilakukan penyusunan sementara atau dalam bentuk
navigation print untuk diakukan analisa, sehingga dapat segera diketahui
kualitas pemotretan dan ketercakupan area yang di potret.

Foto disusun dalam bentuk mosaik sementara sesuai dengan urutan


pemotretan sebagaimana dapat dilihat pada sebagian gambar dibawah ini.

.
Gambar 2.15: Gambar quick mosaic foto

2.1.3 Survai Toponimi

E - 30
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

Kegiatan survey toponimi di lapangan dilakukan untuk mengumpulkan


data dan informasi attribut yang melekat pada obyek yang ditampilkan
oleh peta.

Pada saat melakukan survai toponimi, setiap surveyor menggunakan peta


manuskrip berskala 1 : 5.000 hasil Blow up Mosaic Foto Udara dimana
untuk pembagian setiap lembar/sheet peta dikonsultasikan terlebih dahulu
dengan pihak pemberi pekerjaan.

Adapun data yang dilengkapi adalah nama lokasi dan data administrasi
(nama UPT, nama kecamatan dan kelurahan, berikut batas administrasi)
dan satuan guna lahan.Metoda yang digunakan adalah teknik wawancara
dengan penduduk setempat.

2.1.4 Survai Indentifikasi Rona

Tidak semua rona tutupan lahan dengan mudah dapat di interpretasikan


dengan tepat pada foto udara, sekalipun menggunakan soto udara skala
besar. Untuk memastikan bentuk dan jenis tutupan lahan yang telah
dideliniasi pada mosaik foto udara, perlu dilakukan pengecekan lapangan
(ground truth).

Metoda yang dilakukan untuk identifikasi rona, adalah dengan terlebih


dahulu melakukan deliniasi masing-masing jenis rona yang secara feasible
diskrit (berbeda nyata).Selanjutnya dilakukan pengujian di lapangan secara
sampling (memilih beberapa dari sejumlah populasi masing-masing jenis
rona) dan dilakukan peninjauan langsung di lapangan.

Hasil peninjauan tersebut dijadikan kunci untuk menginterpretasikan jenis


rona yang serupa.

2.1.5 Pengolahan Data Foto

Secara garis besar proses yang dilakukan pada tahapan ini meliputi :

Pembuatan mosaik foto


Rektifikasi
Digitasi Object

E - 31
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

1) Mosaik

Mosaik Digital adalah gabungan (assemblage) dua foto digital atau lebih
yang mempunyai pertampalan menjadi citra yang kontinyu. Penggabungan
dilakukan dengan mengambil bagian dari foto yang bertampalan dan
menyatukannya dengan memperhatikan kesesuaian detail pada bagian
sambungannya. Pembuatan Mosaik dilakukan untuk mendapatkan peta
foto gabungan dari masing-masing foto.

Foto hasil pemotretan secara umum biasanya mempunyai kekontrasan dan


warna yang berbeda, untuk itu diperlukan proses penyamaan kekontrasan
dan warna atau lebih dikenal dengan color balancing sehingga batas antar
foto tidak terlalu nampak. Berikut ini adalah contoh hasil mosaik dan color
balancing.

Gambar 2.16 :Hasil Mosaik

2) Rektifikasi

Proses rektifikasi dilakukan untuk memperoleh foto yang secara geometris


terletak pada bidang referensi yang benar. Dalam hal ini citra foto yang
mempunyai proyeksi sentris dirubah menjadi proyeksi yang setara dengan
sistem proyeksi orthogonal. Proses ini dilakukan dengan menggunakan
titik-titik kontrol atau menggunakan titik-titik hasil proses DEM. Hasil
akhir dari tahap ini adalah file-file citra yang secara geometrik mempunyai
sistem yang sama dengan sistem peta. Gambar merupakan contoh hasil
rektifikasi.

E - 32
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

Gambar 2.17 :Hasil Rektifikasi

3) Digitasi Objek

Digitasi obyek dilakukan untuk memperoleh peta garis dari hasil


pemotretan udara, tahap-tahap yang dilakukan meliputi :

Penyusunan tema (layerisasi)


Layerisasi merupakan tahap pengelompokan unsur-unsur data spasial
sesuai dengan temanya masing-masing. Layerisasi dilakukan untuk
menentukan tema unsur-unsur yang akan didigitasi. Dalam melakukan
pengelompokan perlu diperhatikan juga mengenai jenis unsur
(feature) dari setiap objek karena satu jenis objek yang memiliki tema
yang sama tetapi mempunyai feature yang berbeda, misalnya objek
dengan tema sungai dapat digambarkan sebagai unsur garis (line) atau
luasan (area). Untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan pembagian
tema menjadi tema sungai_garis dan sungai_area.

Proses Dijitasi
Berdasarkan file-file yang telah proses fotogrametri maka pada tahap
ini akan dilakukan proses ploting digital. Proses plotting dilakukan
dengan cara mendijitasi unsur-unsur geografi, sesuai dengan bentuk
yang sebenarnya. Proses digitasi dilakukan secara online dan
onscreen, dengan perbesaran yang cukup agar dapat mengindentifikasi
E - 33
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

unsur yang akan didijitasi secara jelas. Klasifikasi unsur yang akan
digitasi dilakukan dengan memilih pada file-file yang terpisah dimana
klasifikasi dan penamaan unsur akan mengikuti atau disesuaikan
dengan klasifikasi unsur pada kelompok data dasar untuk SIG.

Pada proses pendigitasian yang umum dan sering dilakukan adalah


perintah command Polyline (membuat garis lurus berangkai) dapat
dilihat seperti contoh

Icon :

Gambar 2.18 :Command Polyline

Dalam mengatasi pembagian tema maka dilakukan Check plot untuk


membandingkan data digital hasil digitasi dengan peta sumbernya.
Sedangkan editing merupakan proses perbaikan kesalahan pada data
hasil digitasi. Data hasil digitasi merupakan data yang masuh belum
bebas dari kesalahan. Kesalahankesalahan tersebut meliputi :
Overshoot merupakan garis yang didigitasi melebihi dari
perpotongannya dengan garis lainnya.

Gambar 2.19. Overshoot

sedangkan Undershoot merupakan garis yang seharusnya membentuk


poligon tetapi tidak menutup dengan tepat.

E - 34
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

Gambar 2.20. Undershoot

Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut maka dilakukan Drawing


clean up dengan tujuan untuk menghapus objek berganda.

Pembuatan Topologi dan Kodifikasi


Topologi adalah suatu bentuk atau model matematik yang digunakan
dalam SIG untuk menyatakan hubungan spasial antar unsur grafis.
Dengan adanya topologi, hubungan antar unsur dapat diketahui
apakah berhubungan (connectivity), berbatasan/bersebelahan
(adjacency), berpotongan (intersection), atau berdekatan (proximity).

Kodifikasi merupakan proses pemberian kode (identifier) untuk setiap


unsur grafis. Dimana kode ini harus merupakan nilai yang unik untuk
setiap unsur spasial dan berfungsi sebagai penghubung dengan data
atribut.

Cek_plot
Proses cek_plot merupakan proses pencetakan file-file hasil plotting
ke lembar kertas untuk memeriksa kelengkapan dan kesesuaian unsur
yang telah diplot Apabila dari hasil penelitian masih ditemukan
adanya detail yang belum diplot maka akan dilakukan proses ploting
ulang, untuk menambah detail yang tertinggal tersebut. Dengan proses
ini diharapkan kelengkapan detail akan terjaga, disamping itu apabila
pada prores selanjutnya ditemukan ada detail yang belum terploting,
maka kita harus memproses kembali file dimana detail yang belum
didijitasi ditemukan.

2.1.6 Interpretasi Foto

Interpretasi hasil pemotretan merupakan hal yang paling penting dalam


menentukan sebuah objek yang akan diamati. Interpretasi dilakukan untuk
E - 35
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

mengenali suatu objek yang difoto. Pengenalan dilakukan berdasarkan


kunci-kunci interpretasi. Untuk dapat melakukan interpretasi yang akurat
maka diperlukan beberapa kunci interpretasi. Kunci interpretasi citra
terdiri atas delapan butir yaitu rona, ukuran, bentuk, tekstur, pola,
bayangan dan situs/asosiasi. Unsur interpretasi tersebut didasarkan tingkat
kerumitannya dibedakan menjadi empat tingkat yaitu:

a. Kunci interpretasi primer, yaitu : rona dan warna


b. Kunci interpretasi sekunder, yaitu : bentuk, ukuran dan tekstur
c. Kunci interpretasi tersier, yaitu : pola dan bayangan
d. Kunci interpretasi lebih tinggi, yaitu : situs/asosiasi

Rona
Rona (tone/color tone/grey tone) ialah tingkat kegelapan atau kecerahan
pada citra.Rona merupakan atribut bagi obyek yang berinteraksi dengan
seluruh spektrum tampak yang disebut sinar putih, yaitu spektrum dengan
panjang gelombang (0.4 0.7) m.

Warna
Warna ialah ujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan
spektrumsempit, lebih sempitdari spektrum tampak.

Bentuk
Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau
kerangka suatu obyek. Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga
banyak obyek yangdapat dikenali dengan melihat bentuknya. Bentuk
dikelompokkan dalam tingkatan sekunder berdasarkan susunan tingkat
kerumitannya dalam menginterpretasi citra. Ada dua istilah di dalam
bahasa inggris yang artinya bentuk yaitu shape dan form. Shape ialah
bentuk luar atau bentuk umum, sedangakan form merupakan susunan atau
struktur yang lebih rinci.

Ukuran
Ukuran ialah atribut yang merupakan fungsi dari skala, yang antara lain
berupa jarak, luas, tinggi dan volume. Maka dalam memanfaatkan ukuran
sebagai unsur interpretasi citra maka skala citra harus dipertimbangkan.

E - 36
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

Tekstur
Tekstur ialah frekuensi perubahan rona pada citra. Tekstur dihasilkan oleh
kumpulan unit kenampakan yang terlalu kecil untuk dibedakan secara
individual. Tekstur merupakan hasil gabungan dai bentuk, ukuran, pola,
bayangan, dan ronanya. Apabila skala citra diperkecil, maka tekstur pada
obyek akan semakin halus.

Pola
Pola ialah hubungan susunan spasial suatu obyek. Pengulangan bentuk
umum tertentu merupakan karakteristik bagi banyak obyek alamiah
maupun buatan/bangunan akan memberikan suatu pola yang membantu
dalam mengenali obyek tersebut. Pola tingkat kerumitannya setingkat lebih
tinggi dari tingkat kerumitan bentuk, ukuran dan tekstur.

Bayangan
Bayangan bersifat menyembunyikan detail/obyek yang beradadi daerah
gelap. Obyek yang terletak di daerah bayangan umumnya tidak tampak
sama sekali atau kadang-kadang samar. Meskipun demikian, bayangan
sering menjadi kunci pengenalan penting bagi beberapa obyek yang justru
lebih tampak dari bayangannya.

Situs/Asosiasi

Situs/asosiasi adalah keterkaitan obyek dengan obyek lainnya. Karena ada


keterkaitan tersebut suatu obyek pada citra merupakan petunjuk bagi
obyek lainnya.

2.1.7 Kartografi

Proses kartografis adalah proses yang dilakukan untuk memperbaiki file-


file manuskrip hasil proses peta garis dan peta foto agar mempunyai
tampilan yang sesuai dengan kaidah-kaidah kartografis. Secara praktis
proses ini dilakukan dengan memberikan informasi tambahan terhadap

E - 37
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

file-file tersebut dengan informasi muka peta dan tepi atau bingkai peta.
Informasi yang dimaksud terdiri dari :

- Nama dan nomor lembar peta.


- Petunjuk letak peta.
- Diagram lokasi
- Sistem proyeksi yang digunakan.
- Instansi / pemilik peta.
- Pelaksana pemetaan.
- Informasi tahun foto serta pemetaannya.
- Simbol-simbol detail.
- Skala peta numeris maupun grafis.
- Arah utara
- Garis grid/graticule
- Informasi lainnya.
Tahap akhir pada bagian ini adalah pencetakan yaitu pencetakkan peta
garis dan peta foto yang pada skala 1 : 5.000. Pencetakan dilakukan diatas
kertas lembar (glossy) yang karakteristiknya halus, emulsi baik, konsisten
terhadap tinta plotter dan bahan dasar nya sangat stabil. Peralatan yang
digunakan adalah komputer, electronic inkjet color plotter dan perangkat
lunak pemroses data spasial.

2.2 Metoda Survai Terestrial

Survai terestrial disini, dibatasi untuk kegiatan deliniasi bahaya banjir, tatabatas
milik, tatabatas peruntukan lahan, blok lahan konflik, tumpang tindih peruntukan
lahan, karena pekerjaan yang bersifat terestrial lainnya telah dibahas pada bagian
lain.

Dari jenis-jenis pekerjaan tersebut diatas, pada umumnya sifatnya tidak (selelu)
visual secara fotogrametris namun dapat melingkupi areal yan cukup luas, sehingga
tidak mungkin diidentifikasi melalui foto udara saja.Untuk itu diusulkan untuk
menggunakan campuran fotogrametris dan terestris.

E - 38
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

Maksudnya, tidak semua pekerjaan identifikasi dilakukan di lapangan dengan


pengukuran langsung, namun juga digabungkan dengan teknik fotogrametri jika
memungkinkan.

Langkah pelaksanaannya, adalah dengan menggali fenomena secara wawancara


dengan penduduk atau pihak yang berkompeten, dilanjutkan dengan
mengidentifikasi dan mengukur (menggunakan GPS) pada titik-titik penting,
kemudian disempurnakan menggunakan teknik fotogrametris.

a. Pengecekan Hasil Pekerjaan Lapangan


Untuk menilai kualitas kebenaran hasil pengukuran maka akan dilakukan
beberapa pengecekan , diantaranya adalah Cross check dan Mutual check.

Cross check dilakukan untuk menguji kualitas hasil pengukuran kerangka


acuan baik itu kerangka horizontal/poligon maupun kerangka vertikal/leveling.
Pengecekan dilakukan dengan melakukan pengukuran memotong diagonal
area survai, terikat kepada titik-titik tetap (BM) yang dipasang. Pengecekan ini
dilaksanakan segera setelah pengukuran kerangka selesai dilaksanakan.

Sedangkan Mutual check dilakukan untuk menguji kualitas dari gambar situasi
yang dihasilkan. Pengecekan dilakukan dengan melakukan peninjauan
lapangan, membandingkan kondisi di atas peta draft yang dihasilkan dengan
kondisi lapangan yang sebenarnya.

Pengecekan ini dilakukan bersama-sama dengan direksi pekerjaan.

E.12 Penyusunan Laporan Interim


Laporan Antara/Laporan Interim dibuat berdasarkan data-data dari pekerjaan
yang telah selesai dilaksanakan. Didalamnya diuraikan hasil-hasil pekerjaan
yang telah dicapai, permasalahan-permasalahan yang ada dan rencana kerja
selanjutnya. Laporan ini diserahkan paling lambat 4 (empat) bulan setelah
diterbitkannya SPMK. Materi yang tercantum dalam laporan ini antara lain:
Hasil pekerjaan pengukuran topografi (pelaksanaan di lapangan, data
ukur, deskripsi BM, dan gambar pemetaan, foto dokumentasi
kegiatan).
Hasil sementara pekerjaan penyelidikan geologi teknik tambahan
(pelaksanaan di lapangan, hasil pemetaan geologi permukaan, hasil

E - 39
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

penyelidikan bor inti (boring log), hasil test pit (test pit log), dan hasil
analisa lab mekanika tanah).
Data dan hasil analisis hidrologi (debit andalan, debit banjir, debit
kebutuhan, dan neraca air).
Analisis dimensi embung dan gambar pra-layout embung dan bangunan
pelengkapnya.
Permasalahan - permasalahan di lapangan.
Jadwal pelaksanaan dan kurva - S.

E.13 Kegiatan Diskusi Pembahasan Laporan Interim


Pada diskusi tahap ini dilaksanakan pembahasan Laporan Interim yang
khususnya mencakup pembahsan kemajuan pekerjaan yang telah
dilakukan yang meliputi kegiatan pengukuran topografi, pemetaan geologi
permukaan, pemboran inti, test pit, tes laboratorium mekanika tanah dan
analisis hidrologi.

Kegiatan diskusi dilakukan bersama-sama dengan Tim Direksi Pekerjaan


dan Dinas/Instansi dan semua stakeholder yang terkait.

E.14 Kegiatan Analisis Dan Pra Desain

A). Analisis Hidrologi


Acuan yang dipakai untuk analisis hidrologi ini berdasarkan Pedoman
Studi Pengairan (PSA-007) dan Panduan Perencanaan Embung
Urugan - Volume II ( Analisis Hidrologi) serta SK.SNI M-18-1989-F
tentang Metode Perhitungan Debit Banjir.

Untuk keamanan embung, perlu direncanakan dimensi bangunan


pelimpah yang mencukupi, dimana diperlukan debit banjir rencana yang
realistis.

Untuk perencanaan embung besar diperlukan perhitungan debit banjir


rencana dengan periode ulang Q25, Q50, Q100,Q1000 dan banjir
maksimum boleh jadi (BMB atau 0,5 BMB) atau propable maximum
flood( PMF) Debit banjir rencana.

Patokan debit banjir desain dan kapasitas pelimpah untuk embung


rendah (H<40 m) dikutip dari SNI 03-3432-1994 , sebagai berikut :
E - 40
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

(1) Untuk embung resiko konsekuensi besar, Q desain = debit banjir


kala ulang 1000 tahun (Q1000) dan di kontrol dengan BMB atau
PMF dengan tinggi jagaan sesuai standar yang berlaku.
(2) Untuk embung resiko konsekuensi kecil, Q desain dipilih yang
terbesar antara Q1000 dan 0,5 BMB atau 0.5 PMF.
(3) Kapasitas pelimpah ditentukan dengan penelusuran banjir.
Untuk perencanaan bangunan pengelak, didesain dengan banjir kala
ulang 25 tahun atau kala ulang 10 tahun per setiap tahun pelaksanaan
konstruksi, dengan pertimbangan resiko dan biaya pelaksanaan.

Banjir desain dengan periode ulang tertentu dapat dihitung dari data
debit banjir atau data hujan. Apabila data debit banjir tersedia cukup
panjang (>20 tahun), debit banjir dapat dihitung langsung dengan
metode analisis probabilitas Gumbel, Log pearson atau Log Normal.
Sedangkan apabila data yang tersedia hanya berupa data hujan metode
yang dipakai adalah metode analisis hidrograf satuan / unit hidrograf.

E - 41
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

MULAI

INVENTARISASI DATA &


PETA
-Data Curah Hujan
- Data Klimatologi
- Data Debit Sungai
- Peta Topografi DAS

Pengujian &
Pengisian Data

Pengisian Data Tes Konsistensi

Uji Homogenitas

Analisis Curah Analisis


Analisis
Revisi Hujan Harian Curah Hujan
Evapotranspirasi
Maksimum Wilayah

Tidak Tidak
Asistensi Asistensi

Ya
Ya

ANALISIS DISTRIBUSI
FREKUENSI CURAH
HUJAN
- Metoda Gumbell DEBIT ANDALAN ANALISIS DEBIT
- Metoda Log Pearson tipe III - Low Flow Bulanan KEBUTUHAN AIR
- Metoda Log Normal - Irigasi, Industri,
- Low Flow 2 Mingguan
Penduduk,

CURAH HUJAN Rencana


- 25 tahun
- 100 tahun
- 1000 tahun
- Probable Max. Flood ANALISIS NERACA
AIR

ANALISIS DEBIT
BANJIR
- 25 tahun
- 100 tahun
- 1000 tahun
- Probable Max. Flood

Penelusuran banjir
Pelimpah
STUDI OPTIMASI

- Tinggi Bendungan
- Volume Tampungan Peta Situasi
Bendungan Pengukuran
- Luas Areal Genangan

Laporan Penunjang
HIDROLOGI

SELESAI

Gambar E.1 Diagram Alir Kegiatan Analisis Hidrologi

E - 42
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

A. Debit Banjir Desain Dari Data Hujan


Perhitungan banjir desain dari data hujan dilakukan dengan metode
pendekatan hidrograf satuan dengan memperhitungkan : analisis hujan,
pola distribusi hujan badai, hujan efektif, analisis hubungan antara
hujanlimpasan serta penelusuran banjir .

Analisis Debit Banjir Rancangan


Banjir rencana adalah debit maksimum di sungai dengan periode
ulang yang sudah ditentukan, yang dapat dialirkan tanpa
membahayakan suatu pekerjaan didalamnya. Periode ulang
didefinisikan sebagai waktu hipotetik di mana hujan atau debit
dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau dilampaui sekali
dalam jangka waktu tertentu. Analisa debit banjir rancangan
dimaksudkan untuk menentukan besarnya debit banjir dengan
periode ulang 2th, 5th, 10th, 25th, 50th, 100th, 1000th dan QPMF
Secara garis besar tahapan analisis banjir rancangan adalah
sebagai berikut :
Inventarisasi data debit sungai
Inventarisasi data curah hujan harian maksimum apabila
tidak ada catatan debit sungai yang panjang
Analisis hujan rancangan
Dengan hidrograf satuan sintetis di analisis hidrograf banjir
rancangan
Cek kapasitas sungai dengan hidrograf banjir rancangan.
Banyak cara pendekatan, model serta hasil penelitian yang dapat
digunakan untuk menghitung besarnya banjir rencana, yang secara
umum dapat dipisahkan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu :
Cara pendekatan statistik.
Cara empiris berdasarkan persamaan rasional
Cara yang didasarkan pada teori hidrograf satuan
Cara pendekatan statistik diharuskan dengan analisis frekuensi
terhadap data pengukuran debit yang berkesinambungan dalam
kurun waktu yang cukup. Cara ini sangat mudah karena tidak
memerlukan pengetahuan yang mendalam tentang sistem DAS dan
masih dianggap memberikan hasil yang paling baik.

