Anda di halaman 1dari 19

STUDI KASUS FITOTERAPI

RASIONALITAS PRODUK HERBAL


“ANTI DIARE”

Dosen Pengampu:
Mamik Ponco R., M.Si., Apt

Kelompok 4 :

Moris Rahmat Affandi 1720333644


Nadya Agustina 1720333646
Niken Claudya Ecfrencylie 1720333647

PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2017
I. PENDAHULUAN
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi
lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),
dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007). Diare disebabkan oleh
transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di seluruh dunia terdapat
kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh
kematian pada anak yang hidup di negara berkembang berhubungan dengan diare serta
dehidrasi. Gangguan diare dapat melibatkan lambung dan usus (gastroenteritis), usus
halus (enteritis), kolon (colitis) atau kolon dan usus (enterokolitis). Diare biasanya
diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis (Wong, 2009).

II. ETIOLOGI
Dasar semua diare adalah gangguan transportasi larutan usus, perpindahan air
melalui membran usus berlangsung secara pasif dan hal ini ditentukan oleh aliran
larutan secara aktif maupun pasif, terutama natrium, klorida dan glukosa (Ulshen,
2000). Faktor yang dapat menyebabkan diare seperti faktor lingkungan, faktor perilaku
masyarakat, rendahnya pengetahuan masyarakat tentang diare serta malnutrisi. Contoh
dari faktor lingkungan berupa sanitasi yang buruk serta sarana air bersih yang kurang.
Faktor perilaku masyarakat seperti tidak mencuci tangan sesudah buang air besar serta
tidak membuang tinja dengan benar. Tidak memberi ASI secara penuh 4-6 bulan
pertama kehidupan pada bayi mempunyai resiko untuk menderita diare lebih besar, ini
akibat kurangnya pengetahuan masyarakat khususnya ibu tentang diare (Adisasmito,
2007). Diare merupakan penyebab utama dari malnutrisi. Setiap episode diare dapat
menyebabkan kehilangan berat badan. Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin
sering dan semakin berat diare yang dideritanya (Tanchoco, 2006).
Diare akut karena infeksi disebabkan oleh masuknya mikroorganisme atau toksin
melalui mulut. Kuman tersebut dapat melalui air, makanan atau minuman yang
terkontaminasi kotoran manusia atau hewan, kontaminasi tersebut dapat melalui
jari/tangan penderita yang telah terkontaminasi (Suharyono, 2008). Mikroorganisme
penyebab diare akut karena infeksi seperti dibawah ini :

VIRUS BAKTERI PROTOZOA

1
Rotavirus Shigella Giardia Lamblia
Norwalk virus Salmonella Entamoeba Hystolitica
Enteric adenovirus Campylocbater Cryptosporidium
Calicivirus Escheresia
Astrovirus Yersinina
Small round virusses Clostridium difficile
Coronavirus Staphylococcus aureus
Cytomegalovirus Bacillus cereus
  Vibrio cholerae  

III. PATOFISIOLOGI
Diare adalah kondisi ketidakseimbangan absorbsi dan sekresi air dan elektrolit.
Menurut Sukandar, dkk (2008) terdapat 4 mekanisme patofisiologis yang mengganggu
keseimbangan air dan elektrolit yang mengakibatkan terjadinya diare, yaitu :
a. Perubahan transport ion aktif yang disebabkan oleh penurunan absorbsi natrium atau
peningkatan sekresi klorida.
b. Perubahan motilitas usus
c. Peningkatan osmolaritas luminal
d. Peningkatan tekanan hidrostatik jaringan
Mekanisme tersebut sebagai dasar pengelompokan diare secara klinik, yaitu :
a. Osmosis diarrhea, disebabkan oleh absorpsi zat-zat yang mempertahankan
Secretory diarrhea, terjadi ketika senyawa yang strukturnya mirip (contoh:
Vasoactive Intestinal Peptide (VIP) atau toksin bakteri) meningkatkan sekresi atau
menurunkan absorpsi air dan elektrolit dalam jumlah besar.
b. Osmotic diarrhea, disebabkan oleh absorbsi zat-zat yang mempertahankan cairan
intestinal.
c. Exudative diarrhea, disebabkan oleh penyakit infeksi saluran pencernaan yang
mengeluarkan mukus, protein atau darah ke dalam saluran pencernaan.
d. Motilitas usus dapat berubah dengan mengurangi waktu kontak di usus halus,
pengosongan usus besar yang prematur dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan.

