Anda di halaman 1dari 18

Jurnal Psikologi “Mandala”

2018, Vol. 2, No. 2, 40-57


ISSN: 2580-4065

Hubungan Kepribadian Otoritarian dengan Perilaku Diskriminasi


Heteroseksual Terhadap Homoseksual
Shafira Primerianti, Assrid, Putri Vanezia Ricardina Motta, R. R. Made
Rini Cahyaning Kusumo
Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Sains dan Teknologi, Universitas
Dhyana Pura
Email: Email: shafiraprimerianti@yahoo.com

Abstrak. Homoseksual merupakan suatu fenomena yang masih sulit


diterima masyarakat Indonesia. Sikap negatif masyarakat terhadap kaum
homoseksual mengarahkan seseorang untuk melakukan diskriminasi
terhadap homoseksual. Salah satu faktor pemicu yang diprediksi memiliki
keterkaitan dengan terjadinya diskriminasi terhadap homoseksual ialah
kepribadian otoritarian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
apakah ada hubungan antara kepribadian otoritarian dengan perilaku
diskriminasi heteroseksual terhadap homoseksual. Penelitian ini dilakukan
di Kabupaten Badung yang mempunyai populasi berjumlah 615.146 orang.
Sampel penelitian sebanyak 384 orang yang dipilih dengan teknik non –
random sampling yaitu haphazard atau accidental sampling. Pengujian
hipotesis penelitian menggunakan teknik korelasi Spearman. Hasil uji
hipotesis menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara kepribadian
otoritarian dengan perilaku diskriminasi hetereseksual terhadap
homoseksual dengan probabilitas signifikansi (p) sebesar 0.000 dan
koefisien korelasi (r) sebesar 0.364. Faktor lain yang tidak diteliti oleh
peneliti juga menjadi alasan rendahnya kekuatan hubungan antara kedua
variabel. Melalui analisis beberapa kasus diskriminasi lainnya, peneliti
melihat bahwa faktor yang dapat memicu terjadinya diskriminasi terhadap
homoseksual selain kepribadian otoritarian ialah karena posisi mereka di
masyarakat sebagai kelompok minoritas.

Kata kunci: Homoseksual, Homonegativity, Diskriminasi, Kepribadian


Otoritarian.

Pendahuluan kaitannya antara homoseksualitas dan


Homosekual pada dasarnya sudah transgender dengan tradisi/sejarah yang
berkembang di Indonesia sejak zaman ada di Indonesia atau yang Boellstroff
dahulu (Adihartono, 2015). Menurut sebut sebagai Ethno Localized
Boellstroff (2005) Indonesia telah sadar Homosexual and Transvestite
akan adanya permasalahan Professional Subject Positions (ETP).
homoseksualitas sejak kurang lebih 100 Bukti tersebut dapat dilihat melalui
tahun yang lalu. Hal ini dibuktikan keberadaan Bissu di Sulawesi Utara dan
dengan adanya penelitian yang Tradisi Warok Gemblak di Ponorogo,
dilakukan Boellstroff mengenai Jawa Timur. Bissu merupakan kaum

40
Jurnal Psikologi “Mandala”
2018, Vol. 2, No. 2, 40-57
ISSN: 2580-4065

yang memiliki tradisi yang berkaitan bersikap negatif terhadap aktivitas


erat dengan transgender karena para pria seksual antar sesama jenis kelamin.
yang melakukan tarian merupakan Sikap manusia merupakan faktor
kaum hemaprodit dan dituntut untuk yang utama bagi perilaku sehari-hari
menjadi androgini sebagai lambang namun, ada faktor-faktor lain yang
maskulinitas dan feminimitas. Tradisi mendukung pembentukan sikap yaitu
Warok gemblak ialah tradisi yang lingkungan dan keyakinan seseorang
menggambarkan homoseksualitas dan (Zuchdi, 1995). Menurut Zuchdi (1995)
transgender dimana para pria Warok sikap memiliki 3 komponen yaitu
yang ingin memiliki kesaktian dilarang kognitif, afektif dan konatif. Komponen
untuk menyentuh wanita, oleh karena kognitif merupakan keyakinan individu
itu untuk menyalurkan hasrat (behavior belief dan group belief),
seksualnya ia harus memiliki Gemblak komponen afektif menyangkut aspek
yaitu pasangan remaja laki-laki yang emosional dan komponen konatif
berpenampilan seperti wanita untuk merupakan kecenderungan individu
disetubuhi. Namun, pada masa dalam bertindak sesuai dengan
demokrasi munculah organisasi- sikapnya. Jika seseorang memiliki
organisasi yang menentang budaya keyakinan, perasaan dan tindakan yang
tersebut karena tidak sesuai dengan negatif sehingga akan bersikap yang
kaidah-kaidah dan kepercayaan yang negatif pula (Zuchdi, 1995). Keyakinan,
dianut oleh mayoritas masyarakat perasaan dan tindakan yang negatif
Indonesia. terhadap Homoseksual akan
Hal tersebut menyebabkan menimbulkan sikap negatif terhadap
homoseksual menjadi suatu fenomena Homoseksual (Zuchdi, 1995). Sikap
yang masih sulit diterima masyarakat negatif terhadap Homoseksual ini sering
Indonesia. Homoseksual adalah relasi disebut dengan homonegativity.
seks dengan jenis kelamin yang sama Homonegativity ialah segala sikap,
atau rasa tertarik dan mencintai jenis keyakinan, perasaan, perilaku negatif
seks yang sama (Kartono, 1989). terhadap lesbian, gay dan penyuka
Mayoritas masyarakat Indonesia sesama jenis (McDermott & Blair,
mempunyai konsep mengenai kategori 2012). Homonegativity dapat
jenis kelamin yaitu laki-laki dan mengarahkan seseorang untuk
perempuan. Dua kategori jenis kelamin melakukan diskriminasi terhadap
tersebut harus berjalan sesuai dengan homoseksual.
kodratnya masing-masing seperti laki- Diskriminasi dapat diartikan
laki harus berpasangan dengan wanita sebagai perlakuan terhadap individu
atau sebaliknya dan laki-laki harus secara berbeda dengan didasari faktor
memiliki jiwa maskulin serta wanita ras, agama dan gender (Unsriana, 2014).
harus memiliki jiwa feminim (Arfanda Menurut Cardwell (1976) diskriminasi
& Sakaria, 2015). Jika ditemukan adalah perilaku yang dikategorikan
adanya penyimpangan mengenai hal tidak adil terhadap anggota kelompok
tersebut, individu yang bersangkutan yang dibandingkan dengan anggota
akan dianggap tidak normal oleh kelompok lainnya. Menurut Unsriana
masyarakat (Arfanda & Sakaria, 2015). (2014) setiap pembatasan atau
Menurut Dacholfany & Khoirurrijal pengucilan terhadap ras, agama ataupun
(2016) menyatakan bahwa pada masa gender termasuk tindakan yang
sekarang masyarakat modern cenderung diskriminatif.