E - 43
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

Cara hidrograf satuan pada hakekatnya menggunakan hidrograf


satuan untuk mengalih ragamkan hujan rancangan menjadi debit
banjir. Metode ini dapat diperoleh dengan berbagai cara antara lain
:
Melakukan pengamatan data AWLR, disebut hidrograf satuan
terukur.
Mengamati parameter-parameter DAS, disebut hidrograf
satuan sintesis.
Mengacu pada DAS disekitarnya yang memiliki kondisi
hidrologi, meteorologi, serta topografi yang mirip.
Pemilihan metode analisa debit banjir yang akan digunakan pada
suatu daerah, akan ditinjau dengan mempertimbangkan faktor-
faktor sebagai berikut :
Kesesuaian data.
Tingkat ketelitian yang diharapkan.
Kesesuaian dengan DAS yang ditinjau.
Secara umum pemilihan metode perhitungan debit banjir rencana
dijelaskan pada Perhitungan debit banjir dengan pendekatan cara
empiris dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode,
adapun metode yang sering dipakai adalah metode Hidrograf
Satuan sintesis yaitu Nakayasu, Gamma I dan Snyder.
Beberapa metode tersebut di atas merupakan metode yang akan
dipilih dalam studi ini, karena mendekati karakteristik DAS yang ada
di Indonesia, selain itu parameter-parameter yang digunakan
sangat spesifik sehingga mendekati kebenaran. Namun demikian
sebagai cross cek hasil akhir, pada study ini juga akan ditampilkan
hasil perhitungan dengan metode Rasional.
Penentuan besarnya debit banjir rencana tergantung dari
ketersediaan data dan kebutuhan analisa. Jika hanya
membutuhkan puncak banjir dapat dilakukan dengan analisa
frekuensi, tetapi jika membutuhkan penelusuran banjir, maka harus
dilakukan analisa hidrograf. Metoda analisis debit banjir rencana
dapat dilakukan berdasarkan ketersediaan data :

Jika data debit banjir maksimum tahunan sesaat yang tersedia


>20 tahun dan memenuhi syarat untuk analisa frekuensi

E - 44
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

(stasioner, homogen, independensi dan keacakan), maka


perhitungan besarnya debit banjir rencana dapat dilakukan
dengan distribusi frekuensi Gumbel, Log Pearson Tipe III atau
Log Normal 2 maupun Pearson III baik dengan cara grafis
maupun cara analisis.

Jika data debit banjir maksimum sesaat yang tersedia <20


tahun, maka perhitungan debit banjir rencana dapat
menggunakan Metode Analisis Regional yang merupakan
hasil analisa menggunakan gabungan data dari berbagai
DPS.

Jika besarnya debit banjir rencana diperkirakan dari data


hujan dan data karakteristik DPS, maka besarnya debit banjir
rencana dapat dilakukan dengan metode empiris, metoda
rasional atau metode analisis regresi (IOH).

Jika terdapat data hidrograf banjir dan data hujan durasi


pendek pada saat yang sama dengan hirdrograf banjir, maka
dapat digunakan Metoda hubungan hujan limpasan dengan
Unit Hidrograf.

Analisa Curah Hujan Rencana


Kegiatan analisa curah hujan rencana digambarkan dalam bagan
alir seperti yang tercantum dibawah ini. Berdasarkan bagan alir
tersebut diatas maka tahapan analisa curah hujan adalah sebagai
berikut :

Pengumpulan Data
Tahapan pengumpulan data sebagaimana telah diuraikan di
atas.

Uji Konsisteusi Data


Tahapan ini bertujuan untuk mengetahui penyimpangan atau
kesalahan data yang diketahui dari ketidak konsistenan
datanya. Metode yang digunakan adalah "Double Mass
Curve". Dimana ploting komulatif data curah hujan dari stasiun

E - 45
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

penakar hujan dengan komulatif data stasiun curah hujan


lainnnya. sehingga didapatkan hubungan berupa garis lurus.

Hujan Titik
Hujan titik merupakan data-data yang yang sudah diperbaiki
termasuk data yang hilang untuk analisa selanjutnya.
Pengisian data hilang dilakukan karena adanya data yang
tidak lengkap yang disebabkan karena tidak tercatatnya data
hujan oleh petugas, alat penakar rusak dan sebab lain. Hal
tersebut biasa ditandai dengan kosongnya data dalam daftar.
Pemeriksanaan hujan abnormal untuk mengetahui data-data
yang abnormal sehingga dalam analisa selanjutnya tidak
diikutkan. Metode yang digunakan adalah "Iwai Kadoya".

Hujan Rerata
Hujan rerata merupakan wilayah yang dihitung dari hujan titik
dari beberapa stasiun penakar hujan yang berpengaruh
terhadap daerah aliran sungai. Salah satu metode yang
digunakan untuk menghitung hujan wilayah/daerah adalah
metode Thiesen. Cara diperoleh dengan cara membuat
poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah
garis hubung dua pos penakar hujan, persamaannya adalah
sebagai berikut :
n
RAVG =
I
Ai
A
Ri

dimana :
RAVG = Curah hujan rata-rata (mm)
Ai = Luas pengaruh stasiun ke i dari 1 sampai n
(km~)
A= Luas daerah aliran sungai (km2)
Ri = Curan hujan pada stasiun ke-I dari 1 sampai
n (mm)

E - 46
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

Analisa Sebaran Cs dan Ck


Sebelum menentukan metode yang sesuai untuk analisa hujan
rancangan terlebih dahulu ditentukan besarnya nilai sebaran Cs
dan Ck. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat bagan alir (Gambar 3.15).
Persamaan Cs dan Ck adalah sebagai berikut :
i n
n 2 ( Xi X ) 3
Cs = i 1 Ck =
(n 1)( n 2) nS 3

i n 3
n3 ( Xi X )
i 1
(n 1)( n 2)( n 3) nS 4

dimana :

S = Standar Deviasi X = Hujan


rata-rata
n = Banyaknya data Cs =
Koefisien Skew
Xi = Data Ck = Koefisien Kurtosis
i= Urutan data dari yang terbesar

Hujan Rancangan
Meskipun telah diuji Cs dan Ck, namun metode yang digunakan
tergantung dari hasil diskusi dengan Direksi menghendaki analisa
dengan berrbagai macam metode. Metode yang biasa digunakan
adalah :
a) Metode Gumbel Tipe I
Persamaannya adalah sebagai berikut :

XT = X +S x K
dimana :
XT = Besarnya curah hujan rencana untuk periode ulang
T tahun.

X = Besarnya curah hujan rata-rata.


S = Standard deviasi
K = Faktor frekwensi

E - 47
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

b) Metode Pearson III


Persamaanya adalah sebagai berikut :

X= X +k.X
dimana :
X = besarnya suatu kejadian

X = Nilai rata-rata hitung dari variabel X ( )


X = Faktor yang nilainya tergantung parameter skala,
bentuk dan letak.
k = Faktor sifat distribusi Pearson tipe III.

c) Metode Normal
Persamaannya adalah sebagai berikut :

X= X +tp.
dimana :
X = besarnya suatu kejadian

X = Nilai rata-rata hitung dari variabel X ( )


tp = Karakteristik dari distribusi probabilitas normal.

Disamping metode diatas, untuk perencanaan bangunan


pengendali banjir sangat penting untuk memperhitungkan
kemungkinan Curah Hujan Maksimum yang terjadi (PMP),
metode yang biasa digunakan adalah Hersfield dengan
persamaan sebagai berikut :

X,. = X +Km x Sn
Dimana :
XT = Curah hujan maksimum yang mungkin terjadi

X = Curah hujan maksimum rata-rata


Sn = Standard deviasi
Km = Faktor frekwensi

Distribusi Curah Hujan Uji


Tujuan pemeriksaan adalah untuk mengetahui suatu kebenaran
hipotesa distribusi curah hujan yang digunakan. Metode yang

E - 48
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay. Pendekatan Metodologi

diusulkan adalah Smirnov Kolmogorov. Dalam metode Smirnov


Kolmogorov dilakukan pengeplotan data pada kertas probabilitas
dan garis durasi yang sesuai, yang langkahnya adalah sebagai
berikut :
Data curah hujan maksimum harian rerata disusun dari kecil
ke besar.
Probabilitas dihitung dengan persamaan Weibull :

100m
P= %
(n 1)

P = Probabilitas ( % )

m = Nomor urut data seri yang telah disusun

n = Banyaknya data

Plot data hujan Xi


Plot persamaan analisa frekwensi yang sesuai

Distribusi Hujan Jam-jaman


Sebaran/distribusi hujan jam jaman yang dihitung berdasarkan
curah hujan harian pada umumnya digunakan rumus Mononobe :
2/3
R t
Rt = 24
t T

Dimana :

Rt = Intensitas hujan rata-rata, dalam T jam

R24 = Curah hujan efektif dalam 1 hari

t = Waktu konsentrasi hujan

T = Waktu mulai hujan

Curah hujan ke-t dihitung dengan persamaan :

Rt =txRt-(t-1)xR(t-1)

Disamping metode tersebut distribusi curah hujan juga dapat


ditentukan dari pola distribusi yang ada pada stasiun terdekat
dengan lokasi analisa yang mempunyai data curah hujan jam-
jaman.
E - 49
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
SID DI Masabo Tahap I Kab.Mamuju Utara Dan Mamuju Tengah. Pendekatan Metodologi

KETERSEDIAAN DATA

G
a
m Data Debit - Data Hujan (panjang) Data Debit Data Debit - Data Hujan
(>20 tahun) - Data Debit (1 - 3) tahun (10 - 20 ) tahun (4 - 10) tahun - Data Karakteristik Basin

b
a
Banjir Debit Empiris : Rasional :
r Cara Cara diatas ambang Aliran Penuh Cara Regresi :
- Hidrograf - Der Weduwen
- IOH
satuan SCS - Haspers
- Gamma I
- Nakayasu - Melchor

Kalibrasi
E
.
Data Debit
Unit Diperpanjang Banjir rata-rata tahunan
2

P Analisa Frekuensi Probabilitas Analisa Frekuensi Probabilitas


(Gumbel, Log Normal, Log Pearson) Banjir Regional
e
m
i
Masing-masing metode dibandingkan satu sama lain
l
i
h DEBIT BANJIR RENCANA
n
Metode Perhitungan Debit Banjir Rencana

E - 50
ENGINEERING CONSULTANT
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Hidrograf Satuan Sintetik NAKAYASU


Rumus hidrograf satuan sintetik dari Nakayasu dikembangkan dan
banyak dipakai para ahli hidrologi dalam perencanaan proyek,
khususnya untuk memperkirakan besarnya debit banjir.
Rumus umum metode Nakayasu adalah sebagai berikut :
Metodologi Perhitungan :
CARo
Qp
3,6(0,3Tp T0,3 )
dimana :
Qp = debit puncak banjir (m3/detik)
Ro = hujan satuan (mm)
Tp = tenggang waktu dari awal hujan sapai puncak banjir
(jam)
T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit
puncak sampai menjadi 30% dari debit puncak (jam).

Bagian lengkung naik (rising limb)


Bagian lengkung naik hidrograf satuan oleh Nakayasu diberi
persamaan sebagai berikut :
t 2 ,4
Qa Qp( )
Tp
Qa : limpasan sebelum mencapai debit puncak (m3/detik)

Bagian lengkung turun (decreasing limb)


t Tp
Qd 0,3Qp : Qd Qp.0,3 pangkat T 0.3

t T p 0,5T0 , 3
0,3Qp Qd 0,32 Qp : Qd Qp.0,3 pangkat
1.5T0 , 3

t T p 1, 5T0 , 3

0,3 Qp Qd : Qp.0,3 pangkat


2 2T0 , 3

Tenggang waktu ( Tp )
Tp = tg + 0,8 t r
dengan ketentuan :

E - 51
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

- untuk L < 15 km, maka tg = 0,21 L0.7


- untuk L > 15 km, maka tg = 0,4 + 0,058 L

keterangan :
L = panjang alur sungai (km)
tg = waktu konsentrasi (jam)
tg = 0,5 tg sampai tg (jam)
T0,3 = tg
dimana :
untuk daerah pengaliran biasa = 2
untuk bagian naik hidrograf yang lambat dan bagian
menurun yang cepat =1,5
untuk bagian naik hidrograf yang cepat dan bagian
menurun yang lambat = 3.

Hidrograf Satuan Sintetik Gamma I

Perhitungan pendekatan debit banjir dengan metode Hidrograf


Satuan Sintetik Gamma I pertama kali dikemukakan oleh Ir. Sri
Harto pada tahun 1985, setelah mengadakan penelitian terhadap
30 DAS di pulau Jawa.

Parameter-parameter yang digunakan dalam metode ini meliputi


panjang sungai (L), luasan DPS (A), dan kerapatan jaringan sungai.
Cara ini disajikan dalam bentuk persamaan-persamaan empiris
tentang sifat dasar hidrograf satuan, yaitu waktu naik (TR), waktu
dasar (TB) dan debit puncak (Qp).

Ketiga sifat tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :

E - 52
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

debit(m3/dtk)
Qp

waktu(jam)

tp

Tb

Gambar E.3 Sifat Dasar Hidrograf

sisi naik merupakan garis lurus, sedang sisi resisi merupakan siku -
eksponensial dengan persamaan :

Qt = Qp e-(t/k)
dimana :
Qt = debit pada jam ke - t (m3/dt)
Qp = debit puncak (m3/dt)
t= waktu dari saat terjadinya debit puncak (jam)
k = koefisien tampungan (jam)
Sedangkan parameter-parameter lainnya, dalam persamaan :
Tr = 0,43 (L/100SF)3 + 1,0665 SIM + 1,2775
Qp = 0,1836 A0,5886 TR-0,4008 JN0,2381
TB = 27,4132 TR0,1457 S-0,0986 SN0,7344 RUA0,2574
K = 0,5617 A0,7198 S-0,1446 SF-1,0697 D0,0452

dengan :
TR = waktu naik (jam)
Qp = debit puncak (m3/dt)
TB = waktu dasar (jam)
K = koefisien tampungan (jam)
L = panjang sungai utama (km2)
D = kerapatan jaringan lurus (km/km2)
SF = faktor sumber : perbandingan antara jumlah panjang sungai
tingkat 1 dengan jumlah panjang sungai semua tingkat.

E - 53
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

SN = frekuensi sungai : perbandingan antara jumlah segmen


sungai tingkat 1 dengan jumlah sungai semua tingkat (tak
berdimensi)
WF = faktor lebar : perbandingan lebar DPS yang diukur dari titik
disungai yang berjarak L dan lebar DPS yang diukur dari
titik yang berjarak L dari tempat pengukuran.
SIM = faktor simetris : hasil kali antara faktor lebar (WF) dengan
luas relatif DAS sebelah hulu (RUA) (tak berdimensi)
JN = jumlah pertemuan sungai (tak berdimensi)
S = landai sungai rerata (tak berdimensi)

Aliran dasar diperkirakan dengan menggunakan persamaan


pendekatan sebagai berikut :
QB = 0,4751. A0,6444 . D0,9430

a. Sketsa Penetapan WF b. Sketsa Penetapan RUA


Gambar E.4 Parameter Daerah Aliran Sungai dalam Metode Gamma I

Hidrograf Satuan Sintetik SNYDER

Metode ini dikembangan oleh F. SNYDER dari Amerika Serikat


pada tahun 1938. Rumus ini pada prinsipnya menghubungkan
unsur-unsur hidrograf satuan dengan karakteristik daerah
pengairan. Hidrograf satuan tersebut ditentukan secara cukup baik

E - 54
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

dengan tinggi d = 1cm, dan dengan ketiga unsur yang lain, yaitu Qp
(m3/dt), Tb serta tr (jam) .

tr t
Q

Qp
tp
Tb

t
Gambar E.5 Grafik Hidrograf Satuan Sintetik Snyder

Unsur-unsur hidrograf tersebut dihubungkan dengan :


A = luas daerah pengairan (km2)
L = panjang aliran utama (km)
Lc = jarak antara titik berat daerah pengaliran dengan
pelepasan (outlet) yang diukur sepanjang aliran
utama.

Dengan unsur-unsur tersebut diatas Snyder membuat rumus-


rumusnya seperti berikut :
tp Ct ( L. Lc) 0,3

tp
te ; tr 1 jam
5,5
cp. A
Qp 2.78
tp
Tb 72 3tp

bila :
te tr tp tp 0,25(te tr )
Tp tp 0,5tr
te tr Tp tp 0,5tr

dimana Ct dan Ct besarnya berubah-uban tergantung daerahnya;

besar Ct = 0,75 - 3100 dan Ct = 0,9 -1,4


E - 55
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Lengkung hidrograf ditentukan dengan persamaan elexeyev


Qp. Tp
h 1mm
h. A
132
. 2 0,15 0,045
(i x ) 2
y 10
x
Q = y . Qp. (untuk hidrograf tanpa dimensi dari SCS)

Penelusuran Banjir Lewat waduk (Reservoir Flood Routing)

Banjir aliran masuk (inflow) akan tertampung sementara di waduk


sebelum dikeluarkan kembali menjadi aliran keluar (outflow).
Perhitungan hidrograf banjir aliran keluar dihitung berdasarkan
metode reservoir routing atau penelusuran banjir di waduk. Diagram
pada Gambar menunjukkan urutan analisis banjir desain dengan
menggunakan hidrograf satuan mulai analisis hujan sampai
penelusuran banjir lewat waduk.

Data yang diperlukan pada penelusuran banjir lewat waduk adalah :


- Hubungan volume tampungan dengan elevasi waduk
- Hubungan debit keluar dengan elevasi muka air di waduk
serta hubungan debit keluar dengan tampungan.
- Hidrograf inflow, I = I(t)
- Nilai awal tampungan S, inflow I dan debit keluar pada t=0
Nilai awal tampungan diambil pada kondisi muka air normal
atau muka air setinggi mercu pelimpah. Untuk keamanan
embung diasumsikan pintu intake dalam keadaan tertutup.

Analisis Ketersediaan Air

Debit andalan adalah ketersediaan air di sungai yang melampaui


atau sama dengan suatu nilai yang keberadaannya dikaitkan
dengan prosentase waktu atau kemungkinan terjadinya.

Model yang cukup sederhana untuk pengembangan model hujan


aliran adalah model FJ.Mock. Dalam makalahnya Land Capability
Appraisal Indonesia Water Availability Appraisal, UNDP, FAO,
Bogor, 1973 Dr F.J Mock memperkenalkan cara perhitungan aliran
E - 56
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

sungai dengan menggunakan curah hujan, evapotranspirasi, dan


karakteristik hidrologi daerah pengaliran untuk menaksir besarnya
debit sungai jika data debit tersedia tak cukup panjang.

Perhitungan Evapotranspirasi

Evapotranspirasi potensial ETo bulanan dihitung dengan metode


Penman modifikasi (modifikasi FAO), untuk daerah genangan dan
daerah pengaliran. Data klimatologi yang diperlukan adalah antara
lain :
Temperatur udara.
Kelembaban relatif.
Penyinaran matahari.
Kecepatan angin dan
Radiasi matahari.

Persamaan Penman modifikasi FAO, dirumuskan sebagai berikut :


ETo = [ W Rn + (1 - w) - f(u) - (ea - ed) ]

dimana :
ETo = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)
W = Faktor temperatur (Celcius)
Rn = Radiasi bersih (mm/hari)
F(u) = Faktor kecepatan angin (m/det)
ea ed = Perbedaan antara tekanan uap air pada temperatur
rata rata dengan tekanan uap jenuh air (mbar)
c = Faktor perkiraan dari kondisi musim
dengan :

W =
+
Rn = Rns - Rnl
Rns = (1 - ) Rs
Rs = (0.29 + 0.59 n/N) Ra
Rn1 = f R . f (ed). f (n/N) Ra
ed = ea. Rh
ea = 7.01 x 1.062T
Nilai fungsi-fungsi :
f (u) = 0.27 ( 1 + u/100)
E - 57
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

f (T) = 11.25 x 1.0133T


f (ed) = 0.38 - 0.044 ed

f (n/N) = 0.1 + 0.9 n/N

Reduksi pengurangan temperatur karena ketinggian elevasi


daerah pengaliran diambil menurut rumus:
T = ( X - 0.006 H ) C
dimana :
T = temperatur udara dari daerah yang dicari
X = temperatur udara stasiun yang ada
H = perbedaan tinggi elevasi

Perhitungan Debit Andalan (Low Flow)


1. Metode NRECA
Untuk itu dalam analisis ketersediaan air dilakukan tahapan mulai
dari pengumpulan data, pengecekan data, pengolahan data,
transformasi data hujan menjadi data debit melalui model hujan-
limpasan dengan menggunakan model NRECA dan diakhiri dengan
penentuan debit andalan.

Rainfall Evapotranspiration

Excess Direct flow


Moisture Moisture
Storage

Recharge to
Groundwater

Groundwater Groundwater
Storage flow

Total
Discharge

Gambar E.6 Skema Model NRECA

E - 58
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Data masukan yang diperlukan dari model hujan - limpasan NRECA


adalah sebagai berikut :

Hujan rata-rata bulanan dari suatu DPS


Evapotranspirasi potensial bulanan dari DPS (PET).
Kapasitas tampungan kelengasan (NOMINAL) dapat
diperkirakan sebagai berikut :
Nominal = 100 + 0,2 hujan rata-rata tahunan (mm).
Persentasi limpasan yang keluar dari DAS di sub surface
(PSUB). Nilai PSUB berkisar antara 0,3 sampai dengan 0,9.
Persentasi limpasan tampungan air tanah menuju ke sungai
(GWF) yang berkisar 0,2 sampai dengan 0,8.
Nilai awal dari tampungan kelengasan tanah (SMSTOR) dan
air tanah (GWSTOR).
Faktor tanaman (CROPF)
Perhitungan limpasan model NRECA dibagi menjadi dua bagian,
yaitu perhitungan limpasan langsung (direct runoff) dan air tanah
yang menuju ke sungai (groundwater).