IV. DISKUSI JURNAL


Aktivitas antidiare pada tanaman herbal terdapat pada kandungan metabolit
sekunder yang terdiri dari flavonoid, tanin, alkaloid, minyak astiri, dan beberapa
komponen lain. Beberapa penelitian telah menjelaskan bahwa flavonoid, tanin,

2
alkaloid, minyak astiri dan beberapa komponen tersebut memiliki kemampuan
farmakologi sebagai antidiare, antiinflamasi, hipoglikemi, antihipertensi, dan
kemampuan farmakologi lainnya. Metabolit sekunder dari tanaman ini telah banyak
digunakan untuk tujuan pengobatan herbal maupun tradisional dalam bentuk ekstrak
yang dikemas. Salah satunya yaitu Entrostop Hebal Anak.

Nama Produk : Entrostop Herbal Anak


Produsen : PT. Kalbe Farma
Isi : 6 Sachet @ 10ml
Indikasi : Mengatasi diare dan gejala yang sering menyertai diare seperti perut
melilit, mual dan kembung dengan kandungan bahan-bahan alami.
Dosis : Anak-anak 6-12 tahun 1 sachet 3x sehari
Dewasa 2 sachet 3x sehari
Komposisi :
 Tiap 10 ml mengandung :
Guava Leaf Extract (Daun Jambu biji) 100 mg
Curcuma Domestica Rhizome Extract (Kunyit) 80 mg
Camelia Sinensis Leaf Extract (Daun teh) 45 mg
Zingiber Officinale Rosch Rhizome Extract (Jahe) 50 mg
1. Guava Leaf Extract (Daun jambu biji)

3
Gambar 1. Daun Jambu Biji

 Nama Indonesia : Daun jambu biji


 Klasifikasi Tumbuhan
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta Kelas: Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava L
 Senyawa Kimia
Skrining fitokimia pada simplisia Daun Psidium guajava menunjukkan
adanya kandungan senyawa tanin, steroid, triterpenoid, flavonoid, saponin,
alkaloid, fenol, saponin, monoterpen-sequiterpen, dan kuinon (Indriani, 2006;
Fajar et al., 2011). Daun jambu biji mampu mengurangi peradangan pada kolon
mencit yang mengalami kolitis ulseratif yang memberikan gejala klinis diare.
Pengaruh tersebut merupakan hasil dari senyawa-senyawa antioksidan seperti
tanin, polifenol, flavonoid, ellagic acid, triterpenoid, guajaverin, quercetin dan
senyawa kimia lainnya yang terdapat dalam daun jambu biji. Senyawa tanin
yang terkandung dalam daun Psidium guajava L. dapat diperkirakan sebanyak
9–12%.
Senyawa penanda khas dari daun jambu biji adalah kuersetin dan memiliki
konsentrasi terbesar yaitu 2,81% (Pongsak & Parichat, 2010). Kandungan
saponin pada jambu biji juga termasuk senyawa triterpenoid yang juga dapat
aktif sebagai antimikroba (Fadiah et al., 2014).

4
Gambar 2. Struktur Kimia Quersetin

 Aktivitas Biologi
Pengujian terhadap aktivitas antibakteri (penyebab diare) ekstrak etanol
daun jambu biji daging buah putih dan jambu biji daging buah merah (Psidium
guajava L., Myrtaceae) terhadap bakteri Escherichia coli, Shigella dysenteriae,
Shigella flexneri, Salmonella typhi dan uji antidiare dengan metode proteksi
terhadap diare imbasan-minyak jarak dan metode transit intestinal pada mencit.
Ekstrak etanol daun jambu biji daging buah putih memiliki kemampuan hambat
bakteri yang lebih besar daripada jambu biji daging buah merah (KHM terhadap
Escherichia coli (60 mg/ml vs >100 mg/ml), Shigella dysenteriae (30 mg/ml vs
70 mg/ml), Shigella flexneri (40 mg/ml vs 60 mg/ml), dan Salmonella typhi (40
mg/ml vs 60 mg/ml) (Adnyna K.I et al., 2004).
Dzulkarnain et al. (1996) berpendapat bahwa adanya minyak atsiri
dalam daun jambu biji diduga bersifat antibakteri. Minyak atsiri dapat
menghambat pertumbuhan atau mematikan kuman dengan mengganggu proses
terbentuknya membran dan/atau dinding sel; membran atau dinding sel tidak
terbentuk atau terbentuk tidak sempurna. Tanin mempunyai sifat sebagai
pengelat berefek spasmolitik, yang menciutkan atau mengkerutkan usus
sehingga gerak peristaltik usus berkurang. Akan tetapi, efek spasmolitik ini juga
mungkin dapat mengkerutkan dinding sel atau membran sel sehingga
mengganggu permeabilitas sel itu sendiri. Akibat terganggunya permeabilitas,
sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat
atau bahkan mati. Tanin dapat memperlancar sistem pencernaan, dan sirkulasi
darah. (Kurniawati et al., 2010).
Kandungan saponin pada jambu biji juga termasuk senyawa triterpenoid
yang juga dapat aktif sebagai antimikroba (Fadiah et al., 2014). Perlindungan
signifikan terhadap usus dan diare yang disebabkan minyak, memperlambat
waktu transit makanan ke usus dan menunda pengosongan lambung (Mittal et
al., 2010).