41
Jurnal Psikologi “Mandala”
2018, Vol. 2, No. 2, 40-57
ISSN: 2580-4065

Tabel 1. Kategori Perilaku diskriminasi di Kabupaten Badung


Kategori Jumlah
Tidak Diskriminasi 8
Diskriminasi 26
Sangat Diskriminasi 6
pemuka agama, atasan dalam dunia
Berdasarkan hasil survey awal militer, Tuhan dan konstitusi sebuah
mengenai perilaku diskriminasi di negara (Altemeyer, 1996). Menurut
Kabupaten Badung didapati delapan Altemeyer (2006) asal mula sikap
orang yang menunjukkan perilaku tidak otoritarian dapat dijelaskan dengan
diskriminasi, 26 orang menunjukkan pembelajaran sosial.
adanya perilaku diskriminasi, dan enam Altemeyer merumuskan hasilnya
orang menunjukkan perilaku sangat teori pembelajaran sosial dari
diskriminasi terhadap kaum psikodinamika Fruedian yang
Homoseksual. Berdasarkan hasil survey mengemukakan adanya dua pengaruh
tersebut dapat dikategorikan di pembelajaran sosial pada sikap
Kabupaten Badung terdapat perilaku individu. Pertama, pengaruh didikan
diskriminasi terhadap kaum dan contoh yang diberikan langsung
Homoseksual. oleh orang tua atau figur signifikan
Terdapat beberapa faktor yang lainnya, seperti teman, selebritis idola
memicu terjadinya perilaku diskriminasi dan figur media lainnya. Kedua,
terhadap kaum homoseksual. Menurut pengaruh interaksi langsung dengan
Kreus (2016) mengatakan bahwa orang- objek sikap dan prasangka itu sendiri
orang yang bukan kepribadian openness (misalnya interaksi dengan gay atau
to experience lebih menunjukkan sikap lesbian). Altemeyer (1996) menyatakan
yang negatif terhadap homoseksual. bahwa orang-orang otoritarian
Keyakinan pribadi akan agama cenderung memiliki orang tua otoriter
memiliki sikap yang lebih baik terhadap yang mengajarkan mereka sikap
homoseksualitas, khususnya pada otoritarian ketika mereka keluar dari
negara-negara dengan kebudayaan yang lingkungan keluarga, orang-orang
individual (Adamczyk & Pitt, 2009). otoritarian cenderung memilih teman
Lim (2002) menyatakan bahwa yang otoritarian pula. Terkait dengan
perempuan lebih nyaman bekerja cara berpikir (cognitive style) Adorno
dengan orang-orang yang homoseksual (1950) menyatakan bahwa orang-orang
daripada laki-laki. Selain itu, Ajzen otoritarian memiliki sistem kognitif
(1991) mengungkapkan bahwa perilaku yang kaku, dogmatis dan tertutup
juga dipengaruhi oleh kepribadian dan (close-minded).
salah satu bentuk dari kepribadian yang Oleh karena itu, peneliti
kemungkinan memiliki keterkaitan ialah memutuskan untuk melakukan
kepribadian otoritarian. penelitian lebih lanjut mengenai
Altemeyer (1981) mengungkapkan hubungan antara kepribadian otoritarian
kepribadian otoritarian merupakan dengan perilaku diskriminasi
sebuah kepatuhan psikologis kepada heteroseksual terhadap homoseksual.
pihak-pihak yang dianggap berwenang Hipotesis nol (Ho) dalam penelitian ini
atau berkuasa dalam tatanan kehidupan ialah tidak adanya hubungan antara
seseorang (Authoritarian Submission). kepribadian otoritarian dengan perilaku
Beberapa contoh pihak yang berwenang diskriminasi terhadap homoseksual.
itu adalah orang tua, pemerintah, Hipotesis alternatif (Ha) dalam

42
Jurnal Psikologi “Mandala”
2018, Vol. 2, No. 2, 40-57
ISSN: 2580-4065

penelitian ini ialah adanya hubungan homoseksual atau heteroseksual,


antara kepribadian otoritarian dengan gender, umur dan tempat tinggal didapat
perilaku diskriminasi terhadap melalui pertanyaan terbuka pada skala.
homoseksual. Informasi mengenai variabel lain dalam
penelitian ini dikumpulkan
Metode menggunakan instrumen yang akan
Partisipan dijelaskan dalam paragraf selanjutnya.
Populasi dari penelitian ini ialah
seluruh masyarakat yang ada di Attitudes of Heterosexual Toward
Kabupaten Badung yang berjumlah Homosexuality (AHTH) Scale
615.146 orang. Peneliti mengambil Peneliti menggunakan instrumen
sampel dalam penelitian sebanyak 384 ini untuk mengetahui sikap negatif
orang. Jumlah sampel ini diperoleh heteroseksual terhadap homoseksual.
melalui sample size calculator dengan Peneliti menggunakan skala Attitudes of
taraf kepercayaan sampel dapat Heterosexual Toward Homosexuality
merepresentasikan populasi sebesar 95 (AHTH) Scale (Knud S, 1980) yang
% yang berarti taraf signifikan eror diterjemahkan dari Bahasa Inggris ke
sebesar 5 %. Responden dalam Bahasa Indonesia oleh penerjemah
penelitian ini minimal berumur 18 untuk menyesuaikan dan mempermudah
tahun. Peneliti menentukan batasan responden. Skala ini terdiri atas 20
umur minimal dikarenakan usia 18 pernyataan. Pada instrumen penelitian
tahun ialah usia yang tergolong ke ini menggunakan 5 poin Skala Likert
dalam dewasa muda yang mana pada dengan pilihan jawaban: Sangat Setuju
masa ini, individu akan menyesuaikan (1), Setuju (2), Kurang Setuju (3), Tidak
diri terhadap pola-pola kehidupan baru Setuju (4) dan Sangat Tidak Setuju (5).
dan harapan-harapan sosial baru. Pernyataan favorable untuk
Teknik pengambilan sampel pada jawaban Sangat Setuju mendapat skor 0,
penelitian ini ialah teknik non – random jawaban Setuju mendapat skor 1,
sampling yaitu haphazard atau jawaban Kurang setuju mendapat skor
accidental sampling. Teknik sampling 2, jawaban tidak setuju mendapat poin 3
ini dipilih karena jumlah responden dan jawaban sangat tidak setuju
yang dipakai cukup banyak dan waktu mendapatkan poin 4. Sedangkan
penelitian terbatas sehingga peneliti pernyataan unfavorable untuk jawaban
tidak dapat melakukan teknik sampling Sangat Setuju mendapat skor 4, jawaban
secara lebih terstruktur. Setuju mendapat skor 3, jawaban
Kurang setuju mendapat skor 2,
Instrument dan Pengukuran jawaban tidak setuju mendapat poin 1
Penelitian ini menggunakan dan jawaban sangat tidak setuju
instrumen skala psikologi untuk mendapatkan poin 0. Semakin tinggi
mendapatkan data demografis, sikap skor jawaban akan menggambarkan
negatif terhadap kaum homoseksual dan sikap yang semakin negative dan akan
kepribadian otoritarian. Pengumpulan mengarahkan pada perilaku
data dilakukan oleh peneliti dengan diskriminasi yang lebih tinggi.
permohonan izin dan kerja sama dengan Berdasarkan hasil uji keajegan dan
pihak-pihak yang terkait. Informasi kesahihan didapati hasil sebagai berikut:
mengenai inisial, status sebagai

43
Jurnal Psikologi “Mandala”
2018, Vol. 2, No. 2, 40-57
ISSN: 2580-4065

Tabel 2. Keajegan dan Kesahihan Penilaian AHTH Favorable


Nomor Butir Corrected item – total correlation
1 .666
2 .567
8 .420
9 .636
10 .559
11 .470
12 .470
16 .655
19 .580

Tabel 3.
Keajegan dan Kesahihan Penilaian AHTH Unfavorable
Nomor Butir Corrected item – total correlation
3 .507
4 .649
5 .668
6 .741
7 .019
13 .606
14 0.361
15 .816
17 .616
18 .499
20 .710

