Anda di halaman 1dari 19

MINI RISET

MK. PENDIDIKAN BAHASA


INDONESIA KELAS RENDAH

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH


DASAR

Skor Nilai :

KEMAMPUAN BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDOESIA


DI KELAS RENDAH

Nama Mahasiswa : Fitriani Yosevina Br Munthe


: Wiranda Sitorus
: Dia Ayu Permata Hati
: Triabdi Mardinawan
Kelas : PGSD Eks-J 2019
Matkul : Pendidikan Bahasa Indonesia Kelas Rendah
Dosen Pengampu : Masta Marselina Sembiring, S.Pd., M.Pd

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN – UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-
Nya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan tugas Mini
Riset (MR) dengan tepat waktu. Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Pedidikan Bahasa Indonesia Kelas Rendah.

Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada ibu Masta Marselina Sembiring,
S.Pd., M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Bahasa Indonesia Kelas Rendah
yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan
laporan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman teman yang telah
memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan tugas ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena
itu, penulis meminta maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata penulis mengucapkan selamat membaca dan
semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua orang.

Partibi Lama, 18 Desember 2020

Penyusun
Kelompok 7

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................................1
BAB II KAJIAN TEORI...................................................................................................4
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................................12
BAB III PENUTUP..........................................................................................................15
A. Kesimpulan............................................................................................................15
B. Saran......................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak mengenal bahasa ketika berumur kurang dari setahun. Anak belum dapat
mengucapkan kata namun mereka dapat membedakan ucapan orang dewasa. Ketika anak mulai
menginjak usia untuk memasuki sekolah dasar, pelajaran bahasa Indonesia merupakan materi
ajar yang sudah tidak asing untuk mereka. Namun perlu disadari pula, sebagian besar peserta
didik menganggap sebelah mata terhadap pelajaran bahasa Indonesia bahkan kurang menyenangi
mata pelajaran ini. Salah satu penyebabnya adalah guru memberikan pembelajaran yang
membosankan dan tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki peserta didik. Jika keadaan
seperti itu terus terjadi, maka guru harus segera mengatasinya dengan cara mengubah model
pembelajaran yang membuat pembelajaran bahasa Indonesia dapat digemari oleh peserta didik.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 dijelaskan
bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam rangka merealisasikan peraturan
di atas, proses belajar mengajar perlu ditata dan terkoordinasi secara rapi, efektif dan efisien.
Maka dari itu, diperlukan metode, model, strategi dan media pembelajaran yang tepat untuk
mewujudkan suatu pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna.
Pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna dapat terwujud dengan menggunakan
konsep pembelajaran yang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Saat proses
belajar-mengajar berlangsung, peserta didik tidak merasa pembelajaran di kelas yang hanya
monoton dengan guru sebagai teacher center tetapi peserta didik dapat ikut merasakan
pengalaman belajar. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, peserta didik tidak hanya dituntut
untuk terus mendengarkan materi dari guru tetapi mereka harus ikut aktif. Aktif yang
dimaksudkan disini adalah peserta didik harus berani mengeluarkan pendapat dan percaya diri
dalam berbicara.
Salah satu tugas pendidik adalah dengan menciptakan suasana kelas yang menyenangkan
dan bermakna untuk peserta didik. Selain itu, guru harus memberikan pembelajaran yang tidak
hanya mengembangkan aspek kognitif namun aspek keterampilan dan sikap juga perlu
dikembangkan. Guru perlu menyusun sebuah rancangan pembelajaran yang menyangkut ketiga
aspek di atas, sehingga hasil yang akan di dapat akan sangat menguntungkan untuk semua pihak,
terutama bagi peserta didik tersebut.
Berdasarkan fakta di lapangan, pembelajaran dengan menggunakan tematis-integratif
dapat menjadi suatu alternatif pembelajaran yang tepat untuk digunakan di sekolah dasar. Sudah
banyak sekolah-sekolah yang menggunakan pendekatan tersebut dalam proses pembelajaran
yang dilakukan. Melalui pendekatan pembelajaran tersebut, segala aspek kebahasaan dapat
terintegrasi menjadi satu dan membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna untuk peserta