5
 Mekanisme Aksi
Alkaloid dalam daun Psidium guajava menurut Winarno & Sundari
(1996); Dzulkarnain (1996) juga bersifat antibakteri. Alkaloid dapat
mengganggu terbentuknya jembatan seberang silang komponen penyusun
peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk
secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson, 1998). Dengan
demikian diduga penghambatan pertumbuhan Salmonella typhimurium juga
mungkin oleh adanya kandungan alkaloid pada ekstrak daun Psidium guajava.
Flavonoid menurut Dzulkarnain (1996) dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus. Diduga penghambatan pertumbuhan Salmonella
typhimurium juga karena ada efek fenolik dari flavonoid yang terdapat di dalam
daun Psidium guajava. Senyawa avicularin dan guaijaverin, yaitu suatu
glikosida dari quersetin juga diduga turut mempengaruhi penghambatan
pertumbuhan Salmonella typhimurium.
Quersetin merupakan kandungan utama yang menonjol dari daun
Psidium guajava telah terbukti menghambat efek spasmogenik berbagai agonis
(asetilkolin, carbachol, kalium klorida,dll) pada mencit dengan dosis ekstrak
yang setara PGE. Kandungan flavonoid juga memiliki aktivitas menghambat
pelepasan asetilkolin pada gastrointestinal (John & Witness, 2008).
Daun jambu biji mampu mengurangi peradangan pada kolon mencit
yang mengalami kolitis ulseratif yang memberikan gejala klinis diare. Pengaruh
tersebut merupakan hasil dari senyawa-senyawa antioksidan seperti tanin,
polifenol, flavonoid, ellagic acid, triterpenoid, guajaverin, quercetin dan
senyawa kimia lainnya yang terdapat dalam daun jambu biji (Kurniawati et al.,
2010). Senyawa tanin yang terkandung dalam daun Psidium guajava L. dapat
diperkirakan sebanyak 9–12%. Tanin dapat memperlancar sistem pencernaan,
dan sirkulasi darah. Tanin mempunyai sifat sebagai pengelat berefek spasmolitik
yang mengkerutkan usus sehingga gerak peristaltik usus berkurang (Kurniawati
et al., 2010).
 Toksisitas
Sebesar 0,42 gram ekstrak/ 20 gr BB mencit belum memberikan respon
kematian. Namun dosis tersebut melebihi dosis pemberian pada pengujian

6
toksisitas, sehingga dapat dikatakan ekstrak daun jambu biji tidak bersifat toksik
(Naini, 2004).
LD50 ekstrak air daun jambu biji yang diberikan secara peroral pada
tikus adalah 50,0 g/kg BB. Pemberian ekstrak air daun jambu biji dosis 0,2; 2,0
dan 20 g secara peroral pada 128 tikus jantan dan betina selama 6 bulan
menunjukkan penurunan berat badan, kadar natrium dan kolesterol darah serta
kenaikan jumlah sel darah putih, alkalin fosfatase, glutamat piruvat transaminase
serum, dan nitrogen urea darah pada kelompok tikus jantan. Pada tikus betina
menunjukkan peningkatan natrium, kalium dan albumin darah serta penurunan
kadar platelet dan globulin darah. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan
adanya perubahan profil lemak dan hidronefrosis pada tikus jantan serta
nefrokalsinosis pada tikus betina (Acuan Sediaan Herbal Volume 7 Edisi 1,
2012).
 Dosis
Dosis Ekstrak daun jambu biji sebesar 50-400 mg/kg BB pada Tikus
(Mittal et al ., 2010). Frekuensi defekasi pada mencit mengalami penurunan
yang bermakna pada dosis 150 mg/kg bb ekstrak etanol daun jambu biji
(Adnyna K.I et al., 2004).
 Interaksi
Quersetin-Kurkumin : quersetin menghambat pengikatan kurkumin
berikatan dengan albumin sehingga meningkatkan permeasi kurkumin melewati
membran biologi (The American Society for Pharmacology and Experimental
Therapeutics, 2012)
Quersetin-katekin : quersetin dan katekin merupakan golongan flavonoid
yang jika digunakan bersamaan dapat menurunkan aktivitas membran
(Tsuchiya,2015) serta berfungsi sebagai antiradikal dan pengkelat sehingga
mengurangi kontraktilitas lambung dan membentuk tinja agar tidak lembek
(Pool et al., 2012) sehingga mengurangi kejadian defekasi.
Interkasi dengan Obat : Kandungan tanin tumbuhan ini berpotensi
menghambat absorpsi zat besi (Acuan Sediaan Herbal Volume 7 Edisi 1, 2012).
 Kontraindikasi
Hipersensitif atau alergi terhadap tumbuhan ini (Acuan Sediaan Herbal
Volume 7 Edisi 1, 2012).

