Anda di halaman 1dari 38

HALAMAN SAMPUL

MAKALAH PROPOSAL KUALITATIF


“STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT
PASIEN PASCA STROKE”

Dosen Pembimbing :
Riris Diana Rachmayanti

Nama Kelompok 8 :

1. Sinta Efriana Dewi (201801137)


2. Hedelina Resubun (201801150)
3. Abdul Majid (201801155)
4. Rahmad Iqbal Fauzi (201801180)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO

2020/2021

i
HALAMAN LOGO UNIVERSITAS

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Swt. atas selesainya


Makalah yang berjudul “STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN
KELUARGA MERAWAT PASIEN PASCA STROKE” atas dukungan
moral dan materi yang diberikan dalam menyusun makalah ini. Maka kami
mengucapkan terimakasih kepada Bu Riris Diana R. selaku dosen
pembimbing mata kuliah Manajemen Keperawatan.

Terima kasih atas dukungannya, dalam penulisan ini sangat disadari


bahwa Tugas Makalah ini tentu Masih jauh dari kata sempurna,
dikarenakan sangat terbatasnya pengetahuan penulis. Oleh sebab itu, kritik
dan saran sangat diharapkan oleh penulis untuk menyempurnakan Tugas
Makalah ini.

10 April 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL................................................................................................i
HALAMAN LOGO UNIVERSITAS........................................................................ii
KATA PENGANTAR................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................................3
BAB II..........................................................................................................................5
TINJAUAN TEORI....................................................................................................5
2.1 Konsep Pengalaman.................................................................................................5
2.1.1 Definisi Pengalaman.................................................................................................5
2.1.2 Klasifikasi Pengalaman.............................................................................................5
2.1.3 Prinsip Pengalaman sebagai Dasar Pendidikan........................................................6
2.2 Konsep Keluarga......................................................................................................7
2.2.1 Definisi Keluarga......................................................................................................7
2.2.2 Ciri-ciri Keluarga.......................................................................................................8
2.2.3 Fungsi Keluarga........................................................................................................8
2.2.4 Tugas Kesehatan Keluarga.....................................................................................10
2.3 Konsep Stroke........................................................................................................12
2.3.1 Definisi Stroke........................................................................................................12
2.3.2 Etiologi Stroke........................................................................................................13
2.3.3 Patofisiologi Stroke................................................................................................16
2.3.4 Tanda dan Gejala Stroke........................................................................................16
2.3.5 Komplikasi Stroke...................................................................................................17
2.4 Perawatan Pasca Stroke di Rumah.........................................................................18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...............................................................21
3.1 Desain Penelitian...................................................................................................21
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian..................................................................................21

iii
3.3 Partisipan Penelitian..............................................................................................21
3.4 Instrumen Penelitian..............................................................................................22
3.4.1 Instrumen Penelitian..............................................................................................22
3.4.2 Alat Bantu Penelitian.............................................................................................23
3.5 Teknik Pengumpulan Data.....................................................................................24
3.5.1 Metode Wawancara..............................................................................................24
3.5.2 Metode Dokumentasi............................................................................................24
3.6 Keabsahan Data.....................................................................................................24
3.7 Teknik Analisis Data...............................................................................................26
3.8 Etika Penelitian......................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................32

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penderita pasca stroke seringkali mengalami depresi yang


disebabkan ketidakmampuan dalam bekerja karena cacat dan
kurangnya kegiatan sosial, sehingga penderita stroke bergantung
pada dukungan emosional dan fisik dari keluarga (Daulay, 2014).
Pada penelitian di Tanzania oleh Wodchis, W. P. (2007)
melaporkan bahwa sebanyak 30-48% keluarga mengalami stres
psikologis yang lebih besar dibandingkan pasien yang dirawat.
Pengalaman keluarga merawat pasien pasca stroke ini penting
diketahui oleh perawat agar memahami proses yang terjadi
sehingga mampu memberikan edukasi yang sesuai bagi keluarga.
Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui secara mendalam
mengenai pengalaman keluarga merawat pasien pasca stroke.

Penyakit stroke menempati urutan ketiga sebagai penyebab


kematian dan kecacatan pada orang dewasa (Daulay, 2014).
Prevalensi stroke di Indonesia meningkat setiap tahunnya, tahun
2013 penderita stroke mencapai 12,1% per 1000 penduduk atau
sekitar 2.137.941 jiwa. Jawa timur memiliki jumlah sebanyak 10,5%
atau 302.987 jiwa (Kementrian Kesehatan RI, 2013). Menurut
Yayasan Stroke Indonesia menyatakan bahwa terdapat peningkatan
jumlah penerita stroke didalam sepuluh tahun terakhir. Survey tahun
2004 menunjukkan bahwa stroke lebih cenderung terjadi pada lansia
yaitu sebanyak 35,8% dari pada usia lebih muda sekitar 12,9%.
Selain itu, sebanyak lebih dari 80% stroke yang terjadi pada lansia
yaitu stroke jenis non hemoragik (Chen, 2008). Pada penelitian yang
dilakukan oleh Nastiti (2012) menyatakan bahwa stroke non
hemoragik sebanyak 85% dibandingkan dengan stroke hemoragik
hanya 15%. Prevalensi stroke hemoragik lebih sering terjadi pada

1
2

usia 40-60 tahun, sedangkan stroke non hemoragik sering terjadi


pada usia 60-90 tahun (Junaidi, 2011).

Menurut Friedman dalam Ali (2010), salah satu fungsi


keluarga yaitu fungsi perawatan kesehatan. Keluarga menyediakan
makanan, pakaian, perlindungan, dan perawatan kesehatan.
Kemampuan keluarga dalam memberikan kebutuhan hidup sehari-
hari dan perawatan kesehatan dapat mempengaruhi status
kesehatan. Apabila keluarga yang menganggap pemberian
perawatan kepada pasien adalah beban atau masalah, maka akan
memiliki pengaruh negatif dalam pemberian perawatan.
Sebaliknya, apabila keluarga menganggap melayani adalah
keharusan, kebanggaan, atau kepuasan, maka akan memiliki
konsep postif dalam pemberian perawatan (Hunt, 2003).

Penelitian ini perlu dilakukan sebagai dasar bagi


perawat komunitas dan gerontik untuk memberikan asuhan
keperawatan berupa edukasi kepada keluarga yang merawat
pasien pasca stroke guna meningkatkan proses pemulihan
pada pasien tersebut pasca stroke. Selain itu, penelitian ini
perlu diketahui oleh masyarakat luas sebagai informasi
merawat pasien pasca stroke

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengalaman
keluarga dalam merawat pasien pasca stroke.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman secara


mendalam tentang pengalaman keluarga dalam merawat pasien pasca
stroke

1.3.2 Tujuan khusus


3

1. Untuk mengetahui perasaan keluarga dalam merawat


pasien pasca stroke
2. Untuk mengetahui bentuk perawatan pasien pasca stroke
yang dilakukan keluarga
3. Untuk mengetahui hambatan dan solusi yang dialami
keluarga
4. Untuk mengetahui hikmah yang dapat diambil keluarga
selama merawat pasien pasca stroke
5. Untuk mengetahui dampak merawat pasien pasca stroke
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoritis

Pemahaman secara mendalam tentang pengalaman keluarga dalam


merawat pasien pasca stroke akan memudahkan perawat komunitas dan gerontik
dalam memberikan asuhan keperawatan komunitas dan gerontik. Asuhan
keperawatan komunitas dan gerontik tersebut berhubungan perilaku yang
sebaiknya dilakukan dalam merawat lansia sehingga dapat dikonsep suatu
program kesehatan komunitas dan gerontik dalam melayani pasien pasca stroke.

