Anda di halaman 1dari 31

ANALISIS DRUG RELATED PROBLEMS (DRP)

PADA PASIEN KOLANGITIS AKUT DI PAVILIUN DAHLIA


RUMAH SAKIT UMUM KABUPATEN TANGERANG
Jl. Ahmad Yani No. 9 Tangerang

Disusun Oleh :

Niken Claudya Ecfrencylie, S.Farm

1720333647

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2017
BAB I
ANALISIS KASUS

A. Identifikasi Pasien
Nama pasien : Ny. MM
Umur : 64 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
NomorMR : 00152165
Tanggal Masuk RS : 27 Juli 2017
Tanggal Keluar RS : 05 Agustus 2017
Ruangan : Paviliun Dahlia
Alamat : Kp. Gandaria RT 05/08 Sukatani Rajeg Tangerang
Cara pembayaran : BPJS Kelas III
Diagnosa : Abdominal Pain (Kolangitis akut)

B. Keluhan Utama
Os mengeluh nyeri perut sejak 3 hari SMRS.

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Nyeri perut seluruh lapang terutama kanan atas, nyeri sebelumnya (+), demam (+),
mual (+), muntah hitam, BAK seperti teh, rahim keluar (sejak 2 tahun yang lalu).

D. Riwayat Penyakit Terdahulu


Turun peranakan sejak ± 5 tahun lalu, tidak bisa dimasukkan.

E. Riwayat Penyakit Keluarga


-
F. Pemeriksaan Klinis dan Laboratorium
1. Pemeriksaan Fisik
Parameter Nilai Normal 27/7 28/7 29/7 30/7 31/7 1/8 2/8 3/8 5/8
Tekanan darah 120/80 mmHg 120/80 138/90 130/90 110/80 190/100 160/90 160/90 160/80 160/80
Nadi (HR) 60-100x/menit 80 96 88 - 120 80 80 82 82
Pernafasan (RR) 12-20x/menit 20 20 21 20 20 20 19 19 25
Suhu 36,5-37ºC 36 37 37,1 - 39,6 37,8 36,4 - 35,7
A.
2. Pemeriksaan Hasil Laboratorium
Hasil
Test Nilai Normal 28/
25/7 27/7 1/8 2/8 3/8
7
Hematologi
Hemoglobin 11,7 – 15,5 g/dl 9,6 7,2 8,1 11,
6
Leukosit 3,60 – 11 x 103/ul 26,92 7,17 14,55 8,3
7
Hematokrit 35 – 47 % 29 23 25 35
Trombosit 140 – 440 x 103/ul 174 132 157 140
Karbohidrat
GDS <180 mg/dl 60 103
Fungsi Hati
SGOT 0 – 35 u/l 175
SGPT 0 – 35 u/l 129
Fungsi Ginjal
Ureum 0 – 50 mg/dl 39
Creatinin 0,0 – 1,1 mg/dl 0,8
Natrium (Na) 135 – 147 mEq/L 138 147 141
Kalium (K) 3,5 – 5,0 mEq/L 3,2 3,6 4,2
Chloride (Cl) 96 – 105 mEq/L 98 105 102
Gas Darah
pH (T) 7,350 – 7,450 7,483
pCO2 (T) 35,00 – 45,00 mmHg 45,10
pO2 (T) 80,0 – 104,0 mmHg 45,7
HCO3 – act 22,0 – 26,0 mmol/L 33,4
TCO2 23,0 – 27,0 mmol/L 34,8
BE (vt) -2,5 – 2,5 mmol/L 8,7
BE (vv) -2,5 – 2,5 mmol/L 9,7
O2 Saturasi 96,0 – 97,0 % 86,5
Bilirubin Direk 0,00 – 0,20 mg/dl 3,10
Bilirubin Indirek 0,00 – 0,70 mg/dl 1,36
Bilirubin Total 0,10 – 1,00 mg/dl 4,46
Tes Kehamilan - -
Card

G. Catatan Perkembangan Pasien

Tanggal Catatan perkembangan


S Muntah (+), nyeri perut (+)

