2 (2009), 85-97.
85
Soebowo Eko, Tohari Adrin & Sarah Dwi/ Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 19 No. 2 (2009), 85-97.
sesuatu yang dapat terjadi dan dapat pengamatan muka airtanah sehingga dapat
menimbulkan kerusakan yang luas pada diketahui sejauh mana sebaran, kedalaman dan
bangunan dan sarana infrastruktur di wilayah penurunan yang terjadi dan selanjutnya dapat
perkotaan di Indonesia. Peristiwa likuifaksi dapat dicari hubungan antara ketebalan lapisan yang
menimbulkan amblesan, keruntuhan, tilting pada terlikuifaksi dengan kondisi geologi setempat
bangunan, retakan tanah, kelongsoran dan lain- kaitannya untuk dapat memprediksi zona bahaya
lain. Salah satu contoh dari pengaruh likuifaksi likuifaksi. Tulisan ini menyajikan kondisi
adalah kerusakan-kerusakan yang dihasilkan kedalaman dan ketebalan lapisan tanah yang
selama gempabumi Bengkulu 2000, gempabumi berpotensi likuifaksi dan penurunan akibat
Aceh 2004, gempabumi Nias 2005 dan gempabumi di daerah Patalan, Bantul yang
gempabumi Yogyakarta 2006. Dari penelitian diharapkan dapat membantu dalam memecahkan
likuifaksi di beberapa negara, diketahui bahwa masalah dalam mendukung penyusunan rencana
peristiwa likuifaksi ko-seismik, dan sebaran tata ruang di wilayah Bantul, Yogyakarta di masa
kerusakan akibat likuifaksi pada umumnya hanya mendatang, mengingat gempabumi kemungkinan
terjadi pada daerah yang terbentuk oleh lapisan akan terjadi di wilayah ini di masa mendatang.
sedimen granular yang jenuh air dengan
kepadatan yang rendah, dan kemungkinan LOKASI PENELITIAN
pergerakan ko-seismik di permukaan melebihi
Lokasi penelitian terletak di Patalan, Bantul,
nilai batas ambang tertentu (Seed dan Idriss,
Yogyakarta, dimana merupakan paparan endapan
1971; Kramer, 1996). Peristiwa likuifaksi pada
aluvium dan endapan lahar dari Merapi yang
lapisan tanah dipengaruhi oleh sifat keteknikan
terletak pada “Bantul Graben” yang dibatasi oleh
tanah, kondisi lingkungan geologi dan
batuan dasar yang terdapat di bagian timur dan
karakteristik gempabumi. Beberapa faktor yang
barat yang berumur Oligo-Miosen, tersusun oleh
harus dipertimbangkan antara lain ukuran butir,
breksi vulkanik, andesit dan aglomerat,
muka airtanah dan percepatan getaran tanah
perulangan breksi tufa dan lempung tufaan,
maksimum (Seed dan Idriss, 1971). Berdasarkan
serpih, batulanau dan batugamping terumbu dan
catatan sejarah, peristiwa gempabumi yang
batugamping berlapis kalkarenit dan batupasir
pernah terjadi di wilayah ini antara lain pada 4
napalan. Daerah ini sebagian merupakan bagian
Januari 1840, 20 Oktober 1859, 10 Juni 1867, 28
dari jalur zona patahan aktif Opak yang berarah
Maret 1875 (New Comb dan Mc Cann, 1987), 23
timurlaut – baratdaya (Wartono dkk, 1977).
Juli 1943, 12 Oktober 1957, 14 Maret 1981 dan
Daerah Yogyakarta merupakan wilayah dengan
terakhir pada tanggal 27 Mei 2006 (6,2 SR)
seismisitas cukup tinggi dan aktif dengan variasi
(USGS dan BMKG, 2006) yang telah menelan
percepatan getaran tanah maksimum yang
korban jiwa kurang lebih 5.500 jiwa dan
menggambarkan pola kontur mulai 0,038 hingga
menimbulkan kerusakan bangunan dan sarana
0,531 g (Gambar 1a dan b, Kirbani dkk, 2006).
