Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Fiqih (hukum) merupakan bagian dari unsur ajaran islam sebagai pedoman hidup bagi
manusia terutama dalam melaksanakan tugas kekhalifannya di muka bumi. Fiqh islam cenderung
berbicara tentang aspek eksoteris keagamaan yang bersifat legal-formal, berhubungan dengan
boleh atau tidaknya sesuatu pelaksanaan amaliah, aatau dengan kata lain sesuatu yang diakitkan
dengan konteks halal-haram dalam agama. yang selalu menjadi persoalan dalam proses
sosialiasasi fiqh ( hukum islam) bukan yang menyanngkut tentang eksistensi hukum tersebut,
tetapi yang sering menjadi ajang perdebatan di kalangan ulama adalah dalam hal relevansi
maupun aktualiasasi hokum itu sendiri, terutama bila dikaitkan dengan tempat (lokal) maupun
zaman (temporal). Akibat dari madernisasi dan kemajuan zaman, muncullah masalah-masalah
baru yang sebelumnya tidak pernah terjadi sehingga perlu ditetapkan hukumnya, maka dari itu
ada pemikiran mengenai fiqh kontemporer.

2. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian fiqh kontemporer?
2. Apakah saja ruang lingkup fiqh kontemporer?
3. Bagaimanakah peranan fiqh kontemporer dalam menyelaraskan problema masyarakat
yang bersifat dinamis?

3. Tujuan Pembuatan
1. Untuk mengetahui fiqh kontemporer
2. Untuk mengetahui ruang lingkup fiqh kontemporer
3. Untuk mengetahui peranan fiqh kontemporer dalam menyelaraskan problema masyarakat
yang bersifat dinamis
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Fiqh Kontemporer

Fiqh menurut bahasa adalah mengetahui sesuatu dengan mengerti. Adapun fiqh menurut istilah
adalah ilmu tentang hokum syara yang bersifat amali diambil dari dalil-dalil yang tafsili.[1]
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian kontemporer berarti sewaktu, semasa, pada
waktu atau masa yang sama, pada masa kini,dewasa ini. Jadi dapat disimpulkan bahwa fiqh
kontemporer adalah tentang perkembangan pemikiran fiqh dewasa ini. Dalam hal ini yang
menjadi titik acuan adalah bagaimana tanggapan dan metodologi hukum islam dalam
memberikan jawaban terhadap masalah-masalah kontemporer.
Adapun yang melatarbelakangi munculnya isu Fiqh kontemporer yaitu akibat adanya  arus
modernisasi yang meliputi hampir sebagian besar Negara- Negara yang dihuni oleh mayoritas
umat islam. Dengan adanya arus moderenisasi tersebut, mengakibatkan munculya berbagai
macam perubahan dalam tataan sosial umat islam, baik yang menyangkut ideologi, politik,
sosial, budaya dan sebagainya. Berbagai perubahan tersebut seakan-seakan cenderung
menjauhkan umat dari nilai-nilai agama.
Perkembangan kehidupan manusia selalu berjalan sesuai dengan ruang dan waktu, dan ilmu
fiqh adalah ilmu yang selalu berkembang karena tuntutan kehidupan zaman. Fiqh adalah ilmu
yang sangat penting bagi kehidupan umat islam.
Dengan semakin berkembangnya arus informasi dan jaringan komunikasi dunia, terjadi
pulalah apa yang disebut dengan proses modernisasi. Modernisasi tersebut melahirkan berbagai
macam bentuk perubahan baik secara struktural maupun kultural.[2]
Perubahan struktural berarti perubahan yang hanya meliputi struktur sosial belaka, yakni
jalinan dan hubungan satu sama lain dari keseluruhan unsur sosial. Unsure-unsur sosial yang
pokok adalah kaidah-kaidah, lembaga-lembaga, kelompok-kelompok dan lapisan sosial.
Sedangkan perubahan secara kultural lebih bersifat ideologis atau immaterial yakni perubahan
nilai-nilai, pemikiran dan sebagainya. Dalam era modernisasi dewasa ini, salah satu aspek
pemikiran yang turut mengalami tuntutan perubahan adalah di bidang hukum islam.
Mengingat hukum islam merupakan salah satu bagian ajaran agama yang terpenting, maka
perlu ditegaskan di sini aspek mana yang mengalami perubahan dalam kaitannya dengan hokum
islam tersebut. Karena agama dalam pengertiannnya sebagai wahyu Tuhan tidak akan berubah,
tetapi tentang pemikiran manusia tentang ajarannya, terutama dalam hubungan dengan
penerapannya di dalam dan di tengah-tengah masyarakat yang selalu berubah.
Berdasarkan hal tersebut di atas, bahwa perubahan yang dimaksud bukanlah perubahan
secara tekstual tetapi secara kontekstual. Teks Al-Qur’an tentunya tidak mengalai perubahan,
tetapai pemahaman dan penerapannya dapat disesuaikan dengan konteks perkembangan zaman.
Karena perubanhan sosial merupakan suatu proses kemasyarakatan yang berjalan secara terus
menerus, maka perubahan penerapan dan pemahaman ajaran islam juga harus bersifat kontinu
sepanjang zaman. Dengan demikian ialam akan tetap relevan dan actual, serta mampu menjawab
tantangan modernitas.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan sosial secara
umum ada dua macam. Ada yang terletak di dalam masyarakat (factor intern) seperti bertambah
dan berkurangnya jumlah penduduk, adanya penemuan-penemuan baru, terjadinya pertentangna
atau konflik dalam masyarakatdan timbulnya pemberontakan atau revolusi di dalam masyaakat
itu sendiri. Dan ada pula yang bersumber dan sebagai pengaruh dari masyarakat lain (factor
ekstern) seperti terjadinya peperangan dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
Pengaruh-pengaruh unsur perubahan di atas dapat menimbulkan peruhan dalam system
pemikiran islam termasuk pembaharuan dalam hokum islam. Dengan demikian hokum islam
akan tetap mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan zaman (modenitas). Tanpa
adanya upaya pembaharuan pemikiran dimaksud tentu akan menimbulkan kesulitan  dalam
kemasyarakatan hkum sebagai salah satu pilar masyarakat, sedangkan kehidupan masyarakat itu
sendiri senantiasa mengalami perkembangan, maka upaya pembaharuan pemahaman hokum
islam pun harus dapat mengikuti perubahan itu.

