Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penggunaan pipa bawah laut (subsea pipeline) dalam industri minyak dan gas
bumi lepas pantai merupakan salah satu alternatif moda transportasi untuk
memindahkan produk penambangan tersebut dari satu tempat ke tempat lainnya,
mencakup misalnya dari sumur minyak atau gas ke tempat pengumpul, dari
tempat pengumpul ke terminal, dari terminal ke fasilitas proses dan sebagainya.
Instalasi pipa bawah laut sebagai sarana transportasi demikian itu, selain dari
aspek ekonomis yang lebih murah daripada jenis moda transportasi yang lainnya,
harus dirancang dan dipasang demikian rupa hingga dapat menjamin proses
transportasi yang aman, efisien dan handal. (Dirta Marina C, 2009).

Sebelum diakuisisi oleh Pertamina dari BP Indonesia, Pertamina Hulu Energy


Offshore North West Java memiliki nama BP Offshore North West Java. BP
Offshore North West Java merupakan Kontraktor Kontrak Kerjasama Sama
(KKKS) asing yang memiliki daerah konsensi di laut Jawa dengan luas area 8300
km2, daerah timurnya dimulai dari utara Cirebon dan bagian baratnya Kepulauan
Seribu. Dulu lapangan West Java ini merupakan daerah konsensi milik Atlantic
Rich Field Company (ARCO) yang memulai kegiatan eksplorasi dan produksi
pada tahun 1970. Pada tahun 2000 ARCO diakuisisi oleh BP AMOCO, ARCO,
dan Castrol. Selama beroperasi 35 tahun di laut Jawa, BP telah menghasilkan 1.4
BBO ( Billion Barrel Oil) dan 1 TCF (Trillion Cubic Feet) gas bumi dari lapangan
Arjuna, Arimbi, dan Bima. Setelah akuisisi tersebut semua asset dari ARCO telah
menjadi asset BP termasuk asset platform, storage, dan jaringan pipa. BP West
Java memilki 218 platform dan 382 jaringan pipa baik minyak, gas ataupun dua
phasa dengan panjang total 1448 km dan semuanya berada di lepas pantai. Dan
semenjak diakuisisi PT Pertamina Hulu Energi dari BP Indonesia pada Juli 2009,
kinerja blok ONWJ praktis terus menunjukkan prestasi yang membanggakan.
Menutup lembaran tahun 2010, kinerja produksi migas blok ONWJ terus

1
menunjukkan grafik yang meningkat. Sebelum akuisisi, produksi minyak ONWJ
sebesar 23.000 BOPD. Kini pasca akuisisi, produksi minyak telah mencapai
hingga 32.000 BOPD. Melihat tingkat produksi ini maka diperlukan perhatian
khusus pada sistem jaringan pipa penyalur minyak bumi PT. PHE-ONWJ.

Gambar 1-1. Peta Jaringan Pipeline PHE-ONWJ


(sumber: Pipeline IMR Plan PHE-ONWJ, 2010)

Total aset jaringan pipa yang dimiliki PHE-ONWJ adalah 392 pipelines. Dari
total seluruh jaringan pipa tersebut, semuanya terhubung dengan 233 aset struktur
(flow stattion dan NUI) yang dimiliki oleh PHE-ONWJ. Jaringan pipa
berdasarkan data jumlah aset struktur dapat dibagi sebagai berikut:

 Terpasang pada flow station (F/S): 101 pipelines


 Terpasang pada Normally Unmanned Installation (NUI) prod: 146
pipelines
 Terpasang pada NUI non-produksi: 78 pipelines
 Terpasang pada aset yang non-aktif: 61 pipelines
 dan, jaringan pipa yang dimiliki oleh pihak ketiga: 6 pipelines.
(sumber: Pipeline IMR Plan PHE-ONWJ, 2010)

Dari jumlah total jaringan pipa tersebut, PHE-ONWJ berusaha agar seluruh
offshore pipeline atau sistem jaringan pipa bawah lautnya selama beroperasi
selalu mengikuti prosedur operasi, maintenance, inspeksi dan repair atau

2
rehabilitation secara terintegrasi dalam mengoperasikan jaringan pipa tersebut
sesuai code dan standard yang menjadi acuan. Sejarah operasional pipa, status
jaringan pipa yang masih aktif, dan juga perlu suatu pemahaman yang baik
tentang teknik jaringan pipa itu sendiri serta aspek lain yang terkait seperti
pengendalian korosi, mekanika fluida, struktural, pemeliharaan mesin. Oleh
karena itu, diperlukan teknisi-teknisi dari berbagai disiplin ilmu yang berbeda
untuk bekerja sama dalam suatu tim agar sistem jaringan pipa bawah laut dapat
beroperasi sesuai dengan fungsinya.