7
 Peringatan
Jangan digunakan lebih dari 30 hari. Tidak direkomendasikan untuk
penggunaan pada anak-anak, wanita hamil dan menyusui (Acuan Sediaan
Herbal Volume 7 Edisi 1, 2012).
 Efek yang Tidak Diinginkan
Dilaporkan adanya dermatitis alergi setelah penggunaan eksternal
sediaan teh dari tumbuhan ini (Acuan Sediaan Herbal Volume 7 Edisi 1, 2012).

2. Curcuma Domestica Rhizome Extract (Kunyit)

Gambar 3. Rimpang Kunyit

 Nama Indonesia : Kunyit


 Klasifikasi Tumbuhan
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Monocotyledonae (biji berkeping satu)
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma domestica Val.
 Senyawa Kimia
Rimpang Curcuma mengandung senyawa aktif diantaranya terpenoid,
alkaloid, flavonoid, minyak atsiri, fenol dan kurkuminoid (meliputi kurkumin,
desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksi-kurkumin) yang berfungsi sebagai
antimikroba sehingga sering digunakan dalam ramuan obat tradisonal
(Rukmana, 2004).

8
Gambar 4. Struktur Kimia Kurkumin

 Aktivitas Biologi
Kunyit mempunyai efek sebagai antihepatotoksik, antiinflamasi,
antibakteri, antiperoksidasi, spasmolitik, meningkatkan sekresi empedu,
menurunkan kadar kolesterol darah, serta dapat mencegah perlemakan hati
(Sujatno, 1997). Curcuma banyak dimanfaatkan sebagai antimikroba karena
kandungan senyawa aktifnya mampu mencegah pertumbuhan mikroba, salah
satu diantaranya adalah Curcuma domestica (kunyit). Rimpang Curcuma ini
sering digunakan dalam pengobatan tradisonal (Hernani dan Rahardjo, 2002)
diantaranya mengobati keputihan, diare, obat jerawat dan gatal-gatal (Rukmana,
2004). Curcuma juga berpeluang sebagai obat infeksi yang disebabkan oleh
mikroba patogen seperti C. albicans, S. aureus dan E. coli (Jawetz, et al., 2005).
Penggunaan Curcuma ini sebagai obat tradisional dapat dalam bentuk ekstrak
segar, seduhan, rebusan dan pemurnian (Dzulkarnain, et al., 1996).
Menurut Chen, et al., (2008), kandungan senyawa dalam temu putih dan
kunyit mampu menghambat pertumbuhan S. aureus dan E. coli berdasarkan
diameter zona hambat karena memiliki senyawa aktif yang bersifat sebagai
antimikroba, Duryatmo (2003) menambahkan Curcuma merupakan tanaman
multikhasiat mampu mengobati berbagai macam penyakit seperti penyakit
infeksi.
Hasil penelitian Hudayanti (2004) menunjukkan ekstrak etanol rimpang
kunyit memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Bacillus subtilis,
Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, dan Salmonella typhosa. Uji
aktivitas infus rimpang kunyit sebagai antidiare dengan menggunakan metode
“Castor oil–induced diarrhea”, atau minyak jarak sebagai penyebab diare pada
tikus putih dengan hasil bahwa infus rimpang kunyit dengan konsentrasi 15%
mempunyai khasiat sebagai antidiare (Tjay dan Rahardja, 2002).