B. Ruang Lingkup  Kajian Fiqh Kontemporer


Ruang lingkup fiqh kontemporer mencakup masalah-masalah fiqh yang berhubungan dengan
situasi kontemporer (modern). Kajian fiqh kontemporer mencakup masalah-masalah fiqh yang
berhubungan dengan situasi kontemporer (modern) dan mencakup wilayah kajian dalam Al-
Qur’an dan Hadits. Kajian fiqh kontemporer tersebut dapat dikategorikan ke dalam beberapa
aspek :[3]
1.      Aspek hukum keluarga, seperti ; akad nikah melalui telepon, penggunaan alat kontra sepsi, dan
lain-lain.
2.   Aspek ekonomi, seperti ; system bunga dalam bank, zakat profesi, asuransi, dan lain-lain.
3.   Aspek pidana , seperti ; huku pidana islam dalam sistem hukum nasional
4.   Aspek kewanitaan seperti, ; busana muslimah (jilbab), wanita karir, kepemimpinan wanita, dan
lain-lain.
5.      Aspek medis, seperti ; pencangkokan organ tubuh atau bagian organ tubuh, pembedahan
mayat, euthanasia, ramalan genetika, cloning, penyebrangan jenis kelamin dari pria ke wanita
atau sebaliknya, bayi tabung, percobaan-percobaan dengan tubuh manusia dan lain-lain.
6.      Aspek teknologi, seperti ; menyembelih hewan secara mekanis, seruan adzan atau ikrar
basmalah dengan kaset, makmum kepada radio atau televisi, dan lain-lain.
7.      Aspek politik (kenegaraan), seperti ; yakni perdebatan tentang perdebatan sekitar istilah
“Negara islam”, proses pemilihan pemimpin, loyalitas kepada penguasa (kekuasaan), dan lain
sebagainya.
8.      Aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah, seperti ; tayammum dengan selain tanah
(debu), ibadah kurban dengan uang, menahan haid karena demi ibadah haji, dan lain sebagainya.
Adapun mengenai kajian yang berkenaan dengan Al-Qur’an dan hadits yang erat
hubungnnya dengan fiqh kontemporer, antara lain adalah masalahmetodologi pemahaman
hokum islam (ushul fiqh), persoalan histories dan sosiologis ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadits
Nabi, kajian tentang maqaashidut-tasyri’ (tujuan hokum), keterbukaan kembali pintu ijtihad,
soal kemaslahatan umum, adapt istiadat mayarakat yang berlaku, tentang teori nasakh dan teori
ellat hokum, tentang ijma’ dan lain-lain.
Kajian hokum fiqh kontemporer tidak terlepas dari aspek material dan formalnya hokum
islam, serta mana yang permanent dalam hokum islam (tasyri’iyyah) dan mana yang bersifat
relatif (berubah) atau ghairu-tasyri.

