Anda di halaman 1dari 26

Makalah Agama

OLEH:
PRIYANTO P201101281

HASRIATI LA EHU P201101188

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA WALUYA
SULTRA
KENDARI
2011
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan makalah dengan judul Penetapan
Hukum Kesehatan dalam Islam dapat berjalan tanpa halangan yang berarti,
dari awal sampai selesai.
Penulisan makalah ini berdasarkan literatur yang ada. Penyusun
menyadari akan kemampuan yang sangat terbatas sehingga dalam
penyusunan makalah ini banyak kekurangannya. Namun makalah yang
disajikan sedikit banyak bermanfaat bagi penyusun khususnya dan mahasiswa
lain pada umumnya.
Dalam kesempatan ini disampaikan terima kasih atas bimbingan,
bantuan serta saran dari berbagai pihak.

Kendari, Oktober 2011

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................


DAFTAR ISI .............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................
1.2 Tujuan dan Manfaat ................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kesehatan Lingkungan dalam Islam .................................................
2.2 AIDS dalam Islam.......................................................................................
2.3 Aborsi dalam Islam...................................................................................
2.4 Keluarga Berencana (KB) dalam Islam...............................................
2.5 Bayi Tabung (Inseminasi) dalam Islam..............................................
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan ......................................................................................................
3.2 S a r a n..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Islam sejak dari awal sangat mementingkan hidup sehat melalui
tindakan promotif-preventif-protektif. Langkah dimulai dari pembinaan
terhadap manusia sebagai subjek sekaligus objek persoalan kesehatan itu
sendiri. Islam menanamkan nilai-nilai tauhid dan manifestasi dari tauhid itu
sendiri pada diri manusia. Nilai-nilai tersebut mampu merubah persepsi-
persepsi tentang kehidupan manusia di dunia yang pada gilirannya tentu saja
secara merubah perilaku manusia. Dan perilaku yang diharapkan dari manusia
yang bertauhid adalah perilaku yang merupakan realisasinya dari ketaatan
terhadap perintah dan larangan Allah.
Empat faktor utama yang mempengaruhi kesehatan adalah lingkungan
(yang utama), perilaku, pelayanan kesehatan, dan genetik. Bila ditilik
semuanya tetaplah bemuara pada manusia. Faktor lingkungan (fisik, sosek,
biologi) yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap status kesehatan
tetap saja ditentukan oleh manusia. Manusialah yang paling memiliki
kemampuan untuk memperlakukan dan menata lingkungan hidup.
Secara individual dengan landasan nilai tauhid tadi Islam mengajarkan
agar setiap muslim bergaya hidup sehat. Ini merupakan cara efektif untuk
menghindari sakit. Kebersihan misalnya, sangat ditekankan oleh Islam dan
dinilai sebagai cerminan dari Iman seseorang. Kewajiban membersihkan
hadats kecil, mandi janabah, sunnah untuk bersiwak membuktikan bahwa
Islam sangat perduli terhadap kebersihan fisik. Dengan berwudhu, seorang
muslim akan secara langsung membersihkan tangan (yang biasanya menjadi
pangkal masuknya penyakit ke dalam mulut) dan muka. Kemudian, mencuci
kemaluan dengan air (bukan dengan tissue) setelah buang air kecil atau
buang air besar. Sementara, ibadah puasa secara pasti telah memberikan
pengaruh sangat baik terhadap kesehatan perut. Dengan puasa, sistem
pencernaan yang selama 11 bulan bekerja, laksana mesin mendapatkan
kesempatan untuk diistirahatkan.
Akan tetapi ibadah dalam Islam bukanlah arena untuk menyiksa diri,
menelantarkan badan dan mengabaikan kesehatan. Suatu ketika datang
kepada Rasulullah SAW beberapa sahabat. Ada yang mengutarakan niatnya
untuk berpuasa tanpa berbuka, ada pula yang ingin shalat malam tanpa tidur.
Rasulullah SAW menolak keinginan itu seraya mengingatkan bahwa badan
kita punya haq (untuk beristirahat). Rasulullah SAW sendiri berpuasa tapi juga
berbuka, shalat malam selalu di tegakkan, aku bangun tetapi juga tidur
katanya.Sehingga kendati kegiatan sehari-harinya sangat padat, sedikit
istirahat, makan secukupnya (bahkan sadanya), Rasulullah SAW dikenal
memiliki kondisi fisik yang prima. Beliau jarang sakit. Beliau menderita sakit
sesaat menjelang wafat.
Organisasi Kesehatan se-Dunia (WHO, 1984) menyatakan bahwa aspek
agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehatan
seutuhnya. Bila sebelumnya pada tahun 1947 WHO memberikan batasan
sehat hanya dari 3 aspek saja, yaitu sehat dalam arti fisik (organobiologik),
sehat dalam arti mental (psikologik/psikiatrik) dan sehat dalam arti sosial;
maka sejak 1984 batasan tersebut sudah ditambah dengan aspek agama
(spiritual), yang oleh American Psychiatric Association dikenal dengan
rumusan “bio-psiko-sosio-spiritual”.
Perilaku serampangan, khususnya dalam masalah seksual, terbukti
menimbulkan dampak serius bagi kesehatan manusia. AIDS adalah contoh
penyakit yang ditimbulkan oleh perilaku seksual yang menyimpang. Dan
pelanggaran atas larangan di atas, kendati semula bersifat personal
belakangan terbukti akibatnya bersifat komunal. AIDS kini telah menjadi
wabah mondial, yang bukan saja mengancam pelaku penyimpangan seksual,
tapi juga mereka yang selama ini hidup secara benar.

