Anda di halaman 1dari 17

BUPATI JEPARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA

NOMOR 17 TAHUN 2013

TENTANG

PERLINDUNGAN INDUSTRI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEPARA,

Menimbang : a. bahwa industri merupakan salah satu penyangga


perekonomian daerah Kabupaten Jepara sehingga
keberadaannya perlu mendapatkan pembinaan dan
perlindungan secara intensif dan terpadu;
b. bahwa untuk menciptakan iklim usaha industri yang
kondusif guna mendorong peningkatan investasi,
kesempatan berusaha, dan kesempatan kerja, serta
memperluas lapangan kerja, perlu adanya upaya
perlindungan dari pemerintah daerah dan dukungan
masyarakat;
c. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota, pemerintah
daerah berwenang mengurus bidang usaha industri
dalam rangka melaksanakan pembangunan daerah
yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c perlu
menetapkan Peraturan Daerah tentang Perlindungan
Industri.

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten
dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah;
3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib
Daftar Perusahaan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3214);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang
Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3274);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3817);
6. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 42 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
7. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain
Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 243, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4045);
8. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
(Lembaran Negara Republik Indobnesia Tahun 2001
Nomor 209 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4130);
9. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek
(Lembaran Negara Repulki Indonesia Tahun 2001
Nomor 110 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4131);
10. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta (Lembaran Negara Repulik Indonesia Tahun
2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4220);
11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
12. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126);
13. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);
14. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93);
15. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
16. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Propinsi, dan Pemerintahan
daerah Kabupaten/Kota; (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
18. Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 3 Tahun
2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi
Kewenangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Jepara
(Lembaran Daerah Kabupaten Jepara Tahun 2008
Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Jepara Nomor 2);
19. Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 15 Tahun
2012 tentang Pembentukan Peraturan Daerah
(Lembaran Daerah Kabupaten Jepara Tahun 2012
Nomor 13 );
20. Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 1 Tahun
2013 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah
(Lembaran Daerah Kabupaten Jepara Tahun 2013
Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Jepara Nomor 7).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JEPARA

dan

BUPATI JEPARA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN


INDUSTRI

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Jepara.


2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.

3. Bupati adalah Bupati Jepara.


4. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah
Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi urusan Perindustrian.
5. Perindustrian adalah tatanan dan segala kegiatan yang bertalian dengan
kegiatan industri.
6. Perlindungan Industri adalah segala upaya dalam rangka melindungi
industri agar tetap eksis dan mampu berkembang menjadi lebih baik.
7. Pembinaan Industri adalah segala upaya untuk memberikan arahan dan
dukungan terhadap industri agar tetap melaksanakan kegiatan sahanya
dan mampu berkembang menjadi lebih berkualitas.
8. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan
baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang
dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan
rancang bangun dan perekayasaan industri.
9. Tatanan Industri adalah tertib susunan dan pengaturan dalam arti yang
seluas- luasnya bagi industri.
10. Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung
maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan,
mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan
pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dengan Usaha Besar.
11. Bahan baku industri adalah bahan mentah yang diolah atau tidak diolah
yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana produksi dalam industri.
12. Perusahaan Industri adalah perusahaan yang melakukan kegiatan di
bidang usaha industri yang dapat berbentuk perorangan, badan usaha,
atau badan hukum yang berkedudukan di Kabupaten Jepara.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Bagian Kesatu
Asas

Pasal 2

(1) Perlindungan industri di daerah dilaksanakan berdasarkan azas:


a. demokrasi ekonomi;
b. kebersamaan;
c. efisiensi;
d. berkelanjutan;
e. berwawasan lingkungan;
f. kemandirian; dan
g. kesatuan ekonomi Daerah.