1
didik. Selain itu, anak akan ikut merasakan pengalaman pembelajaran langsung dan bukan hanya
sebuah teori saja.
Guru perlu menerapkan model pembelajaran yang sesuai agar pembelajaran bahasa
Indonesia dapat berlangsung dengan baik dan bermakna. Salah satu model pembelajaran yang
ditemukan di lapangan adalah model pembelajaran bermain peran (role playing). Ketika
pembelajaran bahasa Indonesia diterapkan dengan model tersebut, peserta didik terlihat antusias
meskipun keadaan kelas menjadi kurang kondusif. Banyak diantara siswa yang lebih memilih
untuk berbincang dengan teman-teman mereka daripada memperhatikan pembelajaran. Selain
itu, saat siswa diajak untuk berlatih berbicara banyak yang masih kurang percaya diri dan perlu
dituntun oleh guru. Maka diperlukan pengawasan yang ekstra dari guru kelas agar proses
pembelajaran dengan model tersebut dapat berjalan dengan baik.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merasa perlu untuk mengadakan observasi dan
membuat laporan observasi serta memberikan alternatif solusi dari semua masalah dalam
pembelajaran bahasa Indonesia yang ada. Sehingga diharapkan perbaikan dari berbagai pihak
dapat dilakukan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari observasi ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah proses dan langkah-langkah kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia di
sekolah tersebut?
2. Apa saja pendekatan dan model pembelajaran yang diterapkan di sekolah tersebut dengan
mengacu pada pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna?
3. Apa saja kendala dan masalah yang muncul dalam pembelajaran bahasa Indonesia?
4. Bagaimanakah penilaian pembelajaran yang diterapkan pada sekolah tersebut?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka diketahuilah tujuan-tujuan yang ingin dilakukan,
yaitu:
1. Untuk mengetahui proses dan langkah-langkah kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia di
sekolah tersebut.
2. Untuk mengetahui pendekatan dan model pembelajaran yang diterapkan di sekolah tersebut
dan menilai keseusaian dengan pembelajaran bahasa Indonesia yang dilakukan.
3. Untuk mengetahui dan membahas masalah yang muncul dalam pembelajaran bahasa
Indonesia serta memberikan alternatif solusi pemecahan masalah.
4. Untuk mengetahui penilaian pembelajaran yang diterapkan di sekolah tersebut.
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Observasi ini diharapkan dapat berkontribusi bagi Pembelajaran Bahasa Indonesia terutama di
Sekolah Dasar Kelas Rendah. Dan diharapkan dari hasil observasi ini dapat menambah khasanah
pustaka di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa tempat
penulis menimba ilmu di bangku perkuliahan. Selain juga dapat menjadi salah satu acuan kepada
pihak-pihak yang mungkin ke depan akan melakukan observasi dalam bidang yang sama atau
berkaitan dengan apa yang penulis lakukan saat ini.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi peserta didik
Hasil observasi ini diharapkan mampu menambah wawasan dan pengetahuan serta minat
terhadap pembelajaran bahasa Indonesia bagi peserta didik di sekolah.
b. Bagi pendidik
Hasil observasi ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan kemampuan pendidik
mengenai pembelajaran bahasa Indonesia yang menyenangkan dan bermakna dengan
menyuguhkan model pembelajaran yang menarik minat siswa untuk belajar.
c. Bagi kepala sekolah
Hasil observasi ini diharapkan mampu dijadikan sebagai bahan masukan untuk supervisi
terhadap program pengajaran dan kinerja pendidik.
d. Bagi observer
Hasil observasi ini diharapkan mampu menambah wawasan dari pentingnya pengetahuan
mengenai pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar khususnya kelas rendah dan model
pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna untuk siswa. Selain itu hasil observasi ini dapat
menjadi acuan untuk observer mengenai tugas guru untuk memberikan pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran yang tepat.
e. Bagi observer lain
Hasil observasi ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pihak-pihak yang mungkin sedang
berada dalam situasi yang sama dengan apa yang dilakukan di dalam observasi ini.
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori
a. Pendekatan Pembelajaran Tematis – Integratif untuk Sekolah Dasar
Yang dimaksud dengan pendekatan tematis - integratif adalah pembelajaran bahasa harus
dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang sewajarnya. Pengorganisasian materi tidak
diwujudkan dalam bentuk pokok bahasan secara terpisah tetapi diikat dengan menggunakan
tema-tema tertentu dengan menganut asas kesederhanaan, kebermaknaan dalam komunikasi,
kewajaran konteks, keluwesan (disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, dan tempat),
keterpaduan, dan kesinambungan berbagai segi dan keterampilan berbahasa. Unsur-unsur bahasa
dipelajari dalam konteks wacana dan penggunaan bahasa selalu berada dalam integrasi berbagai
keterampilan berbahasa.
Pendekatan tematis - integratif ini dituangkan dalam rambu-rambu pembelajaran, yang
antara lain berupa:
a) Tema yang digunakan untuk pengembangan dan perluasan kosa kata siswa serta sebagai
pemersatu kegiatan belajar bahasa Indonesia siswa sehingga pembelajaran bahasa Indonesia
berlangsung dalam suasana kebahasaan yang wajar,
b) Pembelajaran bahasa Indonesia mencakup aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan
menulis. Pembinaan keempat aspek ini harus dilakukan secara terintegrasi.
Lewat kegiatan pengajaran membaca, pemahaman tentang ejaan, tanda baca, kosakata, kalimat,
makna, dan penanda hubungan kewacanaan terolah secara serempak. Selain itu, guru akan
merasakan bahwa pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh setelah membaca ternyata juga
berperanan dalam mengembangkan kemampuan menulis, bermanfaat ketika melakukan kegiatan
wicara, baik yang formal maupun informal.
Selain itu, pengalaman dan pengetahuan tersebut juga membantu mengembangkan
kemampuan menyimak. Berdasarkan pengalaman demikian, maka guru dapat menarik
kesimpulan bahwa dalam belajar bahasa, jabaran butir pembelajaran yang satu dengan yang
lain tidak dapat disusun dalam tata urutan yang terpisah-
pisah. Pembelajaran yang berkaitan dengan materi kebahasaan, kesusastraan,

menyimak, membaca, wicara, menulis, harus dijalin secara padu.