Mengingat pentingnya suatu jaringan pipa agar dapat mengalirkan fluida


maka diperlukan suatu strategi khusus sehingga jaringan pipa akan selalu dapat
menjalankan fungsinya dengan baik dan aman. Ada beberapa metoda yang
digunakan agar suatu jaringan pipa tetap dapat mengalirkan fluida dengan baik
dan aman antara lain inspection (pengawasan), maintenance (pemeliharaan) dan
repair (perbaikan jika dibutuhkan) secara teratur. Hanya saja metoda yang
disebutkan diatas dilakukan tidak terintegrasi, baik data maupun informasi
sehingga kegagalan pada jaringan pipa tetap saja terjadi. Dengan alasan tersebut
dihrapakan dari studi Pipeline Integrity Management System (PIMS) ini dapat
digunakan untuk menyusun strategi agar jaringan pipa tersebut dapat mengalirkan
fluida dengan baik dan aman. (Dedy Iskandar, 2008).

Studi tentang PIMS telah banyak dilakukan beberapa peneliti, diantarnya


yaitu E. Espinera dan D. Falabella (2006) dengan judul “Integrity Management
for old Pipeline System”. Dalam penelitian ini, E Espinera dan D. Falabella
menganalisa pipa gas yang sudah berumur lebih dari 30 tahun di negara
Argentina. Dimana didapat kesimpulan bahwa dalam merencanakan integrity
management diperlukan operataor dengan basis data tunggal yang menyediakan
semua parameter teknis yang berguna dalam pengambilan keputusan dalam
melakukan integitas untuk jangka panjang. Penulis lain, yaitu Franciscus V.N
(2008) melakukan penelitian pada offshore pipeline dengan judul “Management
Resiko Pada Pipa Bawah Laut”. Dalam penelitian ini, Franciscus melakukan
analisa resiko dengan menggunakan dengan menggunakan metode Bea untuk

3
mendapatkan indeks keandalan, sedangkan untuk menghitung konsekuensi
kegagalan menggunakan metode semi kuantitatif RBI, sehingga bisa diketahui
resiko dari suatu pipeline. Untuk mode kegagalan pada pipa bawah laut yang
digunakan adalah akibat gaya hidrodinamis, hoop stress, longitudinal stress, dan
combined stress. Sedangkan penulis lainnya adalah M. Yudi dan M. Sholihin
(2007) dengan judul ” Tingkat Kehandalan Pipeline Pada Transportasi Minyak
dan Gas Dengan Menggunakan Metode Pipeline Integrity Managment System
(PIMS)”. Dimana dalam penelitian yang dilakukan M. Yudi dan M. Sholihin
didapatkan kesimpulan diantaranya bahwa Metoda PIMS dan RBI dapat
menentukan perencanaan inspeksi dan strategi pemeliharaan.

Dalam Tugas Akhir ini akan menganalisa jaringan pipaminyak bumi non-
aktif PHE-ONWJ yang mengalami kebocoran (leak). Jaringan pipa non-aktif
adalah jaringan pipa yang tidak mengalirkan fluida produksi, namun jaringan pipa
ini tetap dijaga integritasnya jika suatu saat nanti jaringan pipa ini akan
dibutuhkan untuk memproduksi kembali. Berikut data 6 pipeline non-aktif yang
mengalami kebocoran milik PHE-ONWJ yang menjadi objek penelitian dalam
Tugas Akhir ini:

Tabel 1-1. Data Jaringan PipaMinyak Bumi Non-aktif PHE-ONWJ yang


mengalami kebocoran.
Year Service Leak/Defect
Repair
No. Pipeline ID Year Spread
Age History
Built (miles)
1 12.75" MOL ESA - EPRO 1978 33 12 Clamp 6.800
2 12.75" MOL EQA - EPRO 1983 28 3 Clamp 1.02
0.003
3 12" MOL EB - EPRO 1998 13 1 Clamp
(hole + crack)
4 12.75" MOL UXA-UWJ 1982 29 3 Clamp 0.82
5 12.75" MOL HZEA-FNPRO 1981 30 1 Clamp
6 16" MOL FPRO - FFA 1983 28 2 Clamp 0.2
(sumber: Technical Evaluation PHE-ONWJ)

4
Studi kasus yang diangkat dalam Tugas Akhir adalah PHE-ONWJ berencana
untuk mengaktifkan kembali 6 jaringan pipa ini. Keenam pipeline ini telah
dievaluasi berdasarkan Guideline Repair milik PHE-ONWJ, dan keseluruhannya
layak untuk di perbaiki (repair). Metode repair yang sering digunakan oleh PHE-
ONWJ adalah:

 Clamping Repair Method (metode clamp)


 Sectional Replacement Method (metode penggantian pipa secara
sectional)
 All Replacement Pipeline (penggantian keseluruhan bagian pipeline)

Dari ketiga metode repair diatas, masing-masing akan dihitung keandalannya.