O CM, TSS
27/07/2017 1. Susp. Kolangitis akut
dr. Winda A 2. CAP
(IPD) 3. Hipokalemia (3,2)
P rdx / DPL, Diffens Bil T/D/I, USG abd, vhl/tgl/lanjut
28/07/2017 S Nyeri perut (+)
dr.Lia
O CM, Hemodinamik stabil
dr. TB Satrio
(Bedah) A Susp. Kolangitis akut
P USG abdomen
S Nyeri perut berkurang, demam (-)
TSS/CM
abd datar, lemas
Ub 9,6/29/26920/17400
O
PT 1,42/menit 1,8x
28/07/2017
SGOT 1/5/SGPT 129 or 39/0,8
Jam 08:00
e̅ 138/3,2
dr. Syafitri
1. Susp. Kolangitis akut
(IPD)
2. Hiperkalemia
A
3. Anemia
4. Pemanjangan APTT
Tunggu bil,
p Curcuma 3x1 tab
Terapi lanjut
29/07/2017 S Nyeri perut (+) vas 1-2, mual (+)
dr. Lia O CM, Hemodinamik stabil
dr. TB Satrio A Susp. Kolangitis akut
(Bedah) P Pro USG Abdomen Senin dijadwalkan dahulu
30/07/2017 S Nyeri perut vas 2-3
Jam 12:10
dr. Winda/dr. O CM, HD stabil
Benjamin A Susp. Kolangitis akut
dr. TB Satrio
(Bedah) 1. Pro USG abdomen (Senin)
P
2. Lain-lain ~ TS IPD
Nyeri perut kanan atas (+), mual (+), muntah (+), demam (-),
S
lemas (+)
31/07/2017 O CM, HD stabil
Jam 06:10 A Susp. Kolangitis akut
dr. Adi/dr. TB Satrio 1. Kabiven : KA-EN mg 3 (1440 : 500 cc/24 jam)
(Bedah Digesti) 2. Cefoperazone Sulbactam
P 3. Ketorolac 3x30 mg
4. Transfusi PRC 500 cc (Hb > 10 g/dl)
5. USG abd hari ini
S Nyeri perut masih ada, puasa (+), mau USG
O TSS/CM 130/90
1. Susp. Kolangitis akut dengan ikterus obstruktif
31/07/2017
A 2. Hipo-K
Jam 08:00
3. Anemia (7,2)
dr. Syafitri
1. Tunggu e̅
(IPD)
2. Cek DPL paska transfusi (target Hb>10)
P 3. USG abdomen (hasil lanjut)
4. Coba test feedy m. cair
5. Lain lanjut
S Demam (+)
KU, CM
T = 39,6
31/07/2017 O
TD = 120/80
Jam 11:15
st. generalis = stqa
dr. Fani
A Kolangitis akut dengan ikterus obstruktif
(GP)
R/
1. Pct 4x1 gr (iv)
P
2. Loading RL 1000 cc
3. Hal lain sesuai DPJP
S Demam (+), kontak dilihat
CM, TD 190/100, HR 120, RR 20
O
abd tenang
A Kolangitis akut
1. Loading RL 500 cc
2. Puasa
31/07/2017
3. MPO : Kalbiven : RL : 1440 /500 cc per 24 jam
dr. Adi/dr. TB Satrio
4. Meropenem 3x1 gr
(Bedah Digesti)
5. Paracetamol 3x1 gr
P
6. Omeprazole 2x40 mg
7. Pasang FC
8. Oksigenasi
9. Hub IPD untuk regulasi TD dan tatalaksana syarat-
syarat lebih lanjut
31/07/2017 S Nyeri perut kanan, mual (+), muntah (-), demam (+)
dr. Septika O CM, TD = 190/100 mmHg, N = 120x, RR = 20x, S = 39 oC,
Jam 18:00 Mata = Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik
(Gizi Klinik) +/+
THT = Terpasang NGT
Thorak = Vesikuler, Rhonki
Abdomen = Buncit, Bu (+), Disteasi (+)
Autropometri BB = 55,6; IMT = 22,85; TB = 156
Lab DR = 7,2*/e3*/7,17/132*
Bil total = 4,46 (+), direk = 3,10 (+), indirek = 1,36 (+)
Anemia defisiensi nutritional (Ds 3,9), hipermetabolisme
A
sedang pada pasien kolangitis akut dengan ikterus obstruktif
Nutrisi tunda (puasa) sampai hemodinamik stabil. Bila stabil
dapat diberikan nutrisi KEB
P E:P:L:KH (1000:49,2:29,3:130)
Berupa eksternal = MCRS 6 x 1250 ml, parenteral =
aminofluid 500 ml/24 jam
S Kontak baik, demam (+)
CM, Hb 110, RR 18, TD 180/90
O
abd datar, lemas
A Kolangitis akut
1. USG Abdomen hari ini
01/08/2017 2. Follow up TS IPD
dr. Adi/dr. TB Satrio 3. Loading RL 1000 cc dalam 3 jam target no = 0,5 – 1
(Bedah Digesti) cc/kgBB/jam
P 4. Transfusi PRC 750 cc
5. Paracetamol 4x1 gr
6. Meropenem 3x1 gr
7. Puasa
8. Kabiven : KA-EN mg 3 (1440:500/24 jam)
Tadi malam nyeri perut hebat, darah tinggi (+), saat ini nyeri
S
menurun (vas 3)
TSS/CM 150/90 110/19/37
O abd datar, lemas
Hb 8,1
1. Kolangitis akut
01/08/2017 2. Anemia
A
Jam 08:00 3. HT
dr. Syafitri 4. Hipo-K (3,2)
(IPD) P 1. USG abdomen hari ini (puasa)
2. IVFD sesuai TS bedah
3. Amlodipin 1x10 mg PO
4. Micardis 1x40 mg PO
5. KSR 3x600 mg
6. Transfusi PRC 500 cc (target Hb >10)
7. Cek dpl, e̅ pasca transfusi
S Demam (+), nyeri perut (+)
CM, HD stabil
02/08/2017
O Abd datar, lemas
dr. Adi/dr. TB Satrio
len 14rk, CRP 76, bil 4,46
(Bedah Digesti)
A Susp Kolangitis akut
1. Follow up hasil USG
P
2. Terapi lanjut
02/08/2017 S Nyeri perut tidak ada
Jam 08:00 O TSS/CM 140/90
Abd datar, lemas
1. Kolangitis akut
2. Anemia on PRC
A
3. Hipertensi
dr. Syafitri 4. Hipo-K (3,2)
(IPD) 1. Cek dpl, e̅ pasca PRC
P 2. Tunggu hasil USG
3. Lain-lain lanjut
S Keluhan demam (+), nyeri perut (-)
CM/HD stabil
O
03/08/2017 Abd datar, lemas
dr. Adi/dr. TB Satrio A Susp Kolangitis akut
(Bedah Digesti) 1. Diet rendah lemak
2. Follow up hasil USG abd
P
3. Minum bebas
4. TL / lainnya lanjut
S Nyeri perut (-)
TSS/CM
O abd datar, lemas
Hb 11,6
03/08/2017 1. Kolangitis akut
Jam 07:00 2. Anemia
A
dr. Syafitri 3. Hipertensi
(IPD) 4. Hipo-K
1. Tunggu e̅
2. Tunggu USG
P
3. Mulai diet air
4. Lain lanjut
S Nyeri perut (+)
Kes. CM
Mata = Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-)
THT = Tidak terpasang NGT, nasal kanal O 2berupa clear
fluid
O Abdomen = Buncit, Bu (+), NT (+), supel
Lab DR = 8,1*/2C*/14,55*/157
CRR = 76,35
03/08/2017 Lak Pankreas = 3,6
Jam 17:00 Bilirubin total = 4,46*, direk = 3,10*, indirek 1,36*
dr. Septika Anemia defisiensi multitional (Ds 3,9), hipometabolisme
(Gizi Klinik) A sedang (leukositosis, pep fungsi hati) pada pasien kolangitis
akut
1. Nutrisi diberikan E:P:L:KH (1150:55:54:129) melalui
oral
2. D5% 3x50 ml
P 3. Jika toleransi baik = MC 3x50 ml
4. Parenteral = Kabiven peri 1440 ml/24 jam
5. Saran = Kabiven
6. Habis stop
04/08/2017 S Keluhan (-), demam (-)
CM, HD stabil
O Abd tenang
WU = HN dan HW susp obs di distal
Abdominal pain ec HN dan HU
dr. Adi/dr. TB Satrio Ases dr. TB Satrio :
A
(Bedah Digesti) 1. Tidak ada tindakan di bedah digesti
2. Alih rawat IPD
1. Konsul urologi
P 2. Diet lemak
3. TL / lanjut
S Tidak demam, tidak nyeri perut
TSS/CM 120/70
O USG Hidronefrosis, hidroureter
04/08/2017 e̅ 141/4,2/162
Jam 07:30 1. Hidronefrosis, hidroureter
dr. Syafitri A 2. Hipertensi
(IPD) 3. Hipo-K (jelek)
1. IPD lepas rawat
P 2. Obat HT dilanjutkan
3. Konsul ulang jika perlu
S Keluhan (-)
CM, HD stabil
05/08/2017 O
Terpasang FC
dr. Vinda/dr.
Abdominal pain e 2
Febriadi A
HN dan HU
(Urologi)
1. Tidak ada tatalaksana dibidang bedah saat ini
P 2. Rawat jalan kontrol poli urologi dan IPD
3. Off kateter, gladder training dulu
H. Catatan Pemberian Obat

27-07-2017 28-07-2017 29-07-2017 30-07-2017 31-08-2017 01-08-2017 02-08-2017 03-08-2017 04-08-2017 05-08-2017
NO NAMA DOSIS
OBAT P Si So P Si So P Si So P Si So P Si So P Si So P Si So P Si So P Si So P Si So
Obat Oral
1. KSR 2x600 mg - - √ √ - √ √ - √ √ - √ √ - √ √ - - √ - - √ - √ √ - √ √ - -