9
 Mekanisme Aksi
Menurut Heinrich, et al., (2009) senyawa flavonoid mampu merusak
dinding sel sehingga menyebabkan kematian sel. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Winarno dan Sundari (1996) bahwa flavonoid dapat menghambat
pembentukan protein sehingga menghambat pertumbuhan mikroba. Selain
flavonoid kandungan senyawa lain seperti senyawa tanin juga dapat merusak
membran sel. Kandungan senyawa lain seperti alkaloid dalam rimpang
Curcuma mampu mendenaturasi protein sehingga merusak aktivitas enzim dan
menyebabkan kematian sel (Robinson, 1991).
Pangemanan (2016) menyatakan ekstrak rimpang kunyit (Curcuma longa)
memiliki kemampuan antimikroba terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Pseudomonas sp. Hal ini disebabkan adanya zat aktif yang terkandung dalam
rimpang kunyit (Curcuma longa) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri
yaitu kurkuminoid (meliputi kurkumin, desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksi-
kurkumin) dimana dari ketiga senyawa tersebut, kurkumin merupakan
komponen terbesar. Kurkumin mempunyai efek antimikroba, anti-inflamasi,
anti-oksidan, dan antikanker.
 Toksisitas
Tikus dipuasakan semalam dan kurkumin yang diberikan intragasik di
dosis 2 g/kg BB menunjukkan bahwa tidak ada efek kematian dan merugikan
dengan dosis ini (Kumar, 2010).
Ekstrak etanol rimpang kunyit yang diberikan peroral pada mencit
(selama 24 jam) dengan dosis 0,5; 1,0; dan 3 g/kg BB menunjukkan tidak ada
perbedaan signifikan antara kelompok perlakuan dan kontrol terhadap
perubahan morfologi eksternal, hematologi, spermatogenik, pertambahan berat
badan dan berat organ vital yang diamati, sedangkan pemberian selama 90 hari
pada dosis 100 mg/kg BB per hari juga menunjukkan hal yang sama seperti di
atas (Acuan Sediaan Herbal Volume 7 Edisi 1, 2012).
 Dosis
Uji In Vivo : Dosis 1 g/kg BB tikus (Kumar, 2010 dan Chaithra, 2015).
Uji Klinis : 180 mg/hari dan 120 mg/hari (Elfahmi, 2006).

10
 Interaksi
Interaksi dengan tanaman obat lain: Piperin, zat aktif yang terkandung
dalam lada, dapat meningkatkan bioavailabilitas kurkumin. Dalam sebuah
penelitian silang (crossover study), 8 relawan sehat diberi dosis tunggal
kurkumin 2 g, serbuk tunggal, atau dengan piperin serbuk 20 mg. Dosis tunggal
kurkumin menunjukkan kadar serum rendah atau tidak terdeteksi. Penambahan
piperin meningkatkan kadar kurkumin 30 kali lipat pada 45 menit pertama, dan
bioavailabilitas relatif meningkat 20 kali lipat. Sehingga penggunaan bersamaan
kedua senyawa tersebut ditoleransi dengan baik (Acuan Sediaan Herbal Volume
7 Edisi 1, 2012).
Interaksi dengan obat-obatan: Kemungkinan berinteraksi dengan obat
antikoagulan, antiplatelet, heparin dan agen trombolitik. Secara teori, kurkumin
dapat meningkatkan aktivitas obat-obatan tersebut sehingga meningkatkan
resiko pendarahan. Penelitian in vitro pada hewan menunjukkan bahwa
kurkumin dapat menghambat agregasi platelet, dimana mengakibatkan waktu
pendarahan lebih lama jika dikonsumsi bersamaan dengan obat-obatan yang
mempengaruhi fungsi platelet. Perlu perhatian khusus pada penggunaan
kurkumin secara bersamaan dengan obat-obatan tersebut. Waktu pendarahan,
tanda vital dan resiko pendarahan berlebihan harus dimonitor. Dalam sebuah uji
klinik, kunyit melalui konstituen kurkumin terbuk ti dapat mempengaruhi absorpsi
β-blockers yaitu berupa penurunan absorpsi talinolol (uji terhadap manusia),
peningkatan absorpsi celiprolol (uji pada tikus). Namun penurunan absorpsi
talinolol dikategorikan sedang dan secara klinik tidak relevan mengingat 3-
blockers memiliki margin terapi yang lebar. Selain itu kurkumin dilaporkan dapat
meningkatkan absorpsi midazolam melalui mekanisme penghambatan
metabolisme midazolam oleh sitokrom P3A; tetapi tidak mempengaruhi
absorpsi besi (Acuan Sediaan Herbal Volume 7 Edisi 1, 2012).
 Kontra Indikasi
Kontraindikasi pada pasien yang mengalami obstruksi saluran empedu,
penyakit batu empedu, hiperasiditas lambung, tukaklambung dan pasien yang
hipersensitif terhadap tanaman ini. Penggunaan pada pasien batu empedu harus
di bawah pengawasan dokter. Tidak direkomendasikan untuk digunakan pada
masa kehamilan. Kunyit dapat mengakibatkan efek emenagogik dan abortif