Total debit sungai dihitung sebagai berikut :

Q = (DRO + GF) x A (m3/dt)

dengan :

A = luas DPS (km2)


DRO = limpasan langsung (mm)
= excm (1 PSUB), dengan excm = kelebihan kelengasan
GF = limpasan air tanah (mm)
= GWF x (PSUB x excm = GWSTOR)
excm = excess moisture (kelebihan kelengasan)
= exrat x (P AET)
exrat = excess moisture ratio (nilai banding kelebihan kelengasan)
= 0.5 x (1 + tgh ((Sr 1)/0.52)) bila Sr > 0
= 0 bila Sr < 0
Sr = angka tampungan
= SMSTOR/NOM

E - 59
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

= tampungan kelengasan tanah /kapasitas tampungan


kelengasan
P = hujan bulanan (mm)
AET = evapotranspirasi aktual
= CROPF x PET bila P/PET > 1 atau Sr > 2
= (kl x PET) x CROPF bila P/PET < 1 dan Sr < 2
kl = (P/PET) x (1 0.5 x Sr) + 0.5 x Sr
CROPF = Faktor tanaman

Debit sintetis hasil transformasi hujan - limpasan dengan model


NRECA kemudian diolah dengan analisa frekuensi atau dengan
lengkung durasi untuk memperoleh besaran debit andalan di
daerah studi.

E - 60
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Mulai

Baca Karakteristik DPS

Bulan = 12
?
Baca Data
Bulan Berikutnya

STORAT = STORAGE / NOMINAL

PRERAT = PRECIP / PET

ETRAT = (0,5 * STORAT) + PRERAT * (1 - 0,5 * STORAT)

AET = ETRAT * PET

WATBAL = PRECIP - AET

Yes
EXMRAT = 0 WATBAL <= 0
?
No
Yes EXMRAT =
STORAT >= 1
1 - (0.5 * (2 - STORAT)^2)
?

EXMRAT = 0,5 * (STORAT)^2

EXMST = EXMRAT * WATBAL

DELSTOR = WATBAL - EXMST


GWRECH = PSUB * EXMST

GWSTOR2 = GWSTOR1 - GWRECH


GWFLOW = GWRAT * GWSTOR2

DFLOW = EXMST - GWRECH

FLOW = GWFLOW + DFLOW

Tulis Hasil

GWSTOR1 = GWSTOR2 - GWFLOW

STORAGE = STORAGE - DELSTOR

Gambar E.207 Diagram Alir Perhitungan Debit Andalan Model NRECA

2. Metode FJ Mock
Model yang cukup sederhana untuk pengembangan model hujan
aliran adalah model Mock. Dalam makalahnya Land Capability
Appraisal Indonesia Water Availability Appraisal, UNDP, FAO,
Bogor, 1973 Dr F.J Mock memperkenalkan cara perhitungan aliran
sungai dengan menggunakan curah hujan, evapotranspirasi, dan

E - 61
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

karakteristik hidrologi daerah pengaliran untuk menaksir besarnya


debit sungai jika data debit tersedia tak cukup panjang.

Untuk menyederhanakan pemahaman model Mock dapat dijelaskan


dengan skema dibawah ini.

Et

ER

WS DRO
ISM

GWS
V
IGWS
BF

Gambar E.218 Skema Bagan Struktur Model Mock

Secara garis besar parameter spesifik DAS yang digunakan pada


Mock formulasinya sama seperti hujan rerata DAS, evapotranspirasi
dan perkolasi, sedangkan prinsip perhitungan mempunyai urutan
sendiri. Dasar rumusan model Mock adalah sebagai berikut.

o Evapotranspirasi terbatas
a. Curah hujan bulanan (P) diambil curah hujan bulanan
(mm), dan jumlah hari hujan (n) = jumlah hari hujan pada
bulan yang bersangkutan.

E - 62
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

b. Evapotranspirasi terbatas adalah evapotranspirasi aktual


dengan mempertimbangkan kondisi vegetasi dan
permukaan tanah serta frekuensi curah hujan.
E = Ep*d/30*m

dengan :

E = perbedaan antara evapotranspirasi potensial


dengan evapotrasnpirasi terbatas

Ep = Evapotranspirasi potensial

d = jumlah hari kering atau tanpa hujan dalam satu


bulan

m = prosentase lahan yang tak tertutup vegetasi,


ditaksir dari peta tata guna lahan, biasanya
nilainya.

m = 0% untuk lahan dengan hutan lebat

m = 0% pada akhir musim hujan dan bertambah 10%


setiap bulan kering untuk lahan dengan hutan
sekunder

m = 10 40% untuk lahan yang tererosi

m = 30-50% untuk lahan pertanian yang diolah (misal


: sawah dan ladang)

c. Soil Surplus (SS) adalah volume air yang akan masuk ke


permukaan tanah.
d. Soil surplus = (P-Et)-soil storage, dan = 0 jika defisit (P-
Et)<dari soil storage
e. Initial storage adalah besarnya volume air pada saat
permulaan mulainya perhitungan. Ditaksir sesuai dengan
keadaan musim, seandainya musim hujan bisa sama
dengan soil moisture capacity dan leboh kecil dari musim
kemarau

o Keseimbangan air di permukaan tanah


a. Curah hujan yang mencapai permukaan tanah

E - 63
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

S = P-Et

Harga positif bila P>Et, airmasuk ke dalam tanah

Harga negatif bila P<Et, sebagian air tanah akan keluar


terjadi defisit

b. Perubahan kandungan air tanah, (ISM) = selisih antara


soil moisture capacity bulan sekarang dengan bulan
sebelumnya. Soil moisture capacity ini ditaksir
berdasarkan kondisi porositas lapisan tanah atas dari
cathment area. Biasanya ditaksir antara 50 250 mm,
yaitu kapasitas kandungan air dalam tanah per m2.
c. Jika porositas tanah lapisan atas tersebut makin besar,
maka soil moisture capacity akan makin besar pula.

o Debit dan storage air tanah


a. Koefisien infiltrasi (i) ditafsir berdasarkan kondisi
porositas tanah dan kemiringan daerah pengaliran.
Daerah yang porus maka infiltrasi akan besar, lahan yang
terjal dimana air tidak sempat infiltrasi ke dalam tanah
maka koefisien infiltrasi akan kecil. Besarnya koefisien
infiltrasi lebih kecil dari 1.
b. Rumus-rumus storage air tanah
Vn = k* Vn-1 + * (1+k)*In

dengan

Vn = volume air tanah


K = q1/q0 = faktor resesi aliran air tanah
Q1 = aliran air tanah pada waktu t (bulan ke t)
Q0 = aliran air tanah pada awal bulan (bulan ke 0)
Vn = Vn Vn-1
dengan
Vn = perubahan volume aliran air tanah
Vn = volume air tanah bulan ke n
Vn-1 = volume air tanah bulan ke (n-1)
c. Aliran sungai

E - 64
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Aliran Dasar (BSF) = I - Vn


Aliran permukaan (DRO)= WS I
Aliran sungai = DRO + BSF
Debit efektif = (DRO + BSF) *A dalam m3/det.
Tujuan dan metode pendekatan dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Data hujan bulanan


Test Homogenitas data dengan Fisher Test
Mengisi data kosong dengan metode rasional
Uji konsistensi data dengan kurva massa ganda
b. Data Debit
Metode Mock dan NRECA untuk menganalisa debit andalan
Regresi Linier antara data hujan dengan data debit sesuai
yang ada
c. Data Evapotranspirasi
Metode Penman Modifikasi (FAO)
d. Data Kehilangan Air dan infiltrasi
Menghitung Losses pada bendung dengan metode Casagrande
& jaringan trayektori aliran filtrasi menggunakan data geologi
e. Hujan Efektif
Menggunakan standar FAO dan standar irigasi KP-01
f. Debit Banjir Rencana
Cek distribusi data hujan
Analisa frekwensi data hujan
Uji analisa frekwensi Smirnov-Kolmogorov dan Chi Square
Hidrograf banjir metode Nakayasu
g. Water Balance
Menggunakan batasan-batasan KP-01
h. Kapasitas Embung
Setelah data topografi selesai dapat ditentukan mengenai
kapasitas embung dengan menggunakan data debit hasil
perhitungan hidrologi.
i. Tinjauan Kebutuhan Air
Kebutuhan air yang dikaji dalam pekerjaan ini adalah air baku
untuk memenuhi kebutuhan air baku Rumah tangga, kota dan

E - 65
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

industri (RKI) dan apabila memungkinkan untuk irigasi /


pertanian.

B. Analisis Kebutuhan Air


Diperolehnya manfaat dari embung yang dibuat merupakan salah satu
tujuan akhir dari diadakannya pekerjaan ini. Pemanfaatan dari embung
sendiri pada dasarnya harus dikembalikan pada latar belakang proyek,
yang mana terdapat beberapa pokok permasalahan di wilayah ini,
khususnya menyangkut ketersediaan air baku yang masih terbatas.
Berdasarkan apa yang tercantum dalam KAK, pemanfaatan air dari
Waduk yang direncanakan ini diprioritaskan sebagai pengendalian banjir
dan multi guna lainnya seperti kebutuhan air irigasi, dan air baku.
Perhitungan kebutuhan air untuk beberapa jenis keperluan masyarakat
dapat diuraikan sebagai berikut :

Kebutuhan Air untuk Rumah Tangga dan Penduduk


Untuk merencanakan kebutuhan air untuk pemukiman perlu
dipertimbangkan adanya indeks pertambahan penduduk dengan
prediksi untuk 25 tahun yang akan datang, sehingga jumlah
penduduk untuk prediksi beberapa tahun kedepan dapat dihitung
dengan rumus :

Pn = Po ( 1 +r x dn )

dimana :
Pn = Jumlah penduduk pada tahun ke - n (jiwa)
Po = Jumlah penduduk pada tahun ke - 0 (jiwa)
r = Rata rata pertambahan penduduk pertahun (%)
dn = Periode waktu proyeksi (tahun)
Kebutuhan air beku untuk rumah tangga/ domestik tergantung
daerahnya, biasanya antara 120 s/d 150 liter/ orang/ hari.

Kebutuhan Air untuk Irigasi

Untuk menghitung kebutuhan air irigasi menurut rencana pola tata


tanam, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut:

Pola tanam yang direncanakan

E - 66
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Luas areal yang akan ditanami


Kebutuhan air pada petak sawah
Efisiensi irigasi

Kebutuhan Air di Sawah

Kebutuhan air di sawah (crop water requirement) ialah


kebutuhan air yang diperlukan pada petakan sawah yang terdiri
dari :

Kebutuhan air untuk pengolahan lahan


Kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman (consumptive
use)
Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air pada
petakan-petakan sawah.
Banyaknya air yang diperlukan oleh tanaman pada suatu
petak sawah dinyatakan dalam persamaan berikut:
NFR = ETc + P + WLR Re

dengan :

NFR = kebutuhan air di sawah (mm/hari)

ETc = kebutuhan air tanaman (consumptive use), mm/hari

WLR = penggantian lapisan air (mm/hari)

P = perkolasi (mm/hari)

Re = curah hujan efektif (mm)

Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan

Air yang dibutuhkan selama masa penyiapan lahan untuk


menggenangi sawah hingga mengalami kejenuhan sebelum
transplantasi dan pembibitan. Kebutuhan air untuk penyiapan
lahan termasuk pembibitan adalah 250mm, 200mm digunakan
untuk penjenuhan dan pada awal transplantasi akan ditambah 50
mm untuk padi, untuk tanaman ladang disarankan 50-100 mm
(KP-01). Waktu yang diperlukan pada masa penyiapan lahan
dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja, hewan penghela dan
peralatan yang digunakan serta faktor sosial setempat.

E - 67
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Kebutuhan air selama jangka waktu penyiapan lahan dihitung


berdasarkan rumus V.D Goor-Ziljstra (1968). Metode tersebut
didasarkan pada air konstan dalam lt/det selama periode
penyiapan lahan.

Kebutuhan Air Tanaman (ETc)

Kebutuhan air tanaman adalah sejumlah air yang dibutuhkan


untuk mengganti air yang hilang akibat penguapan.

Besarnya kebutuhan air tanaman (consumptive use) dihitung


berdasarkan rumus sebagai berikut :

ETc = Kc x ETo

dimana,

ETc = evapotranspirasi tanaman, mm/hari

ETo = evapotranspirasi tanaman acuan, mm/hari

Kc = koefisien tanaman (tabel)

Pergantian Lapisan Air

Pergantian lapisan air dilakukan sebanyak dua kali masing-


masing 50 mm (atau 3,3 mm/hari selama bulan) selama
sebulan dan dua bulan setelah transplatasi.

Penggunaan Konsumtif

Penggunaan konsumtif dihitung dengan persamaan :

ETc = Kc . Ep
dengan :

Etc = Penggunaan konsumtif (mm/hari)

Ep = Evapotranspirasi potensial (mm/hari)

Kc = Koefisien tanaman (tergantung pada jenis, macam dan


umur tanaman.

E - 68
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Perkolasi

Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari daerah tidak jenuh


ke dalam daerah jenuh. Laju perkolasi lahan dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain:

- Tekstur tanah
- Permeabilitas tanah
Laju perkolasi normal sesudah dilakukan penggenangan berkisar
antara 1-3 mm/hari. Untuk perhitungan kebutuhan air laju
perkolasi diambil harga standar 2 mm/hari.

Curah Hujan Efektif

Tinggi hujan yang dinyatakan dalam mm menentukan saat mulai


tanam pertama dan menentukan pula kebutuhan air irigasi.
Untuk perencanaan kebutuhan air irigasi, curah hujan efektif.

Perhitungan curah hujan efektif didasarkan pada curah hujan


tengah bulanan (15 harian), berdasarkan persamaan curah hujan
R80
efektif harian untuk padi = 0.7 x , sedangkan curah hujan
15
efektif harian untuk palawija diambil dari KP-01 berdasarkan
curah hujan bulanan, kebutuhan air tanaman bulanan dan
evapotranspirasi bulanan.

Efisiensi Irigasi

Efisiensi adalah perbandingan debit air irigasi yang sampai


dilahan pertanian dengan debit air irigasi yang keluar dari pintu
pengambilan yang dinyatakan dalam persen.

Kehilangan ini disebabkan karena adanya penguapan, kegiatan


eksploitasi, kebocoran dan rembesan. Untuk perencanaan
dianggap sepertiga dari jumlah air yang diambil akan hilang
sebelum air itu sampai di sawah.

Total efisiensi irigasi untuk padi diambil sebesar 65% (dengan


asumsi 90 % efisiensi pada saluran primer, 90 % efisiensi pada

E - 69
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

saluran sekunder dan 80 % efisiensi pada jaringan tersier). Pada


tanaman padi efiensi pada lahan pertanian tidak diperhitungkan
tapi analisa keseimbangan air diperhitungkan sebagai kebutuhan
untuk lahan.

Efisiensi irigasi keseluruhan untuk palawija diambil sebesar 50 %


(lihat KP-01,1986).

Evapotranspirasi

Evapotranspirasi merupakan gabungan antara proses


penguapan dari permukaan tanah bebas (evaporasi) dan
penguapan yang berasal dari tanaman (transpirasi).

Besarnya nilai evaporasi dipengaruhi oleh iklim, sedangkan


untuk transpirasi dipengaruhi oleh iklim, varietas, jenis tanaman
serta umur tanaman.

Evapotranspirasi Potensial dihitung dengan menggunakan


metode Penman.

Pola Tata Tanam

Awal pola tanam disesuaikan dengan periode awal musim hujan.


Untuk pemanfaatan air secara optimal perlu dilakukan
penyelidikan pola tata tanam dengan variasi awal tanam
sehingga didapatkan luas tanam yang optimal.

Koefisien Tanaman

Periode perhitungan pola tanam adalan 10 harian atau tengah


bulanan, yang disesuaikan dengan tradisi pola irigasi di wilayah
setempat.

Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi pada Beberapa Golongan

Untuk mengurangi debit puncak terhadap debit kebutuhan irigasi,


maka diterapkan golongan berdasarkan periode awal musim
tanam. Saat mulai penyiapan lahan untuk berbagai golongan
berbeda 10 harian.

E - 70
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Kebutuhan air di pintu pengambilan untuk irigasi

Kebutuhan air di pintu pengambilan adalah jumlah dari


kebutuhan air di sawah dikalikan dengan luas areal sawah yang
akan diairi dibagi dengan faktor efisiensi irigasi. Hal ini bertujuan
agar faktor kehilangan dapat diatasi sehingga air yang sampai di
sawah diharapkan sama dengan kebutuhannya

Besarnya efisiensi irigasi akan ditentukan berdasarkan data O&P


eksisting, pengamatan lapangan dan diskusi dengan pihak
pengelola air irigasi di daerah tersebut.

C. Routing Kapasitas Waduk


Pembangunan waduk akan menjadi mahal harganya bila dalam
melayani konsumen tidak diperbolehkan mengalami kegagalan atau
kekurangan air sama sekali. Kriteria kegagalan untuk pelayanan air baku
ditentukan berdasarkan jumlah kejadian kegagalan dalam memenuhi
kebutuhan, yaitu dengan 90% keandalan.

Besar volume tampungan bersih waduk yang dibutuhkan dengan


keandalan tertentu, ditentukan secara simulasi berdasarkan neraca air di
waduk sebagai fungsi dari inflow (hasil hitungan ketersediaan air) dan
outflow (kebutuhan air) serta tampungan di waduk dalam interval waktu
bulanan. Sebelumnya perlu digambarkan hubungan antara elevasi, luas
permukaan dan volume. Simulasi neraca air air dilakukan berdasarkan
inflow yang sudah dihitung dan berbagai besaran outflow untuk berbagai
tingkat keandalan. Untuk menentukan volume tampungan bersih
optimum, perlu dibuat beberapa alternatif lengkung hubungan antara
volume tampungan bersih, jumlah pelayanan air baku dan tingkat
keandalan.

Simulasi neraca air waduk merupakan fungsi dari inflow, outflow dan
tampungan waduk yang dapat disajikan dalam persamaan sederhana :

I O = ds/dt

dimana :
I = inflow
O = outflow
E - 71
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

ds/dt = dS = perubahan tampungan.

Secara rinci dapat ditampilkan sebagai berikut :


Vt = Vt-1 + It + Rt Et Lt Ot Ost

Dimana :
Vt = Tampungan waduk pada periode t
Vt-1 = Tampungan waduk pada periode t-1
It = Inflow waduk pada periode t
Rt = Hujan yang jatuh diatas waduk pada periode t
Et = Kehilangan air akibat evaporasi pada periode t
Lt = Kehilangan air akibat rembesan dan bocoran
Ot = Total kebutuhan air
Ost = Outflow dari pelimpah
dt = Periode operasi dari waduk adalah setengah bulanan

Inflow adalah aliran sungai yang masuk ke waduk dan curah hujan yang
jatuh diatas permukaan waduk. Outflow terdiri dari lepasan waduk untuk
air baku dan kebutuhan konservasi sungai. Selainitu limpasan air dari
pelimpah dan penguapan dari permukaan waduk juga diperhitungkan
sebagai outflow.

Perubahan tampungan waduk adalah besarnya perubahan volume


waduk yang mengacu pada lengkung kapasitas waduk.

Simulasi dimulai dengan asumsi pada saat waduk penuh dan berakhir
juga pada saat waduk dalam kondisi penuh kembali, sepanjang tahun
dan dilakukan berulang sepanjang tahun dengan data debit yang
dimiliki.

Inflow untuk analisis waduk proyek digunakan metode pendekatan,


dengan data debit sepanjang 25 tahun atau yang sesuai dengan umur
efektif waduk.

Faktor pembatas dari simulasi ini adalah :

a. Maksimum area yang akan diairi


b. Kapasitas waduk yang tergantung pada keadaan topografi
c. Laju sedimentasi di waduk

E - 72
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

d. Kebutuhan air bersih dari target sasaran.


e. Material yang tersedia

D. Analisa Sedimentasi Waduk


Analisis besarnya sediment dihitung dari kandungan TDS yang diketahui
dari analisis kualitas air, dimana jumlah sediment yang masuk diwaduk
setara dengan jumlah volume air yang masuk kewaduk. Besarnya bed-
load diperkirakan dari data sekunder yang ada.

Tidak semua sedimen yang masuk ke waduk akan diendapkan didasar


waduk. Salah satu metode untuk menetukan jumlah sedimen yang
endapkan di waduk (trap sediment) adalah dengan menggunakan
metode grafi Grunnar Brune (1953), dimana nilai trap efisiensi
dipengaruhi perbandingan kapasitas tampungan mati dengan infloe
harian rata-rata.

Sedimen yang masuk ke waduk akan di endapkan tersebar mulai dari


bagian kasar di endapkan di bagian hulu (mulut waduk) sampai bagian
halus yang di endapkan di bagian hilir tampungan mati.