C. Peranan Ushul Fiqh Dalam Menyelaraskan Problema Kehidupan Masyarakat yang


Bersifat Dinamis
Ushul fiqh memegang peranan penting dan posisi strategis dalam melahirkan ajaran
islam rahmatan lil ‘alamin. Ushul fiqh menjadi arena untuk mengkaji batasan, dinamika, dan
makna hubungan antara Tuhan dan manusia. Melihat fungsinya yang demikian, rumusan fiqh
seharusnya bersifat dinamis dan terbuka terhadap upaya-upaya penyempurnaan. Sifat dinamis
dan terbuka terhadap perubahan ini sebagai konsekuensi logis dari tugas fiqh, yang harus selalu
berusaha menyelaraskan problema kemanusiaan yang terus berkembang dengan pesat dan
akseleratif dengan dua sumber rujukan utamanya yaitu Al-Qur’an dan Hadts.[4]
Adanya dinamika zaman yang terus berkembang dan melahirkan bentuk perubahan, baik
perbahan yang bersiafat structural maupun maupun cultural kemasyarakatan. Sebagai contoh, di
era modern ini berkembang konsep perjanjian asuransi. Konsep perjanjian asuransi (akad at-
ta’min) merupakan jenis kad baru yang belum pernah ada pada masa permulaan perkembangan
fiqh islam. Oleh karena itu masalah ini menimbulkan perdebatan di kalangan ulama masa kini.
Sebelum ke pembahasan lebih lanjut kita perlu mengetahui apa itu asuransi.
1. Definisi Asuransi
Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris insurance yang dalam bahsa Indonesia telah menjadi
bahsa popular dan diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan padanan kata
“penanggungan”.[5]
Sedangkan asuransi menurut istilah, ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa
pendapat :
a. Menurut Robert L. Merh Yang dikutip oleh M.Syakir Sula : asuransi adalah suatu alat untuk
mengurangi risiko dengan menggabungkan sejumlah unit-unit yang berisiko, agar kerugian
individu secara kolektif dapat diprediksi. Kerugian yang dapat diprediksi tersebut kemudian
dibagi dan didistribusikan secara proporsional di antara semua unit dalam gabungan tersebut.[6]
b. Dalam kitab Undang-Undang Hukmu Dagang Pasal 246 yang berbunyi : asuransi atau
pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri
kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan pergantian
kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang
mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.[7]
c. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, asuransi adalah pertanggungan (perjanjian antara dua
pihak, pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lan berkewajiban
memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran, apabila terjadi sesuatu yang menimpa
dirinya atau barang miliknya yang diasuransikan sesuai dengan perjanjian yang dibuatnya.[8]
   Dari definisi-definisi tersebut dapat dipahami bahwa asuransi adalah perjanjian antara dua
pihak atau lebih, di mana pihak penanggung menerima premi asuransi dari tertanggung, dengan
imbalan kewajiban untuk menanggung kerugian atau kerusakan yang diderita oleh tertanggung.
   Di atas telah dikemukakan bahwa asuransi adalah suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih,
di mana pihak pertama berkewajiban menyerahkan iuran yang disebut premi, sedangkan  pihak
kedua berkewajiban memberikan jaminan da tanggung apabila di kemudian hari mengalami
kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan.
Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa dalam asuransi ada tiga hal yang masalah
pokok,yaitu
a. Premi 
Premi adalah bayaran asuransi atau harga sebagai jaminan penanggung asuransi untuk
bertanggung jawab. Dalam asuransi, premi mungkin juga mempunyai nilai tanggungan untuk
tambahan kepada anggota lain dalam masyarakat yang mengalami kerugian, sehingga dengan
demi kian peserta (anggota) juga menjadi penanggung.
b. Risiko
Risiko yang tadinya menjadi beban bagi seseorang dapat dialihkan kepada pihak lain yang
bersedia mengambil alih dengan pesaratan tertentu.
      Risiko ada yang bisa diasuransikan dan adapula yang tidak bisa. Agar risiko dapat
diasuransikan mak perlu dipenuhi kriteria- kriteria sebagai berikut:
1) Risiko dapat dinilai dengan uang
2) Risiko harus berupa risiko murni, artinya hanya berpeluang menimbulkan kerugian.
3) Kerugian timbul akibat bahaya atau peristiwa yang tidak pasti
4) Tertanggung harus memiliki .insureble interest.
5) Tidak dilarang Undang-Undang dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum.[9]