2. Vit K 3x10 mg - - √ √ √ √ √ - √ √ √ √ √ √ √ √ - - √ - - √ √ √ √ √ √ √ - -

3. Urdafalk 3x1 - - √ √ √ √ √ - √ √ √ √ √ √ √ √ - - √ - - √ √ √ √ √ √ √ - -

4. Curcuma 3x1 - - - √ √ √ √ - √ √ √ √ √ √ √ √ - - √ - - √ √ √ √ √ √ √ - -

5. Ambroxol 3x30 mg - - - - - √ √ - √ √ √ √ √ √ √ √ - - √ - - √ √ √ √ √ √ √ - -

6. Amlodipine 1x10 mg - - - - - - - - - - - - - - - √ - - √ - - √ - - √ - - √ - -
10 mg
7. Micardis 40 1x40 mg - - - - - - - - - - - - - - - - - - √ - - √ - - √ - - √ - -
mg
Obat Injeksi
1. Cefoperazone 2x2 gr - √ √ √ - √ √ - √ √ - √ √
Sulbactam STOP
2. Ondansetrone 3x1 - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - -

3. Ranitidin 2x1 - √ √ √ - √ √ - √ √ - √ √ - √ √
STOP
4. Tramadol 3x1 - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - -

5. Ketorolac 3x1 - - - - - - - - - - - - - - - √ √ √ √ - √
STOP
6. Paracetamol 4x1 - - - - - - - - - - - - - - - - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - -
3x1
7. Meropenem 3x1 - - - - - - - - - - - - - - - - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - -

8. Omeprazole 2x1 - - - - - - - - - - - - - - - - √ - √ - - √ - √ √ - √ √ - -

I. Informasi Penggunaan Obat

No Nama Obat Dosis Lazim Indikasi Kontraindikasi Efek Samping Interaksi Obat
3x sehari 1-2 tablet
(600 mg) dengan
Gagal ginjal, penyakit
sedikit air, sehari 1-2
Pencegahan hipokalemia Addison tidak diobati, Mual, muntah, sakit pinggang,
1. KSR tablet jika digunakan Hipotensi, batuk kering
spesifik dehidrasi akut, hiperkalemia, dan diare
secara rutin dengan
gangguan saluran cerna
dosis pemeliharaan
diuretika oral
Pencegahan dan
pengobatan
hipoprotombinemia yang Cyanosis, hipotensi, pusing,
disebabkan oleh induksi lesi seperti scleroderma,
turunan kumarin atau obat hiperbilirubinemia, rasa tidak
lain yang menginduksi enak pada perut, reaksi pada
2. Vit K 10-40 mg per hari Hipersensitifitas Antikoagulan kumarin
defisiensi vitamin K, tempat penyuntikan (pada
malabsorbsi atau pemberian secara iv), dyspnea,
ketidakmampuan untuk reaksi anafilaksis, diaphoresis,
mensintesis vitamin K, reaksi hipersensitifitas
untuk mencegah
pendarahan pada bayi
3. Urdafalk 8-10 mg/kgBB/hari Batu empedu radioluscent Batu kolesterol yang Diare, pruritus, urtikaria, mual, Kolestiramin, Al(OH)3
terbagi dalam 2-3 dengan diameter tidak > 20 terklasifikasi, batu radio- muntah menghambat absorpsi
dosis (umumnya 250 mm opaque atau batu empedu
mg pagi dan sore hari) radioluscent, kolesistitis
akut, kolangitis, obstruksi
bilier, alergi terhadap asam
empedu
Anoreksia (kehilangan
nafsu makan), ikterus
(menjadi kuningnya warna
kulit, selaput lendir, dan
Hipersensitif atau alergi
3 x sehari 1-2 tablet berbagai jaringan tubuh Mual ringan, iritasi lambung
4. Curcuma terhadap kandungan
(20 mg) oleh zat warna empedu) atau nyeri ulu hati -
suplemen ini.
akibat
obstruksi/penyumbatan
saluran empedu, amenore
(tidak haid)
Sebagai sekretolitik yang Reaksi intoleran, efek samping
Pemberian bersama obat-obat
dapat mempermudah yang ringan pada saluran
Dewasa : 3x1 tablet Hipersensitif terhadap standar yang digunakan untuk
5. Ambroxol pengeluaran sekret yang cerna, reaksi alergi pada kulit,
sehari (30 mg) ambroxol pengobatan sindrom bronkitis,
kental dan lengket didalam pembengkakan wajah,
pemberian bersama antibiotik.
saluran nafas dyspnea, demam.
Mual, nyeri perut, gangguan
hati (ikterus peningkatan
Hipersensitif terhadap enzim hati), kelainan kulit Konsentrasi plasma dapat
amlodipine atau (eksantema), gangguan ditingkatkan dengan inhibitor
dihidropiridin lain atau salah musculoskeletal (asthenia CYP3A4 (misalnya antijamur
Hipertensi dosis awal
satu komponen obat ini, keram otot, myalgia, artalgia), azol, ritonavir). Terapi bersamaan
5 mg sehari dan dapat Hipertensi, iskemia
6. Amlodipine syok kardiogenik, stenosis gangguan saluran kemih, dengan simvastatin dapat
ditingkatkan sampai miokard dan angina
aorta berat, angina pectoris gangguan system saraf (sakit meningkatkan resiko miopati
dosis maksimal 10 mg
tidak stabil, infark miokard kepala, lelah, mengantuk, termasuk rhabdomyolysis. Dapat
akut, hipotensi berat, somnolen), gangguan sensorik, meningkatkan kadar plasma
gangguan hati berat udema, palpitasi, sensasi panas ciclosporin dan conivaptan.
dan kemerahan pada wajah,
nyeri
7. Micardis Dosis yang dianjurkan Pengobatan hipertensi Hipersensitif, masa Anemia, esosinofilia, Obat antihipertensi lain; digoksin,
sehari 1x40 mg, esensial kehamilan dan menyusui, trombositopenia, reaksi warfarin, hidroklorotiazid,
maksimum sehari kelainan obstruktif empedu, hipersensitifitas, hiperkalemia, glibenklamid, ibuprofen,
1x80 mg, tidak perlu kerusakan hati berat, hipokalemia, insomnia, parasetamol, simvastatin, dan
penyesuaian dosis bagi depresi, gangguan penglihatan,
pasien dengan kerusukan ginjal berat, vertigo, bradikardia,
kerusakan ginjal penggunaan bersama takikardia, hipotensi, dispneoa,
ringan sampai sedang, aliskiren dikontraindikasikan diare, dyspepsia, mual, mulut amlodipine; antagonis reseptor
kerusakan hati ringan dengan pasien DM dan kering, ketidaknyamanan angiotensin II, litium.
sampai sedang, dosis gangguan ginjal dengan lambung, gangguan hati,
tidak boleh melebihi GFR < 60 ml/min/1,73 m2 pruritus, hiperhidrosis,
sehari 1x40 mg angioderma.
Ruam, reaksi kulit, demam.
Eosinofilia, urtikaria dan Dengan pengunaan bersamaan
pruritus. Hematologi sedikit dengan aminoglikosida dapat
menurun dalam konsentrasi meningkatkan resiko
ISPA, ISPB, ISK (atas
Dewasa : 2 x 1-2 gram Hb dan nilai hematocrit. Efek nefrotoksisitas. Dengan
&bawah), peritonitis,
Cefoperazone atau 4 gram tiap 12 Alergi terhadap penisilin GI, diare, atau tinja longgar, penggunaan bersamaan dengan
8. kolesistitis, kolangitis dan
Sulbactam jam dalam dosis atau sefalosporin mual dan muntah. Peningkatan heparin/warfarin dapat
infeksi intra abdominal
terbagi serum SGOT, SGPT, dan menyebabkan
lainnya
alkalin fosfatase yang ringan. hipoprothrombinemia dan/atau
Efek ginjal peningkatan waktu perdarahan yang
transien pada konsentrasi BUN berkepanjangan.
dan serum kreatinin.
Dapat mengurangi efek analgesik
tramadol. Rifampisin dan induksi
CYP3A4 lainnya dapat
menurunkan kadar/efek
Pencegahan mual dan Konstipasi, sakit kepala, ondansetron. Penggunaan
Mencegah mual dan
muntah pasca operasi, sedasi, sensasi kemerahan atau bersamaan agen QT-
muntah setelah kemoterapi,
dosis awal 8 mg hangat pada kepala dan memperpanjang (misalnya
tindakan bedah dan
9. Ondansetrone diberikan 1 jam Hipersensitif epigastrium, peningkatan antiaritmia) dapat menyebabkan
radioterapi termasuk
sebelum anestesi aminotransferase yang perpanjangan aditif interval QT.
pemberian dosis tinggi
diikuti dengan 8 mg simptomatik, reaksi Dapat meningkatkan resiko
cisplatin
setiap 8 jam hipersensitif. aritmia dengan obat-obatan
kardiotoksik (misalnya
anthracyclines). Berpotensi fatal :
dapat meningkatkan efek
hipotensi dari apomorphine.
Tukak lambung dan
Sakit kepala, gangguan
duodenum akut, refluks
kardiovaskular, gangguan
50 mg IM/IV esofagitis, keadaan
Penderita hipersensitif gastrointestinal, gangguan
10. Ranitidin suntikkan lambat / IV hipersekresi patologis Pemberian bersama warfarin
terhadap obat ini musculoskeletal,gangguan
infus tiap 6-8 jam (sindrom Zollinger-
hematologik, gangguan
Ellison), hipersekresi pasca
endokrin.
bedah
Peningkatan resiko konvulsi atau
sindrom serotonin dengan SSRI,
inhibitor reuptake serotonin-
norepinephrine (SNRI), TCA dan
obat penurun ambang kejang
Ketergantungan obat dan
lainnya (misalnya bupropion,
opium, sensitif terhadap
Dewasa 50 mg dosis Pusing, sedasi, myalgia, sakit mirtazapine,
tramadol atau opiat,
tunggal, dapat Pengobatan nyeri akut dan kepala, pruritus, berkeringat, tetrahydrocannabinol).
mendapat terapi MAOI,
11. Tramadol ditingkatkan 50 mg kronik yang berat, nyeri kulit kemerahan, mulut kering, Berkurangnya konsentrasi serum
intoksikasi akut dengan
tiap 4-6 jam, maksimal pasca operasi mual, muntah, dyspepsia, dengan karbamazepin. Dapat
alkohol, hipnotik, analgesik
sehari 400 mg konstipasi mempotensiasi efek anti-depresan
atau obat lain yang bekerja
norepinephrine, agonis 5-HT atau
pada SSP
lithium. Peningkatan INR dan
ekimosis dengan turunan kumarin
(misalnya warfarin). Berpotensi
fatal : meningkatnya resiko
kejang dengan MAOI.
12. Ketorolac Dewasa : awal 10 mg Terapi jangka pendek untuk Alergi terhadap ketorolac, Edema, kenaikan BB, demam, Peningkatan risiko ulserasi GI
dilanjutkan dengan 10- nyeri pasca operasi akut ulkus peptikum aktif, pasien infeksi asthenia, hipertensi, atau perdarahan w /
30 mg tiap 4-6 jam sedang hingga berat yang diduga/didiagnosis palpitasi, pucat, sinkop, kortikosteroid, SSRI atau agen
sesuai kebutuhan menderita penyakit pruritus, ruam, urtikaria, mual,
antiplatelet. Dapat meningkatkan
serebrovaskular, diatesis dyspepsia, nyeri
hemoragik (gangguan gastrointestinal, diare, toksisitas metotreksat.
hemostasis) antara lain konstipasi, kembung, perasaan Peningkatan risiko nephrotoxicity
gangguan koagulasi karena penuh pada saat sendawa, w / diuretik, ciclosporin,
ketorolac menghambat anoreksia, peningkatan nafsu tacrolimus, inhibitor ACE atau
agregasi trombosit sehingga makan, purpura, epsitaksis, antagonis reseptor angiotensin II.
dapat memperpanjang waktu anemia, eosinofilia, sakit Halusinasi dapat terjadi bila
digunakan dengan obat-obatan
psikoaktif (misalnya fluoxetine,
thiothixene, alprazolam).
Penggunaan bersamaan dengan
terapi antikonvulsan (misalnya
pendarahan, hipovolemia fenitoin, karbamazepin) jarang
akibat dehidrasi atau sebab terjadi pada kejang.
lain, gangguan ginjal derajat
sedang-berat (kreatinin kepala, mengantuk, pusing, Berpotensi Fatal: Peningkatan
serum > 160 mmol/L), berkeringat, gemetar risiko perdarahan terkait ketorolac
hamil, persalinan, dengan antikoagulan, aspirin atau
melahirkan atau menyusui, NSAID dan pentoxifylline
anak < 16 tahun
lainnya. Meningkatkan
konsentrasi plasma dan waktu
paruh dengan probenesid.
Peningkatan konsentrasi lithium
plasma.