Untuk menganalisis distribusi sebaran sedimen di waduk akan


digunakan metode Area-Reduction yang dikembangkan oleh Borland
dan Miller (1960), dimana penyebaran sedimen di waduk akan
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

Sistem operasi waduk


Bentuk waduk ( faktor dominan )
Ukuran dan tekstur partikel sedimen
Volume sedimen

E. Analisis Sedimentasi (Pendekatan Teoritis)


Perkiraan tingkat sedimentasi yang mengendap diambil berdasarkan
volume tampungan embung yang tidak dapat digunakan (dead storage),
persamaannya adalah sebagai berikut :

Deadt = Deadt - 1 + Tet SL CA 1000

dimana :

Deadt = Volume tampungan akibat sedimentasi pada tahun ke - t (m3)

E - 73
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Tet = Trap effisien pada tahun ke - t (diperoleh dari Grafik Churchill)

SL = Beban sedimentasi (sedimen load).

CA = Luas daerah pengaliran (km2)

T = Umur Irigasi (tahun)

Salah satu cara untuk menghitung laju erosi DAS adalah menggunakan
rumus Universal Soil Loss Equation (USLE) menurut Wischmeier &
Smith (1960) dengan uraian berikut :

1. Erosivitas Hujan
Erosi lempeng sangat tergantung dari sifat hujan yang jatuh dan
ketahanan tanah terhadap pukulan butir-butir hujan serta sifat
gerakan aliran air di atas permukaan tanah sebagai limpasan
permukaan. Untuk menghitung besarnya indeks erosivitas hujan
menggunakan persamaan empiris berikut :

EI30 = E x I30 10-2

E = 12,374 R1,075

R
I30 =
77.178 1.01 R

dengan :

EI30 = Indeks erosivitas hujan (ton cm/ha jam)

E = Energi kinetik curah hujan (ton m/ha cm)

R = Curah hujan bulanan

I30 = Intensitas hujan maksimum selama 30 menit

2. Erodibilitas Tanah
Erodibilitas merupakan ketidaksanggupan tanah untuk menahan
pukulan butir-butir hujan. Tanah yang mudah tererosi pada saat
dipukul oleh butir-butir hujan mempunyai erodibilitas yang tinggi.
Erodibilitas dapat dipelajari hanya kalau terjadi erosi. Erodibilitas dari
berbagai macam tanah hanya dapat diukur dan dibandingkan pada
saat terjadi hujan.

Tanah yang mempunyai erodibilitas tinggi akan tererosi lebih cepat,


bila dibandingkan dengan tanah yang mempunyai erodibilitas
E - 74
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

rendah. Erodibilitas tanah merupakan ukuran kepekaan tanah


terhadap erosi, dan hal ini sangat ditentukan oleh sifat tanah itu
sendiri, khususnya sifat fisik dan kandungan mineral liatnya.

Faktor kepekaan tanah juga dipengaruhi oleh struktur dan teksturnya


dan semakin kuat bentuk agregasi tanah dan semakin halus butir
tanah, maka tanahnya tidak mudah lepas satu sama lain sehingga
menjadi lebih tahan terhadap pukulan air hujan.

Erodibilitas tanah dapat dinilai berdasarkan sifat-sifat fisik tanah


sebagai berikut :

1. Tekstur tanah yang meliputi :


Fraksi debu (ukuran 2 m s.d. 50 m)
Fraksi pasir sangat halus (ukuran 50 m s.d. 100 m)
Fraksi pasiran (ukuran 100 m s.d. 2.000 m)
2. Kadar bahan organik yang dinyatakan dalam %
3. Permeabilitas yang dinyatakan sebagai berikut :
Sangat lambat (< 0.12 cm/jam)
Lambat (0.125 0.50 cm/jam)
Agak lambat (0.5 2.0 cm/jam)
Sedang (2.0 6.25 cm/jam)
Agak cepat (6.25 12.25 cm/jam)
Cepat ( > 12.5 cm/jam)
4. Struktur yang dinyatakan sebagai berikut :
Granular sangat halus : tanah liat berdebu
Granular halus : tanah liat berpasir
Granular sedang : lempung berdebu
Granular kasar : lempung berpasir

3. Faktor Panjang dan Kemiringan Sungai


Dari penelitian - penelitian yang telah ada dapat diketahui bahwa
proses erosi dapat terjadi pada lahan dengan kemiringan lebih besar
dari 2%. Kehilangan tanah secara matematis dapat ditulis sebagai
berikut :

Kehilangan tanah = c Sk

E - 75
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

dengan :

c = konstanta
S = kemiringan lereng (%)
Kemiringan lereng dapat dihitung dengan persamaan berikut :

Untuk kemiringan lereng lebih kecil 20 %

LS = L/100 (0.76 + 0.53 S + 0.076 S2)

Dalam sistem metrik rumus tersebut berbentuk :

LS = L/100 (1.38 + 0.965 S + 0.1038 S2)

Untuk kemiringan lereng lebih besar dari 20 %

LS = (L/221.1)0.6 x (S/9) 1.4

Dengan :

L = panjang lereng (m)

S = kemiringan lereng (%)

Nilai faktor LS = 1 jika panjang lereng 22 meter dan kemiringan


lereng 9 %. Atas dasar pengertian bahwa erosi dapat terjadi dengan
adanya run off (overland flow). Panjang lereng overland flow
dinyatakan sebagai berikut :

L = L / 2D

D = 1.35d + 0.26 S + 2.80

Dengan :

D = kerapatan drainase

d = kerapatan drainase hasil perhitungan dari peta topografi

S = kemiringan lereng rata - rata

4. Faktor Konservasi Tanah dan Pengelolaan Lahan Tanaman


Nilai indeks konservasi tanah dapat diperoleh dengan membagi
kehilangan tanah dari lahan yang diberi perlakuan pengawetan,
terhadap tanah tanpa pengawetan.

Faktor Indeks Pengolahan Tanaman (C), merupakan angka


perbandingan antara erosi dari lahan yang ditanami suatu jenis

E - 76
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

tanaman dan pengelolaan tertentu dengan lahan serupa dalam


kondisi dibajak tetapi tidak ditanami.

Faktor Indeks Pengelolaan Tanaman dan Konservasi Tanah (Faktor


CP). Jika faktor C dan P tidak bisa dicari sendiri, maka faktor indeks
C dan P digabung menjadi faktor CP

5. Pendugaan Laju Erosi Potensial (Epot)


Erosi potensial adalah erosi maksimum yang mungkin terjadi di
suatu tempat dengan keadaan permukaan tanah gundul sempurna,
sehingga terjadinya proses erosi hanya disebabkan oleh faktor alam,
yaitu curah hujan, sifat-sifat internal tanah dan keadaan topografi.

Erosi potensial dihitung dengan persamaan berikut :

Epot = R K LS A

dimana :

Epot = Erosi potensial (ton/tahun)

R = Indeks erosivitas hujan

K = Erodibilitas tanah

LS = Faktor panjang dan kemiringan lereng

A = Luas daerah aliran sungai (Ha)

6. Pendugaan Laju Erosi Aktual


Erosi aktual terjadi karena adanya campur tangan manusia dalam
kegiatanya sehari-hari, misalnya pengolahan tanah untuk pertanian
dan adanya unsur-unsur penutup tanah, baik yang tumbuh secara
alamiah maupun yang dibudidayakan oleh manusia.

Laju erosi aktual dihitung dengan persamaan berikut :

Eakt = Epot CP

dengan :

Eakt = erosi aktual di DAS (ton/ha/th)

Epot = erosi potensial (ton/ha/th)

CP = faktor tanaman dan pengawetan tanah

E - 77
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

7. Pendugaan Laju Sedimentasi Potensial


Sedimentasi potensial adalah proses pengangkutan sedimen hasil
dari proses erosi potensial untuk diendapkan dijaringan irigasi dan
lahan persawahan atau tempat-tempat tertentu.

Pendugaan laju sedimen potensial yang terjadi di suatu DAS


dihitung dengan persamaan Weischmeier dan Smith sebagai berikut
:

Spot = Eakt x SDR

dimana :

SDR = sedimen delevery ratio

SDR dihitung dengan persamaan berikut :

SDR = S (1 0.8683 A-0.2018) / [2 (S + 50n)] + 0.08683 A - 0.2018

dimana :

A = luas daerah aliran sungai (Ha)

S = kemiringan lereng rata - rata permukaan DAS (%)

N = koefisien kekasaran manning.

8. Kemiringan Dasar Sungai Stabil


Secara alami dasar sungai akan membentuk kestabilan dinamis.
Apabila kestabilan tersebut terganggu, karena adanya beban
material sedimen yang berlebihan atau karena sungai melakukan
respons terhadap bangunan in-stream yang ada di hulunya, maka
gerusan lokal atau degradasi akan berkembang, dan biasanya
berdampak negatif bagi lingkungannya.

Kemiringan stabil ditentukan dengan mengaplikasikan beberapa


metoda seperti (1) Persamaan bedload Schoklitsch (Shulits, 1935)
untuk kondisi angkutan nol; (2) Mayer-Peter, Muller (1948) dengan
persamaan bedload untuk mulainya angkutan sediment; (3) Shields
(1963) diagram untuk tanpa gerakan sedimen; dan (4) Persamaan
Lane untuk critical tractive force dengan asumsi bahwa aliran air
dalam saluran adalah jernih. Persamaan bedload yang lain dapat

E - 78
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

diaplikasikan sama seperti persamaan-persamaan Schoklitsch atau


Meyer-Peter, Muller untuk angkutan bedload nol. Namun demikian,
banyak dari persamaan-persamaan tersebut perhitungannya
dilakukan secara trial and error sampai diperoleh kemiringan yang
menghasilkan angkutan bedload yang dapat diabaikan (sangat
kecil).

Perhitungan kemiringan dasar stabil diterapkan untuk dominant


discharge yang ditetapkan sebagai aliran yang mempengaruhi
bentuk ultimate dan hidrolik dari alur sungai. Beberapa ahli
menyebutnya sebagai debit pembentuk alur sungai.

Metoda Schoklitsch
Persamaan Schoklitsch untuk angkutan bedload nol dinyatakan
sebagai berikut :
3
D B 4
S L K m
Qd
Dimana:SL = kemiringan stabil (m/m)

K = 0,000293 (satuan metrik)

Dm = Nilai tengah ukuran partikel (mm)

B = lebar alur sungai (m)

Qd = dominant discharge (m3/d)

Metoda Meyer-Peter, Muller


Perhitungan pembatasan kemiringan dengan persamaan mulainya
angkutan dari metoda Meter-Peter, Muller adalah :

3
2
Q nS
K 1 Dm
QB D 6
SL 90
hm

dimana SL = kemiringan stabil (m/m)


K = 0,058 untuk satuan metrik

E - 79
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Q/QB = perbandingan antara debit total (m3/d) dengan


debit di atas dasar (m3/d). Biasanya
ditetapkan pada dominant discharge
dimana Q/QB untuk saluran lebar
D90 = ukuran partikel dimana 90% dari berat material
dasar adalah lebih halus
nS = n Manning untuk dasar sungai
Dm = nilai tengah ukuran partikel (mm)
hm = nilai tengah kedalaman (m).

Metoda Diagram Shields


Penggunaan diagram Shields dalam perhitungan kemiringan stabel
mencakup menghubungkan angka Reynolds bidang batas R* sesuai
dengan tegangan geser tanpa dimensi *

U * Dm
R*

dimana R* = angka Reynold bidang batas

U* = kecepatan geser S L Rg (m/d)


SL = kemiringan (m/m)
R = jari-jari hidrolik atau nilai tengah kedalaman
untuk saluran lebar (m)
g = percepatan gravitasi (9,81 m/d2)
Dm = nilai tengah diameter partikel (m)
= kekentalan kinematik air sesuai dengan
temperaturnya (m2/d)
dan
C
*
S w Dm
dimana * = tegangan geser tak berdimensi

E - 80
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

C = tegangan geser kritik (t/m2) sama dengan w


hm SL
s = berat volume partikel (2,65 t/m3)
w = berat volume air (1,0 t/m3)
hm = nilai tengah kedalaman (m)
SL = kemiringan dasar (m/m)
Dm = nilai tengah diameter partikel (m).

9. Perkiraan Umur Waduk


Analisis perkiraan umum waduk berpedoman pada Technical
Guideline for Bureau of Reclamation (USBR, 1982). Proses
sedimentasi di waduk cukup kompleks karena luasnya variasi dalam
banyak faktor yang mempengaruhi. Yang paling penting adalah :

Fluktuasi hidrologi di aliran sungai dan sediment inflow;


Variasi ukuran partikel sedimen;
Fluktuasi operasi waduk; dan
Ukuran dan bentuk waduk (pengendali fisik).
Faktor-faktor lain, pada beberapa waduk, yang cukup penting adalah
:

Pertumbuhan tanaman di hulu waduk;


Turbulensi dan atau arus kepadatan;
Erosi endapan sedimen dan atau pengendapan di garis pantai
genaangan waduk; dan
Pengoperasian pintu penguras sedimen melalui embung.
Input yang dibutuhkan untuk menjalankan program SWE 1 dalam
perhitungan umur waduk adalah :

1. Distribusi sedimen dalam satuan metrik.


2. Elevasi tertinggi dari waduk dalam satuan metrik.
3. Elevasi terendah dalam satuan metrik.
4. Jumlah elevasi.
5. Tipe waduk.
6. Range kenaikan elevasi.
7. Elevasi terendah sampai tertinggi.
8. Luas genangan tiap elevasi (Ha).

E - 81
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

9. Volume waduk tiap elevasi.


Setelah input dimasukkan secara berurutan maka dapat dilakukan
running data. Output proses ini digunakan untuk menentukan umur
waduk. Dimana umur waduk ditetapkan apabila tampungan waduk
bernilai nol berada pada minimum operating level (MOL) waduk
tersebut.

10. Penyusunan Laporan Penunjang Hidrologi


Laporan hasil hitungan hidrologi selanjutnya disajikan dalam bentuk
Laporan Penunjang yaitu Laporan Hidrologi . Di dalamnya diuraikan
menyangkut data -data atau parameter perencanaan yang
digunakan berikut hasil dari analisis yang telah dilakukan.

E. Kajian Optimasi Waduk


Optimasi pada kajian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara :

Volume tampungan waduk dengan memperhitungkan kehilangan


air karena evaporasi dan rembesan
Besarnya kebutuhan air untuk kegiatan pengembangan kawasan
Agribisnis antara lain untuk Perikanan, Perkebunan dan
Peternakan.
Analisa ekonomi yang paling menguntungkan.
Langkah-langkah optimasi waduk akan dilakukan sesuai dengan
prosedur dibawah :

i. Pertama mencari hubungan antara tinggi embung (ada beberapa


alternatif as dan elevasinya ) dan biaya dari bangunan (biaya ini
hanya biaya waduk, tidak termasuk biaya pelimpah dan bangunan
lain-lainnya).
ii. Kedua mencari hubungan antara lebar pelimpah dengan perkiran
biaya Waduk dalam ketinggian air normal (puncak pelimpah),
perkiraan biaya termasuk biaya pelimpah.
iii. Ketiga mencari hubungan antara tinggi dam (dengan lebar
pelimpah yang optimum dengan perkiraan biaya waduk, termasuk
biaya pelimpah.
iv. Keempat mencari hubungan antara tinggi dam (tinggi air normal)
dengan produksi pertanian & paternakan dan energi.

E - 82
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

v. Kelima mencari hubungan antara B/C Rasio atau EIRR dengan


tinggi dari waduk.
Dari hasil perencanaan optimasi proyek ini akan memberikan hasil
desain optimum dan rekomendasi yang terdiri atas :

Tata letak waduk ( embung, waduk, pelimpah, outlet dan lainnya )


Tipe dari waduk
Tinggi waduk
Lebar pelimpah
Kebutuhan air Total
Perkiraan biaya
Perkiraan keuntungan
Optimasi pada kajian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara :

Volume tampungan Embung dengan memperhitungkan


kehilangan air karena evaporasi dan rembesan
Daerah irigasi
Analisis pendekatan untuk keseimbangan simulasi dari kemampuan air
untuk kebutuhan irigasi didasarkan pada daerah irigasi dan pola tanam.
Prinsip dasar dari kajian optimasi dengan simulasi merupakan
pengembangan dari persamaan kontinuitas yaitu :

I-O= ds

dt

Dengan :

I = Inflow dalam (m3/dt)

O = Outflow dalam (m3/dt)

ds = Perubahan tampungan yang merupakan fungsi dari waktu dan


dapat dikembangkan sebagai dt berikut :

It - L t-1 - St - SPt - Ot = (Wt -W t-1) / dt

Dengan :

It = Rata-rata inflow di embung dalam setengah bulan dalam


(m3/dt)

Lt = Kehilangan air pada embung oleh evapotranspirasi dalam


setengah bulan (m3/dt)

E - 83
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

St = Kehilangan air akibat rembesan melalu pondasi embung


dalam setengah bulan (m3/dt)

SPt = Air yang melalui pelimpah dalam setengah bulanan


(m3/dt)

Ot = Outflow yang dibutuhkan untuk daerah irigasi proyek dalam


setengah bulanan (m3/dt)

Wt = Volume embung dalam setengah bulanan (m3)

dt = Periode operasi dari embung adalah setengah bulanan

Inflow untuk analisis embung proyek digunakan metode pendekatan,


dengan data debit sepanjang 25 tahun atau yang sesuai dengan umur
efektif embung.

Faktor pembatas dari simulasi ini adalah :

a. Maksimum area yang akan diairi


b. Kapasitas embung yang tergantung pada keadaan topografi
c. Laju sedimentasi di embung
d. Kebutuhan air bersih dari target sasaran.
e. Material yang tersedia
Langkah-langkah dari optimasi proyek akan dilakukan sesuai dengan
prosedur dibawah :

a. Pertama mencari hubungan antara tinggi embung (ada beberapa


alternatif as dan elevasinya ) dan biaya dari bangunan ( biaya ini
hanya biaya embung, tidak termasuk biaya pelimpah dan
bangunan lain-lainnya).
b. Kedua mencari hubungan antara lebar pelimpah dengan perkiran
biaya Embung dalam ketinggian air normal (puncak pelimpah),
perkiraan biaya termasuk biaya pelimpah.
c. Ketiga mencari hubungan antara tinggi dam ( dengan lebar
pelimpah yang optimum dengan perkiraan biaya embung,
termasuk biaya pelimpah.
d. Keempat mencari hubungan antara tinggi dam ( tinggi air normal )
dengan produksi pertanian & paternakan dan energi.
e. Kelima mencari hubungan antara B/C Rasio atau IERR dengan
tinggi dari embung.

E - 84
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Dari hasil perencanaan optimasi proyek ini akan memberikan hasil


desain optimum dan rekomendasi yang terdiri atas: Tata letak Embung (
site Embung, pelimpah, outlet dan lainnya ), Tipe dari Embung, Tinggi
Embung, Lebar pelimpah, Kebutuhan Air Total, Perkiraan biaya dan
Perkiraan keuntungan.

B). Pra Desain


Tahap kegiatan desain pekerjaan ini, terdiri atas 3 (tiga) jenis kegiatan
sebagai berikut :

a. Penyusunan kriteria desain


b. Desain embung utama dan bangunan pelengkapnya
c. Desain Jaringan Pemanfataan
d. Penyusunan rencana anggaran biaya dan analisis ekonomi
1. Acuan dan Kriteria Desain

Acuan yang dipakai pada pekerjaan analisa dan desain embung ini
adalah :

Departemen Kimpraswil, Ditjen. SDA, Dit. Bintek, Pedoman


Operasi, Pemeliharaan dan Pengamatan Embung, 2003, Jakarta.
Departemen Kimpraswil, Dirjen SDA, Direktorat Bina Teknik,
Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Embung, Desember
2003.
Departemen Kimpraswil, Ditjen SDA, Komisi Keamanan Embung,
Pedoman Kriteria Umum Desain Embung, 2003, Jakarta,
Departemen Kimpraswil, Kep. Men. Kimpraswil No.
296/KPTS/M/2000, Peraturan Keamanan Embung, 2000, Jakarta.
Departemen Kimpraswil, Puslitbang Air, Pedoman Konstruksi
Embung, Instrumentasi Tubuh Embung Tipe Urugan dan Tanggul,
Jakarta.
Departemen Kimpraswil, Puslitbang Air, Pedoman Teknik Uji Mutu
Konstruksi Tubuh Embung Tipe Urugan, 2003, Jakarta.
Departemen Pekerjaan Umum, Ditjen Pengairan, Dit. Bina Teknik,
Panduan Perencanaan Embung Urugan, 1999, Jakarta.
SNI (Standar Nasional Indonesia), yang terkait dengan
perencanaan embung urugan.

E - 85
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

MULAI

Identifikasi
Potensi SDA

Pemilihan Alternatif Lokasi


As Bendungan
ANALISIS HIDROLOGI
Peta Situasi - Debit banjir & ketersediaan air
Skala 1 : 5.000 - Analisis kebutuhan air
- Analisis neraca air

Analisa Desain Bendungan

Revisi
- Tinggi Bendungan
- Volume Tampungan
- Luas Area Genangan

Tidak
Asistensi

Ya

Analisis Hidrolis Bangunan

Revisi - Analisis Hidro-Mekanikal

Tidak
Asistensi
Hasil Investigasi
Ya Geologi & Mektan

Analisis
Stabilitas dan Struktur

Analisis Stabilitas
Revisi Bangunan Utama
dan Pelengkap

Tidak Asistensi

Ya
Gambar
Desain Bangunan

Revisi
Tidak
Asistensi

Ya

Laporan
Nota Desain

SELESAI

Gambar E.22 Diagram Alir Kegiatan Perencanaan pra desain

E - 86
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Desain embung akan mengacu pada kriteria desain yang lazim dipakai
berdasarkan kaidah dan pedoman yang berlaku di Indonesia. Konsultan
menekankan pada kriteria desain ini pada masalah keamanan embung.