1.2 Tujuan dan Manfaat


Adapun tujuan dan manfaat dari penyusunan makalah ini adalah
menetahui konsep dasar hukum-hukum kesehatan dalam pandangan islam
seperti Aborsi, Keluarga Berencana (KB), AIDS, Kesehatan Lingkungan dan Bayi
Tabung (Enseminasi) dalam pandangan islam
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kesehatan Lingkungan dalam Islam


Sanitasi lingkungan merupakan unsur mendasar dalam menjaga
kesehatan. Yang dimaksud sanitasi lingkungan adalah menciptakan
lingkungan yang sehat yang bebas dari penyakit. Hal demikian yang
dimaksud “bersih” adalah kebersihan jasmani, pakaian, dan kebiasaan
seseorang, kebersihan jalan, rumah, saluran air serta kebersihan makanan dan
minuman.
Dalam sejarah manusia, belum pernah terjadi baik agama samawi
hingga undang-undang karya manusia yang menggunakan kesehatan
lingkungan semacam ini,  sebagai suatu ajaran yang vital sebagaimana Islam.
dalam beberapa ayat  Al-Qur’an, dapat kita lihat bahwa surat pertama yang 
diturunkan adalah panggilan kepada ilmu, sedang yang kedua adalah
panggilan kebersihan. Surat pertama yang diturunkan adalah surat “Iqra”
yang artinya “bacalah”, sedang surat yang kedua adalah QS. Al-Mudatsir : “
dan pakaianmu bersihkanlah”
Menurut WHO (world health organization), sehat adalah “Memperbaiki
kondisi manusia, baik jasmani, rohani ataupun akal, sosial dan bukan semata-
mata memberantas penyakit”
Sedangkan “Al-Thibbul wiqo’i” adalah ilmu yang berfungsi menjaga
individu dan masyarakat terhadap normalitas kesehatannya. Untuk
merealisasikan tujuan ini, “At thibul wiqo’i” (judul buku dan kajian buku ini
pent) mengkonfirmasikan antara pendidikan, petunjuk (baca wahyu) dan
penelitian agar dapat memelihara umat manusia dari berbagai penyakit
sebelum dihinggapi atau upaya preventif meluasnya wabah penyakit menular.
Di samping itu untuk memperpanjang umur manusia dengan meningkat
aspek-aspek ekhiudpan serta mencegah sebab-sebab terjadinya ketegangan
saraf.