Bagian Kedua
Tujuan

Pasal 3
Perlindungan industri di daerah bertujuan untuk:
a. meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara adil
dan merata dengan memanfaatkan dana, sumberdaya alam, dan/atau
hasil budi daya serta dengan memperhatikan keseimbangan dan
kelestarian lingkungan hidup di daerah;
b. meningkatkan pertumbuhan perekonomian daerah yang lebih baik,
maju, sehat, dan lebih seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan
dasar yang lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada
umumnya, serta memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan industri
pada khususnya;
c. memberikan jaminan dan kepastian hukum bagi kegiatan industri di
daerah;
d. meningkatkan kemampuan dan penguasaan serta mendorong
terciptanya teknologi tepat guna dan menumbuhkan kepercayaan
terhadap kemampuan dunia usaha daerah, dengan mengembangkan
pusat-pusat industri.
e. mengatur dan menata keberadaan dan pendirian industri di daerah agar
semakin berkembang dengan memperhatikan kearifan lokal;
f. meningkatkan keikutsertaan masyarakat agar berperan secara aktif
dalam pembangunan industri di daerah;
g. mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan industri yang menunjang
pembangunan daerah.

BAB III

HAK DAN KEWAJIBAN PERUSAHAAN INDUSTRI

Pasal 4

Setiap perusahaan industri menjalankan usahanya berhak atas:


a. Ketenangan dalam menjalankan usahanya;
b. Mendapatkan bimbingan dan penyuluhan produksi;
c. Pelatihan meningkatkan teknologi dan sumber daya manusia;
d. Promosi dan pameran;
e. Kerjasama kemitraan yang saling menguntungkan; dan
f. Perlindungan terhadap produk yang dihasilkan.

Pasal 5

Setiap perusahaan industri berhak atas pemberian nama usaha sebagai


identitas perusahaan sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Pasal 6

Setiap perusahaan industri berhak membentuk lembaga / organisasi sesuai


dengan jenis usaha masing- masing.

Pasal 7
Setiap perusahaan industri berkewajiban untuk:

a. Memenuhi ketentuan Perizinan yang dipersyaratkan;


b. Pelaporan kegiatan usaha setiap periode tertentu;
c. Bagi Industri besar dalam menjalankan usahanya wajib berkerjasama
dengan industri kecil dan menengah;
d. Menjaga kelestarian lingkungan hidup;
e. Memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa
yang memenuhi atau sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan perundang-undangan.

BAB IV
KEWAJIBAN DAN TANGGUNGJAWAB

Bagian Kesatu
Kewajiban dan Tanggungjawab Pemerintah Daerah

Pasal 8

Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggungjawab dan menjamin


setiap hak perusahaan industri tanpa membedakan industri kecil, industri
menengah atau industri besar.

Pasal 9

Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggungjawab memberikan


dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan
industri.

Pasal 10

(1) Pemerintah Daerah berkewajiban dan menjamin perlindungan dan


kelangsungan usaha perusahaan industri dengan memperhatikan hak
dan kewajiban pemilik perusahaan industri yang secara hukum
bertanggungjawab terhadap industri yang dipimpinnya.
(2) Tata cara pelaksanaan kewajiban Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kedua
Kewajiban dan Tanggungjawab Masyarakat

Pasal 11

(1) Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan


industri dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam
penyelenggaraan perlindungan Industri.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk
perorangan maupun organisasi.

BAB V
PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Pasal 12

Perlindungan industri di Daerah diselenggarakan dalam bentuk:


a. Akses modal;
b. Sumberdaya manusia;
c. Pemasaran;
d. Desain dan teknologi;
e. Kemitraan; dan
f. Perlindungan hukum.

Bagian Kesatu
Akses Modal

Pasal 13

(1) Pemerintah Daerah memfasilitasi perusahaan industri untuk kemudahan


akses permodalan pada lembaga keuangan perbankan dan/atau bukan
bank.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitasi pemerintah daerah sebagaimana
pada ayat (1) diatur lebih lanjut Peraturan Bupati.