infrastruktur, seperti jalan, jembatan, bangunan
Data hasil pemboran air, pemboran teknik dan
rumah, perkantoran dan landasan pesawat
survei gaya berat (Mac Donald dkk, 1984,
terbang. Gempabumi yang terjadi ini telah
Gambar 2), menunjukkan bahwa ketebalan
memicu terjadinya peristiwa likuifaksi di wilayah
endapan aluvium dan lahar pada cekungan
Patalan, Bantul. Hal ini disebabkan oleh kondisi
Bantul ini berkisar antara 20 sampai 200 meter
lingkungan geologi berupa endapan aluvium,
bahkan di beberapa lokasi bisa lebih dari 200
kondisi muka airtanah, jalur zona patahan Opak
meter. Sebaran muka airtanah di daerah ini
aktif dan pada cekungan Bantul (Bantul Graben)
umumnya didapat dari data aliran sungai, sumur
(Wartono dkk, 1977). Dengan melihat kondisi
penduduk, pemboran air, pemboran teknik,
geologi yang demikian maka diperlukan
pengujian sondir yang menunjukkan kedalaman
penelitian sejauh mana yang berdampak
muka airtanah bervariasi mulai sangat dangkal
terjadinya bahaya likuifaksi. Untuk
hingga dangkal dengan kedalaman mulai – 0,6
mengetahuinya maka dilakukan pengujian di
hingga - 4 m bahkan ada yang mencapai >5
lapangan dengan uji sondir/CPT, CPTu,
meter (Gambar 3).
pengeboran teknik (termasuk uji SPT) dan
86
Soebowo Eko, Tohari Adrin & Sarah Dwi/ Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 19 No. 2 (2009), 85-97.
(a)
(b)
Gambar 1. (a) Peta distribusi kegempaan dan tektonik daerah Yogyakarta (BMKG, 2006),
(b) Peta variasi percepatan getaran tanah maksimum daerah Yogyakarta (Kirbani dkk,
2006).
87
Soebowo Eko, Tohari Adrin & Sarah Dwi/ Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 19 No. 2 (2009), 85-97.
9155000m U
INTERPRETASI ANOMALI GAYABERAT U
LA
9145000m U
Lintasan 1
Tinggian Kenteng-
Adisucipto 140
9135000m U
HA YOGYAKARTA
Tinggian 135
130
Bayat 125
WATES 120
BANTUL 115
MA 110
9125000m U
B
Lintasan 2 105
Kelurusan
100
95
T 90
85
mGal
9115000m U
80
75
70
65
60
HA : Anomali Tinggi HA 55
9105000m U
50
MA : Anomali Menengah 45
LA : Anomali Rendah S 40
35
405000m T 415000m T 425000m T 435000m T 445000m T 455000m T
meter
0 5000 10000 15000 20000 25000
88
Soebowo Eko, Tohari Adrin & Sarah Dwi/ Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 19 No. 2 (2009), 85-97.
89
Soebowo Eko, Tohari Adrin & Sarah Dwi/ Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 19 No. 2 (2009), 85-97.
Perhitungan rasio tegangan siklik (CSR, beban penentuan besaran tegangan geser siklik
gempabumi) yang dihasilkan oleh gempabumi, (Robertson dan Wride,1989). Tegangan geser
(2) Perhitungan rasio hambatan siklik (CRR, yang diperlukan untuk mengakibatkan likuifaksi
kekuatan tanah) berdasarkan hasil uji insitu CPT ini kemudian diplot sebagai fungsi dari
atau N-SPT, (3) Evaluasi potensi likuifaksi kedalaman. Tegangan geser yang terjadi di
dengan menghitung faktor keamanan lapisan lapangan akibat gempa (τave ) terhadap tegangan
tanah granular terhadap likuifaksi faktor geser yang diperlukan untuk mengakibatkan
keamanan, perbandingan ratio dari CRR/CSR) likuifaksi (τl ) sebagai tegangan geser lawan.
dan (4) Perkiraan penurunan akibat likuifaksi. Zona dimana harga τave > τl merupakan daerah
Rasio tegangan siklik dihitung yang berpotensi mengalami likuifaksi saat
berdasarkan metode Seed dan Idriss (1971) yang gempa. Proses ini ditunjukkkan seperti pada
telah dimodifikasi pada tahun 1996 (Youd,1996): Gambar 4a. Perhitungan tegangan geser akibat
gempa (τave) dan tegangan geser yang diperlukan
0 untuk mengakibatkan likuifaksi (τl ) terhadap
CSR 0.65 a max rd kedalaman dilakukan untuk mendapatkan faktor
0' keamanan terhadap likuifaksi pada tiap
dimana 0.65 adalah weighing factor untuk kedalaman lapisan (Gambar 4b). Perhitungan
menghitung siklus tegangan uniform yang penurunan setiap lapisan tanah jenuh air
dibutuhkan untuk menghasilkan kenaikan dihasilkan dari perkalian antara regangan
tekanan air pori yang sama dengan getaran volumetrik dan ketebalan setiap lapisan tanah
gempabumi iregular, 0 total tegangan beban (Ishihara, 1993). Kondisi tatanan lingkungan
vertikal, 0’ adalah tegangan beban vertikal geologi yang berada pada cekungan Bantul
efektif, amax percepatan permukaan horisontal bagian atas berupa endapan aluvium dan sedimen
maksimum (dalam satuan gravity) dan rd adalah lahar Merapi dengan sebaran distribusi muka
koefisien pengurang tegangan. Faktor pengurang airtanah yang dangkal, yang terletak pada jalur
tegangan merupakan fungsi kedalaman, dan zona Patahan Opak yang disertai kegempaan
dihitung dengan menggunakan rumus-di bawah yang cukup tinggi (Wartono dkk, 1977 ; Kirbani
ini (Seed dan Idriss, 1971): dkk, 2006) ini memungkinkan terjadinya
fenomena likuifaksi di beberapa lokasi tertentu.