Untuk itu dalam mendesain embung ini akan mengacu pada kriteria
desain yang diuraikan seperti pada sub bab berikut.

2. Desain Embung

Embung dibangun dengan berbagai tujuan antara lain untuk:


- penampung air guna memenuhi berbagai kebutuhan (irigasi, air
baku domestik. industri, dan lain-lain),
- imbuhan air tanah (ground water recharge),
- penampung sedimen,

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam sudi kelayakan, antara


lain adalah :

a) Tujuan dan manfaat dibangunnya embung akan diputuskan


(tujuan tunggal atau ganda) melalui kajian dan evaluasi
ekonomik.
b) Lokasi embung dan genangan akan diputuskan berdasarkan
hasil investigasi terhadap alternatif lokasi. Pemilihan alternatif
tersebut hasil evaluasi terhadap sifat fisik lokasi, membuat
perbandingan biaya untuk setiap lokasi termasuk keuntungan
dan kerugian setiap lokasi.
c) Kapasitas waduk akan ditentukan berdasarkan :
estimasi akumulasi sedimen yang akan terjadi selama umur
layan waduk
estimasi kapasitas waduk sebagai konservasi (level muka air
minimum)
penentuan kapasitas waduk aktif yang akan dioperasikan.

E - 87
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Gambar E.23. Manfaat waduk, untuk tujuan/manfaat tunggal atau serbaguna

i) Tipe tubuh embung

Embung dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok berdasarkan


jenis material konstruksi embung, yaitu:

- Embung beton

- Embung urugan tanah dan urugan batu.

1. Embung Beton
Embung beton umumnya dibangun pada fondasi batuan
walaupun ada juga embung beton yang rendah yang

E - 88
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

dibangun pada fondasi kerikil. Mulanya embung beton


dibangun dengan menggunakan material yang memiliki kuat
tekan yang tinggi tetapi kuat tarik yang rendah. Oleh karena
itu bentuk embung beton dirancang secara khusus agar
dapat meneruskan beban kerja ke fondasi dalam bentuk
beban tekan, sementara beban tarik diperkecil atau
dihilangkan dengan cara merancang bentuk embung secara
cermat. Faktor terpenting dalam pemilihan embung beton
adalah fondasi embung.

Jenis-jenis embung beton, yaitu: embung gravity, embung


gravity lengkung (curved gravity dam), busur (arch dam),
penopang (buttress).

2. Embung Urugan
Embung urugan, umumnya diklasifikasikan lagi menjadi
beberapa jenis berdasar pada material yang digunakan, baik
untuk urugan tanah maupun urugan batu seperti pada
gambar di bawah.

Embung urugan didesain secara spesifik sesuai dengan


kondisi lokasi dan ketersediaan material konstruksi di lokasi
embung. Stabilitas embung diperoleh dari massa timbunan
yang sangat berat sehingga mampu menahan beban yang
bekerja.

E - 89
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Gambar E.24. Jenis-jenis Embung Urugan

Untuk memperoleh pilihan tipe embung yang paling tepat,


sesuai denga tujuan pembangunan, kondisi setempat dan
ekonomis, perlu memperhatikan beberapa aspek sebagai
berikut:

a. Tujuan pembangunan
Tujuan pembangunan embung biasanya akan
berpengaruh pada operasi waduk yang kemudian akan
berakibat pada fluktuasi muka air waduk. Untuk muka air
waduk yang sangat fluktuatif dan dengan fluktuasi yang
besar seperti waduk harian PLTA yang beroperasi untuk
beban puncak, kurang cocok bagi embung urugan tanah
homogeen. Untuk embung pengendali banjir dengan
fluktuasi yang tidak terlalu besar seperti waduk harian
dapat digunakan embung urugan zonal atau sekat.

E - 90
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

b. Tinggi embung
Untuk ketinggian kurang dari 30 m, biasanya lebih cocok
digunakan jenis yang sederhana dan mudah
pelaksanaanya yaitu tipe urugan homogeen. Untuk tinggi
lembung lebih dari 30 m, biasanya digunakan tipe zonal
karena lebih dapat meredam rembesan dengan adanya
zona inti dan chimney drain, disamping itu tipe ini
memiliki stabilitas/kuat geser yang lebih tinggi dengan
dipakainya material yang memiliki kuat geser yang tinggi
dibagian zona luar (shell).

c. Material yang tersedia.


Kuantitas dan kualitas material yang secara ekonomis
tersedia disekitar lokasi embung merupakan faktor yang
sangat penting dalam pemilihan tipe embung. Embung
urugan memerlukan material urugan dalam jumlah yang
sangat besar. Material tanah, pasir, krikil dan batu
bongkah dapat digunakan untuk embung urugan.
Perencana harus membuat beberapa alternatif tipe dgn
pertimbangan utama pada ketersedian material.
Penggunaan material yang efektif dapat dimaksimalkan
dengan membuat zona-zona urugan atau menggunakan
embung zonal.

d. Topografi
Lembah sempit berbentuk V dengan fondasi batuan yang
kuat, cocok untuk embung beton tetapi tidak cocok untuk
embung urugan karena dalam pelaksanaan konstruksi,
embung urugan memerlukan medan kerja yang cukup
luas. Untuk lembah yang agak lebar lebih cocok untuk
embung urugan. Daerah dengan kemiringan yang terjal,
kurang cocok untuk embung urugan dengan inti miring
dan tipe sekat karena dikhawatirkan akan terjadi
penurunan yang tidak merata dibagian tumpuan.

e. Geologi

E - 91
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Pertimbangan geologi mencakup menilai kecocokan jenis


tanah dan batuan sebagai fondasi dan kesesuaiannya
dengan material tubuh embung. Geologi fondasi lokasi
embung sering menjadi penentu didalam menetapkan
tipe embung yang cocok dengan lokasi tersebut. Kondisi
fondasi dan geologi yang harus dipertimbangkan antara
lain mencakup: kekuatan, ketebalan, arah dan
kemiringan lapisan, tingkat lulus air/permeabilitas,
retakan, persambungan, dan patahan.

Umumnya embung urugan dapat dibangun pada semua


jenis fondasi, kecuali tipe sekat atau concrete face rockfill
dam (CFRD) tidak cocok dibangun pada batuan yang
sudah berubah bentuk dan batuan lunak.

Untuk fondasi tanah, paling sesuai untuk tipe urugan


tanah homogeen, sedang untuk fondasi fondasi pasir
kerikil yg lolos air, dapat menggunakan tipe urugan
homogeen atau zonal yang dikombinasi dengan blankit
kedap air atau dinding halang (cut-off wall).

Untuk fondasi batuan yang kuat, dengan lembah sempit


cocok untuk embung beton gaya berat, bila lereng
tumpuan batuannya cukup keras pula, cocok untuk
embung beton busur (arch dam).

f. Hidrologi dan Meteorologi


Keadaan hidrologi akan berpengaruh pada operasi
waduk yang kemudian berakibat pada fluktuasi air waduk
yang perlu dipertimbangkan didalam pemilihan tipe
embung seperti pada tujuan pembangunan butir a).
Disamping itu ada hubungan erat antara faktor ekonomi
dengan hirologi yang perlu dipertimbangkan pula,
karakteristik aliran dan curah hujan dapat berpengaruh
besar pada biaya konstruksi, yaitu terkait dengan
pekerjaan pengelakan sungai dan lamanya waktu
pelaksanaan konstruksi embung urugan tanah.

E - 92
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Material tanah sangat sensitif terhadap peningkatan


kadar air terutama pada musim hujan Untuk daerah
dengan curah hujan yang tinggi kurang cocok untuk
embung homogen atau urugan yang menggunakan
banyak material tanah, karena saat pelaksanaan akan
banyak mengalami gangguan hujan.
Dalam praktek, pertimbangan dalam pemilihan tipe
embung tidak dilakukan secara partial, tapi secara
terpadu dari segala aspek.

3. Embung Komposit
Jenis embung ini merupakan kombinasi/gabungan antara
bendunan beton dengan embung urugan tanah. Salah satu
keuntungan embung jenis ini adalah bahwa bagian embung
beton biasanya dibuat mampu untuk mengalirkan aliran air
banjir selama konstruksi dan sebagai bangunan pelimpah
setelah konstruksi selesai, disamping biaya konstruksi yang
murah dan ketersediaan material yang ada.

Embung ini dapat dibangun pada bagian lembah yang lebar


dan dapat mengalirkan banjir besar melalui lembah tersebut
yang mungkin dapat menjadi masalah pada pengelakan
sungainya, bila memilih embung urugan.

Bagian embung beton memerlukan fondasi yang cukup kuat


dan cukup kedap untuk tinggi 10 m dan untuk tinggi < 10 m
embung dapat ditempatkan pada lapisan yang lebih pervious.

E - 93
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Gambar E.25. Embung Komposit

Gambar E.26. Embung Komposit Antara Urugan Tanah dan Beton

ii) Lebar Puncak Embung

Lebar puncak embung minimum ditentukan dengan rumus sebagai


berikut:
Lebar menurut Panduan Perencanaan Embung Urugan :
B= 5/3 * H1/2 (dalam meter ) , dimana H adalah ketinggian air di
waduk.
z
B= 10 (dalam feet) , dimana z adalah ketinggian air di waduk.
5

iii) Kemiringan lereng urugan

Kemiringan lereng urugan diperhitungkan terhadap :


a) jenis material urugan yang digunakan,
b) kestabilan lereng akibat muka air kolam turun secara mendadak,
c) kestabilan lereng akibat terjadinya rembesan melalui tubuh embung
pada kondisi muka air normal,
d) tahan terhadap pengaruh gempa.

E - 94
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

iv) Elevasi puncak embung dan tinggi jagaan

Elevasi puncak embung ditentukan berdasarkan tinggi muka air banjir


diatas ambang pelimpah ditambah dengan tinggi jagaan.
Dari perhitungan penelusuran banjir melalui pelimpah, didapatkan
elevasi muka air banjir untuk debit rancangan (Q 1/2MF) .
Kebutuhan tinggi jagaan dihitung dari rumus dengan kondisi muka air
waduk sebagai berikut (Panduan Perencanaan Embung Urugan) :
a. Kondisi Muka Air Normal : H1 3/4Hw + Hs + Hr + He + hu
b. Muka Air Banjir Q 1000 th : H2 3/4Hw +Hs + Hr + hu
c. Muka Air Banjir Q 1/2PMF : H3 0,75 m

Elevasi puncak embung ditetapkan yang tertinggi dari hasil perhitungan


ketiga kondisi tersebut.
Dimana :
Hw = Tinggi gelombang karena angin
Hs = Peningkatan tinggi muka air karena angin
Hr = Tinggi rayapan gelombang
He = Tinggi gelombang akibat gempa
Hu = Tinggi cadangan untuk ketidak pastian
Pada kondisi muka air normal hu = 1,0 m
Pada keadaan banjir :
hu > 0,50 m, bila ada beragam analisa hidrologi dan
untuk pelimpah tanpa pintu

hu > 1,00 m, bila kemungkinan terjadi kemacetan


operasi pintu

v) Tinggi tubuh embung


Penentuan tinggi embung pada umumnya dipengaruhi oleh kondisi
topografi dan geologi. Kualitas dan kuantitas material timbunan yang
tersedia juga perlu dipertimbangkan oleh pendesain. Hal lain yang perlu
dipertimbangkan adalah masalah-masalah yang dihadapi pada tahap
pelaksanaan konstruksi dan pemeliharaan bangunan-bangunan
pelimpah dan pipa pengeluaran. Pembatasan luas waduk dan tinggi

E - 95
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

embung dapat dilakukan dengan membatasi elevasi genangan waduk,


akibat batasan kepemilikan tanah, potensi kelongsoran lereng rim
waduk, pembebasan tanah, dll. Elevasi waduk juga dibatasi oleh suplesi
air yang juga terbatas, jangan sampai membangun waduk yang luas
tetapi tidak pernah terisi penuh akibat keterbatasan suplesinya.
Untuk tinggi embung kurang dari 30 m, biasanya lebih cocok digunakan
jenis yang sederhana dan mudah pelaksanaanya yaitu tipe urugan
homogin; sedangkan untuk tinggi lembung lebih dari 30 m, biasanya
digunakan tipe zonal.

Tinggi tubuh dam ditentukan berdasarkan pertimbangan kebutuhan


tampungan air dan keamanan tubuh embung terhadap peluapan banjir.
Jadi tinggi tubuh embung adalah tinggi muka air kolam pada kondisi
penuh (kapasitas tampung rencana) ditambah tinggi tampungan banjir
dan tinggi jagaan. Dalam penentuan tinggi embung perlu
dipertimbangkan adanya bangunan yang sudah ada dimana tidak bisa
diabaikan yaitu jembatan. Atau dengan rumus berikut:

Hd = Hk + Hb + Hf (+ Hs)

Dengan,
Hd : tinggi tubuh embung rancangan (m),
Hk : tinggi muka air kolam pada kondisi penuh (m),
Hb : tinggi tampungan banjir (m),
Hf : tinggi jagaan (m),
Hs : cadangan akibat embung mengalami penurunan (m).
Hs = 0,001 (Hd)1,5 dan diambil secara praktis Hs = 0,25 m.

vi) Ketersediaan material urugan

Bahan untuk tubuh embung merupakan hasil galian bahan tanah di


borrow area disekitar tempat kedudukan tubuh embung. Bahan material
untuk timbunan harus memperhatikan tentang kualitas dan kuantitas
dari bahan material tersebut serta kemudahan dalam pengolahan dan
pengangkutan ke lokasi penimbunan. Kuantitas material urugan yang
tersedia harus lebih dari 2-3 kali jumlah kebutuhan timbunan.

E - 96
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

vii) Pelindung lereng

Konstruksi rip-rap diperlukan untuk melindungi lereng hulu tubuh dam


akibat pengaruh gelombang. Batuan untuk konstruksi rip-rap harus
aman atau didasarkan pada :
a) Ukuran batu untuk rip-rap dan berat volume bahan batu,
b) Ketahanan terhadap keausan akibat cuaca.

Ukuran konstuksi rip-rap dan tebal yang dibutuhkan didasarkan pada


perkiraan tinggi gelombang, tergantung pada kecepatan angin dan jarak
antara kedua sisi tebing kolam tampungan (waduk). Pada embung tipe
urugan, permukaan lereng harus dilindungi terhadap erosi yang
disebabkan oleh angin dan hujan. Pelindung lereng sebelah hulu untuk
tipe urugan dengan menempatkan gebalan rumput.

viii) Stabilitas tubuh embung

Stabilitas tubuh embung dihitung dengan Metode Irisan Bidang Luncur


Bundar. Bidang luncur bundar dibagi dalam beberapa irisan vertikal,
maka faktor keamanan diperoleh dari rumus:

a C l + (N - U - Ne) tan u
FS = dimana :

(T + Te)

Fs = Faktor keamanan
N = Beban komponen vertikal yang timbul dari setiap irisan
bidang luncur
T = Beban komponen trangensial yang timbul dari setiap luncur
U = Tekanan air yang bekerja pada setiap irisan bidand luncur
Ne = Komponen vertikal beban seismic yang bekerja pada setiap
irisan bidang luncur
Te = Komponen trangensial beban seismic yang bekerja pada
setiap irisan bidang luncur
C = Angka kohesi bahan yang membentuk dasar setiap irisan
e = Intensitas seimic horizontal
= Sudut geser dalam bahan

E - 97
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

S
h
W En+
W
E 1
S
n N
N
N u.
l
l
Gambar E.97 Tubuh Embung

Stabilitas lereng tubuh embung ditinjau dari beberapa kondisi yaitu:

a) Bagian Hulu
Pada saat embung baru selesai dibangun (immediately after
completion) untuk kondisi normal ( Fs 1.5) dan kondisi gempa
k = 0.03 (Fs 1.2)
Pada saat air waduk penuh (reservoir full) untuk kondisi normal
(Fs 1.5) dan kondisi gempa k = 0.06 (Fs 1.2).
Pada saat air waduk banjir untuk kondisi normal (Fs 1.3).
Pada saat air waduk mengalami penurunan secara tiba-tiba
(rapid draw down) untuk kondisi normal k = 0 ( Fs 1.3) dan
kondisi gempa k = 0.06 (Fs 1.1).
b) Bagian Hilir
Pada saat embung baru selesai dibangun (immediately after
completion) untuk kondisi normal ( Fs 1.5) dan kondisi gempa k
= 0.03 (Fs 1.2)
Pada saat air waduk penuh (reservoir full) untuk kondisi normal
(Fs 1.5) dan kondisi gempa k = 0.06 (Fs 1.2).
Stabilitas embung juga di periksa dengan menggunakan Metode Irisan
Bidang Luncur Kombinasi. Pada metode ini garis lurus tidak berbentuk
lingkaran, tetapi terdiri dari garis yang patah-patah. Metode ini
dikembangkan oleh Wedge dan Fellenius dengan masing-masing
karateristik sendiri.

E - 98
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Tabel E.7 Faktor Keamanan lereng embung untuk berbagai kondisi beban

Lereng
No Kondisi Beban FK. Min
Ditinjau
1 Selesai Konstruksi Berat sendiri, air pori D/S 1.2
50 % beban gempa U/S

2 MA Full Supply Berat sendiri, Tekanan D/S 1.5


Steady Seepage hidrostatis, air pori, tanpa
gempa
3 MA Full Supply Berat sendiri, Tekanan D/S 1.2
Steady Seepage hidrostatis, air pori, dengan
gempa
4 MA Max Flood Berat sendiri, Tekanan D/S 1.2
Seady Seepage hidrostatis, air pori, tanpa
gempa
5 MA Max Flood Berat sendiri, Tekanan D/S 1.1
Seady Seepage hidrostatis, air pori, dengan
gempa
6 MA Surut tiba-tiba Berat sendiri, Tekanan U/S 1.2
Rapid Draw Down hidrostatis, air pori, tanpa
gempa

Program komputer untuk analisis longsoran adalah Slope/W yang


Stabilitas Lereng Hulu - EMBUNG SURUHAN - M.A.N dengan Gempa k = 0.12
dikembangkan oleh GEO SLCOPE Inetrnational . LTD.
w ater
fill material Wt: 18.78 C: 42 Phi: 11
160 filter, sand Wt: 18.5 C: 0 Phi: 30 160
1.369 silty sand Wt: 18.5 C: 0 Phi: 35
156 clay, hard Wt: 18.2 C: 50 Phi: 25 156

152 Bedrock 152


8 9
148 36 7 148

144 144
35 6 2019
140 140
1 21
136 136
Elevation

4 5 10 11

132 132
2
128 18 128
17 3 1213
124 1 2 3 124
22 14 15 16
23 24 27 28
120 30 5 25 26 4 29 120

116 31 6 32 116

112 112

108 7 108

104 33 34 104

100 100
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200

Distance (m)

Gambar E.2810 Contoh Aplikasi Perhitungan Stabilitas Lereng Hulu suatu


embung pada kondisi Muka Air Normal (M.A.N.) dengan kondisi Gempa

E - 99
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi
Stabilitas Lereng Hilir - EMBUNG SURUHAN - M.A.N.S.S dengan Gempa k = 0.12

w ater
f ill material Wt: 18.78 C: 42 Phi: 11
f ilter, sand Wt: 18.5 C: 0 Phi: 30
160 silty sand Wt: 18.5 C: 0 Phi: 35 160
clay, hard Wt: 18.2 C: 50 Phi: 25 1.126
156 156
Bedrock
152 152
8 9
148 36 7 148

144 144
35 6 2019
140 140
1 21
136 136
Elevation

4 5 10 11

132 132
2
128 18 128
17 3 1213
124 1 2 3 124
22 14 15 16
23 24 27 28
120 30 5 25 26 4 29 120

116 31 6 32 116

112 112

108 7 108

104 33 34 104

100 100
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200

Distance (m)

Gambar E.2911 Contoh Aplikasi Perhitungan Stabilitas Lereng Hilir suatu


embung pada kondisi Muka Air Normal (M.A.N.) Surut Cepat (Sudden
Drawdown) dengan kondisi Gempa
ix) Stabilitas terhadap aliran filtrasi

Tubuh embung maupun pondasinya harus mampu menahan gaya-gaya


yang ditimbulkan oleh adanya air filtrasi yang mengalir melalui celah-
celah antara butiran tanah pembentuk tubuh embung dan pondasinya.
Keamanan konstruksi embung terhadap aliran filtrasi ditinjau terhadap:
Kapasitas aliran filtrasi
Gejala-gejala sufosi (piping) dan sembulan (boiling)
Kecepatan Kritis Aliran

x) Penurunan tubuh embung

Penimbunan ekstra pada puncak embung diperlukan untuk


mengimbangi adanya penurunan pada tubuh embung yang disebabkan
oleh adanya proses konsolidasi.
Besarnya penurunan ini ( H) dihitung dengan rumus :
H = mv . v . H
dimana :
H = penurunan yang terjadi pada tubuh embung (m)
H = tinggi embung (m)
mv = koefisien kompresibility (cm2/gram), sumber : data hasil
penyelidikan tanah.
v = Pertambahan Tegangan (kg/cm2) , sumber : data hasil
penyelidikan tanah.