Nilai Cronbach’s Alpha skala ini dikarenakan penerjemahan kalimat yang


sebesar 0.911, dengan r tabel Product memiliki Bahasa yang sulit untuk
Moment N= 40 dan taraf signifikan 5% dipahami oleh responden. Oleh karena
ialah 0.333. Sehingga dapat dikatakan itu peneliti berinisiatif untuk
alat ukur AHTH ini ajeg karena nilai r menyesuaikan pernyataan butir 7 yang
hitung (nilai Cronbach’s Alpha) lebih semula “Homoseksual dianiaya di
besar dibandingkan nilai r tabel. masyarakat kita” menjadi
Berdasarkan data pada Tabel 2 dan “Homoseksual diperlakukan tidak baik
Tabel 3 sebagian besar nilai korelasi di masyarakat kita” untuk
butir total lebih besar dibandingkan mempermudah responden dalam
dengan nilai r tabel (0.333). Butir pada memahami makna dari pernyataan
alat ukur ini sebagian besar tergolong tersebut.
sahih kecuali untuk butir 7. Butir 7
memiliki nilai korelasi butir total Right-Wing Authoritarianism (RWA)
sebesar 0.019, nilai korelasi butir total Instrumen ini digunakan oleh
tersebut lebih kecil jika dibandingkan peneliti untuk mengetahui kepribadian
dengan nilai r tabel. Hal ini otoritarian seseorang. Peneliti
menunjukkan bahwa butir 7 memiliki menggunakan skala terjemahan alat
nilai butir total yang kurang baik. ukur Right-Wing Authoritarianism
Peneliti melihat ketidaksahihan butir 7 (RWA) (Altemeyer, 1997., Altemeyer

44
Jurnal Psikologi “Mandala”
2018, Vol. 2, No. 2, 40-57
ISSN: 2580-4065

2006) yang diterjemahkan dari Bahasa mendapatkan skor 5, Sedikit Setuju


Inggris ke Bahasa Indonesia oleh mendapatkan skor 6, Cukup Setuju
penerjemah untuk menyesuaikan dan mendapatkan skor 7, Sangat Setuju
mempermudah responden. Skala ini mendapatkan skor 8 dan Sangat Sangat
terdiri dari 30 pernyataan. Penelitian ini Setuju mendapatkan skor 9. Sedangkan
menggunakan 20 butir dari 30 butir pernyataan unfavorable diberi skor
berdasarkan referensi buku “The berkebalikan dengan pernyataan
Authoritarians” oleh Bob Altemeyer favorable. Jika menjawab Sangat
(2006) dengan 2 butir tambahan pada Sangat Tidak Setuju mendapatkan skor
awal skala yang digunakan untuk 9, Sangat Tidak Setuju mendapat skor 8,
memberikan gambaran umum dari 9 Cukup Tidak Setuju mendapat skor 7,
poin skala Likert yang digunakan. Sedikit Tidak Setuju mendapatkan skor
Instrument ini peneliti menggunakan 9 6, Ragu-ragu mendapatkan skor 5,
poin Skala Likert dengan pilihan Sedikit Setuju mendapatkan skor 4,
jawaban: Sangat Sangat Sangat Tidak Cukup Setuju mendapatkan skor 3,
Setuju (1), Sangat Tidak Setuju (2), Sangat Setuju mendapatkan skor 2 dan
Cukup Tidak Setuju (3), Sedikit Tidak Sangat Sangat Setuju mendapatkan
setuju (4), Ragu-ragu (5), Sedikit Setuju skor.
(6), Cukup Setuju (7), Sangat Setuju (8) 1. Semakin tinggi skor jawaban akan
dan Sangat Sangat Setuju (9). menggambarkan kepribadian
Pernyataan favorable untuk otoritarian individu yang semakin
jawaban Sangat Sangat Tidak Setuju tinggi.
mendapatkan skor 1, Sangat Tidak 2. Berdasarkan hasil uji keajegan dan
Setuju mendapat skor 2, Cukup Tidak kesahihan didapati hasil sebagai
Setuju mendapat skor 3, Sedikit Tidak berikut
Setuju mendapatkan skor 4, Ragu-ragu

Tabel 4. Keajegan dan Kesahihan RWA Favorable


Nomor Butir Corrected item – total correlation
3 .083
5 .637
7 .606
10 .105
12 .201
14 .250
16 .534
17 -.286
19 .325
22 -.120

Tabel 5. Keajegan dan Kesahihan RWA Unfavorable


Nomor Butir Corrected item – total correlation
4 .218
6 .415
8 .243
9 .311
11 .587

45
Jurnal Psikologi “Mandala”
2018, Vol. 2, No. 2, 40-57
ISSN: 2580-4065

13 .415
15 .316
18 .301
20 .578
21 .509

Nilai Cronbach’s Alpha skala ini akan melakukan apa yang harus
sebesar 0.774, dengan nilai r tabel dilakukan untuk menghancurkan cara
Product Moment N=30 dan taraf baru yang radikal dan dosa yang
signifikan 5% adalah 0.361. Sehingga merusak kita” menjadi “Negara kita
dapat dikatakan alat ukur RWA ini ajeg sangat membutuhkan pemimpin
karena nilai r hitung (nilai Cronbach’s tangguh yang akan melakukan apa saja
Alpha) lebih besar dibandingkan nilai r untuk menghancurkan kelompok baru
tabel. Berdasarkan hasil nilai korelasi yang radikal” dan butir nomor 22 dari
butir total pada data tersebut, dapat pernyataan awal “Negara ini akan
dilihat bahwa ada beberapa butir yang menjadi lebih baik jika beberapa
memiliki nilai butir total kurang baik kelompok pembuat masalah diam dan
yaitu butir nomor 3, 4, 8, 9, 10, 12, 14, menerima posisi mereka di kelompok
15, 17, 18, 19 dan 22. Butir-butir sosial” menjadi “Negara ini akan
tersebut memiliki korelasi butir total menjadi lebih baik jika beberapa
lebih kecil dibandingkan nilai r tabel. kelompok pembuat masalah diam saja
Oleh karena itu peneliti berinisiatif dan menerima posisi mereka di dalam
untuk merevisi skala RWA yang kelompok sosial”. Lalu butir nomor 4,
peneliti gunakan. Peneliti menghapus 8, 9, 10, 12, 14, 15, 18 dan 19 tetap
butir nomor 17 karena memiliki Bahasa dipertahankan karena peneliti meyakini
yang sangat sulit untuk dipahami dan bahwa isi dari butir-butir tersebut dapat
pernyataan pada butir tersebut memiliki mengukur kepribadian otoritarian.
dua konsep pemikiran secara Peneliti melakukan penyebaran ulang
bersamaan. Peneliti menyesuaikan skala RWA yang telah direvisi.
pernyataan pada butir nomor 3 dari Berdasarkan hasil uji ulang
pernyataan awal “Negara kita sangat keajegan dan kesahihan didapati hasil
membutuhkan pemimpin tangguh yang sebagai berikut:

Tabel 6. Keajegan dan Kesahihan RWA ( Uji Ulang) Favorable


Nomor Butir Corrected item – total correlation
3 .274
5 .720
7 .305
10 .246

12 .291
14 .347
16 .283
18 .304
21 .465

46
Jurnal Psikologi “Mandala”
2018, Vol. 2, No. 2, 40-57
ISSN: 2580-4065

Tabel 7. Keajegan dan Kesahihan RWA ( Uji Ulang) Unfavorable


Nomor Butir Corrected item – total correlation
4 .576
6 .487
8 .451
9 .611
11 .756
13 .659
15 .498
17 -.274
19 .417
20 .603