Dengan memperhatikan kondisi lingkungan
rd 1.0 0.00765 z untuk z < 9.15 m
geologi yang demikian, maka akan mudah
rd 1.174 0.0267 z untuk 9.15m < z < 23 m memicu terjadinya likuifaksi sehingga diperlukan
penelitian untuk mengungkap keberadaan
rd 0.744 0.008 z untuk 23 m < z < 30 m sebaran likuifaksi di dalam lapisan tanah yang
rd 0.5 untuk z > 30 m
dapat digunakan dalam
memprediksi bahaya likuifaksi.
mitigasi dan
90
Soebowo Eko, Tohari Adrin & Sarah Dwi/ Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 19 No. 2 (2009), 85-97.
a. b.
Gambar 4. Metode untuk menentukan potensi liquifaksi (Seed dan Idriss, 1971)
METODA gempabumi skala 6,2 SR, jarak sumber gempa
kurang lebih 10 km di sekitar pantai Selatan
Metode penelitian yang dilakukan dalam
Parangtritis dengan muka air tanah maksimum
penelitian ini meliputi investigasi geoteknik
diasumsikan mencapai permukaan tanah akibat
bawah permukaan terdiri dari pemboran teknik
getaran gempabumi menggunakan perangkat
pada 5 titik dengan kedalaman masing- masing
lunak LiqIT yang dikembangkan oleh Robertson
20 meter disertai uji N-SPT pada setiap
(1988).
kedalaman 1,5 m, uji penetrasi konus (CPT)
Uji luaran dan ketelitian berupa grafik hubungan
sebanyak 30 titik hingga kedalaman maksimum
antara rasio tegangan siklik (CSR) akibat beban
20 meter yang tersebar di lokasi penelitian, dan
gempa dan rasio hambatan siklik (CRR) akibat
pengukuran muka airtanah pada sumur-sumur
kekuatan tanah serta faktor keamanan lapisan
penduduk di lokasi-lokasi yang mengalami
tanah yaitu rasio perbandingan CRR/CSR. Faktor
likuifaksi dan tidak.
keamanan (FK) yang digunakan dalam studi ini
Identifikasi potensi likuifaksi menggunakan data
menggunakan batasan FK > 1,2 untuk
CPT dan CPTu yang merupakan salah satu cara
mengindikasikan lapisan tanah aman terhadap
untuk mengetahui konsistensi lapisan tanah
likuifaksi, dan FK < 1,2 untuk mengindikasikan
terhadap potensi likuifaksi (Robertson dan
lapisan tanah tidak aman terhadap likuifaksi.
Campanella, 1985). Perhitungan potensi
Grafik hasil analisis potensi likuifaksi pada satu
likuifaksi dilakukan berdasarkan data parameter
titik CPT menggunakan metode Robertson dan
geoteknik cone penetration test (CPT), standard
Wride (1989) dapat dilihat pada Gambar 5 yang
penetration test (N-SPT) dan kegempaan yang
menunjukkan kedalaman dan ketebalan lapisan
diasumsikan nilai percepatan puncak di
tanah yang terlikuifaksi dan penurunan tanah
permukaan (p.g.a) di daerah Yogyakarta kurang
totalnya.
lebih rata-rata sebesar 0,25 g dengan skenario
91
Soebowo Eko, Tohari Adrin & Sarah Dwi/ Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 19 No. 2 (2009), 85-97.
14 23 10 11 26 17 22 16
26 25
34
Gambar 5. Grafik hasil analisis potensi likuifaksi yang memperlihatkan kedalaman dan ketebalan
lapisan tanah yang terlikuifaksi dan penurunan tanah total berdasarkan data CPT
menggunakan metode Robertson dan Wride (1989).
