Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI RST dr SOEJONO MAGELANG

Tanggal 1 FEBRUARI – 27 MARET 2021

DISUSUN OLEH:

Zakiyatul Ftiroh, S. Farm

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2020

i
LEMBAR PENGESAHAN
PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK SIROTO

KOTA SEMARANG

Tanggal 1 OKTOBER – 27 NOVEMBER 2020

Disetujui Oleh :

Pembimbing Akademik Preceptor

(Apt. Ika Buana Januarti, M. Sc) ( Apt. Ari Sukma , M.Sc)

Mengetahui,

Ketua Program Studi Apoteker

Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Sultan Agung Semarang

(Prof. Dr. Apt. Suwaldi Martodihardjo, M.Sc)

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan dan
menyelesaikan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RST dr
SOEJONO MAGELANG pada periode 1 Februari – 27 Maret 2021. PKPA ini
dilaksanakan oleh mahasiswa tingkat profesi sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Profesi Apoteker Universitas
Islam Sultan Agung Semarang. Melalui PKPA ini diharapkan dapat menambah
wawasan, pengetahuan, dan pengalaman yang berkaitan dengan bidang farmasi di
rumah sakit. Pelaksanaan dan penyusunan laporan PKPA ini tentunya tidak dapat
berjalan dengan lancar tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. dr. H Setyo Trisnadi, Sp. KF. SH Selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
2. Bapak Prof. Dr. Apt. Suwaldi Martodihardjo, M.Sc selaku Ketua Program
Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
3. Ibu Dr. Apt. Naniek Widyaningrum, M.Sc selaku wakil ketua Program Studi
Profesi Apoteker Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
4. Ibu Apt. Ari Sukma, M.Sc selaku preseptor yang telah memberikan
bimbingan, masukan, arahan dan supportnya dalam penyusunan laporan ini.
5. Ibu Apt. Ika Buana Januarti, M. Sc selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan dan masukan, arahan dan supportnya dalam
menyelesaikan laporan ini
6. Seluruh Staff karyawan di RST dr. SOEJONO MAGELANG yang telah
menerima dengan baik dan membantu selama pelaksanaan Praktek Kerja
Profesi Apoteker .

iii
7. Kedua orang tua saya terimakasih atas kasih sayang, doa, semangat
dukungan, perhatian, kesabaran, dan dorongan yang tiada hentinya.
8. Teman-teman Apoteker Angkatan II Universitas Islam Sultan Agung
Semarang atas dukungan dan kerjasama selama ini.
Penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh
selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengaharap kritik, saran dan
masukan dari semua pihak agar dapat menjadi perbaikan di masa yang akan
datang.

Semarang, Februari 2021

iv
5
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia.
Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang dapat diartikan sebagai keadaan
sehat baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Undang-Undang
No. 36 tahun 2009). Setiap manusia memiliki hak yang sama untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang paripurna sesuai dengan kebutuhan. Pelayanan
kesehatan yang paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif (Undang-Undang No. 44 tahun 2009).
Rumah Sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat daruat (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Dalam rangka melakukan upaya kesehatan
tersebut, Rumah Sakit perlu didukung oleh semua bagian yang ada di dalamnya
termasuk tenaga kesehatan yaitu setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga
Kefarmasian merupakan satu diantara tenaga kesehatan yang berperan dalam
memberikan pelayanan kesehatan pada pasien di Rumah Sakit. Pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit, diatur dan dikelola oleh Instalasi Farmasi Rumah
Sakit (IFRS). Pelayanan kefarmasian ini termasuk pelayanan utama di Rumah
Sakit karena hampir seluruh pelayanan yang diberikan pada penderita di Rumah
Sakit berkaitan dengan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan (Undang-
Undang No. 36 tahun 2014).
Apoteker mempunyai peranan yang penting dalam pelayanan kefarmasian
di IFRS yang meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
distribusi, produksi, dan pengawasan perbekalan farmasi. Peran lainnya dalam
Farmasi Rumah Sakit adalah secara aktif memberikan solusi dari masalah obat
yang diberikan kepada tim medis setelah dilakuan diagnosis yang tepat. Oleh