2.2 AIDS dalam Islam


Kata AIDS tidaklah asing ditelinga kita, baik dari kalangan masyarakat
kecil sampai masyarakat elit. AIDS adalah virus ganas dan mematikan yang
belum ada obat untuk penyembuhannya sampai sekarang ini sehingga AIDS
sangat mengancam kehidupan di dunia. Penularan AIDS sangat sederhana,
bisa melalui luka, jarum suntik, serta sex bebas, menyeramkan bukan?? Hal-
hal di atas adalah pandangan AIDS secara umum, bagaimanakah pandangan
agama terhadap virus ini??
AIDS adalah suatu penyakit akibat perbuatan yang dibenci ALLAH SWT,
AIDS sendiri tidak ada hukum pasti, hanya saja perbuata seperti prilaku seks
bebas yang menyimpang seperti Homo atau lesbian, yang sering
mendatangkan virus ini, hukumnya haram. Tidak mengeherankan lagi AIDS
telah menjadi berita yang menggemparkan seluruh dunia, selain Karen obat
yang menyebuhkan belum ada, tetapi juga penyebaran virus ini terjadi sangat
cepat perihal seks bebas yang menyimpang terus dilakukan oleh masyarakat.
Di beberapa Negara pernikahan sesama jenis tidak lagi di anggap tabu,
bahkan mereka memperkuat pernikahan tersebut dengan adanya undang-
undang yang mengesahkan pernikahan sejenis di Negara mereka. Lain halnya
di Indonesia, pernikahan sejenis memang tidak sesuai dengan hukum di
Indonesia dan tak ada yang mengesahkannya, tetapi perilaku seks bebas yang
tidak terikat hukum pun menjadi marak di kalangan masyarakat kita, baik
lawan jenis maupun sesame jenis, hal ini tercermin pada masa Nabi Luth As,
yang sesuai pada firman ALLAH SWT:
“Dan(kami telah mengutus) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya,
“Mengapa kamu melakukan perbuatan keji?”, sungguh, kamu telah
melampiaskan syahwatmu kepada sesama laki-laki bukan kepada perempuan.
Kemu merupakan kaum yang melampaui batas. “usir mereka (Luth dan
pengikutnya) dari negeri ini. kemudian kami selamatkan dan pengikutnya
kecuali istrinya. Dan kami hujani mereka dengan hujan batu.” (surah al-A’raf
ayat:80-84)
“sebenarnya ALLAH telah mempperlihatkan bekas-bekas tentang peristiwa
kejadian sebagai contoh teladan bagi mereka yang suka memikirkan. Karena
kaum Luth adalah orang yang bergelimang dengan kejahatan dan
kemungkaran. Mereka suka melakukan perbuatan yang keji yaitu laki-laki
kawin dengan laki-laki dan mereka tidak suka kawin dengan perempuan.
Sehingga ALLAH melaknat kaum tersebut dengan menghancurkan negeri
tersebut. Negeri tersebut dihancurkan dikarenakan perbuatan kaum Luth itu”
firman ALLAH dalam AL-Qur’an
Lagi diberi tanda pada sisi Tuhan engkau. Tiadalah siksa itu terjadi
kecuali untuk orang yang aniaya. (surah Hud ayat:83)
Seperti Firman ALLAH, dapat kita ambil kesimpulan bahwa AIDS pun
terjadi karena ulah manusia sendiri, tetapi bagaimanapun ALLAH tidak akan
memutus rahmatnya kepada hambanya yang mau bertaubat, begitu indahnya
Islam ketika kita mau mengikuti jalan yang benar.
Dengan adanya penyakit AIDS kita sebaga hambanya diingatkan untuk
selalu memikirkan apa yang akan kita lakukan, Bertaubatlah hai hamba
ALLAH, karena ALLAH tidak menurunkan suatu penyakit, kecuali diturunkan
pula obatnya, kecuali penyakit satu (pikun) Islam memberikan tuntunan dalam
pengobatan HIV /AIDS secara fisik, psikis dan sosial. Secara fisik melalui medis
dan sejenisnya, walaupun masih dalam tahap vaksin bukan obat penyembuh
hanya penghamabat, untuk melambatkan virus tersebut, teknologi saat ini
yaitu ARU (Anti Retro Viral) dan secara psikis melalui kesabaran, taubat,
tagarrubilallah(dzikirullah dan berdo’a). sedangkan secara sosial melalui
penerimaan dan dukungan penuh yaitu dari masyarakat terutama
keluarganya.
Jadi, jelaslah bahwa Islam telah mengatur semuanya dalam AL-Qur’an
sebagai petunjuk agar kita tetap selalu dijalan ALLAH SWT. Karena telah
banyak kejadian dan peristiwa yang di kisahkan oleh AL-Qur’an lewat nabi-nai
dan rasul-rasul ALLAH.

