Disusun Oleh :
HALAMAN PENGESAHAN
Disetujui oleh:
Pembimbing PKPA Fakultas Farmasi Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang
Universitas Setia Budi Pembimbing Utama
(Dr. Rina Herowati, M.Si., Apt) (Dra. Didiet Etnawati., M.Si., Apt.)
NIDN. 0605057403 NIP. 1964 1102 1991 03 2 005
ii
Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta
Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang
Periode 01 Agustus 2017 – 30 September 2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan kegiatan Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dan penyusunan laporan di Rumah Sakit
Umum Kabupaten Tangerang yang dilaksanakan pada tanggal 01 Agustus 2017
sampai dengan 30 September 2017.
Selama menjalani PKPA, penulis mendapatkan tambahan pengetahuan
yang bermanfaat, pengalaman, informasi, wawasan dan bimbingan dari berbagai
pihak yang berada di lingkungan Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. drg. Naniek Isnaini L, M.Kes, selaku direktur utama RSU Kabupaten
Tangerang atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk
melaksanakan PKPA di RSU Kabupaten Tangerang.
2. Dra. Didiet Etnawati, M.Si, Apt. selaku kepala Instalasi Farmasi RSU
Kabupaten Tangerang yang telah memberikan ijin dan membimbing kami
dalam pelaksanaan PKPA di RSU Kabupaten Tangerang.
3. Dr. Rina Herowati, M.Si., Apt, selaku dosen pembimbing PKPA di
Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi.
4. Ibu Supriyani, S.Farm., Apt, selaku pembimbing di Rumah Sakit Umum
Kabupaten Tangerang yang telah banyak memberikan bimbingan selama
PKPA dan penyusunan laporan ini.
5. Dr. Djoni Tarigan, MBA., selaku Rektor Universitas Setia Budi, Surakarta.
6. Prof. Dr. R. A. Oetari, SU., MM., M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Setia Budi, Surakarta.
7. Dewi Ekowati., M.Sc., Apt selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Setia Budi, Surakarta.
8. Seluruh staf dan karyawan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Kabupaten
Tangerang yang telah memberikan bantuan, bimbingan serta kerjasamanya
selama pelaksanaan PKPA.
iii
Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta
Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang
Periode 01 Agustus 2017 – 30 September 2017
Penulis
iv
Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta
Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang
Periode 01 Agustus 2017 – 30 September 2017
DAFTAR ISI
v
Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta
Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang
Periode 01 Agustus 2017 – 30 September 2017
DAFTAR GAMBAR
vi
Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta
Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang
Periode 01 Agustus 2017 – 30 September 2017
DAFTAR LAMPIRAN
vii
Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta
Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang
Periode 01 Agustus 2017 – 30 September 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tujuan nasional adalah memajukan kesejahteraan bangsa,
yang berarti memenuhi kebutuhan dasar manusia, yaitu pangan, sandang,
papan, pendidikan, kesehatan, lapangan kerja dan ketentraman hidup.
Kesehatan menurut UU No. 36 Tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik
secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap
orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan
merupakan bagian penting dari pembangunan nasional. Salah satu sarana
kesehatan yang mendukung upaya tersebut adalah peran serta Rumah
Sakit. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan
berkesinambungan untuk memelihara dan mengembangkan derajat
kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan dapat dilakukan dengan cara
pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan dengan cara promosi
tentang kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan baik secara
mental ataupun fisik (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan. Upaya kesehatan dilakukan pada fasilitas
pelayanan kesehatan.
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat
yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat
(Depkes, 2009). Salah satu fasilitas pelayanan kesehatan adalah rumah
sakit. Menurut Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit menjelaskan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
meliputi tindakan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Upaya
1
2
D. Tujuan Khusus
Menghasilkan apoteker yang profesional dibidang dan tempat
kerjanya masing-masing, berjiwa pancasila, berdedikasi, jujur, dapat
dipercaya, memegang teguh peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan kode etik profesi, kreatif, inovatif, berwawasan penderita
(patient oriented), mampu sebagai sumber informasi mengenai obat
dan mempunyai tekad untuk selalu mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi, meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan
kemandirian profesi serta citra profesi apoteker.
E. Manfaat
Manfaat kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) diharapkan
mahasiswa mengenal dan memahami pelayanan farmasi rumah sakit secara
lengkap serta memperoleh pengetahuan tentang peran apoteker dalam situasi
klinis antara lain mampu memahami konsep pharmaceutical care dan mampu
berkomunikasi secara efektif dengan pasien atau tenaga kesehatan lain.
A. Rumah Sakit
1. Definisi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
definisi Rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Gawat
darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis
segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut.
Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 39 tahun 2015 tentang
Rumah Sakit Pendidikan :
a) Rumah sakit pendidikan adalah rumah sakit yang mempunyai fungsi
sebagai tempat pendidikan, penelitian, dan pelayanan kesehatan secara
terpadu dalam bidang pendidikan kedokteran dan/atau kedokteran gigi,
pendidikan berkelanjutan, dan pendidikan kesehatan lainnya secara
multiprofesi.
b) Institusi Pendidikan adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan
pendidikan akademik, profesi, dan/atau vokasi di bidang kedokteran,
kedokteran gigi, dan/atau kesehatan lain.
c) Perjanjian Kerja Sama adalah dokumen tertulis dalam hal penggunaan
rumah sakit sebagai tempat pendidikan untuk mencapai kompetensi
sebagai tenaga kesehatan.
d) Mahasiswa adalah mahasiswa kedokteran, mahasiswa kedokteran gigi,
atau mahasiswa bidang kesehatan lain sebagai peserta didik pada
pendidikan akademik, profesi, dan vokasi yang menjalankan
pembelajaran klinik di rumah sakit pendidikan.
e) Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh
5
6
Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta
Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang
Periode 01 Agustus 2017 – 30 September 2017
b) Kelas B
Rumah sakit umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis
Dasar, 4 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 Pelayanan Medik
Spesialis Lain, dan 2 Pelayanan Medik Subspesialis Dasar (Subspesialis
Gigi Mulut terdiri dari Pelayanan Bedah Mulut, Konservasi/Endodonsi,
Periodonti, OrTahunodonti, ProsTahunodonti Dan Pedodonsi;
Subspesialis Bedah Terdiri Dari Bedah Syaraf, Bedah Plastik) (Anonim,
2014a). Pelayanan kefarmasian, pelayanan keperawatan dan kebidanan,
pelayanan penunjang klinik, pelayanan penunjang nonklinik; dan
pelayanan rawat inap.
Tenaga medis Rumah Sakit Kelas B meliputi 12 (dua belas) dokter
umum untuk pelayanan medik dasar; 3 (tiga) dokter gigi umum untuk
pelayanan medik gigi mulut; 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap
jenis pelayanan medik spesialis dasar; 2 (dua) dokter spesialis untuk
setiap jenis pelayanan medik spesialis penunjang; 1 (satu) dokter
spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis lain; 1 (satu)
dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik subspesialis;
dan 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis gigi mulut. Rumah sakit Kelas B memiliki tempat tidur minimal
200 buah.
Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas: 1 (satu) apoteker
sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit; 4 (empat) apoteker yang
bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling sedikit 8 (delapan)
tenaga teknis kefarmasian; 4 (empat) apoteker di rawat inap yang dibantu
oleh paling sedikit 8 (delapan) tenaga teknis kefarmasian; 1 (satu)
apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal 2
(dua) tenaga teknis kefarmasian; 1 (satu) apoteker di ruang ICU yang
dibantu oleh paling sedikit 2 (dua) tenaga teknis kefarmasian; 1 (satu)
apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat
atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang
jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian
Rumah Sakit.
d) Kelas D
Rumah sakit umum Kelas D harus memiliki fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 Pelayanan Medik Spesialis
Dasar. Pelayanan kefarmasian, pelayanan keperawatan dan kebidanan,
pelayanan penunjang klinik, pelayanan penunjang nonklinik; dan
pelayanan rawat inap. Rumah sakit Kelas D memiliki tempat tidur
minimal 50 buah.
Tenaga medis Rumah Sakit Kelas D meliputi 4 (empat) dokter
umum untuk pelayanan medik dasar; 1 (satu) dokter gigi umum untuk
pelayanan medik gigi mulut; dan 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap
jenis pelayanan medik spesialis dasar.
Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas: 1 (satu) apoteker
sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit; 1 (satu) apoteker yang
bertugas di rawat jalan dan rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 4
(empat) tenaga teknis kefarmasian; dan 1 (satu) apoteker sebagai
koordinator penerimaan, distribusi dan produksi yang dapat merangkap
melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan
dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan
dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit.
D. Struktur Organisasi Rumah Sakit
Struktur organisasi adalah struktur yang menggambarkan pembagian
tugas, koordinasi kewenangan, fungsi dan tanggung jawab Rumah Sakit.
Pengorganisasian Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus mencakup
penyelenggaraan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu dan
bersifat dinamis dapat direvisi sesuai kebutuhan dengan tetap menjaga mutu.
Ketentuan terkait jabatan fungsional di Instalasi Farmasi Rumah Sakit diatur
menurut kebutuhan organisasi dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal
ini menjelaskan bahwa pengorganisasian Instalasi Farmasi Rumah Sakit
minimal terdiri dari kepala IFRS, pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan
farmasi klinik dan manajemen mutu.
Berdasarkan Kemenkes RI Permenkes RI No 1045 Tahun 2006,
struktur organisasi rumah sakit adalah terdiri dari:
1) Rumah Sakit Umum Kelas A
1. RSU Kelas A dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur Utama.
2. Direktur Utama membawahi paling banyak 4 (empat) Direktorat.
3. Masing-masing Direktorat terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Bidang
atau 3 (tiga) Bagian.
4. Masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Seksi.
5. Masing-masing Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Subbagian.
2) Rumah Sakit Umum Kelas B
1. RSU Kelas B Pendidikan
RSU Kelas B ini dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur Utama.
Direktur Utama membawahi paling banyak 3 (tiga) Direktorat.