1.4.2 Praktis
1. Manfaat bagi puskesmas
Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai dasar untuk memberi intervensi
keperawatan berupa edukasi kepada keluarga tentang merawat pasien
pasca stroke dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari guna
membantu proses pemulihan pasien pasca stroke.
2. Manfaat bagi peneliti

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi informasi baru dalam merawat
pasien pasca stroke yang mengalami kelumpuhan sehingga dapat
dijadikan sebagai bahan penelitian lebih lanjut guna pengembangan
ilmu keperawatan.

3. Manfaat bagi keluarga dan pasien (anggota keluarga)


4

Hasil penelitian ini sebagai informasi untuk keluarga yang merawat


pasien pasca stroke dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari yang
baik dan benar guna membantu proses pemulihan pasien pasca stroke
serta membantu keluarga dalam meningkatkan koping untuk
membentuk kualitas hidup yang lebih baik.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Pengalaman


2.1.1 Definisi Pengalaman
Pengalaman menurut Sudarminta (2003) yaitu semua peristiwa yang ditemukan dan
apapun yang dialami oleh semua orang dalam interaksinya dengan alam, diri sendiri,
lingkungan sosial, dan seluruh kenyataan.

Adapun pengalaman menurut John Dewey. (2002). Pendidikan dan Pengalaman


(Alih Bahasa: John de Santo). Yogyakarta: Kepel Press. pengalaman dapat diartikan
sebagai “yang pernah dialami (dijalani, dirasa, ditanggung)”. Pengalaman tidak
hanya menunjuk pada sesuatu yang sedang berlangsung dalam kehidupan batin atau
didunia inderawi. Namun, pengalaman bersifat menyeluruh dan mencakup segala hal

Pine II and Gilmore (1999:12), berpendapat bahwa pengalaman adalah suuatu


kejadian yang terjadi dan mengikat pada setiap individu secara personal. Menurut
Kotler (2005:217) pengalaman adalah pembelajaran yang mempengaruhi perubahan
perilaku seseorang. Sedangkan Irawan dan Farid (2000:45) pengalaman adalah
proses belajar yang mempengaruhi perubahan dalam perilaku seseorang individu.
Juga pengalaman merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pengamatan
seseorang dalam bertingkah laku dan dapat diperoleh dari semua perbuatannya di
masa lalu atau dapat pula dipelajari, sebab dengan belajar seseorang dapat
memperoleh pengalaman (Swastha dan Irawan, 2008:111).

2.1.2 Klasifikasi Pengalaman


Klasifikasi pengalaman menurut John Dewey (2004), meliputi:

1. Pengalaman yang bersifat medidik atau edukatif

Pengalaman yang bersifat mendidik akan diorganisasikan secara sistematis


dan dijadikan dasar untuk merumuskan pengalaman yang akan dilalui dan
dipelajari oleh individu.

5
6

2. Pengalaman yang bersifat menghambat perkembangan individu menuju


kedewasaan

Kemudian setiap pengalaman akan dikelompokkan sesuai dengan kategori sifatnya.


Setiap pengalaman yang bersifat mendidik akan diorganisasikan secara sistematis
dan dijadikan pijakan untuk merumuskan pengalaman yang akan dilalui dan
dipelajari oleh individu. Dalam proses pendidikan ini, pengalaman dijadikan sebagai
basis dari pendidikan.

2.1.3 Prinsip Pengalaman sebagai Dasar Pendidikan


John Dewey juga menekankan bahwa pengalaman yang dijadikan sebagai basis
pendidikan harus pengalaman yang bersifat mendidik dan berkesinambungan. Prinsip
ini dilibatkan seperti yang telah Dewey tunjukan, dalam setiap usaha untuk
memisahkan antara pengalaman yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat. Jadi
setiap pengalaman diorganisasikan dan diklasifikasikan sesuai kategori pengalaman
yang mendidik dan pengalaman yang tidak mendidik.

Diantara prinsip-prinsip yang dikemukakan John Dewey adalah sebagai berikut:

a. Prinsip kesinambungan pengalaman (experiental continuum)

Prinsip ini dilibatkan, seperti yang telah ditunjukan, dalam setiap usaha untuk
memisahkan antara pengalaman yang secara edukatif bermanfaat dan yang
tidak bermanfaat.

b. Prinsip interaksi
Kata interaksi yang baru saja dipakai, menyatakan prinsip utama yang kedua
untuk menafsirkan pengalaman dalam fungsi dan daya pendidikan. ia
menetapkan hak-hak yang sama kepada dua faktor dalam pengalaman kondisi
obyektif dan internal. Pengalaman yang normal apa pun merupakan saling
pengaruh dari kedua perangkat kondisi ini. Jika keduanya didekatkan, atau
berada dalam interaksi, keduanya membentuk apa yang kita namakan situasi.
c. Prinsip kebebasan
7

Satu-satunya kebebasan yang menjadi kepentingan abadi adalah kebebasan


intelegensia, yakni kebebasan observasi dan kebeasan menilai tujuan yang
mengandung manfaat. John Dewey menekankan bahwa kesalahan paling
umum yang dibuat mengenai kebebasan adalah menyamakannya dengan
gerakan kebebasan, maksudnya kebebasan secara fisik. Sisi fisik atau segi
luar aktivitas tidak dapat dipisahkan dengan segi dalam aktivitas, dari
kebebasan pemikiran, hasrat dan tujuan. Pembatasan yang diletakkan pada
tindakan fisik oleh susunan ruang yang mapan menyebabkan pembatasan
yang cukup besar pada kebebasan intelektual dan moral. Bentuk pembatasan
apa pun harus ditiadakan apabila terdapat kesempatan bagi pertumbuhan
individu dalam mengembangkan kebebasan intelektual yang tanpanya tidak
ada pertumbuhan yang sejati dan normal.
2.2 Konsep Keluarga
2.2.1 Definisi Keluarga
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan
keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing – masing
yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman, 1998).

Keluarga adalah satu atau lebih individu yang tinggal bersama, sehingga mempunyai
ikatan emosional dan mengembangkan dalam interelasi social, peran dan tugas
(Spredley, 1996 dalam Murwani, 2008).

Menurut Salvicion G. Bailon & Aracelis Maglaya (1989) dalam Murwani (2008)
menjelaskan bahwa keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung
karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup
dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perannya
masing – masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah beberapa
individu yang tinggal dalam sebuah keluarga yang mempunyai ikatan perkawinan,
ada hubungan keluarga, sanak famili, maupun adopsi yang hidup bersama sesuai
dengan tujuan keluarga tersebut.
8

2.2.2 Ciri-ciri Keluarga


Ciri-ciri keluarga menurut Setiadi (2008), sebagai berikut:

1. Keluarga berdasarkan hubungan perkawinan;

2. Keluarga terbentuk dari hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk atau


dipelihara;

3. Keluarga memiliki suatu sisitem nama termasuk perhitungan garis keturunan;

4. Keluarga memiliki fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggotanya


berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan
anak; dan

5. Keluarga merupakan tempat tinggal bersama, rumah, atau rumah tangga

2.2.3 Fungsi Keluarga


Dalam hal ini peran keluarga dapat berjalan sesuai denga tugas dan fungsinya.
Menurud Friedman (2003) ada 5 fungasi keluarga diantaranya:

1. Fungsi afektif (the Affective Function) adalah fungsi keluarga yang utama
untuk memenuhi kebutuan psikologis, baik dalam pengasuhan anak maupun
penerapan pola komunikasi antar keluarga. Anggota keluarga mengajarkan
segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan
orang lain.