1
karena itu, apoteker diharapkan memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam
melaksanakan pelayanan kefarmasian, baik berupa pengetahuan dan keterampilan
di bidang manajemen, serta komunikasi di samping ilmu kefarmasian itu sendiri,
sehingga berkompeten untuk bekerja secara efektif dengan tenaga kesehatan lain
(Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009).
Untuk meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan bekerja sama dengan profesi kesehatan lainnya, maka Progam Studi
Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sultan Agung Semarang telah
bekerja sama dengan Rumah Sakit Tentara dr Soejono Magelang
menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Penulis
melaksanakan PKPA dari tanggal 1 Februari - 27 Maret 2021. Melalui kegiatan
PKPA ini mahasiswa calon apoteker diharapkan memiliki bekal pengetahuan
tentang Instalasi Farmasi Rumah Sakit sehingga dapat mengabdikan diri sebagai
apoteker yang profesional dan handal di masa yang akan datang.

B. Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Tentara dr. Soejono
Magelang bertujuan agar mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker:
1. Memahami peranan, tugas, dan tanggung jawab apoteker di Rumah Sakit
sesuai dengan ketentuan dan etika pelayanan farmasi khususnya dan
pelayanan kesehatan umumnya.
2. Memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman praktis untuk
melakukan praktek kefarmasian di Rumah Sakit.
Memiliki gambaran nyata tentang permasalahan praktek kefarmasian serta
mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka
pengembangan praktek kefarmasian di Rumah Sakit

C. Manfaat
Manfaat dilaksanakannya PKPA di Pukemas adalah sebagai berikut:
1. Mendapatkan pengalaman dan wawasan mengenai praktek kefarmasian di
Rumah sakit.

2
2. Memberikan kesempatan kepada calon apoteker untuk melihat dan
mempelajari tugas dan tanggung jawab apoteker di rumah sakit
3. Mendapatkan pengalaman dan bekal kefarmasian untuk digunakan dimasa
yang akan datang.

3
BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Rumah Sakit
1. Pengertian Rumah Sakit
Rumah Sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat yaitu keadaan
klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan
nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (Undang-Undang No. 44 tahun
2009).

2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit


Tugas dari Rumah Sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan
perorangan yang paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan
kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, sementara
pelayanan kesehatan perorangan berarti setiap kegiatan pelayanan yang diberikan
oleh tenaga kesehatan untuk memeliharan dan meningkatkan kesehatan,
mencegah dan mengobati penyakit, serta memelihara kesehatan. Fungsi dari
Rumah Sakit yaitu (Undang-Undang No. 44 tahun 2009):
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan Rumah Sakit
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna secara spesialis dan subspesialis sesuai kebutuhan
medis
c. Penyelenggaraan pendidikan dan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan
d. Penyelenggaraan penelitian, pengembangan dan penapisan teknologi bidang
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika dan ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

4
3. Klasifikasi Rumah Sakit
Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, Rumah sakit
diklasifikasikan menjadi Rumah Sakit kelas A, B, C, dan D seperti yang
tercantum dalam Undang-Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Rumah Sakit kelas A adalah rumah sakit yang memiliki fasilitas dan pelayanan
medik meliputi paling sedikit 4 spesialis dasar, 5 spesialis penunjang medik, 12
spesialis lain dan 13 subspesialis. Rumah3Sakit kelas B adalah rumah sakit yang
memiliki pelayanan medik meliputi paling sedikit 4 spesialis dasar, 4 spesialis
penunjang medik, 8 spesialis lain dan 2 subspesialis. Rumah Sakit kelas C adalah
rumah sakit yang memliki fasilitas dan pelayanan medik meliputi peling sedikit 4
spesialis dasar dan 4 spesialis penunjang medik. Rumah Sakit kelas D adalah
rumah sakit yang hanya memliki faslilitas dan kemampuan pelayanan medik
paling sedikit 2 spesialis dasar.

B. Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit

Pelayanan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem


pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien.
Pelayanan Kefarmasian bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan
menyelesaikan masalah terkait Obat. Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alkes, dan BMHP
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai di rumah sakit yang menjamin seluruh
rangkain kegiatan perbekalan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas,
manfaat, dan keamanannya. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai harus dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir
dan menggunakan proses yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan kendali