2.3 Aborsi dala Islam


Dampak kasus Kehamilan Tidak Dikehendaki (KTD) khususnya korban
perkosaan, pada dasarnya membawa akibat buruk – selain korban mengalami
trauma yang panjang bahkan seumur hidup, dia tidak dapat melanjutkan
pendidikan, tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungannya. Begitu juga jika
anaknya lahir, masyarakat tidak siap menerima kehadirannya bahkan
mendapat stigma sebagai anak haram yang tidak boleh bergaul dengan anak-
anak lain di lingkungannya serta menerima perlakuan negatif lainnya.
Sementara jika digugurkan (aborsi), selain tidak ada tempat pelayanan yang
aman dan secara hukum dianggap sebagai tindakan kriminal, pelanggaran
norma agama, susila dan sosial.
Kasus Kehamilan Tidak Dikehendaki (KTD) yang berakhir dengan aborsi
tidak aman, hanyalah salah satu kasus yang terjadi di Indonesia. Pusat
Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia menemukan, pertahun rata-rata
terjadi sekitar 2 juta kasus aborsi tidak aman.1 Sementara WHO
memperkirakan 10-50% dari kasus aborsi tidak aman berakhir dengan
kematian ibu.2 Angka aborsi tak aman (unsafe abortion) memang tergolong
tinggi, diperkirakan setiap tahun di dunia terjadi sekitar 20 juta aborsi tak
aman, 26% dari jumlah tersebut tergolong legal dan lebih 70.000 aborsi tak
aman di negara berkembang berakhir dengan kematian ibu.
Terlepas dari hukum formal yang mengatur, aborsi merupakan
fenomena yang terkait erat dengan nilai-nilai sosial budaya agama yang
hidup dalam masyarakat. Dalam konteks Indonesia aborsi lebih condong
sebagai aib social daripada manifestasi kehendak bebas tiap individu. Aborsi
merupakan masalah yang sarat dengan nilai-nilai sosial, budaya, agama, dan
politik. Aturan normative legal formal menolak aborsi meski masih ada ruang
untuk hal-hal khusus. Aturan normatif sosial-hudaya-agama yang "informal"
pada umumnya juga menolak aborsi, meski terdapat variasi dan kelonggaran
di sana-sini. Persoalan aborsi penting untuk dibahas karena fenomena ini
berkaitan erat dengan persoalan kesehatan reproduksi perempuan. Untuk
kasus Indonesia, seperti diketahui, salah satu penyebab tingginya angka
kematian ibu (MMR) adalah karena praktek aborsi terutama bagi ibu pada
usia belia sebagai akibat salah pergaulan ataupun belum siap memiliki anak,
selain persoalan pelayanan kesehatan yang tidak memadai dan faktor
struktural lain yang lebih luas. Selain keterkaitan dengan nilai-nilai sosial,
politik, budaya, dan agama, secara lebih spesifik fenomena aborsi tersebut
terkait erat dengan isu gender.
Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi kesucian kehidupan.
Hal ini dibuktikan dengan sejumlah ayat-ayat dalam al-Qur’an yang bersaksi
terhadap hal tersebut. Ketentuan-ketentuan dapat kita lihat dalam surat 5
ayat 23, bahwa:
Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena sebab-
sebab yang mewajibkan hukum qishash, atau bukan karena membuat
kerusuhan di muka bumi, maka seakan-akan telah membunuh manusia
seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara keselamatan nyawa seorang
manusia, maka seolah-olah ia telah memelihara keselamatan seluruh manusia
semuanya.
Sementara dalam surat al-Isro’ (17) ayat 31 dan 33, juga dijelaskan:
Dan janganlah kamu membunh anak-anakmu karena takut melarat.
Kamilah yang memberi rejeki kepada mereka dan kepadamu juga.
Sesunguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar.
Dan janganlah kamu membunuh nyawa seseorang yang dilarang Allah,
kecuali dengan alasan yang benar.
Berdasarkan ayat-ayat tersebut, Islam memberikan landasan hukum yang jelas
bahwa kehidupan manusia itu suci sehingga haruslah dipelihara dan tidak
boleh dihancurkan (diakhiri) kecuali dilakukan untuk suatu sebab atau alasan
yang benar, seperti dalam eksekusi hukuman mati atau dalam perang, atau
dalam pembelaaan diri yang dibenarkan.
2.4 Keluarga Berencana (KB) dalam Islam
Dalam pembahasan ini, penulis hanya meninjau status hukumnya
menrut islam, dengan mendasarkan kepada nash Al-quran dan hadits serta
logika ((dalil aqli).
Pelaksanaan KB dibolehkan dalam islam karena pertimbangan
ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Artinya, dibolehkan bagi orang-orang
yang tidak sanggup membiayai kehidupan anak, kesehatan dan
pendidikannya agar menjadi akseptor KB. Bahkan menjadi dosa baginya,
jikalau ia melahirkan anak yang tidak terurusi masa depannya; yang akhirnya
menjadi beban yang berat bagi masyarakat, karena orang tuanya tidak
menyanggupi biaya hidupnya, kesehatan dan pendidikannya. Hal ini
berdasarkan pada sebuah ayat al-quran yang berbunyi:
‫وليخش اللذين لو تركوا من خلفهم ذرية ضعافا خافوا عليهم فليتقوا هللا واليقولوا قوال سديدا‬
Dan hendaklah orang-orang takut kepada Alloh bila seandainya mereka
meninggalkan anaka-anaknya yang dalam keadaan lemah; yang mereka
hawatirkan terhadap (kesejahteraan mereka)oleh sebab itu, hendaklah mereka
bertaqwa kepada Alloh dan mengucapkan perkataan yang benar.
Ayat ini menerangkan bahwa kelamahan ekonomi, kurang stabilnya
kondisi kesehatan fisik dan kelemahan integensi anak akibat kekurangan
makanan yang bergizi, menjadi tanggung jawab kedua orang tuanya. Maka
disinilah peranan KB untuk membantu orang-orang yang tidak dapat
menyaggupi hal tersebut, agar tidak berdosa di kemudia hari bila
meniggalkan keturunannya. Dalam ayat lai disebutkan juga:
‫والوالدات يرضعن اوالدهن حولين كاملين لمن اراد ان يتم الرضاعة‬
Para ibu, hendaklah menyusui anak-anaknya selam dua tahun penuh; yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuannya.
Ayat ini menerangkan bahwa anak harus disusukan selama dua tahun
penuh. Karena itu, ibunya tidak boleh hamil lagi sebelum cukup umur bayinya
dua tahun. Atau dengan kata lain, penjarangan kelahiran anak minimal tiga
tahun, supaya anak bisa sehat dan terhindar dari pentyakit, karena susu ibulah
paling baik untuk pertumbuhan bayi, dibandingkan dengan susu buatan.
Mengenai alat kontrasepsi ‫وسائل منع الحمل‬ yang sering digunakan ber KB, ada
yang dibolehkan dan ada pula yang diharamkan dalam islam.
Selanjutnya, alat kontrasepsi yang dibolehkannya adalah:
a. Untuk wanita; seperti:
1. IUD (ADR);
2. Pil;
3. Obat suntik;
4. Susuk;
5. Cara-carea tradisional dan metode yang sederhana; misalnya minuman
jamu dan metode klender (Metode ogino knans)
b. Untuk pria; seperti;
1. Kondom;
2. Coituis interruktus (azal menurut islam)
Cara ini desepakati oleh ulama islam bahwa boleh digunakan,
berdasarkan dengan cara yang telah diperaktekkan oleh para sahabat nabi
semenjak beliau masih hidup, sebagaimana keterangan sebuah hadits yang
bersumber dari Jabir, berbunyi:
)‫(متفق عليه‬ ‫كنا نعزل على عهد رسول هللا صلى هللا عليه وسلم والقران ينزلز‬
)‫(رواه مسلم عن جا بر ايضا‬ y‫كنا نعزل فبلغ ذلك نبي هللا صلى هللا عليه وسلم فلم ينهنا‬ :‫وفي لفظ اخر‬