2. Fungsi sosialisasi yaitu proses perkembangan dan perubahan yang dilalui


individu yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam
lingkungan sosialnya. Sosialisasi dimulai sejak lahir. Fungsi ini berguna
untuk membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku
sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan meneruskan nilai-nilai budaya
keluarga.

3. Fungsi reproduksi (the reproduction function) adalah fungsi untuk


mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
9

4. Fungsi ekonomi (the economic function) yaitu keluarga berfungsi untuk


memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk
mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.

5. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (the health care function)


adalah untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap
memiliki produktivitas yang tinggi.

Menurut BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) bahwa fungsi


keluarga dibagi menjadi 8. Fungsi keluarga yang dikemukakan oleh BKKBN ini
senada dengan fungsi keluarga menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994
yaitu:

1. Fungsi keagamaan, yaitu dengan memperkenalkan dan mengajak anak dan


anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala
keluarga untuk menanamkan bahwa ada kekuatan lain yang mengatur
kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini.

2. Fungsi Sosial Budaya, dilakukan dengan membina sosialisasi pada anak,


membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan
anak, meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.

3. Fungsi cinta kasih, diberikan dalam bentuk memberikan kasih sayang dan
rasa aman, serta memberikan perhatian diantara anggota keluarga.

4. Fungsi perlindungan dan pola asuh, bertujuan untuk mengasuh, membesarkan


dan melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik, sehingga
anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman.

5. Fungsi reproduksi, merupakan fungsi yang bertujuan untuk meneruskan


keturunan, memelihara dan membesarkan anak, memelihara dan merawat
anggota keluarga
10

6. Fungsi sosialisasi, merupakan fungsi dalam keluarga yang dilakukan dengan


cara mendidik dan menyekolahkan anak anak sesuai dengan tingkat
perkembangannya, sosialisasi dalam keluarga juga dilakukan untuk
mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik

7. Fungsi ekonomi, adalah serangkaian dari fungsi lain yang tidak dapat
dipisahkan dari sebuah keluarga. Fungsi ini dilakukan dengan cara mencari
sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan
penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dan
menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa datang.

8. Fungsi pembinaan lingkungan, fungsi ini dilakukan dengan cara menjaga


kelestarian lingkungan hidup, menciptakan lingkungan hidup yang bersih,
sehat, aman penuh keindahan. kembangkan menjadi tugas keluarga dibidang
kesehatan.

(Uchira, 2018)

2.2.4 Tugas Kesehatan Keluarga


Menurut Bailon dan Maglaya (1978) yang dikutip Efendi, F & Makhfudli (2009)
secara umum keluarga mampu melaksanakan lima tugas kesehatan keluarga, yaitu:

1) Mengenal masalah kesehatan keluarga

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena


tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berartidan karena kesehatnlah
kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dan keluarga habis. Orang tua
perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahanperubahan yang dialami
keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara
tidak langsung menjadi perhatian keluarga atau orang tua.

2) Memutuskan tindakan kesehatn yang tepat bagi keluarga

Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan
yang tepat sesuai keadaan keluarga , dengan pertimbangan siapa diantara
11

keluarga yang memepunyai kramampuan memeutuskan untuk menentukan


tindakan keluarga.

3) Memberi perawatan kepada anggota keluarga yang sakit

Ketika memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, keluarga


harus mengetahui hal-hal sebagai berikut:

(1) Keadaan penyakit

(2) Sifat dan perkembangan perawat yang diperlukan untuk perawatan

(3) Keberadaan fasilitas yang diperlukan untuk perawatan

(4) Sumber-sumber yang ada dalam keluarga

(5) Sikap keluarga terhadap yang sakit

4) Memodifikasi lingkungan rumah yang sehat

Ketika memodifikasi lingkungan rumah yang sehat kepada anggota keluarga


yang sakit, keluarga harus mengetahui hal-hal sebagai berikut:

(1) Sumber-sumber keluarga yang dimiliki

(2) Manfaat pemeliharaan lingkungan

(3) Pentingnya hiegiene sanitasi

(4) Upaya pencegahan penyakit

(5) Sikap atau pandangan keluarga

(6) Kekeompakan antra anggota keluarga

5) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat

Ketika merujuk anggota keluarga ke fasilitas kesehatan, keluarga harus


mengetahui hal-hal berikut ini :
12

(1) Keberadaan fasilitas kesehatan

(2) Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari fasilitas kesehatan

(3) Tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas dan fasilitas kesehatan

(4) Pengalaman yang kuranmg baik terhadap petugas dan fasilitas kesehatan

(5) Fasilitas kesehatan yang ada terjangkauoleh keluarga

2.3 Konsep Stroke


2.3.1 Definisi Stroke
Penyakit stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda
klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan
kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler.

Stroke (berasal dari kata strike) berarti pukulan pada sel otak. Biasanya terjadi karena
adanya gangguan distribusi oksigen ke sel otak. Hal ini disebabkan gangguan aliran
darah pada pembuluh darah otak, mungkin karena aliran yang terlalu perlahan, atau
karena aliran yang terlalu kencang sehingga pecah (perdarahan), akhirnya sel-sel otak
yang diurus oleh pembuluh darah tersebut mati (Yatim F, 2005).

Stroke adalah kondisi penurunan aliran darah ke otak baik disebabkan oleh
penyumbatan maupun pecahnya pembuluh darah di otak. Berkurangnya aliran darah
ke otak menyebabkan kerusakan sel-sel otak. Kerusakan sel-sel otak menimbulkan
berbagai gejala seperti kelumpuhan atau kelemahan pada sebagian tubuh yang terjadi
secara tiba-tiba, gangguan komunikasi, wajah tidak seimbang, kesulitan menelan.,
serta gangguan keseimbangan (Dharma, 2018).

Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika sebagian sel-sel otak mengalami kematian
akibat gangguan aliran darah karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di
otak. Aliran darah yang terhenti membuat suplai oksigen dan zat makanan ke otak
juga terhenti, sehingga sebagian otak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya
(Utami P, 2009).
13

Adapun definisi lain menyatakan bahwa stroke merupakan suatu penyakit yang
diakibatkan adanya gangguan aliran darah oleh sumbatan ataupun pecahnya
pembuluh darah di otak. Hal ini menyebabkan sel-sel otak mengalami kekurangan
oksigen, darah, dan zat makanan, yang dapat mengakibatkan kematian sel-sel otak
(Yayasan Stroke Indonesia,2012).