c. Tanggungan atau jaminan


      Perjanjian asuransi biasa ditafsirkan sebagai perjanjian jaminan terhadap kerugian. Apabila
seseorang bersedia menerima pembayaran iuran atau premi dari tertanggung maka sebagai
imbalannya ia harus menanggung kerugian yang menimpa tertanggung. Namun tidak semua
kerugian bisa diganti oleh penanggung. Criteria yang bisa diganti oleh penanggung adalah
sebagai berikut :
1)      Kerugian berasal dari peristiwa yang tidak pasti
2)      Peristiwa tidak pasti tersebut ditanggung oleh penanggung
3)      Terdapat hubungan kausalitas antara peristiwa tidak pasti dengan kerugian.
4)      Penggantian kerugian didasarkan kepada asas keseimbangan[10]
2.      Pendapat Ulama Tentang Hukum Asuransi Konvensional
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan keabsahan praktik hokum asuransi. Secara
garis besar, controversial terhadap masalah ini dapat dipisah menjadi dua kelompok, yaitu :
pertama ulama yang mengharamkan asuransi dan kedua ulama yang membolehkan asuransi.
Pendapat Ulama yang mengharamkan asuransi : menurut jumhur ulama di antaranya Syaikh
Muhammad Bakhit, Wahbah Zuhaili, K.H Ali Yafie, Syaikh Muhammad Yusuf Al-Qardhawi,
Muhammad Muslehudin dan Syaikh Abu Zahrah mengatakan bahwa pada hakikatnya akad
asuransi termasuk dalam akad gharar, yaitu suatu akad yang yang tidak jelas ada tidaknya
sesuatu yang diakadkan.
 Perjanjian asuransi modern ditentang oleh ulama atau cendekiawan islam dengan alasan-
alasan sebagai berikut:
a.       Asuransi adalah perjanjian pertaruhan
b.      Asuransi merupakan perjudian
c.       Asuransi jiwa merupakan suatu usaha yang dirancang untuk meremehkan iradat Allah
d.      Asuransi melibatkan urusan yang tidak pasti
e.       Asuransi mengandung unsur riba
Sedangkan menurut sebagian ulama yang membolehkan asuransi. Syaikh Abdurrahman Isa,
Guru besar Universitas Al-Azhar, menyatakan bahwa asuransi merupakan bentuk muamalah
gaya baru yang belum dijumpai pada masa imam-imam madzhab dan para sahabat Nabi.
Muamalah ini menghasilkan kemaslahatan ekonomi yang banyak. Para ulama menetapkan
bahwa kepentingan umum yang selaras dengan hukum syara’ patut diamalkan. Oleh karena
asuransi menyangkut kepentingan umum, maka hukumnya mubah menurut syara’ bahkan
dianjurkan.
Pendapat yang sama dikemukakan oleh ulama-ulama lain, diantaranya seperti Muhammad
Yusuf Musa, Syaikh Wahhab Khallaf, dan Muhammad Al-Bahi, antara lain mengatakan bahwa
asuransi dibolehkan karena:
a.       Asuransi merupakan suatu usaha yang bersifat tolong menolong
b.      Asuransi mirip dengan akad mudharobah, dan bertujuan mengembangkan harta benda
c.       Asuransi tidak mengandung unsure riba
d.      Asuransi tidak mengandung tipu daya
e.       Asuransi tidak mengurangi tawakal kepada Allah
f.       Asuransi adalah suatu usaha untuk menjamin anggotanya yang jatuh melarat karena suatu
musibah
g.      Asuransi memperluas lapangan kerja baru