13. Paracetamol Botol 50 ml untuk Rasa sakit termasuk sakit Hipersensitif, gangguan Dosis besar dapat Dapat mengurangi kadar serum
anak dengan BB 10-33 kepala, gigi, demam fungsi hati dan ginjal menyebabkan kerusakan hati. dengan antikonvulsan (misalnya
kg. Botol 100 ml disertai influenza dan Pusing, sakit kepala, distonia, fenitoin, barbiturat,
untuk orang dewasa, demam setelah imunisasi mual, muntah, konstipasi,
karbamazepin). Dapat
remaja dan anak-anak ruam kulit atau urtikaria
dengan BB > 33 kg sampai syok anafilaksis meningkatkan efek antikoagulan
permah terjadi dan pengobatan warfarin dan koumarin lainnya
harus dihentikan yang penggunaannya lama.
Penyerapan Accelerated w /
metoclopramide dan
domperidone. Dapat
meningkatkan kadar serum
dengan probenesid. Dapat
meningkatkan kadar
kloramfenikol serum. Dapat
mengurangi penyerapan w /
colestyramine w / dalam 1 jam
admin. Dapat menyebabkan
hipotermia parah dengan
fenotiazin.

Pneumonia, infeksi saluran Konsentrasi plasma meningkat


kemih, infeksi dengan probenesid. Dapat
Probenesid meningkatkan
500 mg-2000 mg intraabdomen, infeksi menurunkan kadar asam valproic
14. Meropenem Hipersensitif kadar meropenem di dalam
setiap 8 jam ginekologi, infeksi kulit dan dalam plasma sehingga
darah
struktur kulit, meningitis meningkatkan risiko kejang.
dan septikemia
15. Omeprazole Sehari dosis 40 mg (1 Pengobatan jangka pendek Hipersensitif Mual, sakit kepala, diare, Meningkatnya risiko
vial) tukak duodenal, tukak sembelit, perut kembung hipomagnesaemia dengan
lambung dan refluks diuretik. Dapat meningkatkan
esofagitis/ ulseratif,
INR dan waktu protrombin w /
sindrom Zollinger-Ellison
warfarin. Peningkatan risiko efek
kardiotoksik digoksin. Dapat
meningkatkan konsentrasi plasma
benzodiazepin (misalnya
diazepam), klaritromisin dan
metotreksat. Penurunan
penyerapan itrakonazol,
ketokonazol, posasonazol,
dasatinib, garam besi. Dapat
memperpanjang eliminasi
diazepam, cilostazol, fenitoin dan
ciclosporin. Dapat mengurangi
efek antiplatelet clopidogrel.
Berpotensi Fatal: Dapat
menurunkan konsentrasi plasma
dan efek farmakologis rilpivirine,
nelfinavir dan atazanavir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Kolangitis akut merupakan superimposa infeksi bakteri yang terjadi pada obstruksi
saluran bilier, terutama yang ditimbulkan oleh batu empedu, namun dapat pula
ditimbulkan oleh neoplasma ataupun striktur.

B. Patofisiologi
Faktor utama dalam patogenesis dari cholangitis akut adalah obstruksi saluran bilier,
peningkatan tekanan intraluminal, dan infeksi saluran empedu. Saluran bilier yang
terkolonisasi oleh bakteri namun tidak mengalami pada umumnya tidak akan
menimbulkan cholangitis. Saat ini dipercaya bahwa obstruksi saluran bilier menurunkan
pertahanan antibakteri dari inang. Walaupun mekanisme sejatinya masih belum jelas,
dipercaya bahwa bakteria memperoleh akses menuju saluran bilier secara retrograd
melalui duodenum atau melalui darah dari vena porta. Sebagai hasilnya, infeksi akan
naik menuju ductus hepaticus, menimbulkan infeksi yang serius.
Peningkatan tekanan bilier akan mendorong infeksi menuju kanalikuli bilier, vena
hepatica, dan saluran limfatik perihepatik, yang akan menimbulkan bacteriemia (25%-
40%). Infeksi dapat bersifat supuratif pada saluran bilier. Saluran bilier pada keadaan
normal bersifat steril. Keberadaan batu pada kandung empedu (cholecystolithiasis) atau
pada ductus choledochus (choledocholithiasis) meningkatkan insidensi bactibilia.
Organisme paling umum yang dapat diisolasi dalam empedu adalah Escherischia coli
(27%), Spesies Klebsiella (16%), Spesies Enterococcus (15%), Spesies Streptococcus
(8%), Spesies Enterobacter (7%), dan spesies Pseudomonas aeruginosa (7%). Organisme
yang ditemukan pada kultur darah sama dengan yang ditemukan dalam empedu. Patogen
tersering yang dapat diisolasi dalam kultur darah adalah E coli (59%), spesies Klebsiella
(16%), Pseudomonas aeruginosa (5%) dan spesies Enterococcus (4%).
Sebagai tambahan, infeksi polimikrobial sering ditemukan pada kultur empedu (30-
87%) namun lebih jarang terdapat pada kultur darah (6-16%). Saluran empedu hepatik
bersifat steril, dan empedu pada saluran empedu tetap steril karena terdapat aliran
empedu yang kontinu dan keberadaan substansi antibakteri seberti immunoglobulin.
Hambatan mekanik terhadap aliran empedu memfasilitasi kontaminasi bakteri.
Kontaminasi bakteri dari saluran bilier saja tidak menimbulkan cholangitis secara klinis;
kombinasi dari kontaminasi bakteri signifikan dan obstruksi bilier diperlukan bagi
terbentuknya cholangitis. Tekanan bilier normal berkisar antara 7 sampai 14 cm. Pada
keadaan bactibilia dan tekanan bilier yang normal, darah vena hepatica dan nodus
limfatikus perihepatik bersifat steril, namun apabila terdapat obstruksi parsial atau total,
tekanan intrabilier akan meningkat sampai 18-29 cm H2O, dan organisme akan muncul
secara cepat pada darah dan limfa.
Demam dan menggigil yang timbul pada cholangitis merupakan hasil dari
bacteremia sistemik yang ditimbulkan oleh refluks cholangiovenososus dan
cholangiolimfatik. Penyebab tersering dari obstruksi bilier adalah choledocholithiasis,
striktur jinak, striktur anastomosis bilier-enterik, dan cholangiocarcinoma atau karsinoma
periampuler. Sebelum tahun 1980-an batu choledocholithiasis merupakan 80% penyebab
kasus cholangitis yang tercatat.

C. Manifestasi Klinik
Penyakit ini biasanya dimulai secara bertahap dengan kelelahan yang amat sangat,
gatal-gatal dan jaudince. Bisa terjadi serangan nyeri perut bagian atas dan demam karena
terjadinya peradangan pada saluran empedu, tetapi sangat jarang. Terdapat pembesaran
hati dan limpa, atau gejala-gejala sirosis. Bisa juga terjadi hipertensi portal, asites dan
kegagalan hati, yang bisa berakibat fatal.
Walaupun gambaran klasik kolangitis terdiri dari trias, demam, ikterus, dan nyeri
abdomen kuadran kanan atas yang dikenal dengan trias Charcot, namun semua elemen
tersebut hanya ditemukan pada sekitar 50 persen kasus. Pasien dengan kolangitis
supuratif tampak bukan saja dengan adanya trias charcot tapi juga menunjukkan
penurunan kesadaran dan hipotensi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Cameron,
demam di temukan pada lebih dari 90 persen kasus, ikterus pada 67 persen kasus dan
nyeri abdomen hanya pada 42 persen kasus.
Dua hal yang diperlukan untuk terjadinya kolangitis yaitu adanya obstruksi aliran
empedu dan adanya bakteri pada duktus koledokus. Pada sebagian besar kasus, demam
dan mengigil disertai dengan kolangitis menandakan adanya bakteriemia. Biakan darah
yang diambil saat masuk ke rumah sakit untuk kolangitis akut adalah positif pada 40
sampai 50 persen pasien. Pada hampir semua serial Escherichia coli dan Klebsiella
pneumoniae adalah organisme tersering yang didapatkan pada biakan darah. Organisme
lain yang dibiakan dari darah adalah spesies Enterobacter,Bacteroides, dan
Pseudomonas.
Dalam serial terakhir species Enterobacter dan Pseudomonas lebih sering
ditemukan, demikian juga isolat gram negatif dan spesies jamur dapat dibiak dari
empedu yang terinfeksi. Adapun organisme anaerobik yang paling sering diisolasi adalah
Bacteroides fragilis. Tetapi, anaerobik lebih jarang ditemukan pada serial terakhir
dibandingkan saat koledokolitiasis merupakan etiologi kolangitis yang tersering.
D. Diagnosis
Diagnosis kolangitis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis,
dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Pada anamnesis penderita kolangitis dapat ditemukan adanya keluhan demam,
ikterus, dan sakit pada perut kanan atas. Beberapa penderita hanya mengalami dingin
dan demam dengan gejala perut yang minimal. Ikterus atau perubahan warna kuning
pada kulit dan mata didapatkan pada sekitar 80% penderita
2. Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya demam, hepatomegali, ikterus,
gangguan kesadaran, sepsis, hipotensi dan takikardi.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis pada sebagian
besar pasien. Hitung sel darah putih biasanya melebihi 13.000. Lekopeni atau
trombositopenia kadang – kadang dapat ditemukan, biasanya jika terjadi sepsis parah.
Sebagian besar penderita mengalami hiperbilirubinemia sedang. Peningkatan bilirubin
yang tertinggi terjadi pada obstruksi maligna. Tes fungsi hati termasuk alkali fosfatase
dan transaminase serum juga meningkat yang menggambarkan proses kolestatik.