Artinya:
kami pernah melakukan 'azal (coitus interruktus) dimasa rosululloh SAW,
sedangkan Alqur'an (ketika itu) masih selalu turun. H.R.Bukhori-Muslim. Dan
pada hadist lain mengatakan: kami pernah melakukan 'azal (yang ketika itu)
nabi mengetahuinya,tetapi ia tidak pernah melarang kami. H>R> Muslim,
yang bersumber dari 'Jabir juga.
Hadist ini menerangkan bahwa boleh melakukan melakukan cara
kontrasepsi baru coitus interruktus, karena itu ada ayat yang melarangnya,
padahal ketika sahabat melakukannya, Alqur'an masih selalu turun. Karena itu
seandainya perbuatan tersebut dilarang oleh Allah, maka pasti ada ayat yang
turun untuk mencegah perbuatan itu. Begitu juga halnya sikap nabi ketika
mengetahui, bahwa banyak diantara sahabat yang melakukan hal tersebut,
maka beliaupun tidak melarangnya; pertanda bahwa melakukan 'azal (coitus
interruktus) dibolehkan dalam islam untuk ber-KB.
Sedangkan alat kontrasepsi yang dilarang dalam islam; adalah:
a. Untuk wanita; seperti;
1. Menstrual regulation (MR atau pengguguran kandungan yang masih
muda);
2. Abortus atau pengguguran kandungan yang sudah bernyawa;
3. Ligasi tuba (mengingat saluran kantong ovum) dan tubektomi
(mengangkat tempat ovum). Kedua istilah ini disebut sterilisasi.
b. Untuk pria; seperti vasektomi (mengingat atau memutuskan saluran
sperma dari buah Zakar) dan cara ini juga disebut sterilisasi. Selanjutnya,
mengenai alasan-alasan sehingga alat kontrasepsi tersebut dilarang dalam
islam, dapat dilihat pembahasan pada bagian yang lain dario tulisan ini.
Adapun dasar dibolehkannya KB dalam islam menurut dalil akli, adalah
karena pertimbangan kesejahteraan penduduk yang didiam-diamkan oleh
bangsa dan negara. Sebab kalau pemerintahan tidak melaksanakannya maka
keadaan rakyat di masa datang, dapat menderita.
Oleh karena itu, pemerintahan menempuh suatu cara untuk mengatasi
ledakan penduduk yanmg tidak seimbang dengan pertumbuhan
perekonomian nasional dengan mengadakan program KB, untuk mencapai
kemaslahatan seluruh rakyat. Upaya pemerintah tersebut, sesuai dengan
kaidah fiqhiyah yang berbunyi:
‫تصرف االمام على الرعية منوط بالمصلحة‬
Artinya:
Kebijaksanaan imam (pemerintahan) terhadap rakyatnya bisa dihubungkan
dengan (tindakan) kemaslahatan.
Pertimbangan kemaslahatan umat (rakyat) dapat dijadikan dasar
pertimbangan untuk menetapkan hokum islam menurut mazdhab maliki; di
Negara Indonesia yang tercinta ini, pemerintahan sebagai pelaksana amanat
rakyat,berkewajiban untuk melaksanakan program KB, sesuai dengan
petunjuk GBHN. Maka program tersebut hukumnya boleh dalam islam, karena
pertimbangan kemaslahatan umat (rakyat).