Nilai Cronbach’s Alpha skala ini lalu.” menjadi “Tempat seorang wanita
sebesar 0.827, dengan nilai r tabel seharusnya ada di manapun yang ia
Product Moment N=30 dan taraf inginkan. Zaman ketika wanita tunduk
signifikan 5% adalah 0.361. Sehingga pada suami dan konvensi sosial tersebut
dapat dikatakan alat ukur RWA ini ajeg hanya ada di masa lalu”. Sedangkan
karena nilai r hitung (nilai Cronbach’s pada butir 3, 7, 10, 12, 14, 16 dan 18
Alpha) lebih besar dibandingkan nilai r tetap dipertahankan karena peneliti
tabel. Nilai Cronbach’s Alpha pada uji meyakini isi dari butir-butir tersebut
ulang mengalami kenaikan dan dapat mengukur kepribadian otoritarian.
beberapa nilai butir total juga
mengalami kenaikan. Berdasarkan hasil Teknik Analisis Data
nilai korelasi butir total pada data Peneliti melakukan uji asumsi
tersebut, dapat dilihat bahwa masih ada untuk melihat homogenitas dan
beberapa butir yang memiliki nilai butir normalitas dari data yang peneliti miliki
total kurang baik yaitu butir 3, 7, 10, 12, dengan menggunakan uji Kolmogorov-
14, 16, 17 dan 18. Butir-butir tersebut Smirnov. Penelitian ini dilakukan untuk
memiliki korelasi butir total lebih kecil melihat hubungan antara kepribadian
dibandingkan nilai r tabel. otoritarian dengan diskriminasi terhadap
Oleh karena itu peneliti melakukan homoseksual. Pengujian ini
revisi kembali terhadap butir nomor 17. menggunakan teknik korelasi Pearson
Peneliti menyesuaikan butir nomor 17 Product Moment. Guna menguji
dari pernyataan awal “Tempat seorang homogenitas, normalitas dan kolerasi
wanita seharusnya berada di manapun tersebut, penelitian ini menggunakan
yang ia inginkan. Hari-hari dimana bantuan program SPSS (Statistical
wanita tunduk pada suami dan konvensi Package Service Solution) Versi 16.0.
sosial mereka itu hanya ada di masa

47
Jurnal Psikologi “Mandala”
2018, Vol. 2, No. 2, 40-57
ISSN: 2580-4065

Hasil
1. Uji Normalitas
Tabel 8. Uji Normalitas Skala AHTH dan Skala RWA
RWA AHTH
Kolmogorov-Smirnov Z 1.010 .895
Asymp. Sig. (2-tailed) .260 .399

Peneliti menggunakan Uji dan skala AHTH sebesar 0.399. Kedua


Kolmogorov-Smirnov untuk skala tersebut memiliki nilai
mengetahui normalitas persebaran data Signifikansi dua arah yang lebih besar
skala RWA dan AHTH. Berdasarkan dibandingkan 0.05. Oleh karena itu
data pada Tabel 1. Dapat dilihat bahwa Skala RWA dan Skala AHTH tergolong
nilai Signifikasi dua arah (Asymp. Sig. memiliki persebaran data yang normal.
(2-tailed)) skala RWA sebesar 0.260

2. Uji Linearitas
Tabel 9. Uji Liniearitas Skala AHTH dan Skala RWA
df F Sig.
AHTH*RWA Diantara Penyimpangan 70 1.895 .000
Kelompok Linearitas

Peneliti menggunakan Uji ANOVA Penyimpangan Liniearitas kedua skala


untuk mengetahui linieritas dari sebesar 0.000 lebih kecil dari 0.05. Oleh
persebaran data skala RWA dan AHTH. karena itu Skala RWA dan Skala AHTH
Berdasarkan data pada Tabel 2. Dapat tergolong memiliki persebaran data
dilihat bahwa nilai Signifikansi yang tidak linier.

3. Uji Korelasi Spearman


Tabel 10. Uji Kolerasi Spearman 382 Responden
RWA AHTH
Koefisien Korelasi 1.000 .364**
RWA
Sig. (2-tailed) .000
Koefisien Kolerasi .364** 1.000
AHTH
Sig. (2-tailed) .000
** taraf signifikan berkorelasi pada tingkat 0.01

Berdasarkan data hasil penelitian menggambarkan bahwa terdapat


didapatkan angka probabilitas hubungan yang signifikan antara
signifikansi (p) RWA dengan skala kepribadian otoritarian dengan perilaku
AHTH sebesar 0.000. Angka diskriminasi hetereseksual terhadap
probabilitas 0.000 lebih kecil jika homoseksual dengan koefisien korelasi
dibandingkan dengan taraf signifikan (r) sebesar 0.364.
0.05 (p < 0.05). Hal tersebut

48
Jurnal Psikologi “Mandala”
2018, Vol. 2, No. 2, 40-57
ISSN: 2580-4065

4. Uji Tabulasi Silang


Tabel 11.
Uji Tabulasi Silang Skala AHTH dan Skala RWA
RWA Total
Sangat Tidak Rata- Otoritarian Sangat
Tidak Otoritarian rata Otoritarian
Otoritarian
Jumlah 0 2 5 7 1 0 15
Sangat
Tidak
AHTH
Diskriminasi .0% 13.3% 33.3% 46.7% 6.7% .0% 100.0%
(%)

Jumlah 0 1 21 38 6 0 66
Tidak
Diskriminasi AHTH
.0% 1.5% 31.8% 57.6% 9.1% .0% 100.0%
(%)

Jumlah 0 2 48 82 53 7 192
AHTH Rata-rata
AHTH 100.0%
.0% 1.0% 25.0% 42.7% 27.6% 3.6%
(%)

Jumlah 0 0 19 30 34 6 89
Diskriminasi
AHTH
.0% .0% 21.3% 33.7% 38.2% 6.7% 100.0%
(%)

Jumlah 0 1 0 3 15 1 20
Sangat
Diskriminasi AHTH
.0% 5.0% .0% 15.0% 75.0% 5.0% 100.0%
(%)

Berdasarkan data di atas dapat dilihat rata-rata kemungkinan dapat melakukan


bahwa terdapat 29 orang yang tidak diskriminasi terhadap homoseksual
otoritarian yang tidak melakukan yaitu sebanyak 82 orang.
diskriminasi dan terdapat 20 orang
responden yang tidak otoritarian namun 5. Uji Tabulasi Silang
melakukan diskriminasi. Terdapat 56 Berdasarkan data hasil Uji Tabulasi
orang yang otoritarian yang melakukan silang antara perilaku diskriminasi
diskriminasi. Jika dibandingkan orang dengan jenis kelamin didapatkan 51
yang tidak melakukan diskriminasi orang responden berjenis kelamin
sebanyak 81 orang, angka tersebut lebih perempuan yang tidak melakukan
sedikit jumlahnya jika dibandingkan diskriminasi terhadap homoseksual.
dengan orang yang melakukan Sedangkan terdapat 30 responden
diskriminasi sebanyak 109 orang. Dapat berjenis kelamin laki-laki yang tidak
dilihat pula orang yang memiliki melakukan diskriminasi. Hasil
kepribadian otoritarian dalam kategori penelitian ini juga menunjukkan bahwa

49
Jurnal Psikologi “Mandala”
2018, Vol. 2, No. 2, 40-57
ISSN: 2580-4065

terdapat 49 orang responden berjenis berjenis kelamin laki-laki yang


kelamin perempuan yang melakukan melakukan diskriminasi terhadap
diskriminasi dan 60 orang responden homoseksual.