Bagian Kedua
Sumberdaya Manusia

Pasal 14

(1) Dalam rangka meningkatkan kemampuan sumber daya manusia,


pemerintah Daerah dapat melakukan pemberdayaan melalui pendidikan
dan pelatihan manajemen, jiwa wira usaha, peningkatan kualitas dan
teknik produksi, dan desain yang diperlukan oleh perusahaan industri.
(2) Pelaksanaan peningkatan sumberdaya manusia sebagaimana dimaksud
ayat (1) diintegrasikan dengan kegiatan satuan kerja pemerintah daerah.
(3) Tata cara pelaksanaan peningkatan kemampuan sumberdaya manusia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Ketiga
Pemasaran

Pasal 15

(1) Dalam rangka meningkatkan kemampuan pemasaran hasil industri,


pemerintah Daerah dapat memfasilitasi pada pada forum pameran baik
pada tingkat regional, nasional maupun internasional.
(2) Peningkatan kemampuan pemasaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan cara:
a. melakukan penelitian dan pengkajian pemasaran;
b. menyebarluaskan informasi pasar;
c. melakukan kemampuan manajemen dan teknik pemasaran;
d. menyediakan sarana pemasaran yang meliputi penyelenggaraan uji
coba pasar, lembaga pemasaran, penyediaan rumah dagang dan
promosi industri mebel;
e. memberikan dukungan promosi produk, jaringan pemasaran, dan
distribusi; dan
f. menyediakan tenaga konsultan dalam bidang pemasaran.

Bagian Keempat
Desain dan Teknologi

Pasal 16

Pemerintah Daerah melakukan Pengembangan desain dan teknologi industri


melalui:
a. Program meningkatkan kemampuan dibidang desain dan teknologi
serta pengendalian mutu;
b. Kerjasama dan alih teknologi;
c. Kegiatan penelitian untuk mengembangkan desain dan teknologi baru;
d. Pemberian penghargaan kepada pelaku usaha industri yang berhasil
mengembangkan teknologi dan melestarikan lingkungan hidup; dan
e. Fasilitasi dalam memperoleh sertifikat Hak atas Kekayaan Intelektual
(HaKI).

Bagian Kelima
Kemitraan

Pasal 17

(1) Pemerintah Daerah memfasilitasi, mendukung dan mendorong kegiatan


kemitraan dengan pihak lain dengan prinsip saling menguntungkan.
(2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk:

a. mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam


melakukan kegiatan usaha antara pelaku usaha industri besar dan
industri kecil;
b. mengembangkan kerjasama untuk meningkatkan posisi tawar pelaku
usaha industri;

c. mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin


pertumbuhan persaingan usaha yang sehat dan melindungi
konsumen; dan

d. mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh


orang perseorangan atau kelompok tertentu yang merugikan pelaku
usaha industri di Daerah.

Pasal 18
(1) Kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dapat dilaksanakan
dengan cara:
a. Inti plasma;
b. Subkontrak;
c. Waralaba;
d. Distribusi dan keagenan; dan
e. Bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti: bagi hasil, kerjasama
operasional, usaha patungan (joint venture), dan penyumberluaran
(outsorcing).
(2) Ketentuan mengenai kemitraan sebagaimana pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan peraturan peruang-undangan yang
berlaku.

Pasal 19

Pelaksanaan kemitraan inti plasma sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18


huruf a, industri besar sebagai mitra inti membina dan mengembangkan
industri kecil yang menjadi plasmanya dalam bentuk:
a. penyediaan dan penyiapan lahan;
b. penyediaan sarana produksi;
c. pemberian bimbingan teknis produksi dan manajemen usaha;
d. perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang
diperlukan;
e. pembiayaan;
f. pemasaran;
g. penjaminan;
h. pemberian informasi; atau
i. pemberian bantuan lain yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan
produktivitas dan wawasan usaha.

Pasal 20

Pelaksanaan kemitraan subkontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18


ayat (1) huruf b, untuk memproduksi barang, usaha besar memberikan
dukungan berupa:

a. kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan/atau


komponennya;
b. kesempatan memperoleh bahan baku yang diproduksi secara
berkesibambungan dengan jumlah dan harga yang wajar;
c. bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen;
d. perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan;
e. pembiayaan dan pengaturan sistem pembayaran yang tidak
merugikan salah satu pihak; dan
f. upaya untuk tidak melakukan pemutusan hubungan sepihak.
Pasal 21

Pelaksanaan kemitraan waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18


ayat (1) huruf c, dengan cara:
a. memberikan kesempatan dan mengutamakan Industri Kecil dan
Menengah yang memiliki kemampuan.
b. Pemberi waralaba dan penerima waralaba mengutamakan penggunaan
barang dan/atau bahan hasil industri dalam negeri sepanjang
memenuhi standar mutu barang dan jasa yang disediakan dan/atau
dijual berdasarkan perjanjian waralaba.
c. Pemberi waralaba harus memberikan pembinaan dalam bentuk
pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian,
dan pengembangan kepada penerima waralaba secara
berkesinambungan.

