Anda di halaman 1dari 12

PRESENTASI KASUS

Penggunaan Anestesia Umum pada Pasien Fraktur Kompresi Lumbal


dengan Riwayat Hipertensi
Disusun sebagai salah satu syarat lulus stase
Stase Anestesi di Rumah Sakit Umum Daerah Tidar Magelang

Diajukan Kepada :
dr. Bayu Satria Gutama, Sp. An

Disusun Oleh :
Azmi Naufal
20204010034

SMF BAGIAN ILMU ANESTESI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR MAGELANG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH YOGYAKARTA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Anestesi berasal dari bahasa Yunani yaitu “an” yang berarti tidak dan “aesthesis”
yang berarti rasa atau sensasi. Sehingga anestesi merupakan suatu keadaan hilangnya rasa
atau sensasi tanpa atau disertai hilangnya kesadaran. Dalam Anestesiologi dikenal Trias
Anestesi “The Triad of Anesthesia” yaitu sedasi (kehilangan kesadaran), analgesia
(mengurangi rasa sakit), dan relaksasi otot. Tujuan dari anestesi adalah untuk membuat
pasien tidak merasakan rasa sakit atau tidak sanggup bergerak. Tindakan anestesi dibagi
menjadi 3 antara lain adalah anestesi umum, anestesi regional, dan anestesi lokal.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi dimana tekanan darah di
dalam arteri mengalami peningkatan. Dikatakan hipertensi apabila tekanan sistolik
mencapai ≥140 mmHg, dan tekanan darah diastolik mencapai ≥90 mmHg
Tindakan anesatesi pada pasien dengan hipertensi harus lebih diperhatikan dalam
penilaian pre-operatif serta pemelihan obat yang akan digunakan dalam tindakan anestesi
untuk menghindari kemungkinan terjadinya komplikasi.

B. TUJUAN PENULISAN
Mengetahui prosedur tindakan anestesi umum pada pasien fraktur kompresi
lumbal dengan riwayat hipertensi.
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Y
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 56 tahun
Alamat : Magelang Selatan
Diagnosis : Fraktur kompresi lumbal
Tindakan : Laminectomy

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Nyeri punggung
2. RPS : Pasien mengeluh nyeri punggung sejak 3 bulan SMRS. Nyeri
dirasakan bertambah saat pasien berjalan. Pasien juga merasakan kedua kakinya
lemas.
3. RPD : Riwayat nyeri punggung sebelumnya (-), Hipertensi (+), DM (-),
Asma (-), Alergi (-)
4. RPK : Hipertensi (+), DM (-), Asma (-), Alergi (-)
5. RPSos : Pasien merupakan ibu rumah tangga

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Vital Sign : TD: 168/128, Nadi: 98x/menit, Suhu: 37oC, RR: 20x/menit,
SpO2: 98%
2. Kepala-Leher : Sklera ikterik (-), Konjungtiva anemis (-), Pembesaran pada tonsil
(-), Pembesaran limfonodi (-)
3. Thorax : Jejas (-), Nyeri tekan (-), SDV +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/-,
Suara jantung tambahan (-)
4. Abdomen : Supel (+), Nyeri tekan (-), BU (+)
5. Ekstremitas : Deformitas (-), CRT < 2 detik
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

Hemoglobin 12.1 g/dL 11.5 – 16.5

Leukosit 11.5 (H) 10^3/ul 4.00-11.00


Eritrosit 4.5 10^6/uL 4.50 – 6.50
Hematokrit 34.7 (L) % 37.0 – 47.0
Angka Trombosit 241 10^3/ul 150-450

Eosinofil 0 (L) % 1–6


Basofil 0 % 0–1
Netrofil Segmen 86 (H) % 40 -75
Limfosit 9 (L) % 20 – 45
Monosit 5 % 2 – 10
Neutrofil# 9.88 (H) 10^3/ul 2.0 – 7.5
MCV 80.3 fL 76 – 96
MCH 28.0 Pg 27.5 – 32.0
MCHC 34.9 g/dL 30.0 – 35.0

Rapid Cov IgM Non - Non reaktif 


reaktif
Rapid Cov IgG Non - Non reaktif
reaktif

2. Radiologi
Foto Thorax : Cor / pulmo dalam batas normal
E. CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
S : nyeri punggung
O : KU sedang, CM
St. Lokalis (punggung) : nyeri (+)
A : Fraktur kompresi lumbal
P : Pro Laminetomy