Masing-masing Direktorat terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Bidang
atau 3 (tiga) Bagian.
Masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Seksi.
Masing-masing Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Subbagian.
2. Rumah Sakit Umum Kelas B non Pendidikan
RSU Kelas B Non Pendidikan dipimpin oleh seorang Kepala disebut
Direktur Utama.
Direktur Utama membawahi paling banyak 2 (dua) Direktorat.
Masing-masing Direktorat terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Bidang
atau 3 (tiga) Bagian.
Masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Seksi.
Masing-masing Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Subbagian.
Administrasi IFRS
G. Manajemen Pendukung
Siklus manajemen obat didukung oleh faktor-faktor pendukung
manajemen (management support) yang meliputi organisasi, administrasi dan
keuangan, Sistem Informasi Manajemen (SIM) dan Sumber Daya Manusia
(SDM). Setiap tahapan siklus manajemen obat harus selalu didukung oleh
keempat management support tersebut sehingga pengelolaan obat dapat
berlangsung secara efektif dan efisien.
b. Ketua PFT dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan dan jika
rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka
sebagai ketua adalah Farmakologi, sekretarisnya adalah apoteker dari
instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk.
c. PFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan
sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali.
Rapat PFT dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari
luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan
PFT.
d. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT diatur oleh
sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat.
e. Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang
sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat.
4. Tugas dan Kewajiban Tim Farmasi dan Terapi
Tugas PFT berdasarkan Permenkes No. 72 tahun 2016 antara lain:
a. Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan Obat di Rumah Sakit;
b. Melakukan seleksi dan evaluasi Obat yang akan masuk dalam
formularium Rumah Sakit;
c. Mengembangkan standar terapi;
d. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan Obat;
e. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan Obat yang
rasional;
f. Mengkoordinir penatalaksanaan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki;
g. Mengkoordinir penatalaksanaan medication error;
h. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan Obat di
Rumah Sakit.
Kewajiban Jawab PFT antara lain:
a. Memberikan rekomendasi pada Pimpinan rumah sakit untuk mencapai
budaya pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional.
Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
ini berdasarkan:
a. Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi
b. Standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang telah ditetapkan
c. Pola penyakit / Evidence based medicine
d. Efektifitas dan keamanan
e. Pengobatan berbasis bukti
f. Mutu
g. Harga
h. Ketersediaan di pasaran
Tujuan dari seleksi obat yaitu:
a. Meningkatkan penggunaan terapi obat yang rasional,
b. Meningkatkan ketepatan suatu obat dalam pengobatan seorang pasien,
c. Meningkatkan ketepatan dosis dan bentuk sediaan untuk pasien,
d. Ketersediaan terapi obat yang diseleksi,
e. Meminimalkan efek dan tindakan yang merugikan,
f. Menghindari interaksi dengan terapi lain, misal dengan makanan, uji
laboratorium dan faktor lingkungan.
Manfaat seleksi obat yaitu:
a. Memudahkan apoteker untuk memantau pemakaian dan evaluasi obat,
b. Menghindari tumpang tindih penggunaan anggaran,
c. Kesamaan persepsi antara pemakai obat dan penyedia anggaran,
d. Estimasi kebutuhan obat lebih tepat serta koordinasi antara penyedia
anggaran dan pemakai obat,
e. Mengoptimalkan pemanfaatan dana pengadaan obat.
2. Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan
periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan kebutuhan pasien di Rumah
Sakit.
D. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua
dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.
E.Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan
penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat
menjamin kualitas dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian.
Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan
keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Komponen yang harus diperhatikan antara lain:
a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat diberi
label yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan
dibuka, tanggal kadaluwarsa dan peringatan khusus.
b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali
untuk kebutuhan klinis yang penting.
c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien
dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan
pada area yang dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah
penatalaksanaan yang kurang hati-hati.
d. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat
diidentifikasi.
e. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan
barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
F.Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien
dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu.
Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat
menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai di unit
pelayanan. Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:
a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)
1) Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola
oleh Instalasi Farmasi.
2) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat
dibutuhkan.
3) Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang
mengelola (di atas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan
kepada penanggung jawab ruangan.
4) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor
stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.
5) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan
interaksi Obat pada setiap jenis Obat yang disediakan di floor stock.
b. Sistem Resep Perorangan
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat
jalan dan rawat inap melalui Instalasi Farmasi.
c. Sistem Unit Dosis
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan dalam
unit dosis tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien.
Sistem unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap.
d. Sistem Kombinasi
Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan
kombinasi a + b atau b + c atau a + c. Sistem distribusi Unit Dose
Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk pasien rawat inap mengingat
dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian Obat dapat diminimalkan
sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor stock atau
Resep individu yang mencapai 18%. Sistem distribusi dirancang atas
dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan
mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada; dan
metode sentralisasi atau desentralisasi.
G. Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan
dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi
standar/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin
edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau
berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan
tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM. Penarikan Alat Kesehatan
dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya
dicabut oleh Menteri. Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai bila:
a. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu
b. Telah kadaluwarsa
c. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan
d. Dicabut izin edarnya.
I. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan
untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Kegiatan
administrasi terdiri dari:
a. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan
pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,
pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan
dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai. Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan Instalasi
Farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan, triwulanan, semester
atau pertahun). Jenis-jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan
peraturan yang berlaku.
b. Administrasi Keuangan
Apabila Instalasi Farmasi harus mengelola keuangan maka perlu
menyelenggarakan administrasi keuangan. Administrasi keuangan
merupakan pengaturan anggaran, pengendalian dan analisa biaya,
pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan, penggunaan
laporan yang berkaitan dengan semua kegiatan Pelayanan Kefarmasian
secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan,
semesteran atau tahunan.
c. Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar
dengan cara membuat usulan penghapusan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai kepada pihak terkait sesuai
dengan prosedur yang berlaku.
Kegiatan:
a. Penelusuran riwayat penggunaan Obat kepada pasien/keluarganya;
b. Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan Obat pasien.
Informasi yang harus didapatkan:
a. Nama Obat (termasuk Obat non Resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi
penggunaan, indikasi dan lama penggunaan Obat;
b. Reaksi Obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi; dan
c. Kepatuhan terhadap regimen penggunaan Obat (jumlah Obat yang tersisa).
C. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi Obat merupakan suatu proses membandingkan
instruksi pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien.
Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat
(medication error) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi,
kesalahan dosis atau interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication
error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit
ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang
keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan
sebaliknya.
Tujuan dilakukannya rekonsiliasi Obat adalah:
a. Memastikan informasi yang akurat tentang Obat yang digunakan pasien;
b. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi
dokter; dan
c. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter.
Tahap proses rekonsiliasi Obat yaitu:
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan mencatat data dan memverifikasi
Obat yang sedang dan akan digunakan pasien. Data yang dikumpulkan
meliputi nama Obat, dosis, frekuensi, rute, Obat mulai diberikan, diganti,
dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek samping Obat yang
pernah terjadi.
Untuk data alergi dan efek samping Obat harus dicatat tanggal
kejadian, Obat yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping,
efek yang terjadi, dan tingkat keparahan. Data riwayat penggunaan Obat bisa
didapatkan dari pasien, keluarga pasien, daftar Obat pasien, Obat yang ada
pada pasien, dan rekam medik/medication chart. Data Obat yang dapat
digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya. Semua Obat yang
digunakan oleh pasien baik Resep maupun Obat bebas termasuk herbal harus
dilakukan proses rekonsiliasi.
b. Koparasi
Komparasi dilakukan dengan membandingkan data Obat yang pernah,
sedang dan akan digunakan oleh pasien. Discrepancy atau ketidakcocokan
terjadi bilamana ditemukan ketidakcocokan/perbedaan diantara data-data
tersebut. Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada Obat yang hilang, berbeda,
ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang didokumentasikan pada
rekam medik pasien. Ketidakcocokan ini dapat bersifat disengaja (intentional)
oleh dokter pada saat penulisan Resep maupun tidak disengaja (unintentional)
dimana dokter tidak tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan Resep.
c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian
dokumentasi. Bila terdapat ketidaksesuaian, maka harus menghubungi dokter
dalam waktu kurang dari 24 jam. Beberapa hal lain yang harus dilakukan oleh
Apoteker adalah:
1) Menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau tidak
disengaja;
2) Mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau pengganti; dan
3) Memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya rekonsilliasi
Obat.
d. Komunikasi
E. Konseling
Konseling merupakan suatu aktivitas pemberian nasihat
atau saran terkait terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada
pasien dan/atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan
maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan
atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau
keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan
kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker.
Pemberian konseling Obat bertujuan untuk
mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi Obat
yang tidak dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-
effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan
penggunaan Obat bagi pasien (patient safety).
Secara khusus konseling Obat ditujukan untuk:
a. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien;
b. Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien;
c. Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan Obat;
d. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan Obat
dengan penyakitnya;
e. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan;
f. Mencegah atau meminimalkan masalah terkait Obat; meningkatkan
kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam hal terapi;
g. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan; dan
h. Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan Obat sehingga dapat
mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien.
Kegiatan dalam konseling Obat meliputi:
a. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien;
b. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan Obat
melalui Three Prime Questions;
Petunjuk teknis mengenai pemantauan terapi Obat akan diatur lebih lanjut oleh
Direktur Jenderal.
H. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan suatu
kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang tidak
dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Sedangkan
Efek Samping Obat adalah reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang
terkait dengan kerja farmakologi.
MESO bertujuan:
a. Menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat,
tidak dikenal, frekuensinya jarang;
b. Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang baru
saja ditemukan;
c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi
angka kejadian dan hebatnya ESO;
d. Meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang idak dikehendaki; dan
e. Mencegah terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki.
Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO:
a. Mendeteksi adanya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ESO);
b. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko tinggi
mengalami ESO;
c. Mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme Naranjo;
d. Mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di Tim/Sub Komite/Tim
Farmasi dan Terapi;
e. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.