Selain bentuk keterpaduan yang dirancang dalam lingkup satu bidang studi (intra bidang studi),
keterpaduan pembelajaran dapat dilakukan dalam bentuk lintas bidang studi (antarbidang studi).
Ditinjau dari cara memadukan konsep, keterampilan, topik, dan unit tematisnya maka guru bisa
memilih salah satu dari sepuluh cara merencanakan pembelajaran terpadu. Kesepuluh cara itu
adalah pemaduan dengan bentuk (l) fragmented, (2) connected, (3) nested, (4) sequented,
(5) shared, (6) webbed, (7) threated, (8) integrated, (9) immersed, dan (l0) networked (Fogarty,
l99l).
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar
secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung
dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui
pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan
menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya.

Dalam implementasi pembelajaran tematik di sekolah dasar mempunyai berbagai


implikasi yang mencakup:
· Implikasi bagi guru, pembelajaran tematik memerlukan guru yang kreatif baik dalam
menyiapkan kegiatan/pengalaman belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari
berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik,
menyenangkan dan utuh.
· Implikasi bagi siswa:
1) Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam
pelaksanaannya; dimungkinkan untuk bekerja baik secara individual, pasangan, kelompok kecil
ataupun klasikal.
2) Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi secara aktif misalnya
melakukan diskusi kelompok, mengadakan penelitian sederhana, dan pemecahan masalah.
Resmini (2006:19) berpendapat bahwa pembelajaran tematik memiliki kelebihan dan
kelemahan. Di antaranya sebagai berikut:
· Kelebihan Pembelajaran Tematik
1)Menyenangkan karena bertolak dari minat dan kebutuhan siswa.
2)Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk
mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari
matapelajaran lain.
3)Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu.
4)Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar
antar matapelajaran dalam tema yang sama.
5)Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam
konteks tema yang jelas.
6)Pengalaman dan kegiatan belajar relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan
siswa. 7)Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan
8)Hasil belajar akan bertahan lebih lama karena lebih berkesan dan bermakna.
9)Menumbuhkan keterampilan sosial, seperti bekerja sama, toleransi, komunikasi, dan tanggap
terhadap gagasan orang lain.
10) Mendorong guru berkreatifitas, sehingga guru dituntut untuk memiliki wawasan,
pemahaman, dan kreatifitas dalam pembelajaran.
11) Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan matapelajaran lain
dengan pengalaman pribadi siswa.
12) Memberikan guru untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang utuh, dinamis,
menyeluruh, dan bermakna sesuai kemampuan, kebutuhan, dan kesiapan siswa.
13) Mempermudah dan memotivasi siswa untuk mengenal, menerima, menyerap, dan
memahami hubungan antara konsep, pengetahuan, dan nilai yang terdapat dalam setiap mata
pelajaran.
14) Menghemat waktu, tenaga, biaya dan sarana, juga menyederhanakan langkah-langkah
pembelajaran.hal ini karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan
sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk
kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.
· Kekurangan Pembelajaran Tematik:
1) Menuntut peran guru yang memiliki pengetahuan dan wawasan luas, kreatifitas tinggi,
keterampilan, kepercayaan diri dan etos akademik yang tinggi, dan berani untuk mengemas dan
mengembangkan materi. Namun tidak setiap guru mampu mengintegrasikan kurikulum dengan
konsep-konsep yang ada dalam mata pelajaran secara tepat.
2) Dalam pengembangan kreatifitas akademik, menuntut kemampuan belajar siswa yang baik
dalam aspek intelegensi.
3) Pembelajaran tematik memerlukan sarana dan sumber informasi yang cukup banyak dan
beragam serta berguna untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuan yang diperlukan.
4) Memerlukan jenis kurikulum yang terbuka untuk pengembangannya.
5) Pembelajaran tematik memerlukan system penilaian dan pengukuran (obyek, indikator, dan
prosedur) yang terpadu.

b. Model Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing)