2.5 Bayi Tabung (Enseminasi) dalam Islam


Ajaran syariat Islam mengajarkan kita untuk tidak boleh berputus asa
dan menganjurkan untuk senantiasa berikhtiar (usaha) dalam menggapai
karunia Allah SWT. Demikian halnya di ntara pancamaslahat yang diayomi
oleh maqashid asy-syari’ah (tujuan filosofis syariah Islam) adalah hifdz an-nasl
(memelihara fungsi dan kesucian reproduksi) bagi kelangsungan dan
kesinambungan generasi umat manusia. Allah telah menjanjikan setiap
kesulitan ada solusi (QS.Al-Insyirah:5-6) termasuk kesulitan reproduksi
manusia dengan adanya kemajuan teknologi kedokteran dan ilmu biologi
modern yang Allah karuniakan kepada umat manusia agar mereka bersyukur
dengan menggunakannya sesuai kaedah ajaran-Nya.
Teknologi bayi tabung dan inseminasi buatan merupakan hasil terapan
sains modern yang pada prinsipnya bersifat netral sebagai bentuk kemajuan
ilmu kedokteran dan biologi. Sehingga meskipun memiliki daya guna tinggi,
namun juga sangat rentan terhadap penyalahgunaan dan kesalahan etika bila
dilakukan oleh orang yang tidak beragama, beriman dan beretika sehingga
sangat potensial berdampak negatif dan fatal. Oleh karena itu kaedah dan
ketentuan syariah merupakan pemandu etika dalam penggunaan teknologi
ini sebab penggunaan dan penerapan teknologi belum tentu sesuai menurut
agama, etika dan hukum yang berlaku di masyarakat.
Seorang pakar kesehatan New Age dan pemimpin redaksi jurnal
Integratif Medicine, DR. Andrew Weil sangat meresahkan dan
mengkhawatirkan penggunaan inovasi teknologi kedokteran tidak pada
tempatnya yang biasanya terlambat untuk memahami konsekuensi etis dan
sosial yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, Dr. Arthur Leonard Caplan,
Direktur Center for Bioethics dan Guru Besar Bioethics di University of
Pennsylvania menganjurkan pentingnya komitmen etika biologi dalam
praktek teknologi kedokteran apa yang disebut sebagai bioetika. Menurut
John Naisbitt dalam High Tech – High Touch (1999) bioetika bermula sebagai
bidang spesialisasi paada 1960 –an sebagai tanggapan atas tantangan yang
belum pernah ada, yang diciptakan oleh kemajuan di bidang teknologi
pendukung kehidupan dan teknologi reproduksi.
Inseminasi buatan ini sejak tahun 1980-an telah banyak dibicarakan di
kalangan Islam, baik di tingkat nasional maupun internasional. Misalnya Majlis
Tarjih Muhammadiyah dalam Muktamarnya tahun 1980, mengharamkan bayi
tabung dengan sperma donor sebagaimana diangkat oleh Panji Masyarakat
edisi nomor 514 tanggal 1 September 1986. Lembaga Fiqih Islam Organisasi
Konferensi Islam (OKI) dalam sidangnya di Amman tahun 1986
mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor atau ovum, dan
membolehkan pembuahan buatan dengan sel sperma suami dan ovum dari
isteri sendiri. Vatikan secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras
pembuahan buatan, bayi tabung, ibu titipan dan seleksi jenis kelamin anak,
karena dipandang tak bermoral dan bertentangan dengan harkat manusia.
Mantan Ketua IDI, dr. Kartono Muhammad juga pernah melemparkan
masalah inseminasi buatan dan bayi tabung. Ia menghimbau masyarakat
Indonesia dapat memahami dan menerima bayi tabung dengan syarat sel
sperma dan ovumnya berasal dari suami-isteri sendiri.
Dengan demikian, mengenai hukum inseminasi buatan dan bayi
tabung pada manusia harus diklasifikasikan persoalannya secara jelas. Bila
dilakukan dengan sperma atau ovum suami isteri sendiri, baik dengan cara
mengambil sperma suami kemudian disuntikkan ke dalam vagina, tuba palupi
atau uterus isteri, maupun dengan cara pembuahannya di luar rahim,
kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri; maka hal
ini dibolehkan, asal keadaan suami isteri tersebut benar-benar memerlukan
inseminasi buatan untuk membantu pasangan suami isteri tersebut
memperoleh keturunan. Hal ini sesuai dengan kaidah ‘al hajatu tanzilu
manzilah al dharurat’ (hajat atau kebutuhan yang sangat mendesak
diperlakukan seperti keadaan darurat).
Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan
donor sperma dan ovum, maka diharamkan dan hukumnya sama dengan