Pasal 22

Pelaksanaan kemitraan dengan model distribusi dan keagenan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 18 huruf d, Industri Besar dan/atau menengah
memberikan hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa kepada
Industri Kecil.

Bagian Keenam
Perlindungan Hukum

Pasal 23

(1) Untuk menjamin dan melindungi hasil usaha industri, pemerintah


Daerah dapat memfasilitasi perlindungan hukum

dengan cara mendaftarkan hak cipta, hak paten, hak merek, dan hak
desain industri.
(2) Tata cara pendaftaran hak cipta, hak paten, hak merek, dan desain
industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 24

(1) Bupati melaksanakan pembinaan dan pengawasan dalam rangka


penyelenggaraan perlindungan industri di daerah.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui
kegiatan:
a. Sosialisasi produk hukum daerah;
b. Bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat dan pelaku
usaha industri; dan
c. Pendidikan dan ketrampilan kepada masyarakat.
(4) Bupati dapat mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan
pengawasan kepada kepala SKPD yang bertanggung jawab di
bidang perindustrian.

Pasal 25

(1) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24


dilaksanakan sesuai dengan Peraturan perundangan- undangan.
(2) Hasil pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaporkan kepada Bupati sebagai bahan evaluasi atas perlindungan
industri.

BAB X
PENYIDIKAN

Pasal 26

(1) Pejabat Penyidik pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintah daerah


diberi wewnang khusus sbagai penyidik untuk melakukan penyidikan
tindak pidana atau pelanggaran peraturan Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Undang- Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Penyidik Pegawai
Negeri Sipil tertentu yang diangkat oleh pejabat yang bersenang sesuai
dengan Peraturan Perundang- undangan.
(3) Wewenag penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang mengenai adanya
tindak pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah;
b. melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan ditempat kejadian
perkara;
c. menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal dari
tersangka;
d. melakukan penyitaan benda atau surat yang ada hubungannya
dengan tindak pidana;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari
penyidik Polri bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa
tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui
penyidik Polri memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum,
tersangka atau keluarganya; dan
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.

(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan


dimulainya penyidikan dan penyampaian hasil penyidikannya kepada
penuntut umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia, sesuai ketentuan yang diatur dalam Undang- Undang Hukum
Acara Pidana.
BAB XI
KETENTUAN SANKSI

Pasal 27

(1) setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan sebagaimana


dimaksud Pasal 7, diberikan sanksi administrasi berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pecabutan izi; atau
d. Pengentian kegiatan usaha produksi.
(2) Dalam hal penerima sanksi sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak
melaksakanan ketentuan dalam sanksi administrasi, maka diancam
pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak
Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(3) Tata cara pemberian sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur oleh Bupati.

Pasal 28

Terhadap perbuatan yang dapat diklasifikasikan sebagai tindak pidana


dalam suatu ketentuan peraturan perundang- undangan lainnya, diancam
pidana sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan yang
berlaku.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Jepara.

Ditetapkan di Jepara
pada tanggal 30 Desember 2013
BUPATI JEPARA,

Cap ttd.
AHMAD MARZUQI
Diundangkan di Jepara
pada tanggal 30 Desember 2013
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN JEPARA,

Cap ttd
SHOLIH
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JEPARA TAHUN 2013 NOMOR 17