Fatwa Majlis Ulama Indonesia yang ditandatangani oleeh ketua umum K.H Sahal Mahfuddh
dan sekretaris umum H.M.Din Syamsudin, pada prinsipnya menolak asuransi konvensional,
tetapi menyadari realita dalam masyarakat bahwa asuransi tidak dapat dihindari. Oleh karena itu,
DSN MUI dalam fatwanya memutuskan tentang pedoman umum Asuransi syariah, antara lain
tidak boleh mengandung gharar, penipuan, maisir (perjudian), riba
(bunga), zhulm (penganiayaan), riswah (suap), barang haram, dan maksiat.
Dari uraian tersebut di atas terlihat bahwa masalah khilafiah atau diperselisihkan para ulama.
Namun perbedaan tersebut terjadi ketika di Negara-negara muslim belum dibentuk asuransi
syariah yang berdasarkan syariah. Apabila di Negara-negara muslim sudah dibentuk asuransi
ayariah, maka semua umat islam yang akan melakukan transaksi asuransi wajib bermuamalah
dengan asuransi syariah, dan tidak ada alasan lagi untuk menghindarinya.[11]
3.      Asuransi Syariah
Di dalam referensi hukum islam, asuransi disebut dengan istilah thadamun, takaful, dan at-
ta’min. kata thadamun, takaful, dan at-ta’min atau asuransi diartikan dengan “saling
menanggung atau tanggung jawab sosial”[12]
Islam memandang “pertanggungan” sebagai suatu fenomena sosial yang dibentuk atas dasar
saling tolong menolong dan rasa kemanusiaan.
4.      Landasan Asuransi Syariah
Landasan dasar asuransi syariah adalah sumber dari pengambilan hukum praktik asuransi
syariah. Karena sejak awal asuransi syariah dimaknai sebagai wujud dari bisnis pertanggungan
yang didasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam ajaran islam, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah
Rasul.
Al-Qur’an tidak menyebutkan secara tegas ayat yang menjelaskan tentang praktik asuransi
seperti yang ada pada saat ini. Walaupun begitu Al-Qur’an masih mengakomodir ayat-ayat yang
mempunyai muatan nilai-nilai dasar yang ada dalam praktik asuransi, seperti nilai dasar tolong
menolong, kerjasama, atau semangat untuk melakukan proteksi terhadap peristiwa kerugian di
masa mendatang.
Di antara ayat Al-Qur’an yang mempunyai muatan nilai-nila yang ada dalam praktik asuransi
yaitu seperti yang terdapat dalam firman Allah SWT surat Al-Maidah ayat 2 :
)‫ זּ‬: ‫(المائداة‬  ‫وتعاونواعلى البروالتقوىوالتعاونواعلى ا الثم والعدوان واتقواهللا ان اهللا شديدالعقاب‬

“ Tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksanya”. (Al-Maidah: 2)
Ayat ini memuat perintah (amr) tolong menolong antar sesame manusia. Dalam bisnis
asuransi, nilai ini terlihat dalam praktik kerelaan anggota (nasabah) perusahaan asuransi untuk
menyisihkan dananya agar digunakan sebagai dana sosial (tabarru). Dana sosial ini berbentuk
rekening tabarru pada perusahaan asuransi dan difungsikan untuk menolong salah satu anggota
(nasabah) yang sedang mengalami musibah.
Demikian pula yang terdapat dalam surat Al-Baqoroh ayat 185 tentang nilai-nilai yang ada
pada praktik asuransi. Allah berfirman:
‫يريدهللا بكم اليسرواليريد بكم العسر‬