Faktor yang perlu diperhatikan:
a. kerjasama dengan Komite/Tim Farmasi dan Terapi dan ruang rawat; dan
b. ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
petugas maupun sediaan obatnya dari efek toksik dan kontaminasi, dengan
menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada saat pencampuran,
distribusi, maupun proses pemberian kepada pasien sampai pembuangan
limbahnya.
Kegiatan dalam penanganan sediaan sitostatik meliputi:
1. Melakukan perhitungan dosis secara akurat;
2. Melarutkan sediaan Obat kanker dengan pelarut yang sesuai;
3. Mencampur sediaan Obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan;
4. Mengemas dalam kemasan tertentu; dan
5. Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku.
Faktor yang perlu diperhatikan:
1. Ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai;
2. Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet;
3. HEPA filter;
4. Alat Pelindung Diri (APD);
5. Sumber daya manusia yang terlatih; dan
6. Cara pemberian Obat kanker.
K. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan
interpretasi hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan
dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas
usulan dari Apoteker kepada dokter.
PKOD bertujuan:
a. Mengetahui Kadar Obat dalam Darah; dan
b. Memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat.
Kegiatan PKOD meliputi:
a. Melakukan penilaian kebutuhan pasien yang membutuhkan Pemeriksaan Kadar
Obat dalam Darah (PKOD);
b. Mendiskusikan kepada dokter untuk persetujuan melakukan Pemeriksaan
Kadar Obat dalam Darah (PKOD); dan
BAB III
KEGIATAN PRAKTEK KERJA DAN PEMBAHASAN
56
57
Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta
Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang
Periode 01 Agustus 2017 – 30 September 2017
Tahun 1959 mulai direncanakan membangun sebuah Rumah Sakit baru yang
sekarang berlokasi di jalan A. Yani No.9 Tangerang, bersebelahan dengan
gedung Sekolah Djuru Rawat (SDK) dan Kementrian Kesehatan.
Tahun 1963 di bangun gedung kantor yang sederhana. Pada
permulaan tahun 1964 Menteri Kesehatan Prof. Dr. Satrio menyerahkan
gedung SDK kepada Pemda Tangerang. Pada tanggal 5 Mei 1964 RSU pindah
dari Jl. Daan Mogot ke Jl. A. Yani No. 9 menggunakan gedung bekas SDK
sebagai tempat perawatan dengan 60 tempat tidur dan penambahan gedung
kantor untuk Tata Usaha, Poliklinik Umum, Poliklinik Bedah, Apotik dan
Laboratorium. Pada tanggal 5 Mei 1964 ditetapkan sebagai hari jadi Rumah
Sakit Umum Tangerang Kabupaten Tangerang dan dipimpin oleh Dr. Willy
Ranti sebagai direktur.
Tanggal 11 September 1969 menjalin kerjasama antara Pemerintah
Daerah Tangerang dengan RS Ciptomangunkusuma / Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, untuk meningkatkan fasilitas pada RSU Kabupaten
Tangerang. Sejak tahun anggaran 1969/1970 RSU Kabupaten Tangerang
mulai dikembangkan secara bertahap dengan biaya dari APBD TK.II, APBD
TK.1 dan APBD sehingga mempunyai kapasitas perawatan 341 tempat tidur.
Tahun 1976 RSU Kabupaten Tangerang dimanfaat untuk pendidikan
mahasiswa tingkat V dan VI FKUI dari bagian Penyakit Dalam, Kesehatan
Anak, Bedah dan Kebidanan /Kandungan. Sejak tahun 1977 dimanfaatkan
untuk pendidikan dokter Spesialis Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Bedah
Umum, Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Sejak tanggal 22 September
1986 telah dijalin pula kerjasama antara Pemda Tangerang dengan Fakultas
Kedokteran Gigi UI dengan tujuan meningkatkan pelayanan RSU Kabupaten
Tangerang serta memanfaatkannya untuk pendidikan.
Tanggal 22 April 1989, Direktur/Pimpinan RSU Kabupaten
Tangerang mengalami pergantian dari Dr. Willy Ranti kepada Dr. H. Syartil
Arfan N.SpA. Pada tanggal 15 Desember 1993 status RSU Kabupaten
Tangerang ditingkatkan dari kelas C menjadi kelas B non pendidikan dengan
apasitas saat itu sebanyak 337 tempat tidur dan melayani 23 jenis
keahlian/spesialis. RSU Kabupaten Tangerang memperoleh Sertifikat
Akreditasi penuh untuk bidang Administrasi Manajemen, Perawatan, Gawat
Darurat dan Pelayanan pada tanggal 21 Januari 1997 sampai tahun 2000. Pada
tanggal 5 Februari 2001 pelantikan Dr. H. Budhi Setiawan, SpP, MARS oleh
Bapak Bupati sebagai Direktur RSU Kabupaten Tangerang menggantikan Dr.
H. Syartil Arfan N.SpA. Tanggal 19 Februari 2001, Menteri Kesehatan RI, Dr.
Ahmad Suyudi meresmikan Instalasi Pengolahan Limah rumah sakit untuk 22
rumah sakit di 5 propinsi di RSU Kabupaten Tangerang.