Pada dasarnya, bermain memiliki dua pengertian yang harus dibedakan. Bermain
menurut pengertian yang pertama dapat bermakna sebagai sebuah aktifitas bermain yang murni
mencari kesenangan tanpa mencari “menang-kalah” (play). Sedangkan yang kedua disebut
sebagai aktifitas bermain yang dilakukan dalam rangka mencari kesenangan dan kepuasan,
namun ditandai dengan adanya pencarian “menang-kalah” (game). Peran (role) bisa diartikan
sebagai cara seseorang berperilaku dalam posisi dan situasi tertentu (Ginanjar, 2013). Pengertian
peran dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perasaan, ucapan dan tindakan, sebagai suatu
pola hubungan unik yang ditunjukkan oleh individu terhadap individu lain (Mulyasa, 2013: 112).
Bermain peran merupakan penerapan pengajaran berdasarkan pengalaman. Bermain
peran memungkinkan para siswa mengidentifikasi situasi-situasi dunia nyata dan dengan ide-ide
orang lain, identifikasi. Metode bermain peran tersebut mungkin cara untuk mengubah perilaku
dan sikap sebagaiman siswa menerima karakter orang lain (Hamalik, 2008: 214). Alasan
diterapkannya metode pembelajaran bermain peran dalam kegiatan belajar mengajar adalah
untuk penanaman dan pengembangan konsep, nilai, moral, serta norma. Hal ini dapat dicapai
bila para peserta didik secara langsung bekerja dan melakukan interaksi satu sama lainnya dan
melakukan pemecahan masalah melalui peragaan.
Metode ini mampu menghasilkan suatu pengalaman yang berharga bagi para peserta
didik (Vera, 2012: 127). Menurut Majid, role playing atau bermain peran adalah metode
pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah,
mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa
mendatang (Majid, 2014: 163). Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa metode pembelajaran bermain peran (role playing) adalah cara yang digunakan guru
dalam proses pembelajaran dengan memberikan suatu topik/masalah yang dipecahkan oleh
peserta didik dengan memainkan peran dalam hal ini terkait dengan pembelajaran.
Tujuan yang diharapkan dengan penggunaan metode bermain peran (role playing)
menurut Syaiful dalam (Syaiful Bahri, 2010: 88) antara lain adalah:
1. Agar siswa dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain.
2. Dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab.
3. Dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara spontan.
4. Merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan masalah.
Kemudian menurut Dana (Craciun, 2010:176), tujuan dari penggunaan metode bermain peran
(role playing) adalah:
1. Mendorong siswa untuk menciptakan realitas mereka sendiri;
2. Mengembangkan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain;
3. Meningkatkan motivasi belajar siswa;
4. Melibatkan para siswa pemalu dalam kegiatan kelas;
5. Membuat rasa percaya diri siswa;
6. Membantu siswa untuk mengidentifikasi dan kesalahpahaman yang benar;
7. Menunjukkan siswa bahwa dunia nyata yang kompleks dan masalah yang muncul di dunia
nyata tidak dapat diselesaikan dengan hanya menghafal informasi;
8. Menggaris bawahi penggunaan simultan keahlian yang berbeda (yang diperoleh secara
terpisah).

Metode bermain peran (role playing ) mempunyai beberapa kelebihan dan juga
mempunyai beberapa kekurangan antara lain adalah sebagai berikut:
a. Kelebihan Role Playing
1. Menurut Syaiful Sagala (Suharto, 2013: 418), kelebihan metode bermain peran (role
playing) antara lain:
· Siswa melatih dirinya untuk malatih memahami dan mengingat isi bahan yang akan
diperankan.
· Siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif.
· Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau
tumbuh bibit seni peran di sekolah.
· Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya.
· Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan
sesamanya.
· Bahasa lisan siswa dibina dengan baik agar mudah dipahami orang.
2. Menurut Adelia Vera (Vera, 2012: 128-129), metode bermain peran memiliki kelebihan
diantaranya :
· Dapat menjabarkan pengertian (konsep) dalam bentuk praktik dan contoh-contoh yang
menyenangkan.
· Dapat menanamkan semangat peserta didik dalam memecahkan masalah ketika
memerankan sekenario yang dibuat.
· Dapat membangkitkan minat peserta didik terhadap materi pelajaran yang diajarkan.
· Permainan peran bisa pula memupuk dan mengembangkan suatu rasa kebersamaan dan
kerjasama antar peserta didik ketika memainkan sebuah peran.
· Keterlibatan para peserta permainan peran bisa menciptakan baik perlengkapan emosional
maupun intelektual pada masalah yang dibahas.

b. Kekurangan Role Playing:


1. Metode bermain peranan memerlukan waktu yang relatif panjang/banyak.
2. Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid. Dan ini
tidak semua guru memilikinya.
3. Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerlukan suatu
adegan tertentu.
4. Apabila pelaksanaan sosiodrama dan bermain pemeran mengalami kegagalan, bukan saja
dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai.
5. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini.
6. Sebagian besar anak yang tidak ikut drama mereka menjadi kurang aktif.
7. Kelas lain sering terganggu oleh suara pemain dan penonton yang kadang-kadang bertepuk
tangan.