Tabel 12. Uji Tabulasi Silang Perilaku Diskriminasi dengan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Total
1 2
Jumlah
Sangat 0 12 3 15
Tidak
AHTH
Diskriminasi 0% 80.0% 20.0% 100.0%
(%)
Jumlah
0 39 27 66
Tidak
Diskriminasi AHTH
0% 59.1% 40.9% 100.0%
(%)
Jumlah
0 115 77 192
AHTH Rata-rata
AHTH
0% 59.9% 40.1% 100.0%
(%)
Jumlah
0 40 49 89
Diskriminasi
AHTH
0% 44.9% 55.1% 100.0%
(%)
Jumlah
0 9 11 20
Sangat
Diskriminasi AHTH
0% 45.0% 55.0% 100.0%
(%)

Pembahasan Hal tersebut menyebabkan


Penelitian ini dilakukan untuk homoseksual menjadi suatu fenomena
melihat hubungan antara kepribadian yang masih sulit diterima masyarakat
otoritarian dan perilaku diskriminasi Indonesia. Keyakinan, perasaan dan
terhadap kaum homoseksual. tindakan yang negatif terhadap
Homoseksual merupakan relasi seks Homoseksual akan menimbulkan sikap
dengan jenis kelamin yang sama atau negatif terhadap Homoseksual (Zuchdi,
rasa tertarik dan mencintai jenis seks 1995). Sikap negatif terhadap
yang sama (Kartono, 1989). Menurut Homoseksual ini sering disebut dengan
Boellstroff (2005) Indonesia telah sadar homonegativity yaitu segala sikap,
akan adanya permasalahan keyakinan, perasaan, perilaku negatif
homoseksualitas sejak kurang lebih 100 terhadap lesbian, gay dan penyuka
tahun yang lalu namun pada masa sesama jenis (McDermott & Blair,
demokrasi munculah organisasi- 2012). Homonegativity dapat
organisasi yang menentang budaya mengarahkan seseorang untuk
tersebut karena tidak sesuai dengan melakukan diskriminasi terhadap
kaidah-kaidah dan kepercayaan yang homoseksual.
dianut oleh mayoritas masyarakat Menurut Cardwell (1976)
Indonesia. diskriminasi adalah perilaku yang
dikategorikan tidak adil terhadap

50
Jurnal Psikologi “Mandala”
2018, Vol. 2, No. 2, 40-57
ISSN: 2580-4065

anggota kelompok yang dibandingkan determinansi, yaitu: KD (r2) x 100%.


dengan anggota kelompok lainnya. Koefisien determinansi diperoleh
Terdapat beberapa faktor yang melalui pengkuadratan nilai r, yaitu
diperkirakan memicu terjadinya (0.364) x 100% sehingga didapatkan
perilaku diskriminasi terhadap kaum hasil (r2) sebesar 0.133. Hal ini
homoseksual, salah satunya adalah menunjukkan pengertian bahwa
kepribadian otoritarian. Ajzen (1991) kepribadian otoritarian mempengaruhi
mengungkapkan bahwa perilaku juga perilaku diskriminasi sebesar 13.3% dan
dipengaruhi oleh kepribadian dan salah sisanya (100% - 13.3 = 86.7%)
satu bentuk dari kepribadian yang dipengaruhi faktor lain yang tidak
kemungkinan memiliki keterkaitan ialah diteliti oleh peneliti. Faktor lain yang
kepribadian otoritarian. Altemeyer tidak diteliti oleh peneliti juga menjadi
(1981) mengungkapkan kepribadian alasan rendahnya kekuatan hubungan
otoritarian merupakan sebuah antara kedua variabel.
kepatuhan psikologis kepada pihak- Hasil uji tabulasi silang antara skala
pihak yang dianggap berwenang atau RWA dan AHTH ditemukan bahwa
berkuasa dalam tatanan kehidupan terdapat dua puluh orang responden
seseorang (Authoritarian Submission). yang tidak otoritarian namun melakukan
Berdasarkan data hasil penelitian tindakan diskriminasi terhadap
terlihat adanya kesesuaian antara homoseksual. Hal ini membuktikan
Hipotesis Aizen dengan hasil penelitian, bahwa faktor lain juga dapat berperan
angka probabilitas signifikansi (p) dalam terbentuknya diskriminasi
dalam penelitian ini sebesar 0.000. terhadap homoseksual. Menurut Kreus
Angka probabilitas signifikansi tersebut (2016) yang mengatakan bahwa sikap
(0.000) lebih kecil jika dibandingkan negatif terhadap homoseksual dalam
dengan taraf signifikan korelasi 0.05 bentuk perilaku diskriminasi
yang menunjukkan adanya hubungan dipengaruhi oleh faktor kepribadian. Ia
antara otoritarian dan diskriminasi. Jadi, menyatakan orang-orang yang memiliki
pada penelitian ini Hipotesis nol (Ho) kepribadian diluar kepribadian openness
ditolak dan Hipotesis alternative (Ha) to experience lebih menunjukkan sikap
diterima yang berarti terdapat hubungan negative terhadap homoseksual dalam
yang signifikan antara kepribadian bentuk diskriminasi. Lalu Adamczyk &
otoritarian dengan perilaku diskriminasi Pitt (2009) menyatakan bahwa pribadi
terhadap homoseksual. Hubungan yang memiliki keyakinan akan agama
antara kepribadian otoritarin dengan memiliki sikap yang lebih baik terhadap
perilaku diskriminasi terhadap homoseksualitas khususnya pada
homoeksual memiliki koefisien korelasi negara-negara dengan kebudayaan yang
(r) sebesar 0.364. individual. Hal ini menunjukkan bahwa
Koefisien korelasi pada penelitian adanya peran agama dan kebudayaan
ini (0.364) tergolong dalam kategori terhadap diskriminasi kepada kaum
hubungan yang kekuatannya rendah homoseksual. Sedangkan, seks juga
untuk kedua variabel saling berperan dalam terbentuknya
berhubungan satu sama lain. diskriminasi terhadap kaum
Selanjutnya untuk meyatakan besar homoseksual yang mana, Lim (2002)
kecilnya sumbangan yang dapat menyatakan bahwa perempuan lebih
diberikan oleh kepribadian otoritarian nyaman bekerja dengan orang-orang
terhadap perilaku diskriminasi dapat yang homoseksual daripada laki-laki.
ditentukan melalui rumus koefisien