Tanggal 20 Desember 2005 dikeluarnya PP No.23 Tahun 2005
tentang Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, maka RSU
Kabupaten Tangerang berdasarkan Keputusan Bupati Tangerang
No.445/Kep.402-HUK/2005 terhitung mulai tahun 2006 menyelenggarakan
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Pada tanggal 22
Desember 2006, mendapat Piagam Penghargaan “Citra Pelayanan Prima”
dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.Atas Keberhasilannya dalam
meningkatkan Kualitas Pelayanan Kepada Masyarakat. Tanggal 21 Maret
2007, Pelantikan Dr. H. MJN. Mamahit, Sp.OG, MARS oleh Bupati
Tangerang sebagai Direktur RSU Kabupaten Tangerang menggantikan Dr. H.
Budhi Setiawan, SpP. MARS yang memasuki masa pension.
Rumah Sakit Umum Tangerang memperoleh Juara II Lomba
Kebersihan. Rumah Sakit se-Kabupaten Tangerang dan Juara I Lomba
Rumah Sakit Sayang Ibu Tingkat Provinsi Banten pada Tahun 2007 Juara II.
Kemudian mendapat pula Piagam Penghargaan Pelaksana Pelayanan
Informasi Obat Terbaik pada Proyek Percontohan PIO Tahun 2008 dari
Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 11
November 2010 tercatat sebagai Membersip PERSI. Tahun 2010
Piagam Penghargaan Indonesian Hospital Management Award. Tahun
2011 meraih Predikat Biru pada Program Penilaian Peringkat Kinerja
Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup dari Kementerian
d. Moto
Kami Ada Untuk Ada
e. Nilai-nilai budaya kerja
“I CARE”
I : Integritas
C : Cakap
A : Akuntabel
R : Responsif
E : Efisien
2. Klasifikasi Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang
Sistem klasifikasi rumah sakit yang seragam diperlukan untuk
memberi kemudahan mengetahui identitas, organisasi, jenis pelayanan yang
diberikan, pemilik, dan kapasitas tempat tidur.
Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang termasuk Rumah sakit
umum kelas “B Pendidikan” yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik
terbatas. Tanggal 15 Desember 2013 Status RSU Tangerang ditingkatkan dari
kelas B non Pendidikan menjadi B Pendidikan dengan kapasitas sebanyak
487 tempat tidur dan melayani 27 jenis keahlian/spesialis.
3. Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang
Rumah Sakit Umum Kabupaten Kabupaten Tangerang berdasarkan
kepada Peraturan Daerah No. 02 Tahun 2008 dimana Rumah Sakit Umum
Kabupaten Tangerang memiliki struktur yang di pimpin oleh seorang
Direktur, dibantu oleh 3 Wadir yaitu Wadir Pelayanan, Wadir Pelayanan
Penunjang dan Wadir Administrasi dan Keuangan, 4 Kepala Bidang, 6
Kepala Sub. Bidang, 9 Kepala Seksi dan 20 Kepala Instalasi.
tetapi lama tinggal pasien di rumah sakit lebih sedikit. Hal ini menunjukkan
bahwa nilai AVLOS RSU Kabupaten Tangerang baik.
C. Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) didefenisikan sebagai suatu
departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan
seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang yang memenuhi
persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara
profesional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab
atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian yang terdiri atas pelayanan
paripurna, yaitu pengelolaan sediaan farmasi yang mencakup seleksi atau
pemilihan; perencanaan; pengadaan; produksi; penyimpanan perbekalan
kesehatan/sediaan farmasi; pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh
perbekalan kesehatan di rumah sakit; dan pelayanan farmasi klinik yang
mencakup pengkajian dan pelayanan resep; dispensing obat berdasarkan resep
bagi penderita rawat inap dan rawat jalan; pengendalian mutu; pelayanan
farmasi klinik umum dan spesialis yang mencakup pelayanan langsung pada
penderita serta pelayanan klinik yang merupakan program rumah sakit secara
keseluruhan. Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang memiliki Instalasi
Farmasi Rumah sakit yang berada di bawah wakil direktur pelayanan
penunjang, hal ini telah sesuai dengan standar Departemen RI. Instalasi
Farmasi Rumah Sakit mempunyai tugas dalam membantu pelayanan obat dan
alat kesehatan yang di butuhkan oleh Rumah Sakit.
1. Falsafah, Visi, Misi, Tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum
Kabupaten Tangerang .
a. Falsafah
Falsafah yang di miliki oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit
berdasarkan pelayanan kefarmasian yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yaitu
melaksanakan manajemen logistik yang mengacu pada “Sistem Satu
Pintu” serta memberikan pelayanan farmasi klinik.
b. Visi
Visi dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Kabupaten
Tangerang yaitu ‘’Terwujudnya pelayanan kefarmasian yang bermutu
dan terjangkau berdasarkan Pharmaceutical Care’’.
c. Misi
Misi dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Kabupaten
Tangerang yaitu sebagai berikut :
1) Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang cepat dan tepat
yang berorientasi kepada peningkatan kualitas hidup pasien.
2) Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang
dimiliki.