2.3.2 Etiologi Stroke


Pecahnya pembuluh darah di otak sebagian besar diakibatkan oleh rendahnya
kualitas pembuluh darah otak. Sehingga dengan adanya tekanan darah yang tinggi
pembuluh darah mudah pecah dan mengakibatkan stroke (Padila,2012).

Stroke dibagi menjadi 2 jenis yaitu , stroke iskemik dan stroke hemoragik.

a. Stroke Iskemik (non hemoragic) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang


dapat menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti.
80% stroke adalah stroke iskemik.

Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis yaitu :

1) Trombotik (adanya pembekuan darah didalam pembuluh darah yang ada


di otak atau leher).

2) Embolik serebral (pembekuan darah atau material lain yang dibawa ke


otak dari suatu bagian tubuh yang lain).

3) Hipoperfusion sistemik (suatu penurunan aliran darah yang menyuplai


seluruh bagian tubuh)

b. Stroke hemoragik adalah stroke yang yang disebabkan oleh pecahnya


pembuluh darah otak.

Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke
hemoragik dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
14

1) Hemoragik intraserebral ( pecahnya suatu pembuluh darah serebral


dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang yang ada
disekeliling otak)

2) Hemoragik Subarakonid ( perdarahan yang terjadi pada ruang


subarakonid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan
yang menutupi otak).

Akibatnya adalah berhentinya suplai darah yang ke otak , yang dapat


menyebabkan kehilangan sementara atau permanen suatu gerakan,
berpikir, memori bicara atau sensasi.

Etiologi stroke.

a) Thrombosis Cerebral

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi


sehingga menyebabkan iskemik jaringan otak yang dapat
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya thrombosis biasanya
terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini
dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan
gejala neurologis memburuk pada 48 jamsetelah trombosis. Beberapa
keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak.

b) Aterosklerosis Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana


terdapat suatu penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah
seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka.

Ateroklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta


berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.

Manifestasi klinis Aterosklerosis bermacam- macam. Kerusakan dapat


terjadi melalui mekanisme berikut :
15

1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran


darah.

2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.

3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan


kepingan thrombus (embolus)

4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian


robek dan terjadi perdarahan. Oleh bekuan darah, lemak dan
udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus dijantung
yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli
tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10- 30
detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :

a) Katup – katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart


Desease (RHD)

b) Fibrilasi, keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk


pengosongan vertikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil
dan sewaktu – waktu kosong sama sekali dengan
mengeluarkan embolis – embolis kecil.

c) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan


terbentuknya gumpalan – gumpalan pada endocardium.

1. Haemoragik

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang


subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi
karena artheroklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembulh darah otak
menyebabkan perembasan darah kedalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan,
sehingga terjadi infarkotak, oedema, dsn mungkin hermiasi otak.
16

2. Hipoksia Umum

Beberapa penyebab yang behubungan dengan hipoksia setempat adalah

a. Hipertensi yang parah

b. Cardiac Pulmonary Arrest

c. Cardiac output turun akibat aritmia

3. Hipoksia Setempat

Beberapa penyebab yang behubungan dengan hipoksia setempat adalah:

a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachonid.

b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain

2.3.3 Patofisiologi Stroke


Menurut Black & Hawks (2009), otak memiliki sifat yang sensitif terhadap
kehilangan suplai darah karena otak tidak dapat melakukan metabolisme aerob jika
oksigen dalam darah menurun. Kondisi hipoksia dapat menyebabkan sikemi otak.

Iskemi dapat mengakibatkan metabolisme jaringan otak dapat terganggu. Iskemi


dalam waktu singkat memicu terjadinya deficit neurology atau TIA (Transient
Iscemic Attack), apabila aliran darah tidak ke otak tidak segera diatasi akan
menyebabkan kerusakan yang irreversible atau infark dalam hitungan menit. Kondisi
iskemi yang mengganggu metabolisme otak dan sel mati dapat mengalami perubahan
otak yang permanen dalam 3-10 menit.

2.3.4 Tanda dan Gejala Stroke


Menurut Smeltzer & Bare (2002), tanda dan gejala stroke diantaranya:

1. Kehilangan motorik, disfungsi motorik yang sering terjadi setelah stroke yaitu
hemiparesis (kelemahan) dan hemiplegia (paralisis pada satu sisi tubuh).

2. Aphasia, gangguan dalam kemampuan berkomunikasi diantaranya: berbicara,


membaca, menulis, dan memeahami bahasa lisan.
17

3. Disatria, keadaan dimana klien mampu memahami percakapan tetapi sulit


untuk mengungkapkannya, sehingga bicara sulit dimengerti.

4. Apraksia, keditakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari


sebelumnya.

5. Disfagia, gangguan dalam menelan karena stroke pada arteri vertebrobasiler


yang mempengaruhi saraf trigeminus, fasialis, glosofaringeus dan hipoglosus.

6. Gangguan penglihatan seperti diplopia.

7. Horner’s syndrome, kelainan pada saraf simpatis mata sehingga bola mata
seperti tenggelam, ptosis pada kelopak mata atas, kelopak mata bawah sedikit
naik keatas, kontriksi pupil, dan berkurangnya air mata

8. Unilateral neglected, ketidakmampuan merespon stimulus dari sisi


kontralateral infark serebral, sehingga salah satu sisi sering diabaikan.

9. Defisit sensori, disebabkan oleh stroke pada bagian sensori dari lobus
parietalis.

10. Perubahan perilaku, stroke yang terjadi pada bagian kortel serebral, area
temporal, limbik, hipotalamus, kelenjar pituitari sehingga terjadi perubahan
dalam pengaturan perilaku dan emosi.

11. Inkontinensia urin, otak tidak mampu menginterpretasi stimulus yang


dikirimkan secara benar dan tidak mentransmisikan pesan ke kandung kemih
untuk tidak mengeluarkan urin, sehingga menyebabkan terjadinya
inkontinensia urin.

2.3.5 Komplikasi Stroke


Komplikasi yang terjadi pada klien yang mengalami stroke, diantaranya (Junaidi,
2011):

1. Dekubitus, akibat kelumpuhan pasca stroke mengakibatkan luka pada bagian


yang menjadi tumpuan (seperti: pinggul, sendi kaki, dan tumit) saat berbaring
18

terlalu lama. Luka dekubitus jika tidak ditangani segera dapat menyebabkan
infeksi.

2. Bekuan darah, mudah terjadi pada kaki yang lumpuh dan penumpukan cairan.

3. Kelemahan otot, akibat berbaring terlalu lama menyebabkan kekuan pada otot
dan sendi

4. Osteopenia dan osteoporosis, kondisi ini disebabkan oleh imobilisasi dan


kurangnya paparan sinar matahari, sehingga densitas mineral pada tulang
menurun.

5. Depresi, disebabkan oleh kepribadian penderita atau faktor penuaan. Depresi


pada fase akut sebanyak 25% dan 31% pada 3 bulan paska stroke.

6. Inkontinensia dan konstipasi, disebabkan oleh imobilitas, kekurangan cairan


dan intake makanan, serta pemberian obat.

7. Spastisitas dan kontraktur, umumnya sesuai pola hemiplegi dan nyeri bahu
pada bagian yang lumpuh.

2.4 Perawatan Pasca Stroke di Rumah


Menurut Sismadi (2005) dalam Julianti (2015), pasien pasca stroke yang dirawat
dirumah sangat bermanfaat dalam masa transisi setelah klien pulang dari perawatan
di rumah sakit. Masa transisi klien pasca stroke yaitu fase subakut/pemulihan yang
berlangsung dari 2 minggu sampai 6 bulan pasca stroke.