51
Jurnal Psikologi “Mandala”
2018, Vol. 2, No. 2, 40-57
ISSN: 2580-4065

Keyakinan dan kepercayaan kelamin laki-laki yang melakukan


religius pribadi biasanya dipandang tindakan diskriminasi. Hal ini
sebagai prediktor kuat tentang sikap menunjukkan lebih banyak responden
terhadap homoseksualitas (Adamczyk laki-laki yang melakukan diskriminasi
& Pitt, 2009). Sebagian besar agama terhadap homoseksual dibandingkan
cenderungategorikan homoseksualitas dengan responden perempuan. Melalui
sebagai sesuatu yang ‘tidak wajar’ dan tabulasi silang antara perilaku
‘tidak beriman’ (Adamczyk & Pitt, diskriminasi dengan jenis kelamin dapat
2009). Homoseksual merupakan dilihat bahwa responden perempuan
perbuatan yang bertentangan dengan memiliki tingkat diskriminasi yang
aturan-aturan yang sebagaimana telah lebih rendah dibandingkan dengan
ditegaskan di dalam kitab suci agama responden laki-laki.
(Zaini, 2016). Pada studi yang Melalui hasil tabulasi silang antara
dilakukan di Inggris dan Eropa, skala RWA dan AHTH ditemukan hasil
Yuchtman-Yaar and Alkalay (2007) 7 orang responden otoritarian yang
menemukakan bahwa ada salah satu tidak melakukan diskriminasi terhadap
agama dari 5 agama sangat tidak setuju homoseksual dan 56 responden
dengan adanya homoseksualitas otoritarian yang melakukan diskriminasi
(Adamczyk & Pitt, 2009). Dalam agama terhadap homoseksual. Perbandingan
tersebut terdapat adanya hukuman berat responden otoritarian yang melakukan
hingga hukuman mati terhadap orang- diskriminasi terhadap homoseksual
orang yang terbukti bersalah melakukan jumlahnya jauh lebih banyak
tindakan homoseksual (Adamczyk & dibandingkan reponden otoritarian yang
Pitt, 2009). Otoritas keagamaan tidak melakukan diskriminasi terhadap
membuat orang-orang yang menganut homoseksual. Hal ini membuktikan
agama tersebut menolak bahwa orang yang otoritarian cenderung
homoseksualitas (Adamczyk & Pitt, melakukan diskriminasi terhadap
2009). Hal tersebut membuat kaum homoseksual. Melalui hasil tabulasi
homoseksual sering mengalami silang ini juga dapat dilihat orang yang
diskriminasi di kehidupan agama tidak melakukan diskriminasi lebih
(Suyatmi, 2010). sedikit yaitu 81 orang responden
Berdasarkan hasil uji tabulasi silang dibandingkan yang melakukan
antara perilaku diskriminasi dengan diskriminasi sebanyak 109 orang
jenis kelamin, diperoleh data 51 orang responden dan 192 orang responden
responden berjenis kelamin perempuan lainnya berada pada rata-rata
dan 30 responden berjenis kelamin laki- diskriminasi atau memiliki
laki yang tidak melakukan diskriminasi kemungkinan untuk melakukan
terhadap homoseksual. Jika diskriminasi terhadap homoseksual.
dibandingkan angka responden Peneliti ingin melihat lebih jauh
perempuan dan laki-laki yang tidak mengenai pola-pola diskriminasi yang
melakukan diskriminasi akan ditemukan terjadi di masyarakat dengan kasus
hasil bahwa lebih banyak responden diskriminasi yang berbeda. Pertama
perempuan yang tidak melakukan mengenai kasus feminisme yang sejak
diskriminasi terhadap homoseksual kemunculannya pertama kali,
dibandingkan dengan responden laki- feminisme telah mengalami
laki. Sedangkan, data menunjukkan perkembangan dan penyebaran yang
terdapat 49 orang responden perempuan pesat ke berbagai negara di penjuru
dan 60 orang responden yang berjenis dunia. Mustika (2016) menjelaskan

52
Jurnal Psikologi “Mandala”
2018, Vol. 2, No. 2, 40-57
ISSN: 2580-4065

beberapa perempuan mendapatkan pada ras tertentu terhadap ras yang lain.
diskriminasi dari laki-laki maupun Rasialisme seringkali bertalian dengan
lingkungannya. Mustika mengatakan kelompok non biologis dan non rasial,
hal ini sejalan dengan ragam pemikiran seperti sekte keagamaan, kebangsaan,
feminisme multikultural yang masih kebahasaan, etnik atau kultural atau
jarang diadaptasi di Indonesia, ia cuma sebuah prasangka yang seringkali
mengatakan bahwa pada kasus ini dilihat dari stereotip dan kecemburuan
semua perempuan tidak dikonstruksi sosial. Sehingga dapat dikatakan bahwa
secara setara. Pemikiran feminisme ilmu tentang ras-ras ditentukan bukan
multikultural yaitu suatu ideologi yang secara sosial melainkan berdasarkan
mendukung keberagaman. Widodo ciri-ciri fisik. Ada dua aspek yang
(2016) menjelaskan bahwa adanya mempengaruhi sikap rasialisme, yaitu
beberapa diskriminasi gender, yakni (1) diskriminasi ras yang mencakup segala
Marjinalisasi, adalah penyingkiran yang bentuk perilaku pembedaan berdasarkan
terjadi pada perempuan di bidang ras (Pratama, 2016). Bentuk
ekonomi, sosial, budaya, politik, diskriminasi ras tampak jelas dalam
maupun hukum (2) Subordinasi, artinya pemisahan (segregasi) tempat tinggal
penaklukan atau diposisikan setelah warga tertentu di dunia barat atau timur.
kaum laki-laki (3) Stereotip Negatif, Selain itu, adanya pergaulan antar ras
yaitu pencitraan negatif terhadap yang memperlakukan etiket (sopan
perempuan, seperti cengeng, penggoda, santun) berdasarkan superioritas atau
sumber kriminalitas, yang berujung inferioritas golongan. Aspek kedua
pada berbagai bentuk ketidakadilan adalah prasangka ras. Pendorong
terhadap perempuan (4) Beban Ganda, munculnya prasangka dalam pergaulan
yaitu kesempatan perempuan untuk antar ras adalah sugesti, kepercayaan,
bekerja di luar rumah tidak mengurangi keyaknan, dan emulasi (persaingan,
kerjanya sebagai pekerja domestik (5) perlombaan) (Pratama, 2016). Rasisme
Kekerasan terhadap perempuan, dapat secara kognitif muncul dalam bentuk
berupa kekerasan secara verbal prasangka rasial, sementara itu dalam
(kekerasan fisik) maupun non-verbal bentuk afektif lahir sebagai diskriminasi
(kekerasan psikis). Feminisme dan segregasi rasial (Hafizh, 2016).
multikultural mempermasalahkan ide, Rasisme terwujud dalam bentuk
bahwa ketertindasan terhadap tindakan berupa diskriminasi. Perilaku
perempuan terjadi dalam masyarakat diskriminatif ras kulit putih Amerika
patriarkat (Mustika, 2016). terhadap ras kulit hitam Afrika Amerika
Kasus yang kedua ialah mengenai terentang dalam spektrum diskriminasi
rasisme kaum kulit hitam di Amerika. secara Bahasa (verbal discrimination),
Ras atau lebih dikenal dengan sebutan diskriminasi dalam bentuk
rasisme dan sering disama artikan penghindaran (avoidance), pengucilan
dengan rasialisme. Istilah rasialisme (exclusion), secara fisik (Physical
digunakan untuk menyebut gagasan abuse), dan bahkan sampai pada bentuk
yang meyakini adanya kaitan kausal embasmian (extinction) (Hafizh, 2016).
antara ciri-ciri jasmaniah seseorang Ketiga ialah kasus diskriminasi
dengan keturunan, kepribadian, terhadap agama minoritas di Indonesia.
intelektualitas, kebudayaan atau Keanekaragaman agama yang ada di
gabungan dari semuanya (Pratama, Indonesia membuat masyarakat
2016). Gagasan ini kemudian Indonesia memiliki pemahaman yang
menimbulkan perasaan superioritas berbeda-beda sesuai dengan yang di