E - 100
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Penimbunan ekstra pada puncak embung diperlukan untuk


mengimbangi adanya penurunan pada inti embung yang disebabkan
oleh adanya proses konsolidasi. Tinggi penimbunan ekstra dihitung
dengan rumus :
a. Panduan Perencanaan Embung Urugan : 2 % H
b. British Standart : 0,5% H + 0,5 m

xi) Koefisien Kegempaan

a. Koefisien Gempa Rancangan

Pada bangunan-bangunan air, selalu diperhitungkan terhadap


pengaruh gempa, terutama bangunan-bangunan yang didirikan di
wilayah rawan gempa seperti di Pulau Jawa. Umumnya pengaruh
gempa di perhitungkan dengan menentukan koefisien gempa (k)
yang digunakan untuk analisis bangunan-bangunan tersebut.
Analisis koefisien gempa menurut metode Standar Rancangan
Bangunan-Bangunan Irigasi (KP 06, 1986) didasarkan hubungan
sebagai berikut.

ad n(ac.z ) m
ad
kg
g

dengan,

ad = percepatan gempa rancangan (gal - cm/s2),


n, m = koefisien berdasarkan tipe tanah fondasi,
ac = percepatan gempa dasar,
z = koefisien gempa berdasarkan lokasi,
g = percepatan gravitasi (981 cm/detik2)
kg = koefisien gaya gempa arah horisontal.
Dua tipe tanah fondasi yang digunakan untuk pertimbangan yaitu
lapisan tanah alluvial dan batuan.

b. Parameter Gempa Rancangan

Percepatan gempa (ad) dan koefisien gaya gempa horisontal (kg)


dihitung berdasarkan hubungan KP-06 diperoleh sebagai berikut ini.

Tabel E.8 Percepatan Gempa dan Koefisien Gempa

E - 101
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Tanah Periode ulang (T) tahun Parameter


Dasar fondasi 20 50 100 200

Alluvial 49,000 63,000 143,000 146,000 ad

0,049 0,064 0,146 0,149 kg

Aluvial lembek 48,000 69,000 109,000 124,000 ad

0,048 0,071 0,112 0,127 kg

(Najoan T.F., Ibnu Kasiro, DPMA)

Tabel E.9. Koefisien Gempa Berdasarkan Tipe Tanah


Tipe tanah n M
Batu 2,76 0,71
Dilluvium 0,87 1,05
Alluvium 1,56 0,89
Aluvium lembek/lunak 0,29 1,32

Tabel E.10 Percepatan Gempa Dasar (ac)


Kala ulang (tahun) ac (cm/s2 - gal)
20 85
50 117
100 160
200 176

c. Analisis Struktur

Analisis struktur pada bangunan penunjang meliputi 2 bagian utama


yaitu bangunan pelimpah dan bangunan pengambilan, dan
bangunan pelengkap lainnya.

Analisis bangunan pelimpah terdiri dari : struktur ambang pelimpah,


dinding hulu, dinding hilir, saluran peluncur dan peredam energi.

Penggunaan nilai debit banjir QPMF dipertimbangkan dengan tingkat


resiko apabila embung runtuh.

E - 102
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

xii) Analisis Hidrolika Bangunan Pelimpah

Analisis Hidrolika digunakan untuk dimensi pelimpah dari tinggi jagaan


embung (freeboard). Sedangkan dimensi struktur akhir ditentukan
berdasarkan optimasi lebar pelimpah yang dihubungkan dengan biaya .

Ambang pelimpah

Debit yang melintasi ambang dihitung dengan menggunakan


persamaan sebagai berikut :

Q = C . L . H3/2

Leff = L - 2 (nKp + Ka) Hd

Dimana :

Q = debit ( m3/dt )
C = koefisien debit
H = total tinggi tekanan air di atas mercu bendung
L = panjang efektif (meter)
n = jumlah pilar
Kp = koefisien konstraksi pilar,
Ka = koefisien konstraksi pangkal bendung
Hd = tinggi energi (m)
Perhitungan dimensi ambang pelimpah

Xu1 = 0,282 Hd
Xu2 = 0,175 Hd
R1 = 0,5 Hd
R2 = 0,2 Hd
1 = sin-1 (Xu1/R1)
a = (R1-R2) sin 1
b = Xu - a
2 = sin-1 (b/R2)
Yu1 = R1 (1 - cos 1)
Yu2 = R1 - (R1-R2) cos 1 - R2 cos 2)
Persamaan lengkung Harrold : Y = 0,301 X1,85

Koordinat P : ( Xd, Yd )

E - 103
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Saluran Pengarah

Saluran pengarah berfungsi mengarahkan aliran ke mercu pelimpah


dengan kecepatan rendah dan kemudian arah aliran dan kecepatannya
berubah secara perlahan tanpa menimbulkan turbulensi pada
kedalaman air yang cukup.

Dari hasil perencanaan di atas persyaratan hidrolik pada saluran


pelimpah adalah :

P H/5

V 4 m/dt

dimana :

H = kedalaman air di atas mercu (m)


P = kedalaman air dibawah mercu (m)
V = kecepatan aliran pemasukan (m/dt)

Saluran Transisi dan Saluran Peluncur

Saluran transisi direncanakan dengan lebar sama dengan lebar


ambang yang berubah menyempit dengan bentuk saluran yang datar.
Pada akhir saluran transisi terdapat end sill setinggi h dengan
kemiringan 1:3,00. Saluran peluncur mempunyai lebar B m dan
kemiringan dasar 1 : n.

Saluran peluncur direncanakan dengan debit Q100 yang dikontrol dengan


debit Q1000. Persamaan Bernoulli untuk kemiringan dasar saluran yang
curam (steeply sloped floor) berikut:

2 2
v1 v2
Z1 + d1 cos + = Z2 + d2 cos + + hf
2g 2g
dimana :

hf = kehilangan akibat gesekan

4x n2 Q2 n2 n2
(= dx = { 4 /3 2
4 /3 2 }Q2x)
0 R 4 /3 A2 R1 A1 R2 A2
dimana :

R = radius hidrolik
E - 104
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

A = luas penampang
n = koefisien kekasaran Manning
Peredam Energi

Peredam energi direncanakan berdasarkan debit banjir rencana kala


ulang 100 tahun. dan koefisien kekasaran Manning (n) = 0,014.

Dari hasil perhitungan hidrolika didapatkan angka Froude = f dengan


tinggi air h m serta kecepatan v maka peredam energi direncanakan
dengan kolam olakan datar tipe I atau II sampai IV dengan elevasi dasar
tertentu. Penentuan tipe kolam olak oleh USBR dikelompokan
berdasarkan nilai Froud number (FR).

Terminal Channel

Terminal channel di hilir peredam energi direncanakan berdasarkan


rating curve pada sungai yang untuk mendapatkan elevasi lantai
terminal channel pada bagian hulu ataupun bagian hilir.

Terminal Channel direncanakan dengan lebar (B) m, kemiringan dinding


1:0,50 dengan debit banjir outflow Q100 m3/det.

Kedalaman kritis pada terminal Channel dihitung berdasarkan


persamaan:

Q2 A3

g T
dimana :

Q = debit ( m3/dt )
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (= 9,81)
A = Luas penampang saluran (m2)
T = Lebar penampang basah bagian atas ( m )

xiii) Analisa Konstruksi Pelimpah

Di dalam perhitungan analisa stabilitas konstruksi pelimpah ditinjau 3


keadaan:

a. Keadaan I : Setelah selesai konstruksi/after completion


Kondisi Normal
Kondisi Gempa
b. Keadaan II : kondisi muka air tinggi/HWL
E - 105
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Kondisi Normal
Kondisi Gempa
c. Keadaan III : kondisi banjir/FWL
Kondisi Normal
Kondisi Gempa
Analisa stabilitas konstruksi pada bangunan pelimpah terdiri dari
beberapa bagian sebagai berikut :

a. Ambang bangunan pelimpah


b. Pilar bangunan pelimpah
c. Dinding pada saluran pengarah identik dengan dinding pada
saluran peredam energi.
d. Abutment pada saluran pengarah
e. Dinding pada saluran transisi
f. Dinding pada saluran peluncur
g. Dinding pada terminal channel

Analisa terhadap stabilitas konstruksi menggunakan rumus sebagai


berikut

a) Stabilitas terhadap guling

f =
Mv > 1,5 (Kondisi normal)
Mh
> 1,2 ( Kondisi gempa)

e =
Mv Mh B / 2 < B/6 (Kondisi norma)
V
< B/3 (Kondisi gempa)
b) Stabilitas geser

Sf =
V.f > 1.5 (Kondisi normal)
H
> 1.2 (Kondisi gempa)
Stabilitas terhadap daya dukung

Untuk e < B/6 12 =


V x(1 6xe )
BxL B

E - 106
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

2V
Untuk e < B/3 max =
Lx 3.(B / 2 e)

c) Stabilitas terhadap floatation

Sf =
V > 1.5 (Kondisi normal), dimana :
U

Mv = momen tahan (t.m)


Mh = momen guling (t.m)
V = beban vertikal (ton)
H = beban horisontal (ton)
U = gaya uplift (ton)
f = koefisien geser antara beton dan pondasi
B = lebar konstruksi
L = panjang konstruksi

xiv) Analisis Bangunan Pengelak

Pekerjaan bangunan pengelak terdiri atas 2 bagian yaitu bendung


pengelak di bagian hulu (upstream cofferdam) dan bagian hilir waduk
(downstream cofferdam), serta saluran pengelak dengan inlet dan outlet
di bagian hulu dan hilir bendung pengelak.

Parameter yang digunakan dalam penentuan desain untuk masing-


masing bangunan adalah :

1. saluran pengelak, kondisi geologi dan topografi


2. bendung pengelak, kondisi geologi, lokasi dan volume timbunan
3. pertimbangan banjir maksimum selama masa konstruksi 2 tahun
4. biaya dan waktu pelaksanaan

Dengan parameter di atas maka ditetapkan kriteria bangunan pengelak


sebagai berikut ini.

1. banjir maksimum menggunakan kala ulang 20 tahunan (Q20)


2. dimensi saluran pengelak
3. dimensi cofferdam.
Desain bendung pengelak menggunakan bentuk konvensional (struktur
timbunan homogen) dengan material tanah dari borrow area dengan
jenis material yang sama digunakan pada embung utama.
E - 107
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Pembangunan cofferdam akan dimulai sesudah ekskavasi saluran


pengelak selesai sehingga air dapat dialirkan melalui saluran pengelak.

Debit banjir rancangan untuk saluran pengelak dengan periode ulang 20


tahun (Q20) yang dikontrol dengan debit periode ulang 25 tahun (Q25)
Tipe aliran pada saluran pengelak dibagi menjadi 2 kondisi :

a. Kondisi Aliran Bebas


Aliran bebas terjadi ketika perbandingan tinggi muka air dan tinggi
saluran kurang dari 1,2 D. Untuk menentukan kecepatan aliran
dalam saluran pengelak digunakan rumus Manning:
1 2/3 1/2
V R S
n
Q =A.V

dimana :
Q = debit yang mengalir pada kedalaman tertentu (m3/det)
R = jari-jari hidrolis = A/P (m)
A = luas penampang basah (m2)
P = keliling basah (m)
D = diameter saluran (m)
S = kemiringan saluran
n = koefisien kekasaran Manning

Tabel E.2 Nilai Koefisien Kekasaran Manning

Bahan Saluran maks min

Saluran beton jadi atau dicor di tempat 0,014 0,008

Saluran baja dengan sambungan dilas 0,012 0,008

Saluran batuan alami 0,035 0,020

Sumber: Design of Small Dam, 1974 :471

E - 108
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

b. Kondisi Aliran Tekan

Gambar E.3012 Diagram Kondisi Aliran Tekan

Syarat yang harus dipenuhi untuk aliran tekan (pressure condition)


d
adalah : > 1,2
D
dimana :
D = dimensi saluran (D= 2,50 m)

d = tinggi air di atas inlet intake

Berlaku rumus : Q = A . V
Harga V dihitung berdasarkan Rumus Bernoulli :
HA + ZA = H + ZB

dimana :
HA = tinggi air di atas inlet (m)
ZA-ZB = perbedaan tinggi antara inlet dan outlet
H = total kehilangan tinggi

H = He + Htr + Hb1 + Hcon + Hf + Ho

dimana :
He = kehilangan tinggi akibat entrance
Htr = kehilangan tinggi akibat trashrack
Hf = kehilangan tinggi akibat geseran
Hcon = kehilangan tinggi akibat kontraksi (penyempitan)
Hb = kehilangan tinggi akibat belokan
Ho = kehilangan tinggi akibat perubahan kecepatan
pada outlet

E - 109
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

V2 V2 fL 1 V
2
V 2
H = fe + ftr + + fcon +
2g 2g D1 2g 2g


V2 2
fb + fo V
2g 2g

V12 L
H =
2g fe ftr f D fcon fb fo

V2
= f 2g

2 . g . H
V =
f

Q = A.V
2 . g . H
= A.
f

xv) Analisis Bangunan Pengambilan / Intake

Komponen terpenting dari bangunan pengambilan embung urugan


adalah penyadap, pengatur dan penyalur aliran.

Bangunan pengambilan direncanakan berada di atas pintu masuk/intake


saluran pembawa untuk menempatkan stoplog dan lain-lain. Bangunan
pengambilan ini dibangun sesudah diversion inlet dan saluran
pembawa selesai pembangunannya. Perlu diperhatikan bahwa tidak
boleh ada penempatan material, beton dan sebagainya di saluran
pengelak untuk menghindari sumbatan.

Pengambilan debit air dari waduk melalui saluran pipa pengambilan


yang terletak di bangunan pengambilan. Perhitungan kapasitas debit
bangunan pengambilan berdasarkan pada elevasi pipa pengambilan.
Suplai air diatur menggunakan pintu geser dengan dimensi 1,0 x 1,0 m.
Selain berfungsi sebagai pintu pengatur dapat juga berfungsi sebagai
pintu darurat yang berfungsi untuk pengosongan air waduk.

Analisis hidrolik dengan perhitungan kapasitas debit yang dapat


dikeluarkan dihitung dengan rumus :

E - 110
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Q = C.A 2.g(H hL )

dimana :

Qren = debit, m3/dt


C = koefisien debit untuk katup
= 0,80 untuk katup terbuka penuh
A = luasan potongan pintu, m2
g = percepatan grafitasi, m2/dt
H = tinggi muka air di waduk, m
hL = jumlah kehilangan tinggi, m

Nilai jumlah kehilangan tinggi dicari dengan menggunakan persamaan


sebagai berikut :

hL = total kehilangan tinggi

hL = Htr + He + Hcn1 + Hf1 + Hb + Hex1 + Hf2 + Hcn2

dimana :

Htr = kehilangan tinggi akibat saringan (trash rack)


He = kehilangan tinggi akibat entrance
Hcn1 = kehilangan tinggi akibat transisi (contraction)
Hf1 = kehilangan tinggi akibat geseran di pipa
Hb = kehilangan tinggi akibat belokan
Hex1 = kehilangan tinggi akibat transisi (expansion)
Hf2 = kehilangan tinggi akibat geseran di conduit
Hcn2 = kehilangan tinggi akibat transisi (contraction)

Komponen terpenting dari bangunan penyadap embung urugan adalah


penyadap, pengatur dan penyalur aliran.

Penentuan lokasi dan tipe bangunan pengambilan didasarkan pada :

Kondisi topografi dan geologi tempat kedudukan calon bangunan


pengambilan
Tujuan bangunan
Elevasi muka air waduk minimum untuk operasi dan debit air yang
akan dialirkan
Elevasi ambang inlet dan elevasi muka air waduk operasi

E - 111
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Debit aliran air tetap yang akan diperlukan dan cara operasinya
Konstruksi dan bentuk sekeliling bangunan pengeluaran dan
pemecah energi.
Hubungan antara bangunan pengeluaran dengan bangunan
pelimpah
Estimasi sedimentasi dan kualitas ai.
Kapasitas, dan pertimbangan-pertimbangan ekonomis dari
penyadap tersebut.
Bangunan pengeluaran terdiri dari bagian pengambilan (intake, saluran
pembawa berupa terowongan atau pipa / saluran terttutup yang
diletakkan pada pondasi di bawah tubuh embung (conduit) dan bagian
pengeluaran. Bangunan ini digunakan untuk :

Melepas air sesuai dengan fungsi dan manfaatnya seperti untuk


memenuhi kebutuhan air baku, irigasi, PLTA dan lain-lain.
Memberikan aliran pemeliharaan guna menjaga lingkungan di
sepanjang sungai di bagian hilir dan air yang di alirkan harus
memenuhi aspek kualitas, kuantitas, derajat kejenuhan dan lain-
lain
Mengatur ketinggian muka air waduk, dengan mengeluarkan
airnya sedemikian rupa sehingga mencapai elevasi sesuai yang
dikehendaki,
Mengendalikan banjir dengan mengalirkan airnya sesuai dengan
rencana pengendalian banjir
Bangunan pengeluaran dapat digunakan sebagai bagian dari
pengaliran air sungai selama pelaksanaan konstruksi embung
utama

E - 112
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Gambar E.3113 Bangunan Penyadapan / Intake

C). Pemilihan Lokasi Bangunan dan Jalur Jaringan Irigasi dan Distribusi
Air
Lokasi definitif posisi bangunan penyediaan air dan jalur pipa air baku
ditetapkan setelah ada persetujuan dari Direksi Pekerjaan dan setelah
dilakukan sosialisasi kepada masyarakat. Beberapa parameter yang
menjadi dasar pemilihan lokasi yang diambil adalah sebagai berikut :

Volume ketersediaan air mencukupi untuk kondisi jangka pendek dan


jangka panjang;
Lokasi rencana bangunan dan saluran air baku mudah dicapai akan
tetapi masih memiliki ketinggian head yang cukup;
Biaya OP seminimal mungkin dengan sisten penyaluran air baku
secara gravitasi;
Kebutuhan akan tenaga operator yang relatif sedikit;
Kebutunan biaya kontruksi yang relatif kecil.

D). Analisis Kebutuhan Air


Pada dasarnya kriteria perencanaan induk pengembangan air untuk
pengembangan kawasan kawasan layanan dapat disesuaikan dengan
kondisi setempat. Sedangkan untuk mengetahui air baku dapat dibedakan
menjadi beberapa kriteria, yaitu :

Kebutuhan nyata (real demand)


Kebutuhan menurut standar dan proyeksi
Penentuan tariff

E - 113
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

E). Perencanaan Jaringan Distribusi Pemanfaatan


Pada pekerjaan ini tipe desain jaringan pemanfaatan yaitu tipe pipa, pada
sistem perpipaan dan pompa untuk perencanaan pengambilan air baku ke
reservoir dan WTP memperhitungkan tinggi tekanan dan kehilangan-
kehilangan tinggi tekanan yang terjadi pada saat pengoperasiannya.

1. Jaringan Pipa dan Bangunan Pelengkap


a. Sistem Pompa
Sistem pompa yang akan digunakan bertujuan untuk rnenaikkan air dari
sumber air rencana menuju reservoir (penampung sementara) untuk
kemudian didistribusikan ke areal layanan rencana dengan sistem
gravitasi. Hal-hal yang diperlukan untuk sistem pompa adalah:

Pemilihan pompa yang akan digunakan


Kombinasi pemasangan dan penempatan pompa
Reservoir (bak penampung).
Pipa penyalur (transmisi).
Pompa yang saat ini telah ada dan yang akan dipasang tipe sub
mersible, dengan kapasitas pompa yang telah disesuaikan.

Untuk menaikkan air yang digunakan untuk kepentingan air baku


dibutuhkan pompa yang fleksibel, yaitu mampu menyediakan debit dan
perbedaan elevasi yang cukup besar antara muka air yang dihisap
dengan penampung air sementara (reservoir).

Daya pompa, yaitu besarnya daya yang diperlukan untuk menggerakkan


poros pompa guna menaikkan volume air dari elevasi rendah ke elevasi
yang lebih tinggi dapat dihitung dengan persamaan berikut:

.g.Q.H
P

Dengan:

P = daya yang dibutuhkan pompa (KW)

Q = debit rencana pompa (m'Vdet)

p = berat jenis air

E - 114
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

H = tinggi tekan total (m)

= effisiensi pompa

b. Sistem Jaringan Air


Merupakan sistem penyaluran air yang akan digunakan untuk
mengalirkan air dari reservoir menuju bak-bak penampung air kemudian
digunakan sebagai air baku.

Sistem jaringan untuk penyaluran air ke daerah-daerah tersebut


direncanakan menggunakan saluran tertutup bertekanan yang pada
pelaksanaannya akan menggunakan pipa jenis GIP (Galvanize Iron
Pipe).

Sistem jaringan itu terdiri dari :

1. Sistem Perpipaan
Sistem perpipaan untuk distribusi air baku direncanakan akan
mengalirkan air dengan sistem gravitasi dari reservoir ke bak-bak
penampung.

Gambar E.3214 Aliran melalui Pipa dari Suatu Reservoir dengan


Sistem Gravitasi

Metode yang banyak digunakan pada analisis jaringan pipa adalah


metode "Keseimbangan Tinggi" yang lebih dikenal dengan metode
"Hardy Cross" dimana pipa yang biasa digunakan terdiri dari Pipa
GIF (Galvanised Iron tipe) maupun Pipa PVC (Poly Vinyl Chloride).

2. Energi dalam pipa


Total energi pada garis potensial atau tinggi elevasi, tinggi tekanan
dan kecepatan ditunjukkan pada persamaan di bawah ini.

E - 115
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

p1 V12 P2 V 2 2
z1 a Z2 a hf
y 2g Y 2g

Pada persamaan di atas kehilangan nggi pada pipa akibat


pengaruh gesekan. Energi gradien Sf = hf / L. Tambahan
kehilangan dan sambungan, percabangan atau disebut juga
dengan kehilangan minor, sudah termasuk dalam kehilangan total.
Pada pipa yang sama dimensinya (uniform) besarnya V1 = V2 dan
elevasi Zl = Z2 biasanva diketahui.