c. Model Pembelajaran Membaca dan Menulis Permulaan


1. Membaca Permulaan
Membaca permulaan dalam pengertian ini adalah membaca permulaan dalam teori
keterampilan, maksudnya menekankan pada proses penyandian membaca secara mekanikal.
Membaca permulaan yang menjadi acuan adalah membaca merupakan
proses recoding dan decoding (Anderson, 1972: 209). Membaca merupakan suatu proses yang
bersifat fisik dan psikologis. Proses yang bersifat fisik berupa kegiatan mengamati tulisan secara
visual. Dengan indera visual, pembaca mengenali dan membedakan gambar-gambar bunyi serta
kombinasinya. Melalui proses recoding, pembaca mengasosiasikan gambar-gambar bunyi
beserta kombinasinya itu dengan bunyi-bunyinya. Dengan proses tersebut, rangkaian tulisan
yang dibacanya menjelma menjadi rangkaian bunyi bahasa dalam kombinasi kata, kelompok
kata, dan kalimat yang bermakna.
Disamping itu, pembaca mengamati tanda-tanda baca untuk mrmbantu memahami
maksud baris-baris tulisan. Proses psikologis berupa kegiatan berpikir dalam mengolah
informasi. Melalui proses decoding, gambar-gambar bunyi dan kombinasinya diidentifikasi,
diuraikan kemudian diberi makna. Proses ini melibatkan knowledge of the world dalam skemata
yang berupa kategorisasi sejumlah pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan dalam gudang
ingatan (Syafi’ie, 1999:7).
Pada tingkatan membaca permulaan, pembaca belum memiliki ketrampilan kemampuan
membaca yang sesungguhnya, tetapi masih dalam tahap belajar untuk memperoleh keterampilan
atau kemampuan membaca. Membaca pada tingkatan ini merupakan kegiatan belajar mengenal
bahasa tulis. Melalui tulisan itulah siswa dituntut dapat menyuarakan lambang-lambang bunyi
bahasa tersebut, untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu
kemampuan membunyikan:
1. Lambang-lambang tulis,
2. Penguasaan kosakata untuk memberi arti, dan
3. Memasukkan makna dalam kemahiran bahasa.
Membaca permulaan merupakan suatu proses keterampilan dan kognitif. Proses
keterampilan menunjuk pada pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan
proses kognitif menunjuk pada penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk
memahami makna suatu kata atau kalimat.
Pembelajaran memabaca permulaan diberikan di kelas I dan II. Tujuannya adalah agar
siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar,
sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut (Akhadiah, 1991/1992: 31). Pembelajaran membaca
permulaan merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan
sebagai representasi visual bahasa. Tingkatan ini sering disebut dengan tingkatan belajar
membaca (learning to read). Membaca lanjut merupakan tingkatan proses penguasaan membaca
untuk memperoleh isi pesan yang terkandung dalam tulisan.Tingkatan ini disebut sebagai
membaca untuk belajar (reading to learn). Kedua tingkatan tersebut bersifat kontinum, artinya
pada tingkatan membaca permulaan yang fokus kegiatannya penguasaan sistem tulisan, telah
dimulai pula pembelajaran membaca lanjut dengan pemahaman walaupun terbatas. Demikian
juga pada membaca lanjut menekankan pada pemahaman isi bacaan, masih perlu perbaikan dan
penyempurnaan penguasaan teknik membaca permulaan (Syafi’ie, 1999: 16).

2. Menulis Permulaan
Menulis adalah melahirkan pikiran atau gagasan (seperti mengarang,membuat surat)
dengan tulisan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993: 968) menurut pengertian ini menulis
merupakan hasil, yaitu melahirkan pikiran dalam perasaan kedalam tulisan. Menulis atau
mengarang adalah proses menggambarkan suatu bahasa sehingga pesan yang disampaikan
penulis dapat dipahami pembaca (Tarigan, 1986:21). Dari pengertian menulis tersebut di atas
dapat disimpulkan bahwa menulis adalah proses mengungkapkan gagasan, pikiran dan perasaan
dalam bentuk tulisan.
3. Metode Membaca dan Menulis Permulaan
Dalam pembelajaran membaca permulaan, ada berbagai metode yang dapat dipergunakan, antara
lain:
· Metode abjad dan metode bunyi
Menurut Alhkadiah, kedua metode ini sudah sangat tua. Menggunakan kata-kata lepas,
misalnya: Metode abjad : bo-bo-bobo, la-ri-lari
Metode bunyi : na-na-nana, lu-pa-lupa
· Metode kupas rangkai suku kata dan metode lembaga
Kedua metode ini menggunakan cara mengurai dan merangkaikan.
Misalnya: Metode kupas rangkai suku kata : ma ta-ma ta, pa
pa-pa pa
Metode kata lembaga : Bola-bo-la-b-o-l-a-b-o-l-a-bola
· Metode global
Metode global timbul sebagai akibat adanya pengaruh aliran psikologi Gestalt, yang berpendapat
bahwa suatu kebulatan atau kesatuan akan lebih bermakna daripada jumlah, bagian-
bagiannya.Memperkenalkan kepada siswa beberapa kalimat, untuk dibaca.
· Metode Struktual Analitik Sinteksis (SAS).(Alhkadiah, 1992: 32-34).
Metode ini dibagi menjadi 2 tahap, yaitu: (1) tanpa buku (2) menggunakan buku.Mengenai itu,
Momo (1987) mengemukakan beberapa cara yaitu:
1. Tahap tanpa buku, dengan cara:
· Merekam bahasa siswa
· Menampilakn gambar sambil bercerita
· Membaca gambar
· Membaca gambar dengan kartu kalimat
· Membaca kalimat secara struktual (S)
· Proses Analitik (A)
· Proses Sintetik (S)
2. Tahap dengan buku, dengan cara:
· Membaca buku pelajaran
· Membaca majalah bergambar
· Membaca bacaan yang disususn oleh guru dan siswa.
· Membaca bacaan yang disusun oleh siswa secara berkelopok.
· Membaca bacaan yang disusun oleh siswa secara individual.
Metode ini yang dipandang paling cocok dengan jiwa anak atau siswa adalah metode SAS
menurut Supriyadi dkk (1992). Alasan mengapa metode SAS ini dipandang baik adalah:
· Metode ini menganut prinsip ilmu bahasa umum, bahwa
bentuk bahasa yang terkecil adalah kalimat.
· Metode ini memperhitungkan pengalaman bahasa anak.
· Metode ini menganut prinsip menemukan
sendiri. Kelemahan metode SAS, yaitu:
· Kurang praktis.
· Membutuhkan banyak waktu.
· Membutuhkan alat peraga.