53
Jurnal Psikologi “Mandala”
2018, Vol. 2, No. 2, 40-57
ISSN: 2580-4065

ajarkan oleh agamanya masing-masing merupakan keturunan Cina sedangkan


(Rumagit, 2013). Perbedaan ini timbul orang Cina ialah orang yang
karena adanya doktrin-doktrin dari berwarganegara Cina (Suryadinata,
agama-agama, suku, ras, perbedaan 2002). Status keberadaan etnis
kebudayaan, serta dari kelompok Tionghoa di Indonesia ialah sebagai
minoritas dan mayoritas. Perbedaan minoritas yang mana status ini berbeda
yang ada dalam kasus ini dengan status minoritas di negara lain
mengakibatkan adanya perbedaan (Arisetya, 2015). Hal ini dapat dijumpai
perilaku dari agama mayoritas sehingga saat mulai diterapkannya Kebijakan
mempengaruhi perlakuan dari agama asimilasi yaitu pada masa rezim
yang mayoritas terhadap agama yang Demokrasi terpimpin (1959-1965) yang
minoritas. Penyebab terjadinya bersifat semi otoriter (Suryadinata,
diskriminasi terhadap agama-agama di 2003). Pada masa itu Pemerintah
Indonesia (1) Perbedaan doktrin yaitu Indonesia memiliki kebijakan untuk
setiap pihak mempunyai gambaran membatasi pendaftaran sekolah-sekolah
tentang ajaran agamanya, menengah Tionghoa dan jumlah serta
membandingkan dengan ajaran agama pengelolaan koran-koran Tionghoa.
lain, memberikan penilaian atas Kebijakan asimilasi secara utuh
agamanya dan agama lawannya. Dalam diterapkan pada masa Pemerintahan
skala penilaian yang dibuat (subyektif) Soeharto yang bersifat otoriter (1966-
nilai tertinggi selalu diberikan kepada 1998) (Suryadinata, 2003). Soeharto
agamanya sendiri dan agama sendiri dengan tegas menyatakan bahwa Warga
selalu dijadikan kelompok patokan, Negara Indonesia yang keturunan Cina
sedangkan lawan dinilai menurut harus segera berasimilasi dan
patokan itu. (2) Perbedaan suku dan ras berintegrasi dengan masyarakat
yaitu Perbedaan ras dan agama Indonesia Asli (Dwipayana, 1989). Pada
memperlebar jurang permusuhan antar masa itu semua koran Tionghoa kecuali
bangsa. Perbedaan suku dan ras satu koran harian Tionghoa
ditambah dengan perbedaan agama berdwibahasa Indonesia dan Tionghoa
menjadi penyebab lebih kuat untuk yang dikelola oleh pemerintah dan
menimbulkan perpecahan antar dikuasai oleh militer yang tetap
kelompok dalam masyarakat. (3) didistribusikan. Impor publikasi dalam
Masalah mayoritas dan minoritas bentuk apapun yang berkaitan dengan
Fenomena konflik sosial mempunyai Cina seterusnya dilarang, sejak tahun
aneka penyebab. Tetapi dalam 1966 tidak satupun sekolah menengah
masyarakat agama pluralitas penyebab Tionghoa yang diizinkan beroperasi dan
terdekat adalah masalah mayoritas dan penggunaan Bahasa Tionghoa pun tidak
minoritas golongan agama. Masalah didukung (Suryadinata, 2003). Melalui
mayoritas dan minoritas ini timbul penuturan singkat ini dapat dilihat
dikarenakan kekuatan dan kekuasaan bahwa etnis Tionghoa pada masa rezim
yang lebih besar kelompok mayoritas Soeharto mengalami perbedaan
daripada kelompok minoritas sehingga perlakuan. Perbedaan perlakuan yang
timbul konflik yang tak terelakan didapat dan dilakukan terhadap etnis
(Rumagit, 2013). Tionghoa ini dapat dikategorikan
Keempat ialah kasus diskriminasi sebagai perilaku diskriminasi terhadap
etnis Tionghoa di Indonesia. Etnis etnis Tionghoa yang mana mereka tidak
Tionghoa merupakan sebutan bagi mendapatkan beberapa haknya seperti
Warga Negara Indonesia yang untuk mengenyam bangku pendidikan

54
Jurnal Psikologi “Mandala”
2018, Vol. 2, No. 2, 40-57
ISSN: 2580-4065

yang layak dan tidak dapat sesuatu yang berbeda dengan


mengekspresikan dirinya sesuai mainstream atau kebiasaan umum
indentitas diri mereka sebagai etnis seringkali dianggap asing, abnormal
Tionghoa. atau suatu kesalahan. Oleh karena itu,
Berdasarkan beberapa kasus peneliti melihat bahwa faktor yang
diskriminasi yang telah dijabarkan di dapat memicu terjadinya diskriminasi
atas, dapat dilihat bahwa pada keempat terhadap homoseksual selain
kasus tersebut mereka mengalami kepribadian otoritarian ialah karena
diskriminasi karena adanya perbedaan posisi mereka dimasyarakat sebagai
dari segi fisik, pola pikir, bahasa yang kelompok minoritas.
mereka gunakan serta posisi mereka
yang tergolong sebagai kelompok Kesimpulan dan Saran
minoritas di masyarakat. Karakteristik Hasil penelitian menunjukkan
dan pola-pola penyebab diskriminasi bahwa adanya hubungan antara
yang terjadi pada kasus-kasus di atas kepribadian otoritarian dengan perilaku
memiliki kesamaan dengan penelitian diskriminasi terhadap homoseksual.
yang peneliti lakukan mengenai kasus Angka probabilitas signifikansi tersebut
diskriminasi terhadap homoseksual ialah 0.000, lebih kecil jika
terutama dari sudut pandang minoritas dibandingkan dengan taraf signifikan
sebagai penyebab terjadinya korelasi 0.05 yang menunjukkan adanya
diskriminasi. Keberadaan kaum hubungan antara otoritarian dan
homoseksual di Indonesia tergolong diskriminasi. Melalui hasil penelitian ini
minoritas. peneliti telah mencapai tujuan penelitian
Kelompok minoritas sebagai yaitu untuk melihat ada tidaknya
kelompok yang umumnya dianggap hubungan antara kepribadian otoritarian
sebagai komunitas sosial kelas dua yang dengan perilaku diskriminasi terhadap
berada di bawah pengaruh kelompok homoseksual.
mayoritas dalam berbagai dimensi Koefisien korelasi (r) pada
kehidupan sosial (Latif, 2012). Latif penelitian ini (0.364) tergolong dalam
(2012) menyatakan pengaruh kelompok kategori hubungan yang kekuatannya
mayoritas terhadap minoritas biasanya rendah untuk kedua variabel saling
sudah menyentuh hal-hal yang sangat berhubungan satu sama lain.
berkaitan dengan prinsip kelompok Didapatkan hasil (r2) sebesar 0.133 yang
yang seharusnya menjadi hak asasi mana hal ini menunjukkan pengertian
kelompok minoritas. Peneliti melihat bahwa kepribadian otoritarian
bahwa pola terjadinya diskriminasi mempengaruhi perilaku diskriminasi
kemungkinan dapat diakibatkan oleh sebesar 13.3% dan sisanya 86.7%
posisi mereka yang berada di kelompok dipengaruhi faktor lain yang tidak
minoritas. Seperti halnya kaum diteliti oleh peneliti. Faktor lain yang
homoseksual yang merupakan tidak diteliti oleh peneliti juga menjadi
kelompok minoritas yang dianggap alasan rendahnya kekuatan hubungan
menyimpang dari kaidah-kaidah yang antara kedua variabel. Faktor-faktor lain
berlaku sehingga mereka dianggap tidak yang diperkirakan memicu terjadinya
normal di masyarakat (Arfanda & diskriminasi terhadap homoseksual,
Sakaria, 2015). Masyarakat Indonesia yaitu (1) agama dan kebudayaan; (2)
secara umum masih awam dalam seks; (3) keyakinan dan kepercayaan
melihat kelompok minoritas (Risdiarto, religius dan (4) kepribadian diluar
2017). Risdiarto (2017) menyatakan openness to experience.

