Diajukan Kepada :
dr. Maria Chrisma Pramana, Sp. THT-KL
Disusun Oleh :
Ahmad Dalma Haidar
20204010279
PENDAHULUAN
Tonsil lingual merupakan bagian dari jaringan limfoid pada dasar lidah yang bertumpu di lapisan
tipis jaringan fibrosa dasar lidah. Jaringan ini dapat ditemukan pada sebagian besar individu dari
berbagai tingkatan umur. Tonsil lingual tampak sebagai dua massa di lateral lidah yang simetris
di kedua sisi lidah dan dipisahkan oleh lipatan glossoepiglotikum pada garis tengah lidah, mulai
dari papila sirkumvalata hingga valekula. Tonsil lingual memiliki peran klinis penting pada
keluhan suatu penyakit saat terjadi pembesaran. Gambaran klinis pada struktur ini berhubungan
langsung dengan komposisi jaringan limfoid dan posisi anatomisnya. Proses patologis dapat
mempengaruhi perbandingan besar tonsil lingual dengan tonsil palatina dan adenoid. Tonsil
lingual sering berhubungan erat dengan pole bawah tonsil palatina dan dapat menonjol menutupi
daerah valekula hingga ke tepi atas epiglotis hingga mendorong epiglotis ke arah posterior dan
menyebabkan tertutupnya ujung epiglotis oleh tonsil lingual. Hipertrofi tonsil lingual (HTL)
sering tidak terdeteksi karena sering muncul tanpa keluhan dan merupakan hasil dari adanya
edema dan peradangan serta hiperplasia pada jaringan akibat paparan berulang mukosa tonsil
oleh asam lambung yang refluks dan menimbulkan penebalan serta peradangan pada mukosa
sehingga dapat mempersempit jalan nafas di daerah retrolingual dan meningkatkan kemungkinan
TINJAUAN PUSTAKA
Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin Waldeyer
merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri dari tonsil palatina,
A. Tonsil Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada
kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot
palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil
mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi
seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil
Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi invaginasi atau
kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat dan tersebar sepanjang
kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik
difus. Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di
seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik. Noduli sering saling menyatu dan umumnya
Fosa Tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot palatoglosus, batas
posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral atau dinding luarnya adalah otot
konstriktor faring superior. Berlawanan dengan dinding otot yang tipis ini, pada bagian luar
Pendarahan
posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri
tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina
desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring.
Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda
kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah
Persarafan
Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeal)
Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B membentuk kira-
kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi
adalah sel plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin
(IgG, IgA, IgM, IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di
jaringan tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel
sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan pusat germinal pada
folikel ilmfoid.
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi
limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan
mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi antibodi dan
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama
dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu
segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun
mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus.
Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan
adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat
meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada
masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7
C. Tonsil Lingual
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada
2.1 Definisi
Hipertrofi tonsil lingual adalah pembesaran tonsil di daerah lingual yang terletak
didasar lidah.
2.2 Insidensi
1.3 Etiologi
Etiologi terjadinya hipertrofi tonsil masih belum jelas. Namun, ada spekulasi
palatina atau sekunder untuk infeksi tonsil kronis tingkat rendah. Beberapa penyebab
Secara klinis, hiperplasia tonsil lingual dapat muncul dengan gejala yang disebabkan
oleh posisi anatomisnya. Meskipun banyak pasien asimtomatik atau tanpa gejala,
pasien yang lain mungkin mengeluh adanya perubahan suara, batuk kronis, tersedak
atau dispnea.. keluhan lain yang bisa muncul adalah sakit tenggorokan, disfagia,
demam dan leukositosis. Komplikasi yang bisa terjadi terkait engan Hipertrofi Tonsil
Lingual adalah obstruksi jalan napas, pembentukan abses, apnea tidur obstruktif dan
1.5 Klasifikasi
1.6 Penegakan Diagnosis
Anamnesis
Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir 50%
diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan
keluhan rasa sakit pada tenggorok , sakit waktu menelan, rasa mengganjal di
tenggorok,
Pemeriksaan Fisik
Sebelum prosedur klinis, semua pasien harus ditanyai tentang kontak yang
dianggap berisiko tinggi terinfeksi COVID-19. Pasien harus memakai masker bedah
Persiapkan peralatan yang tepat dan alat pelindung diri (APD) yang tepat sebelum
memulai pemeriksaan fisik. Peralatan mungkin termasuk adalah spatel lidah. Minta
pasien dalam posisi duduk di kursi pemeriksaan di ruangan dengan nyaman. Minta
pasien untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah sembari Masukkan spatel lidah
untuk melihat tonsil dari penderita, pada pemeriksaan fisik Tampak tonsil
tidak rata
Pemeriksaan Penunjang
Evaluasi HTL dapat dilakukan dengan laringoskopi serat optik fleksibel,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan baku emas laringoskopi serat optik fleksibel.