E. Penatalaksanaan
Leukositosis, hiperbilirubinemia, dan peningkatan fosfatase alkali dan transaminase
cukup sering terjadi, dan apabila terjadi, mendukung diagnosis klinis dari cholangitis.
USG berguna apabila pasien belum pernah didiagnosa dengan batu empedu, karena USG
dapat memperlihatkan batu kandung empedu, memperlihatkan ductus yang berdilatasi,
dan dapat menentukan lokasi obstruksi. Tes diagnostik definitif adalah ERCP. Pada
kasus dimana ERCP tidak dapat dilakukan, PTC diindikasikan. ERCP dan PTC akan
menunjukkan tingkat obstruksi, namun penyebabnya tidak dapat ditentukan dengan cara
ini. ERCP dan PTC dapat memungkinkan kultur empedu, memungkinkan pengangkatan
batu (apabila ada), dan drainase saluran empedu dengan kateter drain atau stent.
Pengobatan pertama pada pasien dengan cholangitis meliputi antibiotik intravena
dan resuscitasi cairan. Antibiotik cephalosporin (misal cefazolin, cefoxitin) merupakan
obat pilihan pada kasus-kasus ringan sampai sedang. Apabila kasusnya berat atau
memburuk secara progresif, obat-obatan aminoglikosida ditambah clindamycin ataupun
metronidazole sebaiknya ditambahkan pada regimen pengobatan. Pasien tersebut
mungkin memerlukan pemantauan di ICU dan dukungan vassopressor. Sebagian besar
pasien akan merespon terhadap tindakan ini. Namun, saluran empedu yang mengalami
obstruksi harus didrainase sesegera mungkin setelah pasien stabil. Sekitar 15% pasien
tidak akan merespon terhadap terapi antibiotik intravena dan resusitasi cairan, dan
dekompresi bilier darurat mungkin diperlukan.
Dekompresi bilier dapat diakukan melalui endoskopi, melalui rute transhepatic
percutaneus, ataupun secara bedah. Pemilihan prosedur tersebut sebaiknnya berdasarkan
pada tingkat dan sigat obstruksi bilier. Pasien dengan choledocholithiasis atau keganasan
periampuler paling baik ditangani menggunakan pendekatan endoskopik, dengan
sphincterotomy dan pengangkatan batu, atau dengan penempatan stent bilier secara
endoskopi. Pada pasien dengan obstruksi yang lebih proksimal atau terletah pada
perihiler, atau penyakitnya disebabkan striktur pada anastomosis enterik-bilier, atau
apabila usaha melalui jalur endoskopi mengalami kegagalan, drainase transhepatik
perkutaneus dipergunakan. Apabila ERCP atau PTC tidak memungkinkan, operasi
darurat dan dekompresi ductus choledochus dengan T tube mungkin diperlukan untuk
menyelamatkan nyawa. Mortalitas pasien yang diobati dengan terapi bedah lebih tinggi
daripada pasien yang berhasil diobati dengan endoskopi.
Secara keseluruhan tingkat kematian pada pasien dengan cholangitis karena batu
empedu sebesar 2% dan kematian pada pasien dengan toxic cholangitis adalah sebesar
5%. Terapi operasi definitif sebaiknya ditunda sampa cholangitis selesai ditangani dan
diagnosis yang tepat ditegakkan. Pasien dengan stent yang terpasang dan mengalami
cholangitis biasanya memerlukan uji pencitraan berulang dan penggantian stent dengan
guidewire. Intervensi segera (misal: sphincterotomy endoscopik, PTC, atau operasi
dekompresi) diperlukan pada 10% pasien dengan cholangitis akut. 90% sisanya pada
akhirnya akan diobati dengan pembedahan elektif atau sphincterotomy endoskopik
setelah terapi antibiotik dan evaluasi diagnostik yang seksama. Cholangitis akut
berhubungan dengan tingkat mortalitas total sebesar 5%. Saat terdapat gagal ginjal,
gangguan jantung, abses hepar dan keganasan, tingkat mortalitas dan morbiditasnya jauh
lebih tinggi.
F. Prognosis
Tergantung berbagai faktor antara lain :
1. Pengenalan dan pengobatan diri
Pada kasus kolangitis dibutuhkan pengobatan antibiotik secara dini dan diikuti
dengan drainase yang tepat serta dekompresi traktus biliaris.
2. Respon terhadap terapi
Semakin baik respon penderita kolangitis terhadap terapi yang diberikan
(misalnya antibiotik) maka prognosisnya akan semakin baik.Namun sebaliknya,
respon yang jelek akan memperberat penyakit tersebut.
3. Kondisi Kesehatan Penderita
Sistem pertahanan tubuh penderita merupakan salah satu faktor yang
menentukan prognosis penyakit ini. Biasanya penderita yang baru pertama kali
mengalaminya dan berespon baik terhadap terapi yang diberikan, prognosisnya akan
baik.
BAB III
ANALISA DRP