55
Jurnal Psikologi “Mandala”
2018, Vol. 2, No. 2, 40-57
ISSN: 2580-4065

Melalui tabulasi silang antara Personality. New York: Harper


perilaku diskriminasi dengan jenis and Row (pp. 228).
kelamin dapat dilihat bahwa responden Ajzen, L. (1991). The Theory of
perempuan memiliki tingkat Planned Behavior. Organizational
diskriminasi yang lebih rendah Behavior and Human Decision
dibandingkan dengan responden laki- Processes, Vol. 50, 179-211.
laki. Hasil tabulasi silang antara Altemeyer, B. (2006). The
kepribadian otoritarian dengan authoritarians. Winnipeg:
diskriminasi terlihat bahwa orang yang Manitoba University.
otoritarian cenderung melakukan Arfanda, F. & Sakaria. (2015).
diskriminasi terhadap homoseksual. Konstruksi sosial masyarakat
Melalui analisis beberapa kasus terhadap waria. Jurnal Ilmu Sosial
diskriminasi lainnya, peneliti melihat dan Ilmu Politik Universitas
bahwa faktor yang dapat memicu Hasanuddin, 1(1), 93-102.
terjadinya diskriminasi terhadap Arisetya, D. (2015). Persepsi Etnis
homoseksual selain kepribadian Tionghoa sebagai Kelompok
otoritarian ialah karena posisi mereka Minoritas terhadap Etnis Non
dimasyarakat sebagai kelompok Tionghoa dalam Politik
minoritas. Multikulturalisme (Studi di
Penelitian ini tidak meneliti lebih Kelurahan Metro). Skripsi.
lanjut mengenai faktor-faktor lain yang Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
diperkirakan dapat memicu terjadinya Universitas Lampung. Bandar
diskriminasi terhadap homoseksual. Lampung.
Hasil uji asumsi penelitian ini Armiwulan.H. (2015). Diskriminasi
menunjukkan data yang tidak linier. Hal rasial dan etnis sebagai persoalan
ini diperkirakan terjadi karena faktor hukum dan hak asasi manusia.
terjemahan skala yang peniliti gunakan MMH, 4(4), 493-502.
sulit untuk dimengerti oleh responden. Boellstroff, Tom. (2005). The Gay
Oleh karena itu, diharapkan untuk Archipelago. Sexuality and Nation
peneliti selanjutnya dapat meneliti lebih in Indonesia. London: Sage
lanjut mengenai faktor-faktor lain yang Budiman, H. (2005). Hak Minoritas
diprediksi dapat memicu terjadinya Dilema Multikulturalisme di
diskriminasi terhadap homoseksual dan Indonesia. Jakarta Selatan: The
diharapkan peneliti mampu menyajikan Interseksi Foundation / Yayasan
skala yang lebih baik sehingga lebih Interseksi.
mudah dipahami oleh responden. Cardwell, I. A., and Rosenzweig, M. R.
(1980). Economic Mobility,
Pustaka Acuan Monopsonistic Discrimination
Adihartono, W. (2015). Homosexuality and Sex Differences in Wages.
in Indonesia: Banality, prohibition Southern Economic Journal,
and migration (The case of 1102-1117.
Indonesian Gays in Paris).
International Journal of Dacholfany, I. & Khoirurrijal. (2016).
Indonesian Studies, 1(2), 1 – 15. Dampak LGBT dan antisipasinya
Adorno, T. W., Frenkel-Brunswik, E., di masyarakat. Nizham, 5(1), 106-
Levinson, D. J., & Sanford, R. N. 118.
(1950). The Authoritarian Dwipayana, G. R & Hadimaja, R. K.
(1989). Soeharto, Pikiran,

56
Jurnal Psikologi “Mandala”
2018, Vol. 2, No. 2, 40-57
ISSN: 2580-4065

Ucapan dan Tindakan Saya. and old-fashioned homonegativity


Jakarta: Citra Lamtoro Gung between North American and
Persada. European samples. Psychology &
Sexuality, 3(3), 277–296.
Hafizh, M. A. (2016). Rasisme dalam Mustika. (2016). Diskriminasi terhadap
masyarakat pascakolonial: Sebuah beberapa perempuan dalam
analisis wacana kritis terhadap perspektif feminisme
novel-novel Jacqueline Woodson. multikultural: Kajian terhadap
Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu novel scappa per amore karya
Humaniora, 15(2), 177-194. Dini Fitria. Jurnal Poetika, 4(1),
Kartono, K. 1989. Psikologi Abnormal 33-41.
dan Abnormalitas Sexual. Pratama, D. S. A. (2016). Representasi
Bandung: CV. Mandar Maju. rasisme dalam film cadillac
Kreus, C., Turner, A., Goodnight, B., records. Jurnal E Komunikasi,
Brennan, C., & Swartout, K. 4(1), 1-11.
(2016). Openess, anti-gay Risdiarto, D. (2017). Perlindungan
attitudes, and intervention: terhadap kelompok minoritas di
Predicting the time to stop anti- Indonesia dalam mewujudkan
gay aggression. Georgia State keadilan dan persamaan di
Honors Collage Undergraduate hadapan hukum. Jurnal
Research Journal, (3). Rechtsvinding, 6(1), 125-142.
Larsen, K. S., Reed, M., & Hoffman, S. Rumagit, S. K. (2013). Kekerasan dan
(1980). Attitudes of heterosexuals diskriinasi antar umat beragama di
toward homosexuality: A likert- Indonesia. Lex Administratum,
type scale and construct validity. 1(2), 56-64.
Journal of Sex Research, 16(3), Unsriana, L. (2014). Diskriminasi
245-257. gender dalam novel ginko karya
Latif, S. (2012). Meretas hubungan Junichi Watanabe. Jurnal Lingua
mayoritas-minoritas dalam Cultura, 8(1), 40-47.
perspektif nilai bugis. Jurnal Al- Sugiono. 2008. Statistika untuk
Ulum, 12(1), 97-116. penelitian. Bandung: Alfabeta.
Lim, V. K. G. (2012). Gender Suryadinata, L. (2002). Negara dan
differences and attitude towards Etnis Tionghoa Kasus Indonesia.
homosexuality. Journal of Jakarta: LP3ES.
Homosexuality, 43(1), 85-97. Suryadinata, L. (2003). Kebijakan
McDermott, D. T., & Blair, K. L. negara Indonesia terhadap etnik
(2012). ‘What’s it like on your tionghoa: Dari asimilasi ke
side of the pond?’: A cross- multikulturalisme. Antropologi
cultural comparison of modern Indonesia, (71), 1-12.
Suyatmi. (2010). Usaha kaum gay gender di Venezuela. Jurnal ilmu
pedesaan dalam mengekspresikan hubungan internasional, 1(3).
jati dirinya. Jurnal Sosiologi,
24(1), 55-62. Zaini, H. (2016). LGBT dalam
Widodo, A. (2016). Peran banco de la perspektif hukum Islam. Jurnal
mujer sebagai institusi sosial Ilmiah Syari’ah, 15(1), 65-73.
dalam mengatasi diskriminasi Zuchdi, D. (1995). Pembentukan sikap.
Cakrawala Pendidikan, (3), 51-
61.

57

Anda mungkin juga menyukai