Fase ini merupakan fase penting untuk pemulihan fungsional, dalam hal ini keluarga
yang merawat secara penuh. Perawatan klien pasca stroke dirumah mencakup
beberapa hal, diantaranya (Mulyatsih, 2008):

1. Membantu klien melakukan aktivitas dan mengatasi kelumpuhan

Apabila klien belum mampu bergerak setelah pulang dari rumah sakit, aturlah
posisi klien dengan nyaman, tidur terlentang atau miring ke salah satu sisi
dengan memperhatikan bagian lengan atau kaki yang mengalami kelumpuhan
19

atau kelemahan. Posisi lengan atau kaki dinaikkan untuk memperlancar aliran
darah kembali ke jantung untuk mencegah edema. Keluarga dapat mencegah
terjadinya kekakuan pada tangan atau kaki dengan latihan gerak sendi
sebanyak 2 kali sehari.

2. Memulihkan bagian ekstremitas yang lemah

Keluarga dapat membantu memulihkan ekstremitas yang lemah dengan


memberikan dukungan kepada klien untuk memulihkan ekstremitas yang
lemah. Klien dianjurkan untuk makan, minum, mandi, atau kegiatan lain yang
menggunakan tangan yang masih lemah dibawah pengawasan keluarga. Hal
tersebut dapat melatih sel-sel otak untuk bisa kembali aktivitas yang
dipelajari sebelum sakit.

3. Menciptakan lingkungan yang nyaman bagi klien

Keluarga sebaiknya menjauhkan barang-barang yang membahayakan klien,


seperti: api, benda tajam, dan benda berbahaya lainnya. Keluarga juga harus
meletakkan barang atau sesuatu yang dibutuhkan klien ditempat yang mudah
dijangkau klien. Kamar mandi harus diberi keset agar tidak licin, serta
penerangan yang tidak terlalu terang atau terlalu redup. Tempat tidur dibuat
lebih rendah agar mudah ditempati dan untuk mencegah klien jatuh.

4. Membantu keseimbangan dan mencegah terjadinya jatuh

Keluarga dapat membantu keseimbangan klien dengan cara melatih berjalan


dan jika memungkinkan membiarkan klien berusaha sendiri dengan
didampingi keluarga disisi klien.

5. Membantu eliminasi (buang air kecil dan besar)

Keluarga harus menyediakan tempat penampung urin untuk mencegah klien


ngompol. Untuk mencegah konstipasi, keluarga dapat mendorong klien untuk
bergerak aktif, mengkonsumsi makanan berserat tinggi, minum air putih 8
gelas sehari, serta membiasakan duduk dikloset secara teratur saat BAB.
20

6. Membantu personal hygiene dan grooming klien

7. Mengatasi gangguan menelan

Keluarga sangat berperan dalam mengatasi gangguan menelan klien. Pada


saat klien makan ditempat tidur atau kursi roda, saat klien menelan minta
klien untuk memutar kepala kesisi yang lemah, menekuk leher dan kepala
untuk mempermudah penutupan jalan nafas ketika klien menelan.

8. Membantu klien berkomunkasi

Keluarga dapat berbicara dengan klien dengan mengahadap lurus ke arah


klien agar klien dapat melihat pergerakan bibir. Berbicara dengan perlahan,
tenang, dengan intonasi suara normal dan tidak boleh berteriak. Beri
kesempatan klien untuk berbicara secara total, yaitu dengan melibatkan
ekspresi wajah dan gerakan tubuh.

9. Membantu klien bersosialisasi dengan lingkungan

10. Memenuhi kebutuhan spiritual dan psikososial klien

Keluarga dapat memberi dukungan mental dan mengarahkan klien pada


kenyataan yang terjadi. Keluarga harus optimis bahwa klien akan mengalami
kemajuan. Keluarga sebaiknya mengajak klien berkumpuk dengan keluaga
dan melakukan ibadah secara bersama guna mendekatkan diri kepada sang
pencipta.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain riset yang digunakan oleh periset ialah memakai tata cara kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi tipe deskriptif. Tata cara kualitatif merupakan riset yang
secara universal menjabarkan serta berikan uraian dan interpretasi tentang sikap serta
pengalaman orang dalam bermacam wujud( Afiyanti& Rachmawati, 2014).
Riset fenomenologi bertujuan buat menarangkan konsep serta arti mendasar dari
sesuatu fenomena yang dirasakan seorang. Pendekatan ini mempermudah periset
dalam mengeksplorasi arti utama dari pengalaman pengidap yang berfokus pada hal-
hal yang terjalin atas kesengajaan ataupun pemahaman penuh dari
partisipan( Creswell, 2013). Tata cara riset ini diseleksi periset sebab bisa
pengembangan uraian keluarga dalam menjaga penderita pasca stroke dalam
pemenuhan kebutuhan hidup tiap hari.

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di daerah Puskesmas Gayaman kepada keluarga yang
menjaga penderita pasca stroke dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari- hari.
Cakupan daerah Puskesmas Gayaman ialah 12 Desa di Kecamatan Mojoanyar.
Alasan peneliti memilah puskesmas Gayaman sebab jumlah penderita pasca stroke
diwilayah puskesmas Gayaman lumayan banyak ialah 160 orang, sebaliknya
penderita pasca stroke yang dirawat oleh keluarga dekat 80% sehingga peneliti
mudah memperoleh partisipan yang cocok dengan kriteria inklusi, tidak hanya itu
kemudahan akses peneliti terhadap partisipan tersebut

3.3 Partisipan Penelitian


Ilustrasi dalam penelitian kualitatif tidak disebut responden, namun selaku
narasumber, ataupun partisipam, informan, teman, serta guru dalam
penelitian( Sugiyono, 2014). Pada penelitian ini, peneliti memakai kata partisipan
selaku subyek yang diteliti.

21
22

Jumlah partisipan dalam penelitian kualitatif umumnya antara 5 hingga 10 orang,


namun bila saturasi sudah menggapai dimana tidak terdapat lagi data baru yang
didapatkan pada persoalan yang sama hingga pengambilan informasi bisa dihentikan(
Tristiana, 2014). Pada penelitian ini, ada 6( 6) partisipan yang dilakukan wawancara
mendalam.

Penentuan partisipan memakai metode purposive sampling. Peneliti hendak


mengaitkan partisipan yang penuhi kriteria inklusi yang sudah diresmikan dalam
wawancara mendalam, sehingga informasi yang diperoleh hendak cocok dengan
konteks fenomena yang hendak diteliti.

Kriteria inklusi yang ditentukan peneliti dalam pemilihan partisipan yaitu:

1. Partisipan adalah anak kandung yang merawat pasien (anggota keluarga)


pasca stroke dan merupakan caregiver utama.

2. Partisipan berusia >18 tahun, karena dianggap sudah dewasa dan mampu
bertanggung jawab atas informasi yang disampaikan selama penelitian.