I. Kesesuaian Waktu Minum Obat


Obat Dosis Waktu Minum Pemberian Keterangan
KSR 2x600 mg Pagi – Sore Pagi – Sore Sesuai
Vit K 3x10 mg Pagi – Siang – Sore Pagi – Siang – Sore Sesuai
Urdafalk 3x1 Pagi – Siang – Sore Pagi – Siang – Sore Sesuai
Curcuma 3x1 Pagi – Siang – Sore Pagi – Siang – Sore Sesuai
Ambroxol 3x30 mg Pagi – Siang – Sore Pagi – Siang – Sore Sesuai
Amlodipine 10 mg 1x10 mg Pagi Pagi Sesuai
Micardis 40 mg 1x40 mg Malam Pagi Tidak sesuai. Penggunaan Micardis sebaiknya diminum
pada malam hari sebelum tidur.
Cefoperazone 2x2 gr Pagi - Sore Pagi – Sore Sesuai
Sulbactam
Ondansetrone 3x1 Pagi – Siang – Sore Pagi – Siang – Sore Sesuai
Ranitidin 2x1 Pagi – Sore Pagi – Sore Sesuai
Tramadol 3x1 Pagi – Siang – Sore Pagi – Siang – Sore Sesuai
Ketorolac 3x1 Pagi – Siang – Sore Pagi – Siang – Sore Sesuai
Paracetamol 4x1 Pagi – Siang – Sore Pagi – Siang – Sore Sesuai
3x1
Meropenem 3x1 Pagi – Siang – Sore Pagi – Siang – Sore Sesuai
Omeprazole 2x1 Pagi – Sore Pagi – Sore Sesuai
II. Farmakodinamika dan Farmakokinetika Obat
Nama Obat Onset Durasi T1/2
KSR - - -
Vit K 6 – 10 jam (PO) - -
Urdafalk 3 – 6 bulan - -
Curcuma - - -
Ambroxol - - -
Amlodipine 10 mg 30 – 50 menit 24 jam 30 – 50 jam
Micardis 40 mg 1 – 2 jam < 24 jam 24 jam
Cefoperazone Sulbactam - - -
Ondansetrone 30 menit - 3 – 6 jam
Ranitidin 1 jam (IV/PO) 4 – 5 jam (IV/IM) 2 – 2,5 jam (IV)
Tramadol ~ 1 jam 9 jam 6 – 8 jam
Ketorolac 10 menit (IM) 4 – 6 jam 2 – 6 jam
Paracetamol - - 2 – 3 jam (Adults)
Meropenem - - 1 – 1,5 jam (Fungsi renal
normal)
Omeprazole 1 jam Hingga 72 jam, 50% obat 0,5 – 1 jam
maksimal 24 jam
III. Analisa DRP’s
Kriteria DRP Tanggal Masalah Rekomendasi
Interaksi Obat 02/08/17 – Micardis – KSR (moderate - monitor terapi) Diberikan jeda waktu dalam pemberian obat dan dilakukan
(lexi-comp & 05/08/17  Keduanya meningkatkan serum potassium (kalium). monitoring erat yaitu cek kadar kalium dalam darah.
medscape) 02/08/17 Micardis – Ketorolac (moderate – monitor terapi, modifikasi terapi) Diberikan jeda waktu dalam pemberian obat dan dilakukan
 Keduanya meningkatkan serum potassium (kalium). monitoring erat yaitu cek kadar kalium dalam darah.
 Dapat meningkatkan toksisitas yang lain, yaitu dapat
mengakibatkan kerusakan fungsi ginjal, terutama pada orang tua
atau orang yang kehilangan volume.
 Ketorolac menurunkan efek telmisartan oleh antagonisme
farmakodinamik. NSAID mengurangi sintesis prostaglandin
vasodilatasi ginjal dan dengan demikian mempengaruhi
homeostatis fluida dan dapat mengurangi efek antihipertensi.
01/08/17 – Ketorolac – KSR (moderate - monitor terapi, modifikasi terapi) Dilakukan monitoring erat yaitu cek kadar kalium dalam darah.
02/08/17  Keduanya meningkatkan serum potassium (Kalium)
01/08/17 – Ketorolac – Vitamin K (moderate - monitor terapi) Diberikan jeda waktu dalam pemberian obat, yaitu sekitar 2 jam
02/08/17  Kadar ketorolac meningkat dan vitamin K menurunkan (jangan diberikan bersamaan).
antikoagulan..
Obat Untuk obat yang dibawa pulang, terdapat interaksi antara obat 1. Dilakukan monitoring erat yaitu cek kadar kalium dalam
Pulang Micardis (Telmisartan) dan Natrium diclofenak (moderate - monitor darah.
terapi, modifikasi terapi) 2. Disarankan menggunakan micardis pada malam hari, dan
 Keduanya meningkatkan serum potassium (Kalium). Natrium diclofenak pada pagi dan sore.
 Diclofenak mengurangi efek micardis oleh antagonisme
farmakodinamik. NSAID mengurangi sintesis prostaglandin
vasodilatasi ginjal dan dengan mengurangi efek antihipertensi.
 Micardis dan diclofenac dapat meningkatkan toksisitas yang
lain, yaitu dapat mengakibatkan kerusakan fungsi ginjal,
terutama pada orang tua atau pada orang dengan volume habis.
PEMBAHASAN
Pasien Ny. MM mengeluh nyeri perut sejak 3 hari SMRS. Pasien masuk ke RSU
Kabupaten Tangerang tanggal 27 Juli 2017 dan mengalami nyeri perut seluruh lapang
terutama kanan atas, nyeri sebelumnya (+), demam (+), mual (+), muntah hitam, BAK
seperti teh, rahim keluar (sejak 2 tahun yang lalu). Pasien mempunyai riwayat
penyakit terdahulu yaitu turunnya peranakan sejak ± 5 tahun lalu, dan tidak bisa
dimasukkan. Berdasarkan diagnosis utama, pasien mengalami kolangitis akut dan
berdasarkan diagnosis sekunder, pasien mengalami hidronefrosis, anemia, hipertensi,
hipokalemia, pemanjangan APTT dan CAP.
Pada saat di IGD, pasien diberikan terapi obat oral berupa KSR 2x600 mg,
Urdafalk 3x1, Vit K 3x10 mg, dan obat injeksi secara iv berupa Cefoperazone
Sulbactam 2x2gr, Tramadol 1x10 mg, Ondansetrone 3x8 mg Ranitidin 2x4 mg.
setelah pasien dirawat, pasien mendapatkan terapi obat lanjutan yang sama dari IGD
dan penambahan obat baru yaitu KSR 2x600 mg, Vit K 3x10 mg, Urdafalk 3x1,
Curcuma 3x1, Ambroxol 3x30 mg, Amlodipine 1x10 mg, Micardis 1x40 mg,
Cefoperazone Sulbactam 2x2 gr, Ondansetrone 3x1, Ranitidin 2x1, Tramadol 3x1,
Ketorolac 3x1, Paracetamol 4x1 3x1, Meropenem 3x1, Omeprazole 2x1.
KSR adalah obat yang digunakan untuk meningkatkan kadar kalium dalam
darah, dimana berdasarkan data laboratorium, Ny. MM mengalami hipokalemia pada
tanggal 25 Juli, namun pemberian KSR ini berinteraksi dengan obat Micardis dan
ketorolac, yaitu meningkatkan kadar kalium itu sendiri yang dapat menyebabkan