11
dikarenakan aktivitas stimulasi uterin (Acuan Sediaan Herbal Volume 7 Edisi 1,
2012).
 Peringatan
Sebaiknya tidak digunakan pada anak-anak, masa kehamilan dan
menyusui kecuali di bawah pengawasan dokter karena data efektivitas dan
keamanan kunyit pada anak-anak dan ibu hamil serta ekskresi obat melalui air
susu dan efeknya terhadap bayi belum dapat dibuktikan. Penggunaan kunyit
untuk wanita hamil atau anak-anak dengan gangguan saluran empedu, penyakit
hati atau tukak, harus dihindari (Acuan Sediaan Herbal Volume 7 Edisi 1, 2012).
 Efek yang tidak diinginkan
Dosis besar atau pemakaian yang berkepanjangan dapat mengakibatkan
iritasi membran mukosa lambung.tidak dapat digunakan pada kblangitis akut
atau icterus (Acuan Sediaan Herbal Volume 7 Edisi 1, 2012).

3. Camelia Sinensis Leaf Extract (Daun teh)

Gambar 5. Daun Teh

 Nama Indonesia : Daun Teh


 Klasifikasi Tumbuhan
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan biji)
Sub Divisi : Angiospermae (tumbuhan biji terbuka)
Kelas : Dicotyledoneae (tumbuhan biji belah)
Sub Kelas : Dialypetalae
Ordo : Guttiferales (Clusiales)
Famili : Camelliaceae (Theaceae)
Genus : Camellia

12
Spesies : C. sinensis
 Senyawa Kimia
Daun teh efektif menghambat pertumbuhan bakteri penyebab diare
(Yulia, 2009). Tanaman teh mengandung berbagai jenis bahan kimia, seperti
theo-bromin, theofilin, tanin, katekin, kafein, xantin, adenin, kuersetin, saponin,
flavonoid dan natural fluorida. Kandungan tanin, saponin dan flavonoid yang
terdapat dalam daun teh berkhasiat sebagai antimikroba. Tanin ditemukan
hampir di setiap bagian dari tanaman, seperti pada kulit batang, daun dan akar
(Sutarmaji, 1994).

Gambar 6. Struktur Kimia Katekin

 Aktivitas Biologi
Menurut penelitian Widiana, ekstrak daun teh memiliki konsentrasi
Hambat Minimum (KHM) terhadap pertumbuhan Escherichia coli sebesar
3,125% dan KHM terhadap pertumbuhan Salmonella sp sebesar 0,195%. Dari
hasil yang didapatkan, terlihat bahwa ekstrak daun teh mampu menghambat
pertumbuhan E. coli dan Salmonella sp yang terdapat dalam diare. Hal ini
disebabkan daun teh memiliki konsentrasi bahan aktif antimikroba yang lebih
tinggi dibandingkan dengan tanaman obat lainnya. Jika dilihat dari komposisi
bahan aktif antimikroba yang dikandung, daun teh memiliki suatu bahan aktif
antimikroba yang tidak dimiliki oleh tanaman obat lain, yaitu katekin. Senyawa
katekin pada teh bersifat antibakteri dan antidiare (Sutarmaji, 1994).
KHM ekstrak daun teh untuk E. coli (3,125 %) jauh lebih tinggi dari
Salmonella sp. (0,0975 %). Hal ini menunjukkan E. coli lebih resisten terhadap
ekstrak daun teh dibandingkan Salmonella sp. Perbedaan ini disebabkan karena
E. coli mempunyai dinding sel yang lebih tebal dari Salmonella sp, adapun
dinding sel dari E. coli dilapisi oleh kapsul yang tebal dan berfungsi melindungi
selnya dari zat-zat yang bersifat toksit. E. coli memiliki kapsul berupa lapisan