3. Partisipan tinggal satu rumah dengan pasien.

4. Partisipan telah merawat pasien pasca stroke selama > 6 bulan.

5. Pasien pasca stroke dibuktikan dengan data dari puskesmas atau surat dari
rumah sakit.

6. Pasien pasca stroke yang mengalami kelumpuhan yang dibuktikan dengan


penurunan aktivitas sehari-hari (skor indeks bartel ≤ 8) atau kelemahan fisik
yang dibuktikan dengan pengukuran manual muscle testing (MMT) ≤ 2
dibagian ekstremitas atas atau bawah.

3.4 Instrumen Penelitian


3.4.1 Instrumen Penelitian
Dalam metode kualitatif, menggunakan peneliti itu sendiri yang menjadi instrumen
penelitian ( Sugiyono, 2014). Peran peneliti kualitatif cukup sulit. Peneliti merangkap
selaku perencana, pelaksana pengumpul informasi, analisis, penyimpulan informasi,
23

serta peneliti pula selaku pelapor hasil penelitiannya ( Meleong, 2012). Perihal ini
menampilkan kalau peneliti ikut serta langsung dengan peserta ataupun partisipan.
Peneliti mengumpulkan informasinya sendiri secara langsung. Sebab itu peneliti
wajib menguasai partisipan. Maka dari itu peneliti melaksanakan wawancara
mendalam( in- depth interview) dengan tipe wawancara semi berstruktur bersumber
pada pedoman wawancara mendalam, perlengkapan perekam serta catatan lapangan.
Pedoman wawancara yang telah terbuat, telah terlebih dulu diuji pada satu partisipan
lain yang cocok dengan criteria inklusi dengan tujuan buat mengenali apakah
pedoman wawancara yang telah terbuat layak digunakan selaku acuan buat menggali
data cocok dengan fenomena yang diteliti.

3.4.2 Alat Bantu Penelitian


Alat bantu pengumpulan informasi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
pedoman wawancara, voice recorder, perlengkapan tulis serta catatan lapangan( field
note). Wawancara dalam penelitian kualitatif ialah pembicaraan yang mempunyai
tujuan serta dimulai sebagian persoalan informal( Afiyanti& Rachmawati,
2014). Tipe wawancara dalam penelitian ini ialah wawancara mendalam dengan
memakai petunjuk universal wawancara, sehingga mewajibkan peneliti membuat
kerangka serta garis besar pokok- pokok persoalan( Meleong, 2012)

Rekaman wawancara ialah salah satu perlengkapan yang sangat menolong peneliti
untu mengungat kata demi kata partisipan sehingga mempermudah buat membuat
transkrip. Voice recorder wajib diletakkan ditempat yang tidak mengusik, dan
ruangan yang lumayan jauh dari kebisingan ataupun kendala yang lain. Catatan
lapangan merupakan dokumen tertulis peneliti yang berasal dari hasil observasi
spesial berisi catatan individu. Catatan lapangan ini terbuat sejauh wawancara buat
mencatat ekspresi wajah, bahasa badan, serta respon partisipan ketika
berdialog( Afiyanti& Rachmawati, 2014).

Dalam proses penelitian ini, peneliti memakai prinsip immersion ialah memposisikan
diri seolah- olah jadi bagian dari fenomena yang diamati. Pada dikala menggali
informasi riset, periset mengabaikan seluruh anggapan individu terpaut fenomena
24

yang diteliti, mengesampingkan pengetahuan serta uraian pribadinya, dan berupaya


seluruhnya buat memposisikan diri selaku partisipan serta memandang seluruh suatu
dari perspektif partisipan. Konsep ini diucap dengan epoche ataupun
bracketing( Creswell, 2013).

3.5 Teknik Pengumpulan Data


3.5.1 Metode Wawancara
Pada penelitian ini, informasi yang dikumpulkan lewat wawancara mendalam( indept
interview). Wawancara pada penelitian kualitatif ialah pembicaraan yang memiliki
tujuan serta didahului sebagian persoalan informal. Wawancara penelitian lebih dari
hanya obrolan serta berkisar dari informal ke resmi. Meski seluruh obrolan memiliki
ketentuan peralihan tertentu ataupun kendali oleh satu ataupun partisipan yang lain,
ketentuan pada wawancara penelitian lebih ketat. Peneliti cenderung memusatkan
wawancara pada temuan perasaan, anggapan, serta pemikiran partisipan
(Rachmawati, 2007)

Wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti kepada partisipan memerlukan


waktu± 30 menit. Peneliti melaksanakan wawancara dalam 3 kali pertemuan yang
terdiri dari pertemuan awal ialah perkenalan, uraian serta pendekatan peneliti
terhadap partisipan. Pertemuan kedua mulai menggali pengalaman mengenai
menjaga penderita pasca stroke dalam kehidupan sehari- hari dalam waktu ± 30
menit serta pertemuan terakhir peneliti mengklarifikasi jawaban yang diberikan
partisipan. Metode ini dicoba dengan tujuan supaya terjalinnya komunikasi terbuka
serta saling yakin antara peneliti dengan partisipan

3.5.2 Metode Dokumentasi


Peneliti melaksanakan wawancara mendalam dengan tipe wawancara semi
berstruktur bersumber pada pedoman wawancara yang sudah disiapkan tadinya.
Pengumpulan informasi dicoba oleh peneliti sendiri dengan dibantu perlengkapan
perekam dan perlengkapan pencatat serta tidak lupa membuat catatan lapangan
dikala wawancara berlangsung
25

3.6 Keabsahan Data


Kualitas hasil penelitian kualitatif ditentukan dari keabsahan informasi yang
dihasilkan dari keterpercayaan, keautentikan, serta kebenaran terhadap informasi,
data, ataupun penemuan yang dihasilkan dari hasil penelitian yang sudah
dilakukan( Afiyanti& Rachmawati, 2014). Pada penelitian kualitatif, penemuan
ataupun informasi yang dinyatakan valid apabila tidak terdapat perbandingan antara
yang dilaporkan dengan apa yang sebetulnya terjadi pada objek yang
diteliti( Sugiyono, 2014).

Pada penelitian ini, peneliti memakai pendekatan tata cara triangulasi untuk
mengecek keabsahan informasi. Triangulasi ialah metode pengecekan keabsahan
informasi yang menggunakan suatu yang lain dalam menyamakan hasil wawancara
terhadap objek penelitian. Ada 4 berbagai tata cara triangulasi, yaitu penggunaan
sumber, tata cara, peneliti, serta teori( Meleong, 2012). Pada penelitian ini, dari 4
berbagai tata cara triangulasi, peneliti memakai metode pengecekan keabsahan
informasi dengan menggunakan sumber. Tata cara triangulasi dengan sumber
maksudnya menyamakan serta mengecek ulang derajat keyakinan sesuatu data yang
diperoleh dikala wawancara lewat waktu serta perlengkapan yang berbeda dalam
riset kualitatif.

Selain itu, untuk menjamin keabsahan data maka peneliti menerapkan empat kriteria,
meliputi: credibility, dependability, confirmability, dan transferability (Sugiyono,
2014).