hiperkalemia, sehingga penggunaan kedua obat tersebut harus diberikan jeda waktu,
yaitu sekitar 2 jam. Disarankan untuk menggunakan Micardis pada malam hari dan
KSR pada pagi, siang dan sore. Dilakukan monitoring erat yaitu cek kadar kalium
dalam darah.
Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan
komponen empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus
halus, dan cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses
biasanya menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus.
Ketiadaan garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi, mengakibatkan
steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi vitamin K bisa
mengurangi level protrombin. Sehingga pasien diberikan vitamin K. Selain itu resiko
anemia berhubungan dengan kekurangan vitamin K. Hal ini dapat dilihat dari data Hb
Ny. MM yang dibawah normal walaupun sudah PRC. Defisiensi vitamin K dapat
mengganggu pembekuan darah yang normal.
Secara spesifik obat urdafalk memberikan manfaat untuk mengobati penyakit
yang berhubungan dengan hati dan empedu, juga menghancurkan batu empedu yang
mengendap baik pada kantong empedu maupun saluran empedu. Batu empedu
kolesterol radiolusen, hepatitis kolestatis, hepatitis aktif kronik (sirosis bilier
primer/PBC, kolangitis sklerosing primer) bisa diatasi menggunakan obat urdafalk.
Mekanisme kerjanya menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya
sehingga terjadi disaturasi getah empedu. Batu yang sudah ada dikurangi besarnya,
yang kecil akan larut dan batu yang baru dicegah pembentukannya. Diperlukan waktu
terapi 6 – 12 bulan untuk melarutkan batu.
Curcuma berfungsi untuk mengurangi inflamasi/peradangan pada liver/hati
karena kolangitis akut yang diderita Ny. MM. fungsi utama Curcuma yaitu sebagai
hepatoprotektor terhadap penyakit kolangitis akut, dimana dapat menekan virus agar
tidak merusak liver dan dapat memproduksi kekebalan alami terhadap virus hepatitis.
Pemberian ambroxol digunakan untuk mengatasi batuk berdahak yang dialami
oleh Ny. MM. Penggunaan ambroxol tersebut terus diberikan sampai pasien akan
pulang sedangkan pasien sudah tidak ada keluhan batuk. Namun pada pemeriksaan
thorak berdasarkan SOAP terdapat rhonki sehingga pemberian Ambroxol masih tetap
dilanjutkan.
Pasien mengalami hipertensi stage 2 yang dapat dilihat dari tekanan darah yang
semakin naik, sehingga diberikan terapi kombinasi yaitu golongan CCB (Amlodipine)
dan ARB (Micardis). Namun dalam pemberian tidak tepat karena kedua obat
diberikan pada pagi hari. Dikhawatirkan akan terjadi hipotensi, sehingga disarankan
untuk memberikan amlodipine pada pagi hari dan micardis pada malam hari.
Untuk antibiotik diberikan Cefoperazone sulbactam, dimana sudah sesuai
dengan tatalaksana kolangitis akut. Hal ini dapat dilihat dari data laboratorium
leukosit terjadi penurunan yang signifikan, yaitu pada tanggal 25 Juli 26,92 menjadi
7,17 pada tanggal 28 Juli. Namun pada tanggal 1 Agustus terjadi kenaikan menjadi
14,55 sehingga pemberian Cefoperazone sulbactam dihentikan dan diganti
Meropenem.
Ondansetron dan ranitidine digunakan untuk mengatasi keluhan pasien berupa
mual dan muntah. Namun penggunaan ranitidine dihentikan karena keluhan pasien
tersebut tidak membaik sehingga diganti omeprazole.
Interaksi antara obat Micardis (Telmisartan) dan Ketorolac dapat meningkatkan
toksisitas yang lain, yaitu dapat mengakibatkan kerusakan fungsi ginjal, terutama
pada orang tua atau orang yang kehilangan volume. Selain itu, ketorolac menurunkan
efek telmisartan oleh antagonisme farmakodinamik. NSAID mengurangi sintesis
prostaglandin vasodilatasi ginjal dan dengan demikian mempengaruhi homeostatis
fluida dan dapat mengurangi efek antihipertensi. Disarankan untuk menggunakan
Micardis pada malam hari dan dilakukan monitoring erat yaitu cek kadar kalium
dalam darah.
Interaksi antara obat Ketorolac dan vitamin K yaitu kadar ketorolac dapat
meningkat dan vitamin K menurunkan antikoagulan. Efek interaksi tidak jelas,
sehingga digunakan secara hati-hati dan dimonitor. Disarankan diberikan jeda dalam
pemberian obat (jangan diberikan bersamaan), yaitu sekitar 2 jam.
Pasien sudah diperbolehkan pulang pada tanggal 5 Agustus 2017 dimana tidak
mendapatkan tindakan operasi dan hanyak menjalani terapi rawat jalan. Pasien
diberikan terapi obat pulang berupa Omeprazole 2x20 mg, Natrium diclofenak 2x1,
ambroxol 3x1, micardis 1x1 dan amlodipine 1x1. Terdapat interaksi pada obat
tersebut yaitu interaksi antara obat Micardis (Telmisartan) dan Natrium diclofenak.
Keduanya meningkatkan serum potassium (Kalium). Selain itu, diclofenak
mengurangi efek micardis oleh antagonisme farmakodinamik. NSAID mengurangi
sintesis prostaglandin vasodilatasi ginjal dan dengan mengurangi efek antihipertensi.
Micardis dan diclofenac dapat meningkatkan toksisitas yang lain, yaitu dapat
mengakibatkan kerusakan fungsi ginjal, terutama pada orang tua atau pada orang
dengan volume habis. Dilakukan monitoring erat yaitu cek kadar kalium dalam darah
dan disarankan menggunakan micardis pada malam hari, dan Natrium diclofenak
pada pagi dan sore.
BAB IV
KESIMPULAN