d. Penilaian Pembelajaran Bahasa Indonesia


Penilaian dalam pembelajaran merupakan suatu usaha untuk mendapatkan berbagai
informasi secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari
pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh siswa melalui program kegiatan belajar.
Penilaian di SD kelas rendah mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut.
1) Penilaian mengikuti aturan-aturan mata pelajaran lain di sekolah dasar. Mengingat siswa
kelas I SD belum semua lancar membaca dan menulis, cara penilaian tidak ditekankan pada
penilaian tertulis.
2) Kemampuan membaca, menulis, berhitung merupakan kemampuan yang harus dikuasai
oleh siswa SD kelas rendah sehingga penguasaan terhadap ketiga kemampuan tersebut
merupakan prasyarat untuk kenaikan kelas.
3) Penilaian dilakukan dengan mengacu pada indikator dari tiap-tiap kompetensi dasar dan
hasil belajar dari mata pelajaran-mata pelajaran yang ditematikkan.
4) Penilaian dilakukan secara terus - menerus dan selama proses belajar, misalnya ketika
siswa bercerita pada kegiatan awal, membaca pada kegiatan inti, dan menyanyi pada kegiatan
akhir.
5) Hasil kerja/karya siswa dapat digunakan sebagai bahan masukan guru dalam mengambil
keputusan.
Penilaian bisa dilakukan dengan teknik tes dan nontes. Teknik tes mencakup: tes tertulis dan
lisan, sedangkan teknik nontes mencakup tes perbuatan, catatan harian perkembangan siswa
(diperoleh melalui pengamatan), dan portofolio. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas awal SD
penilaian yang sering dilakukan adalah penilaian melalui pemberian tugas dan portofolio. Guru
menilai anak melalui pengamatan yang dicatat pada sebuah buku bantu. Tes tertulis digunakan
untuk menilai kemampuan menulis siswa, khususnya untuk mengetahui tentang penggunaan
tanda baca, kata, angka, dan kalimat-kalimat sederhana.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Observasi ini dilakukan pada:
Hari/Tanggal : Jumat, 18 Desember
2020 Tempat : SDN 040536 P.Lama

b. Teknik Pengumpulan Data


Untuk memperoleh data-data yang diinginkan maka teknik pengumpulan data yang penulis
gunakan adalah:
1. Observasi.
2. Penelitian kepustakaan yang berupa studi literatur.
3. Wawancara.

c. Permasalahan pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah


Pelajaran bahasa Indonesia di SDN 040536 P.lama dilakukan sudah terintegrasi dengan
mata pelajaran lainnya dan membentuk menjadi satu tema. Pada satu tema terdapat beberapa sub
tema. Meskipun sudah terintegrasi, pembelajaran bahasa Indonesia tidak terlebur menjadi satu.
Pembelajaran bahasa Indonesia sangat penting dan pokok karena digunakan pada setiap aspek
pembahasan mata pelajaran lainnya. Maka dari itu, pendekatan pembelajaran yang digunakan
dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah pendekatan tematis – integratif.
Pendekatan tematis – integratif sangat baik digunakan untuk proses pembelajaran
terutama di sekolah dasar. Melalui pendekatan ini siswa dapat memperoleh pengalaman langsung
dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Selain itu,
model pembelajaran bahasa Indonesia yang dipakai pada sekolah tersebut adalah model role
playing, dengan beberapa siswa memerankan karakter pembawa berita di televisi.
Permasalahan yang terjadi pada pembelajaran bahasa Indonesia di SDN 040536 P.lama
(kelas 1) ketika penulis melakukan observasi yaitu:
1. Kurang tertibnya siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung.
2. Pandangan siswa tidak dapat fokus pada pembelajaran yang disampaikan oleh guru.
3. Ketika diterapkan model pembelajaran bermain peran (role playing) pada siswa, masih ada
beberapa siswa yang bermain dan tidak memperhatikan teman-temannya yang ditunjuk untuk
bermain peran.
4. Beberapa siswa masih membutuhkan arahan dalam menulis sebuah huruf, kata, dan kalimat
yang benar.
5. Beberapa siswa terlihat kurang percaya diri ketika berbicara di depan teman-temannya.
6. Terdapat siswa yang kurang cepat dan tepat dalam menyelesaikan soal diakhir
pembelajaran.

e. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Masalah


Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya masalah dalam pembelajaran bahasa
Indonesia di sekolah tersebut, yaitu:
1. Ketika dalam proses pembelajaran, siswa masih kurang tertib dan tidak fokus pada
pembelajaran, hal tersebut dapat terjadi dikarenakan guru masih sulit mengawasi keseluruhan
siswa dengan tata letak tempat duduk yang sulit menjangkau pandangan secara keseluruhan.
Sistem yang dipakai di dalam sekolah tersebut adalah penataan bangku dengan berkelompok.
Dari fakta yang ada, ruangan yang cukup sedang dengan jumlah siswa 37 orang dan tata letak
bangku membentuk kotak-kotak kelompok, menjadikan ruangan pembelajaran menjadi sempit.
Tubuh siswa pun beragam, ada yang menghadap ke depan kelas dan ada pula yang
membelakangi papan tulis sehingga siswa harus menyerongkan badannya untuk menghadap
papan tulis. Selain itu ketika tubuh siswa membelakangi guru dan papan tulis, siswa akan
cenderung kurang memperhatikan pembelajaran dan sibuk dengan teman di depannya atau
bermain-main dengan media pembelajaran yang dibawanya. Dan guru kurang bisa menjangkau
anak secara keseluruhan dan hanya dapat menanggapi tanggapan anak yang dekat dengannya
saja.
2. Ketika diterapkan model pembelajaran bermain peran (role playing) pada siswa, masih ada
beberapa siswa yang bermain dan tidak memperhatikan teman-temannya yang ditunjuk untuk
bermain peran. Hal tersebut dapat terjadi karena kurangnya pengendalian guru dalam proses
pembelajaran di kelas dan membuat suasana menjadi kurang kondusif. Guru kurang
memperhatikan siswa yang terdapat diujung atau jauh dari pandangannya, sehingga siswa
menjadi malas untuk memperhatikan.
3. Beberapa siswa masih membutuhkan arahan dalam menulis sebuah huruf, kata, dan kalimat
yang benar. Hal tersebut dapat terjadi karena siswa memerlukan proses menulis dalam setiap
kesempatan.
4. Beberapa siswa terlihat kurang percaya diri ketika berbicara di depan teman-temannya. Hal
tersebut dapat terjadi karena kurangnya latihan untuk berbicara.
5. Terdapat siswa yang kurang cepat dan tepat dalam menyelesaikan soal diakhir
pembelajaran. Hal tersebut dapat terjadi karena siswa kurang memperhatikan ketika proses
pembelajaran sedang berlangsung.