1. Credibility (Keterpercayaan)

Informasi dibuktikan lewat validasi kepada partisipan. Informasi yang sudah


dikumpulkan oleh peneliti ditunjukkan kepada partisipan untuk dibaca serta
dikonfirmasi keabsahan informasi. Partisipan berhak melaksanakan
konfrontasi apabila ada informasi yang tidak cocok dengan isi yang diartikan
serta peneliti wajib mengubah isi tersebut. Apabila informasi sudah cocok
hingga diparaf oleh partisipan pada naskah verbatim serta partisipan
menandatangani persetujuan keakuratan informasi.
26

2. Dependability (Ketergantungan)

Ketergantungan informasi bisa dimaksud sebagai reabilitas data dari waktu ke


waktu serta kondisi ke kondisi. Salah satu metode buat menggapai
dependability dengan melaksanakan audit terhadap totalitas proses penelitian.
Artinya ialah peneliti juga melaksanakan audit terhadap hasil dari segala
penelitian. Bukan cuma peneliti saja, tetapi auditor eksternal pula dilibatkan.
Dalam perihal ini auditor tersebut merupakan pembimbing I serta
pembimbing II untuk mereview kembali segala hasil penelitian

3. Confirmability

Konfirmabilitas bisa dikatakan selaku objektivitas penelitian. Penelitian


dikatakan objektif apabila hasil penelitian sudah disetujui oleh banyak orang.
Apabila hasil penelitian ialah guna dari proses proses penelitian yang dicoba,
hingga penelitian sudah penuhi standar konfirmabilitas. Uji konfirmabilitas
mirip dengan uji dependabilitas, sehingga pengujiannya bisa dicoba secara
bertepatan.

Pada penelitian ini, peneliti mengecek kembali apa benar hasil penelitian
cocok dengan pengumpulan informasi yang terdapat di lapangan dengan
metode melaksanakan cek ulang dengan beberapa partisipan

4. Transferability (Keteralihan)

Keteralihan ialah validitas eksternal yang dinilai bersumber pada bisa ataupun
tidaknya hasil penelitian buat diterapkan pada keadaan ataupun waktu yang
lain dengan konteks yang sama dikala penelitian dicoba.

Peneliti telah berupaya untuk menyajikan hasil dari penelitian ini secara jelas
serta sistematis supaya para pembaca laporan hasil penelitian ini bisa
mendapatkan cerminan serta uraian yang jelas tentang konteks serta fokus
penelitian.
27

3.7 Teknik Analisis Data


Analisis informasi penelitian kualitatif bertujuan untuk mengelompokkan informasi
jadi lebih terstruktur serta memeperoleh arti dari informasi yang didapatkan.
Penelitian kualitatif biasanya menyatukan analisis informasi serta pengumpulan
informasi secara bertepatan, tidak menunggu segala informasi terkumpul, sehingga
tema serta konsep yang berarti terjalin sehabis informasi diperoleh( Polit&
Beck, 2012).

Proses analisa informasi pada penelitian kualitatif dengan pendekatan studi


fenomenologi memakai tata cara Colaizzi ialah prosedur analisis tematik yang jelas
serta terkenal yang memakai pendekatan 7 langkah( Daymon, 2008). Keunggulan
dari tata cara Colaizzi merupakan terdapatnya validasi balik kepada partisipan terpaut
hasil analisis. Tata cara Colaizzi bisa membolehkan dikerjakannya pergantian hasil
analisa informasi bersumber pada validasi yang sudah dicoba kepada
partisipan( Creswell, 2013).

Langkah-langkah yang direkomendasikan Colaizzi yaitu, sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan fenomena yang diteliti.

Peneliti menguasai pengalaman keluarga merawat penderita pasca stroke


dengan metode mempelajari dari harian ataupun penelitian- penelitian
tadinya. Metode yang akan ditempuh oleh peneliti, ialah sehabis
menghadirkan diri dengan partisipan, peneliti hendak melaksanakan
pendekatan dalam rangka membina ikatan saling percaya.

2. Mengumpulkan deskripsi fenomena melalui pendapat partisipan.

Peneliti melaksanakan wawancara serta menuliskannya dalam wujud


verbatim untuk bisa menggambarkan pengalaman keluarga menjaga penderita
pasca stroke.

3. Menulis data hasil wawancara dan catatan lapangan dalam bentuk transkrip
(Kamaluddin, 2010).
28

Peneliti mencermati voice recorder sebanyak 3 kali buat menguasai apa yang
di informasikan partispan tentang pengalamanya. Peneliti menganalisa
perasaan- perasaan serta makna- makna yang berkaitan dengan fenomena
yang diteliti cocok dengan tujuan penelitian dalam transkrip buat
mendapatkan arti secara totalitas( Daymon, 2008)

4. Peneliti membaca transkrip sebanyak 5 kali.

Peneliti kembali pada masing- masing transkrip partisipan serta difokuskan


hanya pada kalimat- kalimat serta frase- frase yang secara langsung
berhubungan dengan fenomena yang diteliti. Peneliti mengecek tiap bagian
informasi yang dikira berguna terhadap fenomena yang diteliti. Peneliti
memisahkan pernyataan- pernyataan berarti serta terbuat catatan buat
statment tersebut. Apabila ada pengulangan statment yang sama ataupun
nyaris sama pada transkrip partisipan, hingga statment tersebut
diabaikan( Daymon, 2008).

5. Peneliti mengelompokkan pernyataan penting dan dirumuskan menjadi


beberapa makna.

Setiap statment penting yang berkaitan dengan fenomena pengalaman


keluarga yang menjaga penderita dengan kendala pemenuhan kebutuhan
hidup setiap hari dianalisis dengan seksama buat mengenali maknanya.
Peneliti membuat kode buat tiap statment partisipan( Ozgul, et angkatan
laut(AL)., 2018).

6. Peneliti melakukan pengelompokkan kode-kode yang sama berdasarkan


subtema dan tema yang lebih komprehensif (Ozgul, et al., 2018).

Kat a kunci yang mempunyai makna yang relatif sama dirumuskan dalam
satu jenis. Penentuan jenis dicoba dengan cermat untuk menjauhi kesalahan
arti dari statment partisipan. Kategori- kategori yang sama dikelompokkan
dalam satu sub- sub tema. Sub- sub tema yang sama berikutnya
dikelompokkan dalam sub tema yang lebih universal. Tema tercipta dari
29

pengelompokkan sebagian sub tema yang memiliki arti yang setara.


Berikutnya peneliti merujuk kesesuaian tema yang yang tercipta dengan
tujuan spesial penelitian ( Afiyanti& Rachmawati, 2014).

7. Peneliti melakukan uraian analitis yang rinci tentang perasaan-perasaan dan


perspektif-perspektif partisipan yang terdapat dalam tema-tema.

Peneliti menyatukan semua kelompok tema kedalam sebuah uraian yang


mengungkapkan pandangan partisipan terhadap fenomena yang diteliti
(Daymon, 2008).

8. Peneliti menjelaskan struktur dasar fenomena dan makna yang didapatkan


dari langkah-langkah sebelumnya (Ozgul, et al., 2018).

Pada langkah ini peneliti berusaha merumuskan penjelasan mendalam,


tentang keseluruhan fenomena yang diteliti (Daymon, 2008).

9. Pada tahap akhir peneliti melakukan validasi dengan melakukan pertemuan


kembali kepada partisipan untuk memastikan bahwa data tersebut mewakili
pengalaman mereka (Ozgul, et al., 2018).