13
lendir yang mengelilingi dinding sel bakteri. Kapsul berfungsi melindungi sel
dari zat toksik yang ada di sekitarnya (Pelczar, 1988).
 Mekanisme Aksi
Mekanisme kerja bahan-bahan aktif yang terdapat pada daun teh dalam
menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan Salmonella sp dapat terjadi
melalui berbagai cara dan antar bahan aktif memiliki mekanisme yang berbeda,
seperti :
a. Flavonoid dapat melisis sel bakteri, menyebabkan denaturasi protein,
menghambat pembentukan protein, sitoplasma dan asam nukleat serta
menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel.
b. Saponin dapat merubah permeabilitas membran sel.
c. Tanin dapat mempresipitasi protein, inaktivasi enzim, destruksi atau
inaktivasi fungsi materi genetik (Winarno dan Sundari, 1996).
 Toksisitas
Tidak ada hewan percobaan yang mati bahkan pada dosis 3 g/kg BB
tikus (Kumar, 2016). Secara umum dinyatakan aman (Generally Recognized as
Safe/GRAS). Konsumsi berlebihan daun teh (lebih dari 300 mg kafein atau 5
cangkir minuman teh per hari) dapat menyebabkan gelisah, tremor dan
peningkatan refleks. Tanda awal keracunan adalah muntah dan kejang perut.
Akan tetapi tidak mungkin menyebabkan keracunan yang fatal (Acuan Sediaan
Herbal Volume 7 Edisi 1, 2012).
 Dosis
Uji In Vivo : Digunakan dosis ekstrak Camelia Sinensis secara oral pada dosis
400mg/kg BB tikus (Kumar, 2016).
Uji Klinis : 500 mg teh hitam kering (Doustfatemeh, 2016).
 Interaksi
Kandungan kafein dapat mengganggu kerja obat antihipertensi,
meningkatkan kadar plasma karbamazepin, dipiridamol dan klozapin. Kadar
tanin tinggi dapat menggangu absorbsi obat (Acuan Sediaan Herbal Volume 7
Edisi 1, 2012).
 Kontraindikasi

14
Hati-hati penggunaan pada ibu hamil dan menyusui dikarenakan
kandungan kafein pada daun teh dapat menyebabkan gangguan tidur pada bayi
(Acuan Sediaan Herbal Volume 7 Edisi 1, 2012).

 Peringatan
Kafein pada daun teh dapat merangsang susunan saraf pusat,
meningkatkan tekanan darah, meningkatkan kadar gula darah dan menyebabkan
insomnia. Konsumsi jangka panjang daun teh dengan kadar tannin tinggi dapat
menyebabkan anemia defisiensi besi (Acuan Sediaan Herbal Volume 7 Edisi 1,
2012).
 Efek yang Tidak Diinginkan
Alergi, laksansia, konstipasi dan gangguan pencernaan lainnya akibat
konsumsi berlebihan daun teh karena kandungan tannin dan asam kloregenat
(Acuan Sediaan Herbal Volume 7 Edisi 1, 2012).

4. Zingiber Officinale Rosch Rhizome Extract (Jahe)

Gambar 7. Rimpang Jahe

 Nama Indonesia : Rimpang Jahe


 Klasifikasi Tumbuhan
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Spesies : Z. officinale

15
 Senyawa Kimia
Berdasarkan skrining fitokimia, kandungan senyawa pada rimpang jahe
adalah flavonoid, alkaloid dan steroid/triterpenoid. Kandungan minyak atsiri
pada jahe dapat mencapai 0,89% (Perdana, 2013). Komponen utama minyak
atsiri jahe adalah seskuiterpen hidrokarbon, dan paling dominan adalah
zingiberen (35%), kurkumen (18%), farnesen (10%), dan sejumlah kecil
bisabolen dan β – seskuifellandren. Sejumlah kecil termasuk 40 hidrokarbon
monoterpen seperti 1,8-cineole, linalool, borneol, neral, dan geraniol. Komposisi
seskuiterpen hidrokarbon (92,17%), antara lain β- seskuifellandren (25,16%),
cis-kariofilen (15,29%), zingiberene (13,97%), α-farnesen (10,52%), α (7,84%)
dan β- bisabolene (3,34%) dan lainnya. Selain itu, terkandung juga sejumlah
kecil limonen (1,48 – 5,08%), dimana zingiberin dan β-seskuiterpen sebagai
komponen utama dengan jumlah 10 - 60% (Felipe et al., 2008).