F. ASSESMEN PRA-ANESTESI
S : Hipertensi (+), DM (-), Asma (-), Alergi (-), Merokok (+), Gigi Palsu (-)
O : KU sedang, cm
A : Clear
B : Spontaneus Respiration, RR : 20x/menit, SDV +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/-
C : TD: 168/128, S/N: 37OC/98x
D : GCS E4V5M6
A : ASA II
P : Puasa, General Anestesi

G. LAPORAN TINDAKAN ANESTESI


1. Jenis Operasi : Elektif
2. Anestesi yang diberikan : Sebelum induksi, pasien diberikan fentanyl 0,1 mg IV
bolus. Kemudian pasien di induksi dengan propofol (2-2,5 mg/kgBB. Setelah itu
pasien diberikan 02 + N2O masing-masing 2L/menit dan sevoflurane dosis 8 vol%
serta dipasang face mask. Kemudian pasien diberikan tramus (atracurium besylate)
sebelum dipasang ET dengan dosis sekitar 0.5 mg/kgBB IV. Selanjutnya face mask
dilepas dan ET dipasang dengan repirasi dikontrol oleh ventilator. Metoclopramide
diberikan 1 ampul (10mg) IV bolus.
3. Maintenance :
- Pemeliharaan anestesi : Sevoflurane 2 vol%, 02 2L/menit, N2O 2L/menit
- Analgetik : Dexketoprofen diberikan 1 ampul (50mg) melalui IV bolus, Tramadol
1 ampul (100ml) melalui IV drip.
4. Cairan selama operasi : Asering 500 cc
5. Post Operasi ;
- Program Cairan : Infus Asering 20 tpm
- Program Analgetik : 3 mg/8jam
6. Recovery Room : Setelah selesai dilakukan tindakan pembedahan pasien dipindahkan
ke ruang pemulihan, Di ruang pemulihan dilakukan monitoring saturasi oksigen dan
tekanan darah. Pasien diperbolehkan kembali ke bangsal apabila sudah bernafas
spontan, saturasi oksigen baik, dan hemodinamik stabil.
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Fraktur Kompresi Lumbal


Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau
tulang rawan. Fraktur lumbal adalah fraktur yang terjadi pada tulang belakang bagian
bawah.
Fraktur kompresi adalah fraktur tersering yang dapat mempengaruhi kolumna
vertebra. Fraktur ini dapat disebabkan oleh kecelakaan, jatuh dari ketinggian dengan
posisi duduk, osteoporosis dan adanya metastase kanker dari tempat lain ke vertebra
sehingga menyebabkan vertebra tersebut menjadi lemah dan mudah mengalami fraktur
kompresi. Vertebra dengan fraktur kompresi akan menjadi lebih pendek dibandingkan
dengan ukuran vertebra normmal.

B. HIPERTENSI
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik di atas batas normal yaitu
lebih dari 140 mmHg atau tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg atau keduanya.
Hipertensi disebabkan karena 2 faktor, yaitu faktor yang dapat dimodifikasi dan fakor
yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi yaitu faktor
genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi adalah
gaya hidup.

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di


pusat vasomotor, di medulla di otak. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada
titik ini, neuron preganglion melpaskan asetikolin yang akan merangsang serabut saraf
pasca ganglion ke pembuluh darah kapiler, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
akan mengakibatkan konstriksi pembuluh darah kapiler.
Berbagai faktor seperti cemas dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Saat sistem saraf simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsangan emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang yang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi.
Menurut American Heart Association, dan Joint National Comitte VIII (AHA &
JNC VIII, 2014) , klasifikasi hipertensi yaitu :

Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik


(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 < 80
Pre-Hipertensi 120-139 80-89
Stage 1 140-159 90-99
Stage 2 ≥ 160 ≥ 100
Krisis Hipertensi >180 >110

Berikut merupakan algoritme tatalaksana hipertensi secara umum dari A


Statement by the American Society of Hypertension and the International Society of
Hypertension

C. ANESTESI UMUM
Menurut American Association of Anestesiologist, anestesi umum merupakan
pemberian obat yang dapat menginduksi hilangnya kesadaran dimana pasien tidak dapat
merasakan sakit. Pasien seringkali membutuhkan bantuan untuk menjaga patensi jalan
nafas, dan tekanan ventilasi positif dibutuhkan karena hilangnya ventilasi spontan.