Proses akhir dari analisa informasi pada tata cara kualitatif merupakan
interpretasi informasi. Unit- unit informasi yang hendak menjadi tema ataupun
jenis menciptakan sesuatu interpretasi ataupun cerminan yang dituliskan peneliti
tentang intisari ataupun mengartikan informasi sesuai substansi dari informasi
yang dihasilkan( Afiyanti& Rachmawati, 2014).

3.8 Etika Penelitian


Etika dalam penelitian yang memakai subjek manusia menjadi isu utama yang
tumbuh dikala ini. Prinsip etik berlaku dimana riset dilaksanakan baik untuk orang
ataupun warga.

Penelitian yang dicoba sudah memperoleh izin dari Desa Gayaman Kecamatan
Mojoanyar Kabupaten Mojokerto lewat pesan pengantar dari KaProdi S1 Ilmu
Keperawatan STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto. Peneliti melindungi hak- hak
30

calon partisipan untuk mengambil keputusan sendiri dalam hal berpartisipasi pada
penelitian ini ataupun tidak berpartisipasi, tidak terdapat paksaan partisipan untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini.

Terdapat tiga prinsip etik yang harus dilaksanakan oleh peneliti yaitu:

1. Prinsip menghormati harkat dan martabat manusia (Respect for Person)

Prinsip etik ini ialah hak serta kewenangan penuh partisipan dalam membuat
keputusan secara sadar serta bisa dimengerti secara baik. Partisipan
mempunyai kebebasan untuk bersedia ataupun menolak menjadi partisipan
dalam penelitian ini ataupun mengundurkan diri saat proses
penelitian( Polit& Beck, 2012). Peneliti hendak menghadiri rumah
partisipan untuk menjelaskan tujuan, khasiat, prosedur, dan kedudukan calon
partisipan. Peneliti meminta calon partisipan untuk menandatangani informed
consent bila bersedia menjadi partisipan. Peneliti pula memberi peluang
kepada calon partisipan untuk mempertimbangkan keputusan untuk menerima
ataupun menolak menjadi partisipan. Pada penelitian ini pula memenuhi
prinsip anonymity serta confidentiality. Pada anonymity, peneliti
berkewajiban tidak mempublikasikan identitas partisipan dengan merubah
nama partisipan menjadi kode partisipan yaitu P1, P2, P3, serta seterusnya.
Sebaliknya pada prinsip confidentiality, peneliti berkewajiban menjamin
kerahasiaan data yang didapat dari partisipan dengan menaruh informasi
dalam wujud rekaman serta hasil analisis yang hanya dapat diakses oleh
peneliti yang akan disimpan selama 5 tahun serta setelah itu akan
dimusnahkan dengan metode mengapus setiap rekaman..

2. Prinsip berbuat baik (Beneficence)

Prinsip etik ini ialah prinsip dasar etik yang menegakkan tanggungjawab
peneliti untuk meminimalisir kerugian, kesalahan, ataupun hal- hal yang
membahayakan partisipan serta mengoptimalkan khasiat yang diperoleh dari
penelitain( Polit& Beck, 2012). Pelaksanaan prinsip beneficience pada
31

penelitian ini dalam menggali penerimaan diri partisipan. Peneliti menghargai


tiap ungkapan partisipan sebagai masukan untuk pengembangan keperawatan.

3. Prinsip keadilan (Justice)

Prinsip etik keadilan ialah memperlakukan setiap partisipan dengan


pendekatan serta prosedur yang sama. Peneliti melaksanakan wawancara
dengan alur persoalan yang sama kepada setiap partisipan. Sepanjang
melaksanakan wawancara, peneliti tidak hanya selaku seseorang yang handal
serta berkepentingan terhadap informasi penelitian, akan tetapi peneliti pula
menolong partisipan terkait hal- hal yang menyulitkan partisipan, seperti
kurang menguasai persoalan hingga peneliti berupaya menolong partisipan
tanpa mengarahkan jawaban partisipan. Proses tersebut diperbolehkan dalam
penelitian kualitatif ( Polit& Beck, 2012)
DAFTAR PUSTAKA

Afiyanti & Rachmawati. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Riset


Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Rajawali Pers.

Basu Swasta, Dharmesta dan Irawan, (2008) Manajemen Pemasaran Modern,


Liberty, Yogyakarta

Black & Hawks. (2009). Medical Surgical Nursing: Clinical Management for
Continuity of Care (8th ed.). Philadephia: W.B. Saunders Company.

Creswell, J. W. (2013). Qualitative inquiry and research design: Choosing among


five approaches (2nd ed.). California: Sage Publication Inc.

Daymon. (2008). Metode-metode Riset Kualitatif dalam Public Relations dan


Marketing Communications. Yogyakarta: Bentang.

Dharma, K. K. (2018). Pemberdayaan Keluarga Mengoptimalkan Kualitas Hidup


Pasien Pasca Stroke. Yogyakarta: Deepublish

Friedman. (2003). Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori, & Praktek (5th
ed.). Jakarta: EGC

John Dewey. (2002). Pendidikan dan Pengalaman (Alih Bahasa: John de Santo).
Yogyakarta: Kepel Press.

John Dewey. (2004). Democracy and Education. Delhi: Aakar Books.

Julianti, E. (2015). Pengalaman Caregiver Dalam Merawat Pasien Pasca Stroke di


Rumah pada Wilayah Kerja Puskesmas Benda Baru Kota Tangerang Selatan.
Jurnal Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Retrieved from
http://repository.uinjkt.ac.id

Junaidi, I. (2011). Stroke Waspada Ancamannya. Yogyakarta: ANDI.

Kamaluddin, R. (2010). Pertimbangan dan Alasan Pasien Hipertensi Menjalani


Terapi Alternatif Komplementer Bekam di Kbupaten Banyumas. Jurnal
Keperawatan Soedirman, 5, 95–104.

KEPPKN. (2017). Pedoman dan Standar Etik Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Nasional. Jakarta

Meleong. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

32
33

Mulyatsih, E. (2008). Petunjuk Perawatan Pasien Pasca Stroke Di Rumah. Jakarta:


FKUI.

Ozgul, E. et al. (2018). Pain Experiences of Patients with Advanced Cancer: A


Qualitative Descriptive Study. European Journal of Oncology Nursing, 28–
34

Polit, D. F. & Beck, C. T. (2012). Nursing Research, Generating and Assessing


Evidence for Nursing Practice. Baltimore: Wolters Kluwer Health.

Rachmawati. (2007). Pengumpulan Data dalam Penelitian Kualitatif: Wawancara. E-


Journal Ivet, 11, 133–136.

Setiadi. (2008). Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu

Smeltzer & Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth (8th ed.). Jakarta: EGC.

Sugiyono. (2014). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Tristiana, R. D. (2014). Psychological Well Being pada Pasien Diabetes Mellitus


Tipe 2 di Puskesmas Mulyorejo Surabaya. Tesis Universitas Airlangga.

Uchira. (2018). Model Keperawatan perna keluarga terhadap perilaku beresiko


premarital sex pada remaja wanita berbasis teori family centered nursing &
self efficacy. Fakultas Keperawatan UNAIR, 12–31.
34

Penilaian Kelompok

1. Sinta Efriana Dewi (201801137) 90


2. Hedelina Resubun (201801150) Tidak mengerjakan
3. Abdul Majid (201801155) 90
4. Rahmad Iqbal Fauzi (201801180) 90

Anda mungkin juga menyukai