anatomi laring seperti glotis dan pita suara. 13 Penggunaan laringoskopi serat
optik fleksibel serta pencitraan MRI atau CT scan memiliki kelemahan yaitu alat
yang harus selalu dibersihkan setiap habis pakai, pemeliharaan alat serta biaya
pemeriksaan yang terbilang mahal serta tidak tersedianya alat ini di semua rumah
lateral, selain lebih ekonomis pemeriksaan ini juga dapat dilakukan di semua
rumah sakit. 14 Pemeriksaan rontgen cervical soft tissue lateral juga lebih mudah
cervical soft tissue lateral merupakan prosedur umum untuk skrining jaringan
lunak daerah leher. 15 Sejak tahun 1939 Rontgen cervical lateral telah sering
pemeriksaan ini digunakan untuk mengukur ukuran tonsil lingual serta diameter
anterior-posterior terkecil dari nasofaring, orofaring dan hipofaring. Gambaran
dari HTL sering memberikan gambaran abnormal pada rontgen cervical soft
emas pada laring tidaklah selalu tersedia di semua rumah sakit ditambah lagi
1.7 Penatalaksanaan
Amandel lingual rentan terhadap iritasi dan peradangan oleh agen kimia
seperti debu, asap tembakau atau bahan kimia yang mengiritasi seperti dalam
kasus kami. [ 2,6] Peradangan akut biasanya merespon analgesik, istirahat, terapi
antibiotik yang sesuai (larutan Lugol dengan antibiotik sulpha) dan mungkin
steroid. [ 4-6] Perawatan bedah jarang diperlukan dan umumnya disediakan untuk
pasien dengan obstruksi jalan napas bergejala, abses tonsil atau infeksi berulang
Tindakan Pembedahan
mengangkat keseluruhan tonsil termasuk kapsulnya dengan cara diseksi pada ruang
peritonsilar antara kapsul tonsil dan dinding muskuler. Pilihan terapi tonsilektomi dilakukan
berdasarkan indikasi yang tepat sehingga diperoleh keuntungan yang nyata Indikasi
tonsilektomi yang sering dan masih digunakan di indonesia adalah AAO‐NHS Clinical
Indicator Compendium tahun 1995 yang menetapakan indikasi berupa indikasi absolut dan
relatif. Indikasi absolut berupa pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan napas,
disfagia berat, sleep apneu, gangguan berbicara dan cor pulmonale. Indikasi absolut lainnya
berupa rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil
hilang dengan pengobatan serta hipertrofi tonsil unilateral yang dicurigai adanya keganasan.