5
biaya. Kegiatan yang dilakukan meliputi (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2014):
a. Pemilihan
Kegiatan pemilihan bertujuan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan.
Pemilihan dapat dilakukan berdasarkan formularium dan standar
pengobatan/pedoman diagnosa, standar sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai, pola penyakit, efektifitas dan keamanan, pengobatan
berbasis bukti, mutu, harga serta ketersediaan di pasaran.
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium
Nasional. Formularium Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang disepakati
staf medis, disusun oleh Tim Farmasi dan Terapi (TFT) yang ditetapkan oleh
Pimpinan Rumah Sakit. Kriteria pemilihan Obat untuk masuk Formularium
Rumah Sakit yaitu mengutamakan penggunaan Obat generik, memiliki rasio
manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan penderita, mutu
terjamin (termasuk stabilitas dan bioavailabilitas), praktis dalam penyimpanan
dan pengangkutan, praktis dalam penggunaan dan penyerahan, menguntungkan
dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien, memiliki rasio manfaat-
biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan biaya langsung dan tidak
lansung, dan Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman
(evidence based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan
harga yang terjangkau.
b. Perencanaan Kebutuhan
Kegiatan perencanaan kebutuhan betujuan untuk menentukan jumlah dan
periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya
kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan
dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode
yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah
ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi
dan epidemiologi serta disesuaikan dengan anggaran yang ada. Pedoman

6
perencanaan harus mempertimbangkan anggaran, prioritas, sisa persediaan,
data pemakaian periode tahun yang lalu, waktu tunggu pemesanan dan rencana
pengembangan.
c. Pengadaan
Kegiatan ini dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan.
Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang
tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan
merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan,
penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana,
pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi
kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran. Proses pengadaan
sebaiknya dilakukan oleh tenaga kefarmasian untuk menjamin mutu dan
spesifikasi yang dipersyaratkan.
d. Penerimaan
Kegiatan penerimaan bertujuan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua
dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.
e. Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan
penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat
menjamin kualitas dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan
kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan,
sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Metode penyimpanan
dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan, dan jenis Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan disusun secara
alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First
In First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen.

7
Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound
Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk
mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat. Elektrolit konsentrasi tinggi
tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk kebutuhan klinis yang penting;
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang harus
disimpan terpisah yaitu 1) bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang
tahan api dan diberi tanda khusus bahan berbahaya, 2) gas medis disimpan
dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan untuk menghindari
kesalahan pengambilan jenis gas medis, 3) penyimpanan tabung gas medis
kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung
gas medis di ruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan.
f. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis
pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/psien dengan
tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. Sistem
distribusi di unit pelayanan dapat dilaksanakan dengan cara sistem persediaan
lengkap di ruangan (Floor Stock), sistem resep perorangan, sistem unit dosis
dan sistem kombinasi. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk
dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas
sumber daya yang ada serta metode sentralisasi atau desentralisasi.
g. Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai
Kegiatan pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan
dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Pemusnahan dilakukan jika produk tidak memenuhi persyaratan mutu,
telah kedaluwarsa, tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan dan dicabut izin edarnya.

8
Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan dilakukan oleh BPOM atau
pabrikan asal. Rumah Sakit harus mempunyai sistem pencatatan terhadap
kegiatan penarikan.
h. Pengendalian
Kegiatan pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan
dan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
Pengendalian penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan Tim
Farmasi dan Terapi (TFT) di Rumah Sakit. Pengendalian dapat dilakukan
dengan cara melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow
moving), melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan selama 3 bulan
berturut-turut (death stock) dan melakukan stock opname yang dilakukan
secara periodik dan berkala.
i. Administrasi
Kegiatan administrasi harus dilakukan secara tertib dan
berkesinambungan untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah
berlalu. Kegiatan ini terdiri dari:
1) Pencatatan dan Pelaporan
Kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai harus dilakukan pencatatan dan pelaporan yang meliputi
perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian,
pengendalian persediaan, pemusnahan dan penarikannya. Pelaporan dibuat
secara periodik yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam periode waktu
tertentu (bulanan, triwulan, semester atau pertahun).
2) Administrasi Keuangan
Kegiatan ini merupakan pengaturan anggaran, pengendalian dan analisa
biaya, pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan, penggunaan
laporan yang berkaitan dengan semua kegiatan pelayanan kefarmasian