zina. Sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi itu tidak sah dan
nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya. Menurut
hemat penulis, dalil-dalil syar’i yang dapat dijadikan landasan menetapkan
hukum haram inseminasi buatan dengan donor ialah:
Pertama; firman Allah SWT dalam Surat al-Isra: 70 dan At-Tin: 4. Kedua
ayat tersebuti menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai
makhluk yang mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi
makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan
manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya
sendiri serta menghormati martabat sesama manusia. Dalam hal ini
inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya dapat merendahkan
harkat manusia sejajar dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang
diinseminasi.
Kedua; hadits Nabi Saw yang mengatakan, “tidak halal bagi seseorang
yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir menyiramkan airnya (sperma) pada
tanaman orang lain (istri orang lain).” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan dipandang
Shahih oleh Ibnu Hibban). Berdasarkan hadits tersebut para ulama sepakat
mengharamkan seseorang melakukan hubungan seksual dengan wanita hamil
dari istri orang lain. Tetapi mereka berbeda pendapat apakah sah atau tidak
mengawini wanita hamil. Menurut Abu Hanifah boleh, asalkan tidak
melakukan senggama sebelum kandungannya lahir. Sedangkan Zufar tidak
membolehkan. Pada saat para imam mazhab masih hidup, masalah inseminasi
buatan belum timbul. Karena itu, kita tidak bisa memperoleh fatwa hukumnya
dari mereka. Hadits ini juga dapat dijadikan dalil untuk mengharamkan
inseminasi buatan pada manusia dengan donor sperma dan/atau ovum,
karena kata maa’ dalam bahasa Arab bisa berarti air hujan atau air secara
umum, seperti dalam Thaha:53. Juga bisa berarti benda cair atau sperma
seperti dalam An-Nur: 45 dan Al-Thariq: 6. Dalil lain untuk syarat kehalalan
inseminasi buatan bagi manusia harus berasal dari ssperma dan ovum
pasangan yang sah menurut syariah adalah kaidah hukum fiqih yang
mengatakan “dar’ul mafsadah muqaddam ‘ala jalbil mashlahah” (menghindari
mafsadah atau mudharat) harus didahulukan daripada mencari atau menarik
maslahah/kebaikan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa inseminasi buatan pada manusia
dengan donor sperma dan/atau ovum lebih banyak mendatangkan mudharat
daripada maslahah. Maslahah yang dibawa inseminasi buatan ialah
membantu suami-isteri yang mandul, baik keduanya maupun salah satunya,
untuk mendapatkan keturunan atau yang mengalami gangguan pembuahan
normal. Namun mudharat dan mafsadahnya jauh lebih besar, antara lain
berupa:
1. Percampuran nasab, padahal Islam sangat menjada kesucian/kehormatan
kelamin dan kemurnian nasab, karena nasab itu ada kaitannya dengan
kemahraman dan kewarisan.
2. Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam.
3. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi, karena terjadi
percampuran sperma pria dengan ovum wanita tanpa perkawinan yang
sah.
4. Kehadiran anak hasil inseminasi bisa menjadi sumber konflik dalam rumah
tanggal.
5. Anak hasil inseminasi lebih banyak unsur negatifnya daripada anak adopsi.
6. Bayi tabung lahir tanpa melalui proses kasih sayang yang alami, terutama
bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang menyerahkan bayinya kepada
pasangan suami-isteri yang punya benihnya sesuai dengan kontrak, tidak
terjalin hubungan keibuan secara alami. (QS. Luqman: 14 & Al-Ahqaf: 14).
Adapun mengenai status anak hasil inseminasi buatan dengan donor
sperma dan/atau ovum menurut hukum Islam adalah tidak sah dan statusnya
sama dengan anak hasil prostitusi atau hubungan perzinaan. Dan kalau kita
bandingkan dengan bunyi pasal 42 UU Perkawinan No. 1 tahun 1974, “anak
yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan
yang sah” maka tampaknya memberi pengertian bahwa anak hasil inseminasi
buatan dengan donor itu dapat dipandang sebagai anak yang sah. Namun,
kalau kita perhatikan pasal dan ayat lain dalam UU Perkawinan ini, terlihat
bagaimana peranan agama yang cukup dominan dalam pengesahan sesuatu