Indikasi relatif berupa terjadi serangan tonsilitis lebih dari 3 kali dalam setahun walaupun
telah mendapatkan terapi yang adekuat, halitosis atau napas bau yang tidak berhasil dengan
Differential Diagnosis
Limfoma
Limfoma adalah sekumpulan keganasan primer pada kelenjar getah bening dan jaringan
limfoid. Berdasarkan tipe histologiknya, limfoma dapat dibagi menjadi dua kelompok besar,
yaitu Limfoma Non Hodgkin dan Hodgkin. Keluhan yang biasanya ditemukan pada limfoma
adalah Pembersaran kelenjar getah bening (KGB) atau organ Malaise umum Berat badan
menurun >10% dalam waktu 3 bulan Demam tinggi 38˚C selama 1 minggu tanpa sebab
Keringat malam Keluhan anemia (lemas, pusing, jantung berdebar) . Pada pasien ini tidak
Kista duktus tiroglosus adalah kelainan perkembangan di mana saluran tiroglosus menetap setelah turunnya kelenjar tiroid. Kista
duktus tiroglosus merupakan salah satu massa kongenital asimtomatik yang paling sering ditemukan di daerah leher (7%). Kista duktus
tiroglosus dapat terjadi di sepanjang saluran tiroglosus, dengan 70% timbul di garis tengah anterior
leher, di bawah tulang hyoid warna sama dengan warna kulit sekitarnya. Selain itu massa ikut bergerak saat
menelan dan menjulurkan lidah. Hal ini merupakan tanda patognomonis kista Kurnia | Pria dengan Kista
pada Duktus duktus tiroglosus yaitu massa yang ikut bergerak keatas saat menelan dan saat lidah
diprotrusikan
BAB III
STATUS PASIEN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Sdr. Y
Umur : 23 Tahun
Agama : Islam
2. ANAMNESIS
Mimisan
SMRS. 1 hari SMRS, pasien mengalami mimisan yang cukup banyak dan disertai
dengan mual muntah. Sebelum mimisan, pasien selalu merasakan nyeri kepala
belakang dengan skala 4. Pasien juga mengeluhkan bahwa biasanya hidungnya mampet
terutama yang sebelah kiri. Pada waktu kecil, pasien juga sering mengalami mimisan
karena mimisan yang cukup parah akan tetapi kemudian keluhan membaik dan pasien
diperbolehkan pulang.
b. Asma : disangkal
c. Hipertensi : disangkal
d. Vertigo : disangkal
e. Alergi : disangkal
a. Anggota keluarga tidak ada yang pernah mengalami keluhan seperti pasien
b. Asma : disangkal
c. Hipertensi : disangkal
d. Stroke : disangkal
e. DM : disangkal
f. PJK : disangkal
g. Vertigo : disangkal
h. Alergi : disangkal
Pada 3 hari SMRS, pasien datang ke UGD Rumah Sakit di Jogja karena keluhan
Pasien membuka kedai makanan di Jogja selain itu pasien juga bekerja sebagai
3. PEMERIKSAAN FISIK
RR = 21 x/menit T = 36,2 °C
Status Generalisata
a. Kepala : Normocephal
b. Wajah : Simetris
d. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), Mata cekung (-/-)
Status Lokalis
Hidung
Dekstra Sinistra
Discharge Cloth (+) Cloth (+)
Konka Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Hipertrofi (+) Hipertrofi (++)
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan Metode
Rujukan
HEMATOLOGI
PAKET DARAH
LENGKAP
Hemoglobin 14.7
gr/dL 13.0-18.0 SLS
JUMLAH SEL DARAH
Leukosit 7.8
10ˆ3/ul 4.00-11.00 Hidro
Eritrosit 8.0
10ˆ6/uL 1.50-6.50 Dynamic
Hematokrit 40.0
% 40.0-54.0 Hidro
Angka Trombosit 293
10ˆ3/ul 150-450 Dynamic
Eosinofil 2
% 1-6 Calculated
Basofil 1
% 0-1 Hidro
Netrofil Segmen 60
% 40-75 Dynamic
Limfosit 27
% 20-45 Laser FC
Monosit 10
% 2-10 Laser FC
Netrofil # 4.20
10ˆ3/ul 2.0-7.5 Laser FC
Limfosit# 2.2
Laser FC
DIAMETER SEL/SIZE
RWD-CV 12.6