9
secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan, semesteran
atau tahunan.
3) Administrasi Penghapusan
Kegiatan ini merupakan penyelesaian terhadap sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang tidak terpakai karena
kedaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat
usulan penghapusan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku.
2. Pelayanan Farmasi Klinik
Kegiatan pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang
diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi
dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena Obat, untuk tujuan
keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life)
terjamin. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2014):
a. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan
disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep
dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat
(medication error). Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai
persyaratan administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis baik
untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
b. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Kegiatan penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses
untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain
yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari
wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan obat pasien.
Tahap penelusuran riwayat penggunaan Obat yaitu membandingkan
riwayat penggunaan Obat dengan data rekam medik/pencatatan penggunaan

10
Obat untuk mengetahui perbedaan informasi penggunaan Obat; melakukan
verifikasi riwayat penggunaan Obat yang diberikan oleh tenaga kesehatan lain
dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan; mendokumentasikan
adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi Obat; melakukan penilaian
terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan Obat; melakukan penilaian
rasionalitas Obat yang diresepkan; melakukan penilaian terhadap pemahaman
pasien terhadap Obat yang digunakan; melakukan penilaian adanya bukti
penyalahgunaan Obat; melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan
Obat; memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap Obat dan alat bantu
kepatuhan minum Obat (concordance aids); mendokumentasikan Obat yang
digunakan pasien sendiri tanpa sepengetahuan dokter; dan mengidentifikasi
terapi lain (misalnya suplemen dan pengobatan alternatif yang mungkin
digunakan oleh pasien).

c. Rekonsiliasi Obat
Kegiatan rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi
pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan
untuk mencegah terjadinya kesalahan obat (medication error) seperti obat
tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi obat. Kesalahan obat
rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit
lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit
ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya. Tahap proses rekonsiliasi obat
yaitu: pengumpulan data, komparasi, melakukan konfirmasi kepada dokter
jika menemukan ketidaksesuaian dokumentasi dan yang terakhir komunikasi
dengan pasien/ keluarga pasien atau perawat mengenai perubahan terapi yang
terjadi.
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Kegiatan pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan penyediaan
dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak
bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter,
Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di

11
luar Rumah Sakit. Kegiatan PIO meliputi: menjawab pertanyaan,
menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter; menyediakan informasi bagi
Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan penyusunan Formularium
Rumah Sakit; bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit
(PKRS) melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat
inap; melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan
tenaga kesehatan lainnya; dan melakukan penelitian.
e. Konseling
Kegiatan konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau
saran terkait terapi obat dari Apoteker kepada pasien dan/atau keluarganya.
Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau
keluarga terhadap Apoteker. Pemberian konseling obat bertujuan untuk
mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak
dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-effectiveness yang pada
akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan obat bagi pasien. Kegiatan
dalam konseling Obat meliputi: membuka komunikasi antara Apoteker
dengan pasien; mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang
penggunaan Obat melalui Three Prime Questions; menggali informasi lebih
lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi
masalah penggunaan Obat; memberikan penjelasan kepada pasien untuk
menyelesaikan masalah pengunaan Obat; melakukan verifikasi akhir dalam
rangka mengecek pemahaman pasien; dan dokumentasi.
f. Visite
Kegiatan visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap
yang dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan
untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji
masalah terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak
dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional, dan menyajikan
informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.
Sebelum melakukan kegiatan visite Apoteker harus mempersiapkan diri

12
dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa
terapi obat dari rekam medik atau sumber lain.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar Rumah
Sakit baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan program Rumah
Sakit yang biasa disebut dengan Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home
Pharmacy Care). Sebelum melakukan kegiatan visite Apoteker harus
mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi
pasien dan memeriksa terapi Obat dari rekam medik atau sumber lain.
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Kegiatan Pemantauan Terapi Obat merupakan suatu proses yang
mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan
rasional bagi pasien. Tujuan kegiatan ini adalah meningkatkan efektivitas
terapi dan meminimalkan risiko reaksi oba yang tidak dikehendaki (ROTD).
Tahapan PTO meliputi pengumpulan data pasien; identifikasi masalah terkait
Obat; rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat; pemantauan; dan
tindak lanjut
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Kegiatan Monitoring Efek Samping Obat merupakan kegiatan
pemantauan setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi
pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis,
diagnosa dan terapi. Efek samping obat adalah reaksi obat yang tidak
dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi. Kegiatan pemantauan dan
pelaporan ESO yaitu: mendeteksi adanya kejadian reaksi Obat yang tidak
dikehendaki (ESO), mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang
mempunyai risiko tinggi mengalami ESO, mengevaluasi laporan ESO dengan
algoritme Naranjo, mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di Tim/Sub
Tim Farmasi dan Terapi, melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping
Obat Nasional.
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Kegiatan Evaluasi Penggunaan Obat merupakan program evaluasi
penggunaan Obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif

13
dan kuantitatif. Tujuan EPO yaitu mendapatkan gambaran keadaan saat ini
atas pola penggunaan Obat, membandingkan pola penggunaan Obat pada
periode waktu tertentu, memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan
Obat, dan menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan Obat. Kegiatan
praktek EPO adalah mengevaluasi pengggunaan Obat secara kualitatif dan
kuantitatif.
j. Dispensing Sediaan Steril
Kegiatan dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas
produk dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari
terjadinya kesalahan pemberian obat. Kegiatan dispensing sediaan steril
meliputi pencampuran obat steril, penyiapan nutrisi parenteral, dan
penanganan sediaan sitostatika.
k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
Kegiatan Pemantauan Kadar Obat dalam Darah merupakan
interpretasi hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari
dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari
Apoteker kepada dokter. Kegiatan PKOD yaitu melakukan penilaian
kebutuhan pasien yang membutuhkan Pemeriksaan Kadar Obat dalam
Darah (PKOD), mendiskusikan kepada dokter untuk persetujuan melakukan
Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD), dan menganalisis hasil
Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) dan memberikan
rekomendasi.

C. Instalasi Farmasi Rumah Sakit


Instalasi Farmasi adalah bagian dari Rumah Sakit yang bertugas
menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh
kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di
Rumah Sakit (Undang-Undang No. 44 tahun 2009). Instalasi farmasi merupakan
unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

14
Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai di
Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu. Yang
dimaksud dengan sistem satu pintu adalah bahwa Rumah Sakit hanya memiliki
satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan formularium, pengadaan, dan
pendistribusian alat kesehatan, sediaan farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang bertujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien (Undang-Undang No.44
tahun 2009).

15
BAB III
TINJAUAN UMUM
RUMAH SAKIT TK II dr. SOEDJONO MAGELANG

A. Falsafah, Visi, Misi, dan Tujuan Rumah Sakit


a. Falsafah
Rumah Sakit Tk II dr. Soedjono didirikan tahun 1917 oleh
pemerintah Belanda sebagai rumah sakit militer yang dipimpin oleh
seorang dokter Belanda. Selain merawat penderita Belanda, rumah sakit
ini juga melayani masyarakat umum dengan membawa pengantar dari
aparat desa. Pada awal tahun 1942, yaitu masa penjajahan Jepang, rumah
sakit berada dalam kekuasaan Jepang dan hanya khusus merawat tentara
Jepang.
Pada tahun 1945, setelah Jepang menyerah, rumah sakit ini berubah
menjadi rumah sakit PMI dan sejak 1 Januari 1947 rumah sakit PMI
berubah menjadi RSU Wates Magelang. Pada tanggal 1 Maret 1948 RSU
Wates diserahterimakan dari pemerintah kepada DKT Divisi III dan
diganti namanya menjadi Rumah Sakit Tentara III yang dipimpin oleh
Kolonel dr. Soetomo yang kemudian pada tanggal 1 November 1974,
nama rumah sakit diganti menjadi Rumah Sakit dr. Soedjono. Nama ini
diambil untuk mengabadikan nama Letkol dr. Soedjono, seorang dokter
Brigade Kuda Putih yang gugur ditembak oleh Belanda di Desa Pogalan,
Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang.
Rumah Sakit Tk II dr. Soedjono Magelang sebagai Rumah Sakit
TNI-AD dan pusat layanan rujukan kesehatan Angkatan Darat di wilayah
Kodam IV/ Diponegoro dalam perjalanan waktu yang telah ditempuh
mengukir suatu sejarah tersendiri.
Sejak saat didirikan sampai tahun 1980 sampai dengan tahun 1986
kondisi bangunan rumah sakit ini tidak banyak mengalami perubahan
ataupun penambahan bangunan. Kalaupun ada sifatnya hanya
pemeliharaan/ perbaikan bangunan yang ada, dan beberapa penambahan