3) Meningkatkan kerjasama yang harmonis dengan pihak ketiga.
4) Mengupayakan penyediaan perbekalan farmasi yang lengkap,
bermutu dan terjangkau.
5) Melaksanakan pelayanan farmasi klinik secara optimal yang
berinteraksi langsung langsung dengan pasien dan tenaga
kesehatan lainnya.
d. Tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Tujuan dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit yaitu sebagai berikut :
1) Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik profesi.
2) Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE).
3) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan dibidang farmasi.
4) Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan
dan formularium rumah sakit.
2. Manajemen Pendukung
Adapun manajemen pendukung dalam instalasi farmasi rumah sakit yaitu
sebagai berikut:
a. Struktur Organisasi
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Tangerang selalu mengutamakan
kepentingan dan kepuasaan konsumen, sehingga instalasi farmasi selalu
berusaha membuat perkembangan dan perbaikan disegala sisi untuk
meningkatkan mutu pelayanan.
a) Pembelian Langsung
Pembelian langsung pada obat dan bahan medis habis
pakai (BMHP) yang harganya kurang dari satu juta. Panitian
pembuat komitmen (PPK) melakukan pembelian langsung ke
distributor dengan membuat surat pesanan ke PBF. Pembayaran
menggunakan kwitansi. Barang datang diperiksa oleh Panitia
Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP), disimpan ke gudang dan
disitribusikan ke seluruh depo RSU Kabupaten.
b) Pengadaan langsung
Pengadaan langsung ke satu PBF yang dilakukan untuk
obat dan bahan medis habis pakai (BMHP) yang harganya
dibawah 200 juta. Sistem pengadaan dengan cara penunjukkan
langsung memberikan manfaat bagi IFRS, antara lain lebih
mudah dan lebih sederhana, mengurangi resiko terjadinya
penumpukan obat di gudang, menghindari kadaluarsa obat
karena penyimpanan yang lama, dan obat dan sediaan farmasi,
alkes dan bahan medis habis pakai yang dibutuhkan dapat
diperoleh lebih cepat.
Alur pengadaan barang secara penunjukan dan
pengadaan langsung dilakukan dengan cara kepala instalasi
farmasi membuat Surat Permohonan Permintaan Barang
(SPPB) yang dibuat sesuai dengan kebutuhan kepada satu PBF
dan ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi yang menjadi
dasar untuk membeli barang. SPPB tersebut berisi nama
produk, stok barang yang ada, jumlah yang diminta dan harga
produk. SPPB diberikan ke kepala bidang pelayanan penunjang
medik untuk di pilih dan di cek kesesuaian antara SPPB dengan
RBA. Jika sudah sesuai, maka akan dibuatkan Bon
Permohonan Biaya (BPB).
Untuk pasien umum akan diberikan nomor resep dan nomor yang
ditulis di resep umum, resep akan di skrining lalu obat – obat tersebut akan
di entry kemudian disiapkan, diberi etiket, lalu dilakukan pengecekan
ulang antara obat dan resep oleh apoteker, kemudian obat diberikan
kepada pasien disertai pemberian informasi yang diperlukan berkaitan
dengan obatnya. Depo farmasi rawat jalan tidak hanya melayani resep
pasien umum tapi juga pasien BPJS. Depo farmasi obat rawat jalan
menerapkan sistem resep individual dari pasien umum dan BPJS yang
telah berobat di poliklinik. Penebusan obat akan dialihkan ke depo IGD
apabila pasien menebus obat di luar jam bukanya depo tersebut yaitu
setelah pukul 15.30 WIB. Depo Rawat Jalan, Jamkesda dan BPJS
melayani pasien setiap hari Senin-kamis pukul 08.00-15.30 dan Jumat
pukul 08.00-16.00.
Sistem penyimpanan obat dan alat kesehatan di susun berdasarkan
efek farmakologi dan obat generik maupun paten juga di bedakan tempat
penyimpanannya serta penyimpanan alat kesehatan di bedakan tempat
penyimpanannya. Untuk obat-obat yang berada pada suhu dingin di
simpan di lemari pendingin yang telah di sediaan seperti obat-obat insulin,
suppositoria.
Mahasiswa PKPA manajemen juga melakukan kegiatan kefarmasian
di depo rawat jalan. Mahasiswa menyiapkan obat-obatan yang ada dalam
resep dokter. Setelah obat-obat tersebut telah di siapkan, kemudian di
berikan ke bagian pelayanan farmasi klinik untuk di serahkan langsung ke
pasien. Selain itu mahasiswa juga menyiapkan obat-obatan berdasarkan
efek farmakologi dan juga melakukan stok opname saat akhir bulan untuk
mengetahui sisa stok obat atau alat kesehatan.
2) Komparasi
Petugas kesehatan membandingkan data obat yang pernah,
sedang dan akan digunakan. Hal ini untuk mengetahui apakah ada
ketidakcocokan antara obat yang hilang, berbeda, ditambahkan atau
diganti tanpa ada penjelasan yang didokumentasikan pada rekam
medik pasien. Ketidakcocokan ini dapat bersifat disengaja (intentional)
oleh dokter pada saat penulisan Resep maupun tidak disengaja
(unintentional) dimana dokter tidak tahu adanya perbedaan pada saat
menuliskan Resep.
3) Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian
dokumentasi. Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi
kurang dari 24 jam. Hal lain yang harus dilakukan oleh Apoteker
adalah:
a) Menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau tidak
disengaja;
b) Mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau
pengganti; dan
c) Memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya
rekonsilliasi Obat.
4) Komunikasi
Sarung Tangan
Melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan
penyakit dan melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada
di tangan petugas kesehatan. Sarung tangan merupakan penghalang
(barrier) fisik paling penting untuk mencegah penyebaran infeksi.
Sarung tangan harus diganti antara setiap kontak dengan satu
pasien ke pasien lainnya, untuk menghindari kontaminasi silang.
Masker
Harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut,
bagian bawah dagu, dan rambut pada wajah (jenggot). Masker
dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas
kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta
untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya
memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan.
Alat Pelindung Mata
Melindungi petugas dari percikan darah atau cairan
tubuh lain dengan cara melindungi mata. Pelindung mata
mencakup kacamata (goggles) plastik bening, kacamata pengaman,
pelindung wajah dan visor. Kacamata koreksi atau kacamata
dengan lensa polos juga dapat digunakan, tetapi hanya jika
ditambahkan pelindung pada bagian sisi mata.
Topi
Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala
sehingga serpihan kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka
selama pembedahan. Topi harus cukup besar untuk mentup semua
rambut. Meskipun topi dapat dapat memberikan sejumlah
perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utamanya adalah untuk
melindungi pemakainya darah atau cairan tubuh yang terpercik
atau menyemprot
Baju pelindung
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Rumah Sakit Umum milik Pemerintah kabupaten Tangerang adalah rumah
sakit pendidikan yang memilki akreditasi “B pendidikan”, dan berhasil
meraih predikat LULUS dengan tingkat “PARIPURNA (Bintang Lima)”
pada tanggal 8 Agustus 2016 dan berlaku sampai dengan 25 Juli 2019.
Berdasarkan standar Akreditasi versi 2012, tingkat paripurna merupakan
nilai kelulusan tertinggi yang dapat dicapai oleh rumah sakit dan
dinyatakan telah lulus terhadap 15 penilaian program kerja, diantaranya
adalah kelompok standar pelayanan berfokus pada pasien, kelompok
standar manajemen rumah sakit, sasaran keselamatan pasien rumah sakit
dan sasaran Millenium Development Goal
2. Nilai BOR dan AVLOS di RSU Kabupaten Tangerang adalah nilai BOR
71,92% dan nilai AVLOS 4 hari (Sumber KARS)
3. Farmasis di RSU Kabupaten Tangerang memiliki fungsi dan peranan
penting baik dalam aspek manajerial dan pelayanan klinis.
4. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang merupakan
suatu departemen atau unit pelayanan fungsional di bidang penunjang non
medis yang dipimpin oleh seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa
orang apoteker yang bertanggung jawab atas seluruh pelayanan
kefarmasian.
5. Secara fungsional tugas utama apoteker di IFRS Umum Tangerang adalah
menyediakan kebutuhan obat untuk pasien rawat inap dan rawat jalan,
menyiapkan obat sesuai resep dokter, berkomunikasi bersama dokter dan
perawat serta memberikan informasi yang jelas tentang petunjuk
pemakaian obat kepada pasien dan/atau keluarga pasien, mencatat dan
menginformasikan stok obat perhari serta mempertanggung jawabkan
pemakaian psikotropika dan narkotika.
B. Saran
1. Perlu penambahan tenaga apoteker agar proses pelayanan kefarmasian
dapat berjalan secara efektif dan efisien.
2. Penerapan phamaceutical care kedepannya lebih ditingkatkan lagi,
terutama dalam hal komunikasi dan konseling terhadap pasien dengan
memanfaatkan ruangan yang telah tersedia sehingga paradigma patient
oriented lebih dikenal oleh masyarakat.
3. Perlu perluasan ruang tempat penyimpanan obat yang ada di ruangan
sehingga tidak menumpuk dan di terlihat lebih rapi dan teratur.
4. Pengadaan obat perlu ditingkatkan dengan memperhatikan tingkat
kebutuhan obat dari segi peresepan yang sering diberikan untuk mencegah
kekosongan obat.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 2004, Standar Pelayanan Kefaarmasian di Rumah Sakit, Dep. Kes.
R1, Jakarta.
Depkes RI, 2004, Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia (UU RI)
No.44/2004 Tentang Rumah Sakit.
Anonim.2008. Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi d Rumah
Sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Anonim. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit. Jakarta
Anonim. 2009. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Anonim. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No
340/Menkes/PER/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Anonim, 2012, Profil RSUD Tangerang Tahun 2011. Tangerang.
Anonim. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan No. 58/MENKES/PER/1/2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Departemen
Kesehatan RI. Jakarta.
Anonim. 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi Rumah
Sakit, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim. 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Depkes RI, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit
Depkes RI, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit
63