Pengobatan yang telah diberikan kepada Ny. MM sudah efektif sehingga dapat
memperbaiki kondisi pasien. Dari pengobatan yang diberikan terjadi DRP pada pasien
yang berupa interaksi obat dan terapi tanpa indikasi. Adanya DRP tersebut,
direkomendasikan untuk dilakukan pengaturan waktu minum obat. Rekomendasi
yang diberikan yaitu :
1. Memberikan jeda waktu antara amlodipin dan micardis dimana amlodipin diminum pagi
hari dan micardis diberikan malam hari.
2. Diberikan jeda dalam pemberian obat ketorolac dan vitamin K, yaitu sekitar 2 jam
(jangan diberikan bersamaan).
3. Dilakukan cek laboratorium secara rutin untuk melihat kadar serum kalium dalam darah.
4. Disarankan menggunakan micardis pada malam hari, dan Natrium diclofenak pada pagi
dan sore.
5. Disarankan untuk menghentikan penggunaan ambroxol karena pasien sudah tidak ada
keluhan batuk
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2016. Informasi Spesialite Obat. PT.ISFI: Jakarta.


Anonim. 2012. Obat Obat Penting Untuk Pelayanan Kefarmasian. Fakultas Farmasi UGM:
Laboratorium Manajemen Farmasi Dan Farmasi Masyarakat Bagian Farmasetika
Anonim. 2014. MIMS Petunjuk Konsultasi Edisi 14. Medidata Indonesia: Jakarta.
APha. 2007. Drug Information Handbook 17th Edition. Lexi-Comp
Depkes RI, 2011, Pedoman Interpretasi Data Klinik, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia: Jakarta.
Dipiro, J.T., et al. 2009. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 9th Ed. Mc-Graw
Hill: New York.
Doenges, M.E, Marry F. MandAlice, C.G. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

ISN. 2012. KDIGO Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of
Chronic Kidney Disease. Vol: 3

Lexicomp. com diakses tanggal 14 Agustus 2017.


Medscape.com diakses tanggal 14 Agustus 2017.
Sukandar, Elin Y., dkk. 2013. ISO Farmakoterapi. PT.ISFI: Jakarta.
LAMPIRAN

Rekomendasi Pemberian Obat

Di RS Pulang
Rut
Obat Dosis S S P S S M
e
P i o M i o
KSR 2x600 mg
p.o v v
Vit K 3x10 mg
p.o v v v
Urdafalk 3x1
p.o v v v
Curcuma 3x1
p.o v v v
Ambroxol 3x30 mg
p.o v v v
Amlodipine 10 mg 1x10 mg v
p.o v
Micardis 40 mg 1x40 mg v
p.o v
Omeprazole 20 mg 2 x 20 mg v v

Natrium diclofenak 2x1 v v


p.o
Cefoperazone Sulbactam 2x2 gr
i.v v v
Ondansetrone 3x1
i.v v v v
Ranitidin 2x1
i.v v v
Tramadol 3x1
i.v v v v
Ketorolac 3x1 v v v
i.v
Paracetamol 4x1 3x1 v v v
i.v
Meropenem 3x1 v v v
i.v
Omeprazole 2x1 v v
i.v

Anda mungkin juga menyukai