yang berkaitan dengan perkawinan. Misalnya pasal 2 ayat 1 (sahnya
perkawinan), pasal 8 (f) tentang larangan perkawinan antara dua orang karena
agama melarangnya, dll. lagi pula negara kita tidak mengizinkan inseminasi
buatan dengan donor sperma dan/atau ovum, karena tidak sesuai dengan
konstitusi dan hukum yang berlaku.
Proses pembuahan dengan metode bayi tabung antara sel sperma
suami dengan sel telur isteri, sesungguhnya merupakan upaya medis untuk
memungkinkan sampainya sel sperma suami ke sel telur isteri. Sel sperma
tersebut kemudian akan membuahi sel telur bukan pada tempatnya yang
alami. Sel telur yang telah dibuahi ini kemudian diletakkan pada rahim isteri
dengan suatu cara tertentu sehingga kehamilan akan terjadi secara alamiah di
dalamnya.
Pada dasarnya pembuahan yang alami terjadi dalam rahim melalui cara
yang alami pula (hubungan seksual), sesuai dengan fitrah yang telah
ditetapkan Allah untuk manusia. Akan tetapi pembuahan alami ini terkadang
sulit terwujud, misalnya karena rusaknya atau tertutupnya saluran indung
telur (tuba Fallopii) yang membawa sel telur ke rahim, serta tidak dapat diatasi
dengan cara membukanya atau mengobati nya. Atau karena sel sperma suami
lemah atau tidak mampu menjangkau rahim isteri untuk bertemu dengan sel
telur, serta tidak dapat diatasi dengan cara memperkuat sel sperma tersebut,
atau mengupayakan sampainya sel sperma ke rahim isteri agar bertemu
dengan sel telur di sana. Semua ini akan meniadakan kelahiran dan
menghambat suami isteri untuk berbanyak anak. Padahal Islam telah
menganjurkan dan mendo rong hal tersebut dan kaum muslimin pun telah
disunnahkan melakukannya.Kesulitan tersebut dapat diatasi dengan suatu
upaya medis agar pembuahan –antara sel sperma suami dengan sel telur
isteri– dapat terjadi di luar tempatnya yang alami. Setelah sel sperma suami
dapat sampai dan membuahi sel telur isteri dalam suatu wadah yang
mempunyai kondisi mirip dengan kondisi alami rahim, maka sel telur yang
telah terbuahi itu lalu diletakkan pada tempatnya yang alami, yakni rahim
isteri. Dengan demikian kehamilan alami diharapkan dapat terjadi dan
selanjutnya akan dapat dilahirkan bayi secara normal.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian dalam makalah tersebut maka dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Sanitasi lingkungan merupakan unsur mendasar dalam menjaga
kesehatan. Yang dimaksud sanitasi lingkungan adalah menciptakan
lingkungan yang sehat yang bebas dari penyakit.
2. AIDS adalah suatu penyakit akibat perbuatan yang dibenci ALLAH SWT,
AIDS sendiri tidak ada hukum pasti, hanya saja perbuata seperti prilaku
seks bebas yang menyimpang seperti Homo atau lesbian, yang sering
mendatangkan virus ini, hukumnya haram.
3. Aborsi merupakan fenomena yang terkait erat dengan nilai-nilai sosial
budaya agama yang hidup dalam masyarakat.
4. Pelaksanaan KB dibolehkan dalam islam karena pertimbangan ekonomi,
kesehatan dan pendidikan. Artinya, dibolehkan bagi orang-orang yang
tidak sanggup membiayai kehidupan anak, kesehatan dan pendidikannya
agar menjadi akseptor KB.
5. Kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan
ovum, maka diharamkan dan hukumnya sama dengan zina. Sebagai akibat
hukumnya, anak hasil inseminasi itu tidak sah dan nasabnya hanya
berhubungan dengan ibu yang melahirkannya.
3.2 Saran
Sebagai manusia biasa saya menyadari bahwa dalam makalah tersebut
masih terdapat banyak kekurangan dan permasalahan, meskipun saya sudah
berusaha semaksimal mungkin, tapi itulah hasil usaha saya. Oleh karena itu,
kritik dan saran pembaca yang bersifat motivasi sangatlah saya harapkan
sebagai saran buat saya untuk ke depan.
DAFTAR PUSTAKA

Http://primacomunity.wordpres.com/2008/12/13/ai/
http://mashuriweblog.wordpress.com/2007/02/02/kesehatan-dalam-
paradigma-islam/
http://www.peutuah.com/category/uncategorized/
http://www.masbied.com/2010/11/21/kesehatan-lingkungan-dalam-islam/
http://ekookdamezs.blogspot.com/2010/05/makalah-keluarga-berencana-kb-
menurut.html
http://www.rajawana.com/artikel.html/227-aborsi.pdf.htm

Anda mungkin juga menyukai