Aliran dalam pipa terdiri dari 3 (tiga) macam energi yaitu :

Energi Kinetik
Dalam Hidraulika dinyatakan sebagai energi yang terkandung
dalam satuan berat air. Massa partikel air mempunyai berat

W = m.g = p.A.v.g

Dalam hal ini g adalah percepatan gravitasi (m/df 2) jadi energi


kinetik dalam satuan berat air dinyatakan :

EK 12 . p. A..V 3 V 2

W .g. A.Vg 2 g
Dimana V2/2g sering disebut sebagai "velocity head.

Energi tekanan (pressure head)


Merupakan energi yang ada pada partikel massa air sehubungan
dengan tekanannya.

Energi tekanan dalam satuan berat air adalah :

EK p. A.V p p

p .g. A.V .g

Rumusan di atas pada umumnya disebut "pressure head".

E - 116
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Energi ketinggian (elevation head) merupakan energi yang ada


pada partikel massa air sehubungan dengan ketinggiannya
terhadap garis referensi (datum line).

Energi ketinggian
Dalam satuan berat air adalah :
EE w.h
h
W w

Rumusan di atas pada umum disebut "elevation head at an


potcnsial head.

3. Kehilangan Energi dalam Pipa


Secara umum kehilangan energi atau kehilangan tinggi dalam pipa
dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam yaitu kehilangan tinggi akibat
gesekan dan kehilangan tinggi akibat elemen.

Untuk menghitung kehilangan tinggi akibat gesekan di pipa akan


digunakan rumus Hazens-Williams analitis sebagai berikut:

10.666 * Q 1.85
Hf 1.85 1.485 xL
C *D
Dimana :

Hf = Kehilangan tinggi di pipa akibat gesekan (m)

Q = debit (m3/dt)

C = koefisien pipa

D = diameter pipa (m)

L = panjang pipa (m)

Rumus Hazen-Williams dianjurkan untuk menghitung kehilangan


tinggi di pipa akibat gesekan untuk pipa dengan ukuran yang
panjang atau L > 100 m.

Kondisi pipa dan harga C (Koefisien Hazens-Williams) ditabelkan


seperti berikut ini.

E - 117
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Tabel E.33. Harga Koefisien Hazen Williams

No Jenis Pipa Harga C


1. Asbest-Cement 140
2. Brass 130-140
3. Cast iron
- New, unlined 130
-lOyrold 107-113
- 20 yr old 89 100
- 30 yr old 75 90
4. Concrete or concrete lined
- Steel forms 140
- Wooden forms 120
5. Cooper 130- 140
6. Galvanized iron 120
7. Glass 140
8. Steel 145- 150

Untuk menghitung kehilangan tinggi akibat elemen yang


disebabkan karena terjadi perubahan ukuran pipa, bentuk
penampang dan arah aliran, secara umum dapat dihitung dengan
rumus :

V2
He f *
2g

Dengan :

He = kehilangan tinggi akibat elemen (m)

V = kecepatan rerata aliran pipa

Q
= (m/det)
A

Q = debit aliran di pipa m3/det)

A = luas penampang pipa

= 1
4. D2 (m2)

g = percepatan gravitasi

= 9,81 m/det2

f = koeflsien kehilangan tinggi akibat elemen


E - 118
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

4. Bagian dalam Sistem Perpipaan


Sistem perpipaan ini dilengkapi dengan bagian-bagian seperti pintu
(gate) dan katup (valve), sambungan antar pipa dan jembatan pipa
bila perlu.

Sambungan Pipa
Diperlukan untuk menghubungkan antar pipa baik yang berdiameter
sama maupun yang berbeda, belokan pipa maupun penggabungan
pipa yang berbeda jenis. Sambungan antar pipa antara lain :

Mangkok (bell) dan lurus (spigot)


Sambungan mekanik
Sambungan dorong (Push on Joint)
Sambungan flens

Sambungan tersebut digunakan sesuai kebutuhan dan kondisi


lapangan saat pemasangan pipa.

Macam perlengkapan pipa meliputi :

Belokan
Digunakan untuk mengubah arah dari arah lurus dengan
sudut perubahan standar yang mempakan sudut dari
belokan tersebut. Besar belokan standar adalah 11

11 1 4 22 1 2 , 22 '/2 , 45 dan 90 di mana bahan belokan

biasanya sama dengan bahan pipa.

Perlengkapan "T"
Untuk pipa sekunder dipasang tegak lurus (90) dan pada
pipa primer berbentuk T. Untuk ujung-ujungnya
perlengkapan dapat terdiri dari kombinasi spigot, socket
dan/lens.

Perlengkapan "Y"
Untuk pipa sekunder dipasang pada pipa primer dengan
pemasangan sudut 45.

E - 119
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Pintu (gate) dan Katup (valve)


Aliran air di dalam pipa sangat ditunjang oleh sambungan yang baik
dan saran penunjang yang lain seperti pintu serta katup. Berbagai
jenis katup yang berbeda dibutuhkan agar suatu rangkaian pipa
berfungsi dengan baik. Beberapa macam katup dalam rangkaian
pipa antara lain:

Katup pintu (gate valve)


Katup ini berfungsi untuk mengatur alirar. didalam pipa.

Katup pengendali (check valve)


Katup ini hanya memungkinkan aliran pada satu arah saja.

Katup peredam tekanan


Katup ini berfungsi meredamkan tekanan pukulan air (water
hammer) dalam suatu pipa dan dapat diatur untuk dapat
terbuka secara otomatis pada tekanan tertentu.

Katup pemasukan udara (Air Relief Valve)


Katup ini terbuka secara otomatis bila tekanan dalam pipa
turun hingga di bawah suatu nilai tertentu untuk
memungkinkan masuknya udara ke dalam pipa.

Katup pengatur tekanan.


Katup ini digunakan untuk menghubungkan suatu jaringan
air bertekanan tinggi dengan janngan bertekanan rendah.

5. Bak Penampung Air


Merupakan bangunan sederhana penampung air dengan kapasitas
tertentu yang terletak di area! layanan dan berfungsi sebagai
penampung air dari sistem perpipaan untuk kemudian digunakan
pemakai air baku dimana pada setiap bak penampung air akan
disiapkan sarana bila sewaktu-waktu akan digunakan oleh
masyarakat pemakai air.

E - 120
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

2. Perencanaan Jenis dan Tipe Prasarana Penyediaan Air


Jenis dan tipe bangunan prasarana penyediaan air pada dasarnya
berupa tampungan air dari mata air yang memiliki kapasitas air yang
cukup besar.

Jenis dan tipe tampungan ini pada umumnya berupa :

waduk-waduk kecil
tendon-tendon air atau
embung-embung kecil.
Dalam menentukan jenis dan lokasi tampungan air ini beberapa hal
yang perlu ditinjau meliputi :

a. Aspek Topografi
b. Aspek Geologi
c. Aspek Hidrologi
d. Aspek Sosial Ekonomi
e. Aspek Pemanfaatan

Dari peta topografi akan dapat diketahui volume tampungan air, panjang
serta tinggi tanggul, letak bangunan pelimpah serta daerah genangan.

Aspek geologi direncana lokasi adalah sangat penting untuk diketahui


untuk keamanan bangunan maupun daerah sekitarnya.Apakah terdapat
patahan, retakan, dll. Bagaimana pengaruhnya bila dibangun
tampungan air, disamping itu tanah bahan timbunan.

Pengkajian aspek hidrologi adalah menentukan beberapa debit andalan


(Q 80% dan Q 90%) yang dapat dikeluarkan oleh tampungan air
tersebut berdasarkan atas runtun waktu (time series) dari air masuk
tampungan (inflow) dan skenario beberapa kapasaitas tampungan (yang
berkaitan dengan tinggi tampungan) yang memungkinkan
(direncanakan).

a. Perencanaan dan Perhitungan Hidrolis Bangunan


1. Perhitungan Hidrolis Spillway
Debit yang melalui pelimpah dengan ambang tetap dihitung
berdasarkan rumus :

Q = C L H3/2

E - 121
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Dimana :

Q = debit yang lewat pelimpah, m3/det.

C = koefisien aliran

L = lebar effektif pelimpah, m

H = tinggi air di atas ambang pelimpah, m

Koefisien limpahan dari tipe standard dihitung dengan


persamaan lwasaki (Suyono, 1977), sebagai berikut :

Cd = 2,200 - 0,0416 (Hd/W)0.93

dan

h
1 + 2a
C = 1,60 x hd
h
1+ a
hd

Dimana :

C = koefisien limpasan

Cd = koefisien limpasan pada saat h = Hd

h = tinggi di atas mercu spillway

Hd = tinggi tekanan rencana di atas mercu spillway

W = tinggi spill bagian hulu

a = konstanta (diperoleh pada saat h = hd, berarti c = Cd)

2. Penelusuran Banjir (routing)


Penetapan elevasi spillway/intake didasarkan kepada
penelusuran banjir (flood routing), dari metode ISD (Raghunath,
1985).

Prinsip dasar penelusuran banjir pada embung dikembangkan


dari persamaan kontinuitas yaitu :

I O = ds / dt

Dimana :

E - 122
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

I = inflow/aliran masuk, m3/det

O = outflow/aliran keluar, m3/det.

ds/dt = perubahan tampungan terhadap waktu, jam.

I1 + I2 O +O
x t + 1 2 x t = S2 - S 1
2 2

Dimana :

S1 = tampungan embung/waduk pada permulaan waktu - t

S2 = tampungan embung/waduk pada waktu - t

I1 = inflow ke embung /waduk pada permulaan waktu - t

I2 = inflow ke embung/waduk pada akhir waktu - t

O1 = outflow melalui pelimpah pada permulaan waktu - t

O2 = outflow melalui pelimpah pada akhir waktu t

3. Pemilihan Tipe Ruang Olakan Spillway


Pemilihan tipe ruang olakan dipilih sesuai dengan tipe aliran
yang akan terjadi, biasanya tipe ruang olakan itu adalah sebagai
berikut :

Tipe bucket
Tipe USBR
Tipe Vlughter

b. Perencanaan dan Perhitungan Struktur dan Stabilitas Bangunan


Dalam perencanaan suatu bangunan sipil dua hal penting yang
harus diperhatikan sehubungan dengan tanah adalah :

Daya dukung tanah dimana bangunan tersebut akan didirikan


Penurunan yang diperkirakan terjadi pada tanah dasar akibat
beban bangunan di atasnya.

Pondasi merupakan bagian dari bangunan yang meneruskan beban


ke tanah dasar. Jadi pondasi merupakan bagian yang terpenting dari

E - 123
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

suatu bangunan, karena kelemahan dalam pondasi akan


mengakibatkan kegagalan total dari bangunan di atas.

Telah disebutkan bahwa daya dukung tanah dan penurunan


merupakan dua hal yang harus selalu ditinjau dalam perencanaan
pondasi agar keamanan bangunan dapat dipertanggung jawabkan
dan tak kalah penting ialah segi ekonomis artinya keamanan
bangunan dapat dipertanggung jawabkan dengan biaya sekecil
mungkin.

Yang menjadi masalah ialah bagaimana mencapai tujuan diatas


yaitu agar tanah dapat memikul beban diatasnya tanpa mengalami
keruntuhan serta penurunan yang melampaui yang diizinkan.

Hal diatas dapat diusahakan bila data tanah yang berhubungan


dengan perencanaan tersedia. Dengan tersedianya data tanah maka
akan dapat ditetapkan :

letak kedalaman dasar pondasi


jenis pondasi yang dipakai
dimensi dan pondasi

Khusus untuk bangunan air yang sangat penting untuk diperhatikan


ialah bahaya dibawah pondasi karena aliran air melalui pori - pori
tanah. Untuk itu permeabilitas tanah harus diketahui.

Berdasarkan hasil penyelidikan tanah akan dapat ditentukan pada


kedalaman berapa pondasi bangunan diletakkan parameter
perencanaan berapa yang dipakai.

Untuk perencanaan pondasi yang haik harus tersedia data lapangan


dan data laboratorium. Karena kedua data tersebut saling
menunjang sebagai kontrol satu dengan lainnya.

Dalam hal pekerjaan ini mengingat lokasi penyelidikan cukup banyak


dalam pembahasannya akan dilakukan tiap-tiap lokasi karena tiap
lokasi kondisinya berbeda.

Secara urnurn perhilungan yang harus dilakukan ialah :

1. Perhitungan Daya Dukung Tanah

E - 124
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Teori dan rumus untuk perhitungan ini banyak dijumpai pada


buku-buku yang berhubungan dengan pondasi.

Salah satu yang urnum dan banyak dipergunakan ialah teori dan
rumus dari Terzaghi, terutama untuk pondasi dangkal dan
menerus.

Rumus Terzaghi:

q = C Ne + D Nq + 1 B N
2

Dimana :

q = daya dukung keseimbangan/batas

D = kedalaman pondasi

B = lebar pondasi

T = berat isi tanah

C = kohesi tanah

Ne, Nq, N = faktor daya dukung yang besarnya


tergantung dari sudut geser dalam .

= sudut geser dalam yang diperoleh dari pengujian di


laboratoium

Untuk memperoleh tegangan tanah yang diizinkan maka daya


dukung batas harus dibagi dengan suatu faktor keamanan yang
besarnya tergantung dari keberanian perencana, tetapi biasa
faktor keamanan diambil 3.

Dalam perencanaan haruslah dipenuhi tegangan yang bekerja


harus lebih kecil dari tegangan izin.

2. Penurunan
Penurunan adalah deformasi vertikal pada tanah akibat beban
diatasnya terdiri dari :

Penurunan spontan

E - 125
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Ini terjadi karena keluarnya air dari pori-pori yang


terkandung dalam tanah, tanah akan memampat, terjadi
deformasi (penurunan).

Penurunan karena konsolidasi


Ini terjadi karena keluarnya air dari pori-pori yang
terkandung dalam tanah, tanah akan memampat, terjadi
deformasi (penurunan).

Yang biasanya diperhitungkan ialah penurunan karena


konsolidasi dimana penurunannya memakan waktu cukup lama.

Rumus penurunan:

H o
S = Cc log
1 eo o

Dimana:

S = penurunan yang diperkirakan terjadi

H = ketebalan lapisan tanah yang dianggap memampat

c = kadar pori asli tanah

C = indeks kompresi

o = tegangan efektif semula tanah

o = tegangan efektif setelah ada bangunan di atasnya

= o +

= beban bangunan terhadap tanah

c. Stabilitas Lereng
Yang dimaksud lereng disini ialah lereng tanggul tampungan air
yang akan direncanakan. Disini yang dipakai ukuran dalam penilaian
stabilitas ialah faktor keamanan yaitu suatu nilai hasil bagi gaya-
gaya yang mempertahankan kestabilan lereng dan gaya - gaya yang
menyebabkan kelongsoran (ketidak stabilan).

Secara umum gaya-gaya yang bekerja pada tubuh tanggul meliputi :

Berat sendiri tubuh tanggul

E - 126
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Beban hidrostatis
Tekanan air pori
Gaya akibat gempa
Perhitungan stabilitas lereng akan dilakukan pada kondisi :

a. Tanggul baru selesai dan belum terbentuk garis phreatis


b. Tanggul sudah selesai dan garis phreatis sndah terbentuk
c. Tanggul pada saat terjadi penurunan muka air yang
mendadak/drawdown

Perhitungan stabilitas dilakukan dengan progam komputer (XSTBL


atau Geo Slope) dan dimensi tanggul tergantung dari tinggi tanggul,
dan data tanah bahan tanggul.

3. Penggambaran Rencana Detail dan Gambar Tipikal


Penggambaran rencana detail mengikuti acuan sebagai berikut :

Rencana detail bangunan prasarana digambar di atas kertas kalkir


ukuran A1 dan atau A3
Skala gambar, notasi legenda, dan etiket gambar mengikuti
pedoman perencanaan teknis

Contoh gambar-gambar tipikal bangunan bendung/intake, reservoir dan


jaringan pipa disajikan pada Lampiran bab ini.

4. Penggambaran Desain Embung dan Jaringan Pipa


Penggambaran detail desain bangunan utama embung dan bangunan-
bangunan pelengkapnya disajikan termasuk penampang memanjang
dan melintang berikut detail penulangan.

Penggambaran disajikan dalam gambar ukuran A1 dan A3 dengan skala


:

Gambar situasi embung dengan skala 1 : 1.000


Gambar tampang melintang dan memanjang dengan skala 1 : 100 /
1 : 200
Peta situasi daerah konservasi mencakup daerah genangan, lokasi
bendung utama, bangunan pelengkap, gasilitas penunjang, borrow
area, rencana jalan masuk dan lain sebagainya sakala 1 : 2,000
Peta situasi areal genangan waduk skala 1 : 500
E - 127
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Peta situasi lokasi bangunan utama dan bangunan pelengkapnya.


Gambar potongan memanjang dan melintang rencana as bangunan
pelimpah skala 1 : 100 / 1 : 200
Gambar melintang areal genangan waduk skala 1 : 200 / 1 : 500
Peta daerah sumber galian skala 1 : 500 / 1 : 1.000
Peta geologi permukaan skala 1 : 500 / 1 : 5.000
Gambar detail bangunan skala 1 : 50 / 1 : 200

F). Perhitungan Volume (BOQ) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB)


Perhitungan BOQ dan RAB didasarkan pada biaya pembebasan tanah dan
volume pekerjaan dengan analisa harga satuan pekerjaan. Item dari BOQ
dan RAB ini mencakup materi diantaraanya sebagai berikut :
Pekerjaan persiapan
Tubuh Embung
Bangunan pengambilan
Bangunan olakan
Bangunan spillway/pelimpah
Fasilitas Keamanan Waduk/Embung
Bangunan jaringan pipa
Hasil analisis dari perhitungan volume pekerjaan (BOQ) dan RAB disajikan
dalam satu bentuk laporan yaitu Laporan BOQ dan RAB dan juga
merupakan bagian dari Laporan Penunjang.

G). Analisis Kelayakan Ekonomi dan Rencana Anggaran Biaya


Setelah manfaat dan biaya proyek diidentifikasi, dihitung dan dinilai dari
berbagai alternatif usulan proyek, kemudian tentukan alternatif usulan
proyek terbaik. Untuk memilih alternatif terbaik dari berbagai alternatif
usulan proyek, artinya arus biaya dan manfaat yang berbeda-beda di masa
mendatang dilakukan dengan perhitungan diskonto dan berdasarkan 3
pendekatan, yakni : manfaat neto sekarang (Net Present Value/NPV),
tingkat pengembalian internal (Internal Rate of Return/IRR) dan rasio
manfaat biaya (Benefit Cost Ratio/BCR).
Perlu diperhatikan bahwa tidak ada teknik terbaik dalam memperkirakan
manfaat proyek, meskipun metoda yang satu lebih baik dari yang lain.

E - 128
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Ukuran-ukuran manfaat proyek secara finansial, maupun ekonomi hanya


akan digunakan untuk pengambilan keputusan kelangsungan usulan proyek
Analisis Ekonomi dititik beratkan kepada nilai manfaat proyek, dengan
membandingkan kondisi sebelum dan sesudah proyek.
Tiga parameter yang akan dihitung dalam analisis ekonomi adalah
sebagai berikut:
Ratio Manfaat Biaya (BCR = Benefit Cost Ratio)
Nilai netto sekarang (NPV = Net Present Value)
Tingkat Pengembalian Internal (IRR atau EIRR = Economic Internal
Rate of Return)
Hasil perencanaan waduk sangat tergantung pada data-data pendukung
yang telah dikerjakan pada tahap-tahap sebelumnya, seperti hasil survei
topografi dan geologi, hidrometri, kualitas dan kelengkapan data yang telah
dikumpulkan. Beberapa aspek sebagai dasar pemikiran perencanaan
waduk dapat diuraikan sebagai berikut :

Melakukan evaluasi makro manfaat (benefit), yaitu prasarana


pengadaan air baku
Memformulasikan proyek atas dasar analisa demand-supply serta
elastisitasnya. Optimalisasi fungsi serbaguna masing-masing
komponen fungsi waduk.
Menganalisa hasil survai dan investigasi lapangan menjadi parameter
rancang bangun konstruksi waduk dan bangunan pelengkapnya.
Merencanakan disain bangunan embung beserta pelengkapnya
lengkap dengan dasar perhitungan dan gambar-gambar tipikalnya.
Menghitung volume pekerjaan (BOQ) dan rencana anggaran biaya
(RAB) dari konstruksi baik dari komponen bangunan sipil maupun
mesin listrik, termasuk biaya O/P dan perbaikan dampak negatif
lingkungan.
Mempersiapkan metode pelaksanaan, jadual implementasi proyek dan
alokasi pendanaan proyek.
Menganalisa tingkat kelayakan proyek secara tekno-ekonomis baik
dalam bentuk analisa break-even point, benefit cost ratio maupun
internal rate of return (EIRR) nya untuk berbagai kondisi.

E - 129
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Mempersiapkan saran-saran/rekomendasi untuk program kelanjutan


perencanaan menuju detailed design level lengkap dengan kebutuhan
pelayanan jasa rekayasa (engineering service).
Menyajikan produk akhir perencanaan kelayakan dalam laporan-
laporan yang diperlukan seperti terlihat dalam sub bab berikut.

A. Net Present Value (NPV)


Net Present Value (NPV) adalah merupakan selisih antara Present Value
(PV) dari benefit dan Present Value dari biaya, yang penjelasannya
sebagai berikut :

a) Bt; adalah merupakan benefit sosial kotor sehubungan dengan


suatu proyek pada tahun t.
b) Ct; adalah merupakan biaya sosial kotor sehubungan dengan
proyek pada tahun t, tidak dilihat apakah biaya tersebut dianggap
bersifat modal (pembelian tanah, peralatan, konstruksi, dll) atau
biaya rutin.
c) n; adalah umur ekonomis proyek.
d) i; adalah social opportunity cost of capital yang dinyatakan sebagai
sosial discount rate.