f. Alternatif Solusi Pemecahan Masalah


Alternatif soslusi pemecaan masalah dari beberapa masalah yang teruraikan di atas yaitu
bahwa guru perlu mengatur tata letak tempat duduk siswa secara benar agar proses pembelajaran
dapat berlangsung dengan tertib dan guru dapat dengan teliti memperhatikan siswa secara satu
per satu. Tata letak tempat duduk yang sesuai adalah dengan letter U atau corak tim. Dengan
menggunakan formasi kelas bentuk huruf U, mampu mengaktifkan para siswa, sehingga
membuat mereka antusias untuk mengikuti pelajaran. Dalam hal ini guru adalah orang yang
paling aktif dengan bergerak dinamis ke segala arah dan langsung berinteraksi secara langsung
dengan siswanya. Sedangkan dengan menggunakan pola corak tim, karena pada pembelajaran
dibentuk menjadi beberapa kelompok maka pada model ini, meja-meja dikelompokkan setengah
lingkaran atau oblong di ruang tengah kelas agar memungkinkan guru melakukan interaksi
dengan setiap tim (kelompok siswa). Guru dapat meletakkan kursi-kursi mengelilingi meja-meja
guna menciptakan suasana yang akrab. Siswa juga dapat memutar kursi melingkar menghadap
ke depan ruang kelas untuk melihat guru atau papan tulis.
Selain itu, guru harus berhati-hati ketika menggunakan model pembelajaran role playing.
Pada model pembelajaran ini, diharapkan seluruh siswa dapat berperan aktif dan tidak hanya
menjadi penonton. Guru harus mampu mengendalikan kelas agar tetap rapi dan tertib sehingga
ketika salah seorang siswa berbicara atau memerankan karakter yang telah ditentukan, siswa
yang lain dapat memperhatikan dengan baik jalannya cerita. Selain itu, biasakan anak untuk terus
dilatih dalam latihan berbicara di depan umum. Siswa harus diasah kemampuan berbicaranya
dengan menggunakan dialaog, pertanyaan sederhana, atau pun bercerita tentang pengalaman.
Untuk melatih kemampuan menulis, guru perlu memberikan pelatihan menulis pada
setiap kesempatan kepada keseluruhan siswa agar mereka dapat terlatih untuk menulis dengan
baik dan benar. Guru senantiasa harus mengoreksi setiap tulisan anak dari mulai menulis pola
huruf, menulis sebuah kata, menulis kalimat, menuliskan nama orang dengan benar, dan
mengenalkan macam-macam bentuk simbol seperti titik (.), koma (,), dan lain-lain.
Pada kegiatan penilaian, usahakan untuk menilai secara objektif dan tidak terpaku pada
siswa yang pintar akademik saja. Penilaian harus dilakukan secara menyeluruh dari berbagai
aspek diantaranya aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Penilaian yang dilakukan dapat berupa
penilaian secara langsung atau pun tidak. Dan diharapkan dari hasil penilaian tersebut, jika
terdapat siswa yang kurang maka dapat diadakan perbaikan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat penulis simpulkan
beberapa hal yang berkaitan dengan observasi mengenai pembelajaran bahasa Indonesia di
sekolah dasar khususnya pada kelas rendah sebagai berikut:
1. Kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar sudah dirancang oleh guru
mengikuti rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah dibuat sebelumnya. Meskipun
kurikulum yang digunakan adalah kurikulum 2013 dan pembelajaran bahasa Indonesia
diintegrasikan tetapi tidak menghilangkan unsur bahasa Indonesia dalam setiap pelajaran.
2. Pendekatan pembelajaran bahasa Indonesia yang digunakan adalah pendekatan
pembelajaran tematis – integratif. Sedangkan model pembelajaran bahasa Indonesia yang
digunakan adalah model role playing atau bermain peran dan membaca menulis permulaan.
3. Permasalahan yang terjadi pada pembelajaran bahasa Indonesia di SDN 040536 P.lama
(kelas 1) ketika penulis melakukan observasi yaitu:
· Kurang tertibnya siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung.
· Pandangan siswa tidak dapat fokus pada pembelajaran yang disampaikan oleh guru.
· Ketika diterapkan model pembelajaran bermain peran (role playing) pada siswa, masih
ada beberapa siswa yang bermain dan tidak memperhatikan teman-temannya yang ditunjuk
untuk bermain peran.
· Beberapa siswa masih membutuhkan arahan dalam menulis sebuah huruf, kata, dan
kalimat yang benar.
· Beberapa siswa terlihat kurang percaya diri ketika berbicara di depan teman-temannya.
· Terdapat siswa yang kurang cepat dan tepat dalam menyelesaikan soal diakhir
pembelajaran.
4. Sistem penilaian sudah sesuai dengan penilaian di kurikulum 2013 yang meliputi tiga
aspek, yaitu aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pada saat proses pembelajaran,
penilaian dilakukan dengan penilaian kelompok dan individu.

B. Saran
Kegiatan observasi di kelas merupakan suatu kegiatan yang sangat bermanfaat, untuk itu di
sarankan pada calon guru terutama mahasiswa PGSD dapat mengetahui bagaimana seorang guru
mengajar suatu pembelajaran. Dan diharapkan mahasiswa PGSD dapat memberikan inovasi
yang berbeda dan menarik dalam kegiatan pembelajaran di sekolah dasar, agar di dalam diri
siswa dapat timbul rasa cinta terutama kepada pembelajaran bahasa Indonesia. Mahasiswa PGSD
sebagai seorang calon guru sekolah dasar, tentunya dapat memilih mana yang baik dan tidak baik
untuk diajarkan kepada murid ketika menghadapi kegiatan untuk mengajar.
DAFTAR PUSTAKA

Evertson, Carolyn. 2011. Manajemen Kelas untuk Guru Sekolah Dasar. Jakarta:Kencana
Prenada Media Group.
Ghazali, Syukur. 2010. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa dengan
Pendekatan Komunikatif-Interaktif. Bandung: PT Refika Aditama.
Fandi, Israwan. Metode Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing) [online]
(http://www.academia.edu/8748398/Metode_Pembelajaran_Bermain_Pern_Role_Playing_)
diakses pada tanggal 18 Desember 2020 pukul 20:00 wib.
Linda. Proses Membaca dan Menulis Permulaan pada Anak SD Kelas Rendah [online]
(https://lindaajja.wordpress.com/2011/04/18/proses-membaca dan-menulis-permulaan-pada-
anak-sd-dikelas-rendah/ ) diakses pada tanggal 18 Desember 2020 pukul 20.30 wib.

Anda mungkin juga menyukai