92
Soebowo Eko, Tohari Adrin & Sarah Dwi/ Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 19 No. 2 (2009), 85-97.
Gambar 6. Penampang stratifikasi bawah permukaan, nilai N-SPT dan zona likuifaksi daerah
Patalan, Bantul, Yogyakarta berdasarkan perhitungan dengan data N-SPT (Blake, 1997).
93
Soebowo Eko, Tohari Adrin & Sarah Dwi/ Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 19 No. 2 (2009), 85-97.
ZONE A
Gambar 7. Identifikasi potensi likuifaksi berdasarkan data CPT (Robertson dan Campanella, 1985)
94
Soebowo Eko, Tohari Adrin & Sarah Dwi/ Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 19 No. 2 (2009), 85-97.
Gambaran ketebalan zona likuifaksi ditunjukkan semburan pasir, rekahan lateral, penurunan
pada Gambar 9, dimana di bagian tengah daerah permukaan tanah, sumur gali yang tertutup pasir
penelitian lintasan titik CPT 04, 05, 06, 11, 27, dan mengalami kerusakan yang cukup parah.
28 daerah Pundong, Bambangdipuro dan CPT Dengan demikian daerah yang cukup tebal zona
21, 23 Jetis menunjukkan zona ketebalan likuifaksi diduga adalah merupakan bagian dari
likuifaksi yang cukup tebal mencapai kisaran 3 - jalur zona Patahan Opak. Zona likuifaksi dan
5.2 meter. Hal ini didukung pula oleh penurunan ini berada pada lapisan sedimen
kenampakan di lapangan sewaktu kejadian bagian atas yang mengisi pada cekungan Bantul
gempabumi di beberapa lokasi munculnya di sekitar Patahan Opak.
Gambar 8. Penampang kedalaman distribusi zona likuifaksi pada beberapa titik CPT di daerah
Patalan, Bantul, Yogyakarta.
95
Soebowo Eko, Tohari Adrin & Sarah Dwi/ Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 19 No. 2 (2009), 85-97.
96
Soebowo Eko, Tohari Adrin & Sarah Dwi/ Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 19 No. 2 (2009), 85-97.
Kirbani, S.B, Prasetya, T, Widigdo, F.M., 2006. SPT and CPT”, in Proceedings edited by
“Percepatan Getaran Tanah Maksimum Youd and Idrisss, 1988, p. 41 – 88.
Daerah Istimewa Yogyakarta 1943 – 2006”, Robertson, P.K., 1988, LiqIT, v.4.7.6.1, Soil
Jurnal Geofisika, Himpunan Ahli Geofisika Liquefaction Assesment Software
Indonesia, Edisi 2006, No.1, hal. 19 – 22. Seed, H.B. and Idriss, I.M., 1971. “Simplified
Kramer, S.L., 1996. Geotechnical earthquake Procedure for Evaluation Soil Liquifaction
engineering, Prentice Hall, Englewood Potential”, Journal of soil mechanics and
Cliffs, N.J., 653. foundation, Division, ASCE, vol.97. No.9,
Mac Donald, SM, and Partners in association pp. 1249 – 1273.
with Hunting Technical Service, Ltd, 1984. Seed H.B, and Idriss I.M.1982. “Ground motions
Ground Water Resource Study, Proyek and soil liquefaction during earthquakes”,
Pengembangan Airtanah (P2AT), EERI Monograph.
Yogyakarta (Technical Report). Wartono, R., Sukandarrumidi., Rosidi, H.M.D.,
Mayerhoff, G.G., 1956. Penetration test and 1977. Peta Geologi Lembar Yogyakarta,
bearing capacity of cohesionless soils, Jawa, Direktorat Geologi, Departemen
J.Soil Mech. Found.Div., ASCE, 28 (1). Pertambangan, Bandung.
Newcomb, K.R., McCann, W.R., 1987. Seismic Youd TL, Perkins DM., 1978. Mapping
history and seismotectonic of the Sunda arc, liquefaction induced ground failure
J.Geophys.Res.92, 421 - 439. potential. J Geotech Eng Div, ASCE 104,
Robertson, P.K., dan Campanella, R.G., 1985. 4: 443 - 446.
“Liquifaction of Sands Using the Cone Youd TL, 1991. Mapping of earthquake -
Penetration Test", Journal of the induced liquefation for seismic zonation
Geotecnical Division, ASCE, Vol.111.No.3, In : Proceedings of 4th International
p. 298 – 307. Conference on Seismic Zonation,
Robertson, P.K., and Wride, B.H., 1989. “Cyclic Stanford, California 1 : 231 - 238.
Liquifaction and the Evalution Based on the
97