Jadi,

B1 B2 Bn C1 C2 Cn
NPV = { ... }-{ ..... }
1 i (1 i ) 2 (1 i ) n 1 i (1 i ) 2 (1 i) n

NPV = Bt Ct
n
t
t 1 (1 i )

Bila NPV 0, proyek dinyatakan go dan sebaliknya.

Rumus-rumus yang sering digunakan adalah :

1) Compounding factor, (F/P)in , adalah untuk mencari F, bila diketahui


P, i dan n :

F = P (1+i)n

2) Compounding factor/annum, (F/A)in, adalah untuk mencari F, bila


diketahui A,i dan n :

E - 130
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

(1 i) n 1
F=A
i
3) Sinking fund factor, (A/F)in, adalah untuk mencari A, bila diketahui
F,i dan n :
1
A=F
(1 i) n 1

4) Discount factor, (P/F)in, adalah untuk mencari P, bila diketahui F,i


dan n :
1
P=F
(1 i) n

5) Present value of an annuity factor, (P/A)in, adalah untuk mencari P,


bila A,i dan n diketahui :

(1 i ) n 1
P=A
i (1 i ) n

6) Capital recovery factor, (A/P)in, adalah untuk mencari A, bila


diketahui P,i dan n :

i (1 i) n
A=P
(1 i ) n 1

B. Internal Rate of Return (IRR)


IRR adalah nilai discount rate i yang membuat NPV sama dengan nol yang
dinyatakan dala rumus di bawah :

n Bt Ct
0
t
t 1 (1 IRR )

IRR dapat juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi bersih
dalam suatu proyek, asal setiap benefit bersih yang diwujudkan (Bt Ct)
bersifat positif) secara otomatis ditanam kembali dalam tahun berikutnya
dan memperoleh tingkat keuntungan atas investasi i yang sama dengan
yang dikenakan bunga selama sisa umur proyek. Tingkat bunga i tidak
dapat langsung dicari berdasarkan rumus, tetapi dapat diperoleh dengan
cara coba-coba. Prosedurnya adalah sebagai berikut :

E - 131
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

1) Pilih nilai discount rate i yang mendekati nilai IRR, kemudian hitung
NPV terhadap arus benefit dan biaya.

2) Bila NPV negatif, berarti nilai i terlalu tinggi, ambil nilai i yang lebih
rendah, bila hasilnya sebaliknya, berarti nilai i terlalu rendah; ulangi
perhitungan dengan penyesuaian nilai i baru.

3) Bila i1,NPV1 dan i2, NPV2 adalah hasil perhitungan coba-coba


kesatu dan kedua, maka nilai perkiraan IRR dapat didekati dengan
persamaan :

NPV1
IRR = i1 + (i2 i1 )
NPV1 NPV2

Bila IRR dari suatu proyek sama dengan nilai i yang berlaku sebagai social
discount rate, maka NPV = 0. Bila IRR < social discount rate, berarti NPV <
0. Suatu nilai IRR social discount rate menyatakan tanda go untuk
suatu proyek dan < social discount rate, proyek no go.

C. Benefit-Cost Ratio (BCR)


Cara ini adalah merupakan cara sederhana untuk membandingkan
estimasi keuntungan/benefit proyek dengan biaya proyek setelah
melakukan perhitungan pada nilai moneter yang sama berdasarkan waktu
yang sama, berdasarkan laju bunga (interest rate) tertentu. Untuk
memperlihatkan kelayakannya, rasio benefit/biaya > 1 , bertambah tinggi
rasionya bertambah pula tingkat kelayakannya. Tingkat bunga untuk
perhitungan biaya untuk investasi jangka panjang melebihi estimasi umur
layan proyek biasanya digunakan untuk perhitungan rasio benefit/biaya.
Untuk proyek embung besar, biasanya menggunakan periode waktu 100
tahun.

Hal pokok dari evaluasi proyek dengan cara ini adalah seberapa jauh
proyek yang ditinjau memberikan benefit yang lebih besar dibandingkan
biaya proyeknya atau apakah proyek tersebut memberikan benefit bersih
kepada investornya. Untuk itu perlu dibandingkan arus benefit dengan arus
biayanya melalui tingkat bunga tertentu. Untuk setiap nilai tingkat bunga i
dan setiap jangka waktu selama bunga tersebut dibayar, terdapat suatu
discount factor yang unik.

E - 132
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Bt Ct
Untuk menghitung rasio tersebut terlebih dahulu dihitung untuk
(1 i ) t
setiap tahun. Kemudian B/C bersih merupakan perbandinganyang
pembilangnya terdiri dari Present Value total dari benefit bersih pada
tahun-tahun dimana benefit bersif tersebut positif, sedangkan
penyebutnya terdiri dari Present Value total dari biaya bersih pada tahun-
tahun dimana Bt Ct adalah negatif, yakni biaya kotor lebih besar dari
benefit kotor.

n B C
t t
t
t 1 (1 i )
Net B/C = , dimana untuk pembilang (Bt Ct) > 0 dan penyebut (Bt
Ct Bt
(1 i ) t
Ct) < 0

Kondisi dimana B/C 1 adalah merupakan indikasi go untuk suatu proyek


dan sebaliknya.

n Bt
t
t 1 (1 i )
Gross B/C =
Ct
(1 i ) t

Ct telah mencakup semua biaya sosial, baik modal maupun rutin. Tingkat
intensitas dalam O&P suatu peralatan modal dapat berubah-ubah,
sehingga membuat tingkat biaya O&P berubah pula. Dengan
meningkatnya biaya O&P, maka gross B/C menjadi menurun. Yang penting
dalam analisis benefit-cost adalah besarnya keuntungan yang akan
diperoleh pada suatu investasi, seperti contoh di bawah.

Parameter lain yang akan dihitung dalam analisis ekonomi ini antara lain :

Biaya Proyek, yang mencakup biaya modal (investasi), biaya tahunan


(annual cost) dan biaya kontraktor.
Manfaat Proyek, yang mencakup kondisi dengan dan tanpa proyek.
Umur Ekonomis, yang mencakup umur pelayanan ekonomi dan umur
pelayanan fisik atau teknik.
Nilai sekarang dan tingkat suku bunga

E - 133
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Analisis Kepekaan (Sensitivitas)


Hasil analisis dari studi ini dan rekomendasinya selanjutnya disusun
menjadi Laporan Analisis Ekonomi. Laporan ini juga merupakan bagian dari
Laporan Penunjang.

E.1.16 Kegiatan Diskusi Pembahasan Konsep Lap. Akhir


Pada tahapan ini konsultan akan melakukan presentasi Konsep Laporan Akhir
yang telah dibuat yang mencakup beberapa item laporan, termasuk didalamnya
uraian secara ringkas dari apa yang terangkum dalam Laporan Penunjang.
Berpedoman kepada program kerja yang telah disetujui Direksi Pekerjaan,
Konsultan akan menguraikan proses kegiatan yang telah dilaksanakan dan
mempresentasikan hasil akhir analisis Konsultan berdasarkan data-data yang
diperoleh.
Pembahasan dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Sungai dan Pantai,
bersama-sama dengan Direksi Pekerjaan dan Instansi lain yang terkait.
Hasil diskusi, evaluasi dan koreksi dari Direksi Pekerjaan terhadap apa yang
tercantum dalam Konsep Laporan Akhir selanjutnya akan dijadikan bahan
perbaikan dan penyempurnaan laporan tersebut bagi Konsultan. Sebagai hasil
akhirnya, maka akan menjadi Laporan Akhir.

E.1.17 Pelaporan
Dari setiap tahapan kegiatan yang telah dilaksanakan, konsultan akan
menyerahkan Laporan sesuai dengan apa yang tercantum dalam KAK. Secara
rinci, jenis dan jumlah laporan telah disebutkan pada Bagian D Tanggapan
terhadap KAK.

E.2 PROGRAM KERJA

E.2.1 Pendekatan
Tiap jenis kegiatan akan dibahas dalam bagian ini. Pembahasan yang akan
dilakukan adalah berkaitan dengan arti kegiatan itu sendiri, peralatan dan
perlengkapan yang mendukungnya, personil yang terlibat di dalam kegiatan,
keterkaitannya langsung atau tidak langsung dengan kegiatan sebelum dan
sesudahnya, bagaimana kegiatan itu dilaksanakan, waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan kegiatan, dan hal-hal lain yang diperlukan dengan tujuan agar
seluruh kegiatan dalam pekerjaan dapat dilaksanakan tepat waktu.

E - 134
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Pelaksanaan pekerjaan SID dan DD Jaringan Irigasi, Untuk Peternakan,


Perkebunan dan Perikanan Kawasan Agribisnis Sei Temiang di Kota Batam
ini akan dilaksanakan selama 7 (tujuh) bulan. Dengan keterbatasan waktu dan
volume pekerjaan lapangan dan analisa yang cukup banyak, ditambah dengan
perizinan sertifikasi desain embung, maka perlu adanya efektivitas dan efisiensi
kerja agar pekerjaan dapat diselesaikan secara optimal dan tepat waktu, dengan
mengefesienkan kegiatan yang bersifat overlap sehingga hasil yang diharapkan
sesuai dengan lingkup KAK. Dari metodologi yang telah diuraikan sebelumnya,
maka rencana kerja akan diuraikan pada sub bab ini.

E.2.2 Pekerjaan Persiapan, Pengumpulan Data dan Penyusunan Quality


Assurance

Pekerjaan persiapan peralatan dan personil, pengumpulan data ditingkat provinsi


dan penyusunan RMK (Rencana Mutu Kontrak) akan dilakukan secara simultan
dan juga paralel dengan penugasan beberapa personil yang terlibat. Semua
kegiatan pendahulan tersebut direncanakan akan dapat diselesaikan dalam waktu
2 minggu termasuk pembuatan RMK yang akan diserahkan kepada Pihak
pengguna jasa pada minggu ke 1 di bulan pertama kegiatan.

Pengumpulan data/informasi dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap awal dan
lanjutan. Tahap awal untuk mengumpulkan data/informasi yang sudah tersedia,
termasuk peta-peta (topografi, rupa bumi, tata guna lahan, geologi, tata ruang, dan
lain-lain), foto, dan citra satelit (jika tersedia). Standar-standar teknis, kriteria
perencanaan, termasuk SNI, juga dikumpulkan pada tahap awal.

Data/informasi yang dikumpulkan pada tahap awal tersebut kemudian dipelajari,


diseleksi, dan diuji kualitas dan kuantitasnya sesuai dengan pemanfaatannya.
Kegiatan mempelajari dan menyeleksi dilaksanakan pada kegiatan desk study.
Kegiatan ini juga mencatat data/informasi apa yang diperlukan untuk melengkapi
semua analisis yang dibutuhkan.

Data/informasi yang belum lengkap dan tambahan data/informasi baru


dikumpulkan pada pengumpulan data/informasi tahap lanjutan. Pengumpulan
data/informasi pada tahap lanjutan ini berkemungkinan untuk mengunjungi
berbagai instansi/dinas dan tinjauan lapangan. Pada tahap ini diharapkan seluruh
data yang diperlukan untuk analisis dan pembahasan sudah dapat dikumpulkan,

E - 135
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

yaitu studi-studi terdahulu, peraturan perundang-undangan yang terkait,


kependudukan, kebijakan (kabupaten/kota/propinsi/nasional), dan data sekunder
pendukung lainnya

Personil yang terlibat pada tahap persiapan ini adalah :

1. Team Leader
2. Ahli Geodesi
3. Ahli Embung
4. Operator Komputer

E.2.3 Pekerjaan Survey Pendahuluan dan Inventarisasi Data Sekunder


Pekerjaan Survey Pendahuluan mencakup kegiatan orientasi lapangan dan
inventarisasi data-data sekunder mulai dari tingkat desa (on-site), kecamatan,
kabupaten hingga propinsi. Mengetahui kondisi lapangan secara umum, sosial
ekonomi masyarakat, kondisi lingkungan batasan-batasan daerah yang akan
disurvey dan menghimpun masukan - masukan dari tokoh masyarakat.

Inventarisasi data yang dilakukan merupakan lanjutan dari aktifitas pengumpulan


data tahap awal. Pekerjaan ini direncanakan dilaksanakan 2 (dua) minggu setelah
SPMK dan selama 14 hari kerja termasuk di dalamnya kegiatan pengumpulan
data sekunder di lapangan. Laporan Pendahuluan akan disusun setelah survey
pendahuluan dan inventarisasi data selesai dilakukan dan selesai pada akhir
minggu ke 4.

Personil yang terlibat dalam pekerjaan survey pendahuluan dan pengumpulan


data sekunder ini adalah :

1. Team Leader
2. Ahli HIdrolika
3. Ahli Geologi
4. Ahli Hidrologi
5. Ahli Geodesi

E.2.4 Pekerjaan Pengukuran dan Pemetaan


Pekerjaan pengukuran dan pemetaan dilakukan overlap dengan kegiatan
pengolahan data, mencakup materi seperti apa yang telah diuraikan sebelumnya,
sebagaimana ditentukan dalam KAK, estimasi waktu pengukuran di lapangan
kurang lebih 60 hari kalender dan pengolahan data maksimal 50 hari, sehingga

E - 136
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

total pelaksanaan dengan overlap di pelaksanaan di lapangan adalah 90 hari


kalender (3 bulan).

Personil yang terlibat dalam pekerjaan ini adalah :

1. Team Leader
2. Ahli Geodesi
3. Surveyor/Juru ukur (2 orang)
4. Tenaga Lokal (4 orang)
5. Draftman Pengukuran (1 orang)

Pekerjaan pengukuraan topografi dan pemetaan direncanakan mencakup area


seluas kurang lebih 150 Ha yang mencakup area genangan dan situasi as
embung. Untuk as dam dan area genangan ini pengukuran dilakukan dengan cara
updating. Pada as dam dilakukan pengukuran tambahan, yaitu situasi rencana
saluran pengelak 1 : 500/1 : 200, situasi embung ke arah hulu dan hilir 1 : 500/1 :
200 dan penampang melintang sungai dan rencana saluran pengelak skala 1 :
500/1 : 200. Selain itu pengukuran perlu pula dilakukan untuk rencana acces road,
haul road dan borrow area/quary.

Pekerjaan ini direncanakan dilakukan mulai minggu pertama setelah diskusi


Laporan Pendahuluan. Hal ini dilakukan di awal, karena memperhitungkan waktu
yang terbatas dan juga agar pekerjaan desain dapat dilakukan mulai lebih awal.
Perkiraan waktunya dan MM personil yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :

E.2.6 Pekerjaan Analisa Hidrologi


Pekerjaan analisa Hidrologi ini adalah dalam rangka mengetahui debit andalan,
kebutuhan, debit banjir rancangan, sedimentasi dan analisa umur layanan waduk
serta optimasi waduk. Analisa ini akan digunakan sebagai bahan perbandingan
untuk analisa studi terdahulu dan kondisi pengamatan di lapangan. Analisa ini
direncanakan dilakukan pada awal bulan kedua berbarengan dengan kegiatan
pengukuran topografi dan investigasi geoteknik, waktu yang di butuhkan untuk
kegiatan ini selama 60 hari kalender, overlap dengan kegiatan lapangan, sehingga
untuk kegiatan ini dapat dilakukan overlap dengan kegiatan hidrologi.

Personil yang terlibat dalam pekerjaan ini adalah :

1. Team Leader
2. Ahli Hidrologi

E - 137
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

3. Tenaga lokal

E.3 ORGANISASI DAN PERSONIL


Struktur organisasi pelaksanaan pekerjaan untuk pekerjaan Pemetaan Daerah
Irigasi Bomberay terdiri dari 5 tenaga ahli, termasuk ketua tim.

E - 138
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

APRESIASI DAN INOVASI


Tujuan pokok dari pembuatan laporan studi kelayakan adalah untuk memberikan
informasi rinci mengenai kelayakan suatu proyek, terutama ditinjau dari aspek
teknis, ekonomis dan lingkungan.
Tahapan pembuatan dan penyerahan laporan studi kelayakan adalah terdiri dari :
1) Laporan Pendahuluan (Inception Report)
2) Laporan Kemajuan Kerja (Progress Report)
3) Laporan Pertengahan (Interim Report)
4) Laporan Akhir (Final Report)
Laporan dibuat dan diserahkan dalam bentuk konsep (draft) terlebih dahulu
dengan jumlah yang disesuaikan dengan kebutuhan, dengan uraian sebagai
berikut di bawah.
1. Laporan Pendahuluan
Laporan berisi hasil kesimpulan pengumpulan data, studi pustaka (desk study),
rencana pemilihan alternatif lokasi embung, program pekerjaan survei dan
investigasi, program rinci dan penjelasan cara melaksanakan pekerjaan studi
kelayakan berikut kendala yang diperkirakan terjadi, jadwal pekerjaan dan
personil tetap untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, dll. Laporan diserahkan
pada bulan pertama atau kedua dari jadwal pekerjaan.
2. Laporan Kemajuan Kerja
Laporan berisi tentang kemajuan kerja yang telah dicapai dan penjelasan
program kerja berikutnya, baik teknis maupun administratif. Laporan
diserahkan setiap bulan atau setiap kwartal.
3. Laporan Pertengahan
Laporan ini berisi kesimpulan hasil survei, rencana alternatif pemilihan lokasi
dan tipe embung, dll. Laporan diserahkan pada waktu pertengahan hingga tiga
perempat dari jadwal penyelesaian pekerjaan.
4. Laporan Akhir
Laporan akhir yang diserahkan harus terdiri dari laporan utama (main report),
laporan ringkasan (summary report) dan laporan penunjang (supporting
report), masing-masing berisikan penjelasan rinci, sebagai berikut di bawah.
1) Laporan Utama :
Informasi latar belakang.
Sasaran proyek.
Analisis manfaat proyek.

E - 139
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Perumusan alternatif dan pemilihan akhir, termasuk perbandingan


secara rinci berbagai macam alternatif yang potensial.
Diskripsi rinci proyek.
Uraian mengenai perencanaan teknis pendahuluan dan analisis
kelayakan teknis, dengan mempertimbangkan kondisi alam dan
lapangan, ketersediaan material konstruksi dan tenaga kerja serta
metoda konstruksi yang memungkinkan.
Perkiraan biaya proyek (biaya administrasi proyek, pembebasan
tanah dan pekerjaan konstruksi).
Rencana implementasi, operasi dan pemeliharaan.
Instansi pelaksanan dan pengaturan kelembagaan (termasuk
kebutuhan jasa konsultasi).
Evaluasi mengenai kemantapan teknis, kelayakan ekonomis dan
keuangan serta dampak sosial dan lingkungan proyek.
Resiko proyek yang timbul.
Identifikasi keterkaitan dengan pengembangan sumber daya air
lainnya.
Kesimpulan dan saran.

2) Laporan Ringkasan :
Gambaran umum yang terdiri dari latar belakang dan ruang lingkup.
Uraian proyek yang terdiri dari tujuan dan potensi proyek.
Kondisi proyek, antara lain kondisi sosial ekonomi, geologi,
klimatologi, sedimentasi, air permukaan, sumber air, topografi, dll.
Tujuan dan potensi proyek.
Pengembangan dan manfaat dibuatnya embung/waduk.
Rencana pelaksanaan dan perkiraan biaya proyek.
Penilaian eonomis proyek yang terdiri dari manfaat, pemanfaatan air,
prospek pasar, pemilihan tipe dan lokasi embung, prakiraan NPV,
EIRR dan BCR.
Kesimpulan dan rekomendasi.

3) Laporan Penunjang :
a) Survei dan pemetaan topografi :
Kondisi umum topografi.

E - 140
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Survey dan pemetaan topogafi.


Diskripsi dan pemasangan Bench Mark (BM).
Metoda pengukuran dan pemetaan.
Pengambaran dan kartografi.
Kesimpulan.
b) Hidrologi :
Sifat iklim : temperatur, hujan, arah dan kecepatan angin,
kelembaban udara, penguapan, dsb.
Sumber air, air sungai dan air tanah atau danau, dll.
Kebutuhan air, untuk irigasi, air baku, tenaga listrik, dsb.
Analisis keseimbangan/neraca air.
Erosi, pengendapan dan karaktristiknya.
Banjir yang pernah terjadi dan kemungkinan banjir yang akan
terjadi.
c) Penggunaan Lahan
Kebijakan dan rencana penggunaan lahan.
Penggunaan lahan sebelum dan sesudah ada proyek.
Pola tata tanam pertanian
Kesesuaian lahan
Kepemilikan dan status tanah.
Dll.
d) Perencanaan Pendahuluan :
Penggunaan air saat ini dan yang akan mendatang.
Manfaat waduk dan kebutuhan air penggunaannya.
Perencanaan embung dan bangunan pelengkapnya.
Dll.
e) Survei Sosial, Ekonomi dan Budaya
Sarana dan prasarana.
Pengeruh lingkungan.
Dll.
f) Analisis Kelayakan Ekonomi dan Pendanaan
Peninjauan tentang ekonomi proyek pada tahap studi kelayakan
harus sudah tetap dan rinci,mengingat telah ditunjang dengan
tambahan survei dan data yang lebih rinci, hal-hal yang perlu
diperhatikan, antara lain adalah :

E - 141
Dokumen Usulan Teknis Bagian E
Pemetaan DI Bomberay Pendekatan Metodologi

Kondisi ekonomi penduduk sebelum dan sesudah ada proyek.


Ringkasan biaya proyek.
Biaya pendanaan.
Perkiraan Benefit Cost Ratio (BCR) atau Economic Internal
Rate of Return (EIRR) dan Net Present Value (NPV).
Evaluasi dan analisis kepekaan ekonomi serta resiko proyek.

E - 142

Anda mungkin juga menyukai