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”.  (Al-
Baqoroh: 185)
Dalam ayat di atas Allah menjelaskan bahwa keudahan adalah sesuatu yang dikehendaki
oleh-Nya dan sebaliknya, kesukaran adalah sesuatu yang  tidak dikehendaki oleh-Nya. Dalam
praktik bisnis asuransi, ayat tersebut dapat dipahami bahwa dengan adanya lembag asuransi
seseorang dapat memudahkan untuk menyiapkan dan merencanakan kehidupannya di masa
mendatang dan dapat melindungi kepentingan ekonominya dari sebuah kerugian yang tidak
disengaja.
Melihat uraian di atas, dapatlah kita kemukakan bahwa persoalan fiqh kontemporer di masa
akan datang lebih komplek lagi disbanding yang kita hadapi sekarang. Hal tersebut disebabkan
arus perkembangan zaman yang berdampak kepada semakin terungkapnya berbagai persoalan
ummat manusia, baik hubungan antar sesame maupun dengan kehidupan alam sekitarnya..
Kompleksitas persoalan tersebut tentunya akan membutuhkan pemecahan masalah
berdasarkan nilai-nilai agama. di sinilah letak betapa pentingnya rumusan ideal moral maupun
formal dari fiqh kontemporer tersebut, yang tidak lain bertujuan untuk menjaga keutuhan nilai
ketuhanan, kemanusiaan, dan kealaman, terutama yang menyangkut dengan aspek lahiriah
kehidupan manusia di dunia ini.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Latar belakang munculnya isu Fiqh kontemporer yaitu akibat adanya  arus modernisasi yang
meliputi hampir sebagian besar Negara- Negara yang dihuni oleh mayoritas umat islam.
Modernisasi tersebut melahirkan berbagai macam bentuk perubahan baik secara struktural
maupun kultural.
Teks Al-Qur’an tentunya tidak mengalai perubahan, tetapi pemahaman dan penerapannya
dapat disesuaikan dengan konteks perkembangan zaman. Karena perubanhan sosial merupakan
suatu proses kemasyarakatan yang berjalan secara terus menerus, maka perubahan penerapan dan
pemahaman ajaran islam juga harus bersifat kontinu sepanjang zaman. Dengan demikian islam
akan tetap relevan dan aktual, serta mampu menjawab tantangan modernitas.
Ruang lingkup fiqh kontemporer meliputi aspek hukum keluarg, aspek ekonomi, aspek
pidana, aspek kewanitaan, aspek medis,aspek teknologi,aspek politik (kenegaraan), dan aspek
yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah.
Sifat dinamis dan terbuka terhadap perubahan ini sebagai konsekuensi logis dari tugas fiqh,
yang harus selalu berusaha menyelaraskan problema kemanusiaan yang terus berkembang
dengan pesat dan akseleratif dengan dua sumber rujukan utamanya yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
Kompleksitas persoalan-persolan baru yang muncul di masa kini tentunya akan
membutuhkan pemecahan masalah berdasarkan nilai-nilai agama. Di sinilah letak betapa
pentingnya rumusan ideal moral maupun formal dari fiqh kontemporer tersebut
DAFTAR PUSTAKA
[1] Anwar, Syahrul.2010. Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh. Bogor : Ghalia Indonesia. Hlm 13
[2] Azhar, Muhammad. 1996. Fiqh Kontemporer. Yogyakarta: Lesiska. Hlm 57
[3] Azhar, Muhammad. 1996. Fiqh Kontemporer. Yogyakarta: Lesiska. Hlm 22
[4] Anwar, Syahrul.2010. Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh. Bogor : Ghalia Indonesia. Hlm 183
[5] Ali, Hasan. 2004. Asuransi Dalam Perspektif Hukum. Jakarta :Kencana. Hlm 57
[6] Sula, Muhammad Syakir.2004. Asuransi Syariah, Konsep dan Sistem Operasional. Jajarta:
Gema Insani. Hlm 26
[7] Muslich, Ahmad Wardi. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta: Bumi Aksara. Hlm 540
[8] ibid
[9] Muslich, Ahmad Wardi. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta: Bumi Aksara. Hlm 546
[10] Ibid
[11] Muslich, Ahmad Wardi. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta: Bumi Aksara. Hlm 551
[12] Ibid

Anda mungkin juga menyukai