Tahapan anestesi dibagi menjadi 4 yaitu ; Stadium I (stadium induksi atau eksitasi
volunter), dimulai dari pemberian agen anestesi sampai hilangnya kesadaran. Stadium II
(stadium eksitasi involunter), dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan
stadium pembedahan. Stadium III (pembedahan/operasi) terjadi penekanan aktivitas
refleks spinal yang menghasilkan relaksasi otot. Stadium IV (paralisis medulla oblongata
atau overdosis) ditandai dengan paralisis otot dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi
Agen anestesi diyakini dapat menghambat reseptor N-methyl-D-aspartate.
Reseptor NMDA adalah reseptor yang terlibat dalam banyak proses penting di otak.
Reseptor NMDA juga merupakan salah satu reseptor yang memproses obat penghilang
rasa sakit di otak.
Pemulihan dari anestesi tergantung pada penurunan konsentrasi anestesi di
jaringan otak. Rute terpenting untuk menghilangkan anestesi inhalasi adalah alveolus.
Banyak faktor yang mempercepat induksi juga kecepatan pemulihan: eliminasi
rebreathing, aliran O2 yang tinggi, dan peningkatan ventilasi. Hipoksia difusi yang
dihasilkan dicegah dengan pemberian oksigen 100% selama 5–10 menit setelah
penghentian nitrous oxide.

D. ANESTESI UMUM PADA HIPERTENSI


Hipertesi dengan tekanan sistolik >180 mmHg dan tekanan diastolik >110mmHg
akan meningkatkan resiko terjadinya komplikasi perioperative. Pada keadaan seperti ini
sebaiknya diberikan obat anti hipertensi terlebih dahulu. Pada beberapa penelitian
menyatakan bahwa pasien dengan hipertensi lebih beresiko untuk mengalami hipotensi
postoperatif. 

1. Manajemen preoperatif 
Pasien dengan hipertensi dan operasi yang terprogram sebaiknya memiliki
tekanan darah yang normal sampai borderline saat sebelum memulai proses anestesi.
MAP sebaiknya dipertahankan sesuai dengan tekanan darah pasien sehari-hari untuk
mencegah perdarahan otak karena hipertensi intraoperatif. 
2. Manajemen intraoperatif
Tujuan manajemen hipertensi intraoperatif adalah menstabilkan tekanan darah
yang dimiliki pasien. Tekanan darah sebisa mungkin dipertahankan 20% dari tekanan
darah preoperatifnya. 
E. INDUKSI:
Agen induksi propofol, barbiturate, benzodiazepine aman digunakan untuk
induksi pada pasien hipertensi. Namun ketamine sebaiknya dihindari karena memicu
terjadinya peningkatan tekanan darah dengan merangsang saraf simpatis

Induksi dengan ET akan menyebabkan instabilitas hemodinamik akibat nyeri


yang ditimbulkan karena pemasangan ET. Pada pasien hipertensi sebaiknya
mendalamkan anestesi dengan opioid seperti fentanyl 2,5-5mcg/kgBB.
F. MAINTENANCE:
Pemeliharaan anestesi dapat dilakukan dengan menggunakan agen volatile yang
dikombinasikan dengan N2O dan O2. Penggunaan agen volatile selama operasi ini
sekaligus menjaga tekanan darah tetap stabil. 
Muscle relaxan yang tidak bisa digunakan adalah pancuronium karena memiliki
efek menginduksi reflex vagal dan perilisan katekolamin yang bisa menyebabkan
hipertensi mendadak selama operasi.
G. MANAGEMENT POSTOPERATIF
Pada periode pemulihan, tekanan darah yang meningkat juga bisa terjadi akibat
banyak faktor seperti abnormalitas respirasi, cemas, nyeri, volume overload, ataupun
distensi urin. 
Beta blocker seperti labetolol dapat digunakan untuk mengatasi hipertensi dan
takikardi.
DAFTAR PUSTAKA

Lines, D. (2014). Hypertension And Anaesthesia


Nuraini, B. (2015). Risk Factors Of Hypertension.
Twersky, R, S., et all. (2014). Handbook Of Ambulatory Anesthesia.

Anda mungkin juga menyukai