% 11.6-14.4 Scatered Light
RWD-SD 38.3
fL 35.1-43.9 Scatered Light
P-LCR 20.9
% 9.3-27.9 Scatered Light
CALCULATED
MCV 82.6
fL 76-96 Calculated
MCH 29.7
pg 27.5-32.0 Calculaterd
MCHC H 35.9
g/dL 30.0-35.0 Calculated
SERO IMUNOLOGI
SARS-Cov IgM/IgG
Rapid Test
SARS Cov IgM Non Reaktif
Non Reaktif
SARS Cov IgG Non Reaktif
Non Reaktif
COAGULASI
PT=APTT
Kontrol PT 12.7
detik 9.0-12.7 Optic
Kontrol APTT 26.4
detik 21.5-29.1 Optic
PT 10.9
detik 9.9-11.8 Optic
INR 1.01
0.81-1.21
APTT 25.9
detik 23.9-34.9 Optic
b. Nasondoskopi
Hipertrofi konka inferior pada kedua hidung akan tetapi sebelah kiri lebih besar,
Deviasi septum pada kedua hidung dan sebelah kiri lebih berat,
5. DIAGNOSIS
6. PENATALAKSANAAN
Lanzoprazole 0.0.1
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien laki-laki berusia 23 tahun datang ke UGD RSUD Tidar Magelang dengan keluhan
mimisan yang kambuh-kambuhan sejak 1 minggu SMRS. Sebelum mimisan kambuh pasien
pasti merasakan pusing terlebih dahulu di kepala belakang dengan skala 4. Pasien merupakan
driver ojek online di Jogja yang sering bekerja hingga pukul 3 pagi. Pasien sempat di bawa
ke UGD rumah sakit di Jogja pada 3 hari SMRS karena mimisan yang cukup parah akan
yang memungkinkan pada pasien tersebut adalah epistaksis anterior dengan diagnosis
banding hemofilia dan tumor nasal. Pada anamnesis didapatkan kemungkinan penyebab
berulangnya mimisan pasien adalah karena kelelahan. Pasien setiap hari bekerja hingga pukul
3 pagi sebagai driver online. Setelah pulang kerja pasien biasanya mengalami nyeri kepala
terlihat jelas bahwa sumber perdarahan pada pasien berada di area pleksus Kiesselbach yang
dimana memperkuat diagnosis epistaksis anterior. Pasien diberikan obat proneuron untuk
meredakan nyeri kepala dan juga vitamin K untuk membantu proses pembekuan darah.
BAB V
KESIMPULAN
Pasien Sdr. Y usia 23 tahun datang ke UGD Rumah Sakit Umum Daerah Tidar Magelang
dengan keluhan mimisan kambuh-kambuhan sejak 1 minggu yang lalu. Diagnosis pasien ini
adalah epistaksis anterior. Tatalaksana pada pasien ini antara lain Marimer nasal spray 4x1
(sebelum nasoendoskopi), inj. Cernevit 1x1, inj. Vitamin K 1x1, Proneuron 2x1 (p.r.n), dan
Lanzoprazole 0.0.1.
Pasien diberikan edukasi mengatur jadwal aktivitasnya kembali untuk mencegah
kelelahan yang dapat menyebabkan mimisan berulang. Pasien juga diminta untuk tidak
meminum minuman yang dingin serta menghindari terpapa udara yang terlalu dingin. Selain
itu pasien juga diminta untuk makan makanan yang bergizi untuk menjaga kesehatan
tubuhnya dan apabila keluhan memburuk maka pasien diminta segera memeriksakan diri ke
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Adeyeye F.M. et al., 2020. Endoscopic Detection of Bleeding Sites in Patient With
Epistaksis
McArthur F.J. and McGarry G.W., 2017. The Arterial Supply of The Nasal Cavity
PERHATI-KL, 2020. West Java Othorhinoloaryngology Head and Neck Surgery Update
Rafael B., 2018. Current Approaches to Epistxis Treatment in Primary and Secondary
Care
Rao P., 2017. Diagnosis and Management of Epistaxis : A Summary rom Recent
Systematic Reviews
V.J. Lund et al., 2016. Nose and Paranasal Sinus Tumours : United Kingdom National
Multidisciplinary Guidelines
Vittorio A. et al., 2020. Clinical Recommendations for Epistaxis Management During the
COVID-19 Pandemic