16
bangunan antara lain bangunan poliklinik tahun 1981 dan kamar bedah
sentral tahun 1986. Baru pada tahun 2003 Unit Poliklinik menempati
bangunan baru menghadap ke jalan Oerip Sumohardjo, yang merupakan
bantuan dari Dephan, diikuti kemudian pada bulan Agustus 2003 pintu
utama rumah sakit resmi menghadap ke jalan Oerip Sumohardjo. Tahun
2007 dibuka Unit Hemodialisa dan ruang Heat Stroke di UGD, pelayanan
Laboratorium dan Radiologi 24 jam serta didirikan ruang perawatan
Edelweis dimana pengoperasian ruang Edelweis pada April 2008, Ruang
Isolasi untuk HIV, H5N1 dan Ruang Cempaka pada tahun 2010.
Rumah Sakit Tk II dr. Soedjono hingga kini masih terus
memperbaiki sarana dan prasarana untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kepada masyarakat luas, khususnya kepada satuan.
b. Visi
Rumah Sakit Tk. II dr Soedjono menjadi rumah sakit kebanggaan
setiap Prajurit, baik sebagai fungsi rujukan maupun pendidikan tenaga
kesehatan.
c. Misi
1. Meningkatkan mutu pelayanan spesialis sesuai dan pelayanan yang
prima sesuai dengan Standar Rumah Sakit Tipe B pendidikan.
2. Peningkatan Sumber Daya Manusia agar berkualitas, Berdedikasi,
Bermoral dan Profesional.
3. Menyiapkan kualitas sarana dan prasarana yang nyaman dan
berwawasan lingkungan (Green Hospital).
4. Pengelolaan manajemen Rumah Sakit secara efektif, Efisien dan
akuntabel di segala bidang guna mendukung tugas pokok TNI-AD.
d. Motto
Senyum, Sapa, Sentuh, Sembuh (S4)
e. Tujuan
1. Membangun budaya organisasi yang kondusif dan sense of service.
2. Mewujudkan pelayanan kesehatan prima berbasis kepuasan pelanggan.

17
B. Struktur Organisasi

Gambar 1. Struktur Organisasi RST dr. Soedjono Magelang


Struktur organisasi merupakan pembagian tugas dan tanggung jawab,
koordinasi sekaligus kewenangan dalam menjalankan fungsi masing-masing
orang yang terlibat dalam organisasi tersebut. Tujuan struktur organisasi adalah
untuk memperjelas peran dan fungsi dari tiap bidang yang ada.
Personil dalam Pelayanan Farmasi Rumah Sakit adalah sumber daya
manusia yang melakukan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit yang termasuk
dalam bagan organisasi rumah sakit dengan persyaratan:
1. Terdaftar di Departeman Kesehatan
2. Terdaftar di Asosiasi Profesi
3. Mempunyai izin praktek
4. Mempunyai SK penempatan

18
Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga farmasi
profesional yang berwewenang berdasarkan undang-undang, memenuhi
persyaratan baik dari segi aspek hukum,strata pendidikan, kualitas maupun
kuantitas dengan jaminan kepastian adanya peningkatan pengetahuan,
keterampilan dan sikap keprofesian terus menerus dalam rangka menjaga mutu
profesi dan kepuasan pelanggan. Kualitas dan rasio kuantitas harus disesuaikan
dengan beban kerja dankeluasan cakupan pelayanan serta perkembangan dan visi
rumah sakit.
C. Akreditasi Rumah Sakit
RST dr. Soedojono Magelang memiliki akreditasi rumah sakit Paripurna
dengan klasifikasi rumah sakit umum tipe B. RST dr. Soedjono Magelang
memiliki 240 buah tempat tidur, hal ini sesuai dengan Permenkes No. 3 tahun
2020 dimana rumah sakit umum tipe B merupakan rumah sakit yang memiliki
jumlah tempat tidur paling sedikit 200 (dua ratus) buah.
D. Komite Medik
Menurut Permenkes Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011 tentang
penyelenggaraan komite medik di rumah sakit, komite medik adalah perangkat
rumah sakit untuk menerapkan tata kelola klinis (clinical governance) agar staf
medis dirumah sakit terjaga profesionalismenya melalui mekanisme kredensial,
penjagaan mutu profesi medis, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi medis.
Komite medik dibentuk oleh kepala/direktur rumah sakit. Susunan
organisasi komite medik sekurang-kurangnya terdiri dari:
a. Ketua
b. Sekretaris
c. Subkomite
Komite medik di RST dr.Soedjono Magelang diketuai oleh dokter dan
anggotanya para dokter. Komite medic bertugas melakukan kredensial bagi
seluruh staf medis yang akan melakukan pelayanan medis di Rumah Sakit,
memelihara kompetensi dan etika para medis dan mengambil tindakan disiplin
bagi staf medis.
Tugas pokok dari komite medik yaitu :