SALINAN SESUAI DENGAN NASKAH


ASLINYA

KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA


KABUPATEN JEPARA

Cap ttd

MUH NURSINWAN, SH,MH


NIP.19640721 1986031013

PENJELASAN

ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA
NOMOR TAHUN 2013

TENTANG
PERLINDUNGAN INDUSTRI

I. UMUM

Industri merupakan salah satu tulang punggung


perekonomian negara. Untuk itu keberadaannya sangat perlu
mendapatkan pembinaan secara intensif dan perlindungan industri
mampu terus melaju dan berkembang, sehingga keberadaannya bisa
menjadi bagian penting bagi penyangga perekonomian yang mampu
mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat
dan lebih seimbang sebagai upaya mewujudkan dasar yang lebih kuat
dan lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta
memberikan nilai tambah pada pertumbuhan industri pada khususnya.
Industri mebel di Kabupaten Jepara perlu diberikan prioritas
perlindungan, pemberdayaan dan pembinaan di tengah semakin
meningkatnya tantangan, hambatan, dan kelemahan industri mebel,
baik yang bersumber dari faktor internal maupun eksternal, sehingga
diharapkan dapat berkembang secara serasi di tengah semakin
pesatnya perkembangan ekonomi nasional maupun global agar tercipta
persaingan usaha yang sehat, mampu menjaga kelangsungan usaha
sekaligus kelestarian industri mebel sebagai salah satu warisan budaya
dan jati diri Kabupaten Jepara, serta dapat meningkatkan kemampuan
dan daya saing industri mebel untuk mewujudkan ekonomi kerakyatan
dalam membangun perekonomian Daerah yang berorientasi pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup Jelas

Pasal 2
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “demokrasi ekonomi’ adalah
perlindungan industri diselenggarakan sebagai kesatuan dari
pembangunan perekonomian nasional untuk mewujudkan
kemakmuran rakyat
Huruf b
Yang dimaksud dengan “kebersamaan” adalah asas yang
mendorong peran seluruh pelaku usaha industri secara
bersama-sama dalam kegiatannya untuk mewujudkan
kesejahteraan rakyat
Huruf c
Yang dimaksud dengan “efisiensi” adalah adalah asas yang
mendasari pelaksanaan perlindungan, industri dengan
mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk
mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif dan berdaya
saing
Huruf d
Yang dimaksud dengan “berkelanjutan” adalah asas yang
secara terencana mengupayakan berjalannya proses
pembangunan melalui perlindungan, pemberdayaan dan
pembinaan industri yang dilakukan secara
berkesinambungan sehingga terbentuk perekonomian yang
tangguh dan mandiri
Huruf e
Yang dimaksud dengan “berwawasan lingkungan” adalah asas
perlindungan, pemberdayaan dan pembinaan industri yang
dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan
perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup

Huruf f
Yang dimaksud dengan “kemandirian” adalah asas
perlindungan, pemberdayaan dan pembinaan industri mebel
yang dilakukan dengan tetap menjaga dan mengedepankan
potensi, kemampuan, dan kemandirian industri.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “kesatuan ekonomi Daerah” adalah
asas perlindungan, pemberdayaan dan pembinaan industri
yang merupakan bagian dari pembangunan kesatuan ekonomi
daerah.
Pasal 3
Cukup Jelas

Pasal 4
Cukup Jelas

Pasal 5
Cukup Jelas

Pasal 6
Cukup Jelas

Pasal 7
Cukup Jelas

Pasal 8
Cukup Jelas

Pasal 9
Cukup Jelas

Pasal 10
Cukup Jelas

Pasal 11
Ayat 1
Cukup jelas

Ayat 2
Orgasisasi yang dimaksud adalah organisasi dalam usaha
industri yang bentuk asosiasi dan sebagainya.

Pasal 12
Cukup Jelas

Pasal 13
Cukup Jelas

Pasal 14
Cukup Jelas

Pasal 15
Cukup Jelas

Pasal 16
Cukup Jelas

Pasal 17
Cukup Jelas

Pasal 18
Cukup Jelas

Pasal 19
Cukup Jelas
Pasal 20
Cukup Jelas

Pasal 21
Cukup Jelas

Pasal 22
Cukup Jelas

Pasal 23
Cukup Jelas

Pasal 24
Cukup Jelas

Pasal 25
Cukup Jelas

Pasal 26
Cukup Jelas

Pasal 27
Cukup Jelas

Pasal 28
Cukup Jelas

Pasal 29
Cukup Jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14

Anda mungkin juga menyukai