Gambar 8. Struktur Kimia Zingiberene

 Aktivitas Biologi
Kandungan senyawa metabolit sekunder pada tanaman jahe-jahean
terutama dari golongan flavonoid, fenol, terpenoid dan minyak atsiri dapat
menghambat pertumbuhan pathogen diantaranya jamur Neurospora sp,
Rhizopus sp. Penicillium sp. Ekstrak rimpang jahe dapat menghambat
pertumbuhan cendawan Aspergillus sp. pada konsentrasi 10 % (Tande et al.,
2014).
Pengobatan diare yang disebabkan oleh bakteri karena terjadinya
penghambatan mikroba terhadap pertumbuhan koloni bakteri juga disebabkan
karena kerusakan yang terjadi pada komponen struktural membran sel bakteri.
Membran sel yang tersusun atas protein dan lipid sangat rentan terhadap zat
kimia yang dapat menurunkan tegangan permukaan. Kerusakan membran sel
menyebabkan tergangunya transport nutrisi (senyawa dan ion) sehingga sel

16
bakteri mengalami kekurangan nutrisi yang diperlukan bagi pertumbuhannya
(Indah et al., 2013).
 Mekanisme Aksi
Senyawa fenol dapat mengkoagulasi protein bakteri sehingga bakteri
akan mengalami kematian (Jawetz et al., 2005). Kandungan senyawa gingerol,
gingerdiol dan zingerone pada ekstrak rimpang jahe juga memilki efek anti
jamur dengan spektrum luas (Indah et al., 2013). Ekstrak jahe dapat
meningkatkan daya tahan tubuh yang direfleksikan dalam sistem kekebalan,
yaitu memberikan respons kekebalan inang terhadap mikroba pangan yang
masuk ke dalam tubuh (Winarti & Nurjanah, 2005).
Eksrak jahe pada konsentrasi 25 dan 50 µg/ml pada kultur V. cholerae
mampu menghambat pengikatan toksin dipermukaan sel hibridoma dan Caco-2.
Penghambatan pada sel hibridoma dengan pengikatan toksin B-FITC sebesar
4,76%-15,66% dan 12,96%-24,60%, sedangkan sel Caco-2 menunjukkan
penghambatan toksin B-FITC sebesar 3,55% - 17,95% dan 3,58%- 27,83%
(Radiati et al., 2003).
 Toksisitas
Penggunaan ekstrak jahe berulang pada dosis 50 mg/kg BB terhadap
mencit tidak mengalami perubahan parameter pada hematologi, parameter urin
dan indeks tukak (Yulinah et al., 2009). Jahe dinyatakan "Generally Recognized
as Safe" (GRAS) oleh FDA. Dosis 0,5 g dan 1,0 g serbuk jahe 2x3 kali sehari
selama 3 bulan-2,5 tahun tidak menimbulkan efek yang tidak diinginkan. The
British Herbal Compendium juga tidak menyebutkan adanya efek samping dari
jahe. LD50 jahe bakar secara peroral adalah 170 g/kg BB, sedangkan jahe
kering > 250 g/kg BB (Acuan Sediaan Herbal Volume 7 Edisi 1, 2012).
 Dosis :
Uji In Vivo : Penggunaan dosis 50 mg/kg BB tikus jantan (Yulinah et al., 2009).
Uji Klinis : Air rebusan rimpang jahe 3-10 gram (Tanaman Obat Herba Berakar
Rimpang, 2012).
 Interaksi Obat
Beberapa penelitian menunjukkan adanya aktivitas antitrombotik,
sehingga tidak disarankan konsumsi jahe bersamaan dengan antikoagulan.

17
Pasien dengan gangguan pembekuan darah disarankan tidak mengkonsumsi jahe
dalam jumlah besar (Acuan Sediaan Herbal Volume 7 Edisi 1, 2012).
 Kontraindikasi
Hati-hati penggunaan pada penderita yang hipersensitif terhadap jahe
karena dapat menyebabkan dermatitis (Acuan Sediaan Herbal Volume 7 Edisi 1,
2012).
 Peringatan
Dosis besar dapat menyebabkan penekanan sistem saraf pusat dan
aritmia (Acuan Sediaan Herbal Volume 7 Edisi 1, 2012).
 Efek yang Tidak Diinginkan
Dilaporkan pemberian 6 g jahe kering menimbulkan eksfoliasi sel epitel
permukaan lambung, yang memicu timbulnya tukak lambung. Disarankan dosis
pada pasien dengan perut kosong dibatasi maksimal 6 g (Acuan Sediaan Herbal
Volume 7 Edisi 1, 2012).

18

Anda mungkin juga menyukai