19
a. Menyusun standar pelayanan medis.
b. Memberikan pertimbangan kepada Kepala Rumah Sakit dalam pembinaan,
pengawasan dan penilaian mutu pelayanan medik. Monitoring dan evaluasi
penggunaan obat di rumah sakit.
c. Memberikan pertimbangan kepada Kepala Rumah Sakit tentang penerimaan
tenaga medik untuk bekerja di rumah sakit.
d. Bertanggung jawab tentang palaksanaan etika profesi
Peran dan fungsi dari komite medik di RST dr. Soedjono Magelang sebagai
berikut:
a. Menampung semua aspirasi dan pendapat serta memformulasikan menjadi
usulan kebijakan yang kemudian ditetapkan oleh Kepala Rumah Sakit.
b. Membantu kelancaran fungsi rumah sakit rujukan di Kesdam IV/Diponegoro.
Fungsi komite medik RST dr. Soedjono Magelang adalah :
a. Dalam manajemen adalah membuat perencanaan dan mengadakan evaluasi
atas implementasi rencana.
b. Dalam lingkup komite medik dapat :
 Mengambil keputusan
 Memberikan alternatif pemecahan masalah untuk disampaikan kepada
Kepala Rumah Sakit.
 Mengajukan rekomendasi kepada Kepala Rumah Sakit.
 Menyampaikan informasi ke arah vertikal maupaun horisontal.
 Memberikan pertimbangan kepada Kepala Rumah Sakit.
 Menangani masalah khusus yang muncul dalam masalah medik.
Ketua komite medis dipilih di antara angota komite medik dan bertindak sebagai
koordinator dalam mencapai tujuan dan program-program komite medik.
Tugas Ketua yaitu :
 Bertanggung jawab atas terlaksananya semua program komite medik dan
mempertanggungjawabkannya kepada Kepala Rumah Sakit.
 Mewakili komite medik untuk tugas eksternal.
 Koordinasi internal dengan anggota komite medik.

20
 Bila berhalangan, secara otomatis diwakili wakil ketua komite medik, atau
sekertaris komite medik.
Tugas Wakil ketua :
• Mewakili ketua jika ketua berhalangan melaksanakan tugas.
• Membantu tugas ketua komite medik dalam perencanaan dan pelaksanaan
program kerja komite medik.
• Mengontrol penggunaan dana komite medik.
Tugas Sekretaris :
• Bertanggung jawab atas tugas kesekretariatan komite medik.
• Melaksanakan pekerjaan administrasi pada komite medik.
E. KFT
KETUA
Dr. Rahayu Mibawani
Letkol CKM (K) 33001

SEKRETARIS
Drs. Akhmad Priyono, Apt
Letkol CKM. 11930095010566

ANGGOTA

Drs. Bagijo Soerojo, Apt Letkol CKM. 1920013450763

Dra. Lusia Srikandi N, Apt Letkol CKM. 32985


dr. Aditya Wicaksana, Sp. BS Letkol CKM. 11970013300763

dr. Bambang Triono, Sp. U Mayor CKM. 11000008820173

dr. Mulya Imansyah, Sp. OT Kapten CKM. 11080090591085


Dra. Hilda Rachdiary, Apt Pembina IV / a 196311161998032001

dr. Tatag Primiawan, Sp. PD Pembina IV / a 197902052005011011

F Herman K, S. Farm, Apt Wiyata Bhakti 201009299

21
Ari Sukmawati M., M. Sc., Apt Wiyata Bhakti 201409175

dr. Dwi Ariono Wiyata Bhakti 201801323

Gambar 2. Komite Farmasi dan Terapi di RST dr. Soedjono Magelang


KFT (Komite Farmasi dan Terapi) di RST dr. Soedjono Magelang terdiri dari:
Ketua : Dokter
Sekretaris : Apoteker
Anggota : Dokter dan apoteker

22
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.

23

Anda mungkin juga menyukai