Dimana metode keandalan yang digunakan adalah metode keandalan berdasarkan
distribusi eksponensial. Setelah mendapatkan nilai keandalan untuk maing-masing
metode perbaikan, akan dilakukan perhitungan biaya dan waktu perbaikan.
Dimana perhitungan biaya meliputi biaya perbaikan untuk setiap metode
perbaikan, biaya maintenance (perawatan), serta biaya pemasangan jaringan pipa
baru. Perhitungan waktu dalam Tugas Akhir ini adalah perhitungan waktu yang
optimal dalam melakukan maintenance (perawatan).

Dari perhitungan nilai keandalan dan biaya perbaikan dalam Tugas Akhir ini
akan didapatkan suatu kesimpulan yang akan digunakan sebagai dasar dalam
menentukan strategi untuk diaplikasikan dalam integrity management jaringan
pipa di PHE-ONWJ.

1.2 Rumusan Permasalahan


Rumusan permasalahan dalam Tugas Akhir ini adalah:
1. Bagaimana keandalan jaringan pipa bawah laut yang non-aktif milik PHE-
ONWJ yang mengalami kegagalan akibat kebocoran (leak)?
2. Bagaiman rekomendasi keputusan terbaik untuk setiap jaringan pipa
bawah laut yang non-aktif akibat kebocoran untuk dapat diaktifkan
kembali?

5
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari Penelitian Tugas Akhir ini adalah:
1. Untuk mengetahui keandalan jaringan pipa bawah laut yang non-aktif
milik PHE-ONWJ yang mengalami kegagalan akibat kebocoran (leak).
2. Untuk mendapatkan rekomendasi terbaik untuk setiap jaringan pipa bawah
laut yang non-aktif akibat kebocoran untuk dapat diaktifkan kembali.

1.4 Manfaat
Manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk
memberikan rekomendasi keputusan yang terbaik dalam pengambilan keputusan
setelah mengetahui nilai keandalan jaringan pipa non-aktif milik Pertamina Hulu
Energy Offshore North West Java (PHE-ONWJ).

1.5 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam melakukan Tugas Akhir ini adalah sebagai
berikut:
1. Dalam menentukan metode perbaikan (repair) akan mengacu pada
Guideline Repair milik PHE-ONWJ.
2. Laju kegagalan diasumsikan konstan dan mengikuti distrubusi
eksponensial.
3. Dalam menghitung biaya inspeksi, perawatan, biaya perbaikan dan biaya
pemasangan pipa baru berdasarkan penelitian sebelumnya yang sudah
dilakukan di PHE-ONWJ.
4. Untuk mendapatkan kelayakan untuk jaringan pipa non-aktif yang akan
direpair (dilakukan perbaikan) berdasarkan Repair Guideline PHE-
ONWJ.
5. Laju korosi diasumsikan merata pada seluruh bagian atau section pipeline.

6. Studi ini hanya dibatasi pada jaringan pipa PHE-ONWJ yang mengalirkan
minyak (crude oil).
7. Keandalan pada tahun 2011 diasumsikan sama dengan keandalan terakhir
sebelum mengalami fase off-period.

6
8. Dalam menentukan Safety Class dari Pipeline berdasarkan DNV OS
F101.

1.6 Sistematika Penulisan


Untuk memudahkan pembahasan dalam Tugas Akhir ini, maka susunan
penulisan disusun sistematika penulisan dimulai dengan BAB 1 Pendahuluan, Bab
ini menjelaskan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, manfaat, batasan-
batasan masalah, dan sistematika penulisan.
BAB 2, adalah Tinjauan Pustaka dan Dasar Teori, dimana bab ini
menjelaskan sumber referensi yang digunakan dalam Tugas Akhir ini. Secara
rinci bab dua ini berisikan tinjauan pustaka yang menjadi acuan dari penelitian
tugas akhir, dasar-dasar teori, rumus-rumus dan code atau standar yang digunakan
dalam penelitian tugas akhir.
BAB 3 Metodologi Penelitian, Bab tiga pada penulisan laporan tugas akhir
ini menjelaskan metodologi penelitian yang digunakan untuk mengerjakan Tugas
Akhir. Penjelasan tentang langkah-langkah yang ada dan data-data yang
digunakan dalam penelitian.
BAB 4 Hasil dan Pembahasan, analisa dalam penelitian dalam Tugas
Akhir ini dibahas dan diterangkan pada bab empat. Bab ini membahas pengolahan
data hasil dari perhitungan hingga menghasilkan kesimpulan yang menjadi tujuan
dari tugas akhir.
BAB 5 Kesimpulan dan Saran, bab ini menjelaskan kesimpulan beserta
saran yang diperlukan untuk penelitian lebih lanjut dari Tugas Akhir.

7
~halaman ini sengaja dikosongkan~

Anda mungkin juga menyukai