Nama : Linda
NIM : 081501019
Program : S-1 Reguler
Kelompok/ Hari : IV / Kamis
Asisten : Nur Aira Juwita, S. Farm
Tanggal Percobaan : 25 Februari 2010
Perbaikan :
1. Perbaikan I, Tanggal : ___________________
Telah Diperbaiki : ___________________
2. Perbaikan II, Tanggal : ___________________
Telah Diperbaiki : ___________________
3. Perbaikan III, Tanggal : ___________________
Telah Diperbaiki : ___________________
4. Perbaikan IV, Tanggal : ___________________
Telah Diperbaiki : ___________________
5. Pergantian Jurnal : ___________________
Nilai :
PENGARUH VARIASI BIOLOGI TERHADAP DOSIS OBAT
I. PENDAHULUAN
Obat biasanya diberikan dalam dosis biasa atau dosis rata-rata, yang cocok
untuk sebagian besar pasien. Untuk pasien lainnya, dosis biasa ini bisa terlalu besar
sehingga menimbulkan efek toksik atau terlalu kecil sehingga tidak efektif. Tanpa
adanya kesalahan medikasi, kepatuhan pasien menentukan jumlah obat yang
diminum. Pada pemberian per oral, jumlah obat yang diserap ditentukan oleh
bioavailabilitas obat tersebut, dan bioavailabilitas ditentukan dengan mutu obat
tersebut. Faktor-faktor farmakokinetik menentukan berapa dari jumlah obat yang
diminum dapat mencapai tempat kerja obat untuk bereaksi dengan reseptornya.
Faktor-faktor farmakodinamik menentukan intensitas efek farmakologik yang
ditimbulkan oleh kadar obat di sekitar tempat reseptor tersebut.
Untuk mengetahui pengaruh variasi biologis terhadap dosis obat yang diberikan
kepada hewan percobaan
Untuk mengetahui pengaruh variasi jenis kelamin terhadap dosis obat yang
diberikan kepada hewan percobaan
III.PRINSIP PERCOBAAN
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi dosis, salah satunya yaitu variasi
biologi. Variasi biologi dapat diuji dengan perbandingan mencit dengan berat badan
yang berbeda, perbandingan mencit dengan perbedaan kondisi tubuh, dan dari
perbedaan jenis kelamin jantan dan betina.
IV. TINJAUAN PUSTAKA
Obat biasanya diberikan dalam dosis biasa atau dosis rata-rata, yang cocok
untuk sebagian besar pasien. Untuk pasien lainnya, dosis biasa ini bisa terlalu besar
sehingga menimbulkan efek toksik atau terlalu kecil sehingga tidak efektif. Tanpa
adanya kesalahan medikasi, kepatuhan pasien menentukan jumlah obat yang
diminum. Pada pemberian per oral, jumlah obat yang diserap ditentukan oleh
bioavailabilitas obat tersebut, dan bioavailabilitas ditentukan dengan mutu obat
tersebut. Faktor-faktor farmakokinetik menentukan berapa dari jumlah obat yang
diminum dapat mencapai tempat kerja obat untuk bereaksi dengan reseptornya.
Faktor-faktor farmakodinamik menentukan intensitas efek farmakologik yang
ditimbulkan oleh kadar obat di sekitar tempat reseptor tersebut.
5.1.1. Alat
Timbangan elektrik
Spuit 1 ml
Oral sonde
Stopwatch
Erlenmeyer 10 ml
Beaker glass 25 ml
5.1.2. Bahan
Mencit 6 ekor
Luminal Natrium 0,7%
Aquadest
Mencit II
berat badan = 25,1 g
dosis Luminal Na = 50 mg/kgBB (Intraperitoneal)
konsentrasi = 0,7%
50 mg
Dosis (mg) berat mencit (g)
1000g
50
25,1 1,255mg
1000
0,7 g 700 mg
Konsentrasi 0,7% 7 mg / ml
100 ml 100 ml
dosis (mg) 1,255
Volume larutan yang disuntikkan 0,179 ml
7 mg/ml 7
Volume larutan yang disuntikkan
Untuk syringe 80 skala
0,0125
0,179
14,32skala
0,0125
Mencit III
berat badan =20,6g
dosis Luminal Na = 50 mg/kgBB (Intraperitoneal)
konsentrasi = 0,7%
50 mg
Dosis ( mg ) = berat mencit (g)
1000g
50
= 20,6 = 1,03 mg
1000
0,7 g 700 mg
Konsentrasi 0,7% = = = 7 mg / ml
100 ml 100 ml
dosis ( mg ) 1,03
Volume larutan yang disuntikkan = = = 0,147 ml
7 mg/ml 7
Mencit IV
berat badan = 28,3 g
dosis Luminal Na = 50 mg/kgBB (Intraperitoneal)
konsentrasi = 0,7%
50 mg
Dosis (mg) berat mencit (g)
1000g
50
28,3 1,415 mg
1000
0,7 g 700 mg
Konsentrasi 0,7% 7 mg / ml
100 ml 100 ml
dosis (mg) 1,415
Volume larutan yang disuntikkan 0,202 ml
7 mg/ml 7
Untuk syringe 80 skala 1 skala 1 : 80 0,0125
0,202
Jumlah larutan yang disuntikkan 16,16skala
0,0125
Mencit V
berat badan = 24,7 g
dosis Luminal Na = 50 mg/kgBB (Oral)
konsentrasi = 0,7%
50 mg
Dosis (mg) berat mencit (g)
1000 g
50
24,7 1,235 mg
1000
0,7 g 700 mg
Konsentrasi 0,7% 7 mg / ml
100 ml 100 ml
dosis (mg) 1,235
Volume larutan yang disuntikkan 0,176ml
7 mg/ml 7
Mencit VI
berat badan = 24,1 g
dosis Luminal Na = 50 mg/kgBB (Oral)
konsentrasi = 0,7%
50 mg
Dosis ( mg ) = berat mencit (g)
1000 g
50
= 24 ,1 = 1,205 mg
1000
0,7 g 700 mg
Konsentrasi 0,7% = = = 7 mg / ml
100 ml 100 ml
dosis ( mg ) 1,205
Volume larutan yang disuntikkan = = = 0,172ml
7 mg/ml 7
6.4. Pembahasan
Dari hasil percobaan diperoleh bahwa mencit dengan berat badan yang lebih
kecil mengalami efek obat yang lebih cepat daripada mencit dengan berat badan
yang lebih besar, hal ini sesuai dengan teori dimana mencit dengan berat badan yang
lebih kecil yang akan mengalami efek obat yang lebih cepat. Menurut teori,
kebanyakan dosis dewasa dikalkulasikan sekitar berat dewasa, yaitu 150 pon antara
umur 16 sampai 65 tahun. Namun, kebanyakan orang dewasa beratnya tidak
mencapai 150 pons. Pada individu kecil (100 pons), dosisnya harus dikurangi. Pada
individu yang lebih besar (200 pon sampai 300 pons), dosis nya harus ditingkatkan.
Bagaimanapun juga pendekatan dosis seperti ini tidak selalu dapat dijadikan
pedoman dikarenakan masih banyaknya faktor lain yang menentukan. (Henry H. and
Barbara N., 1994).
Pada kondisi puasa, dari hasil percobaan diperoleh bahwa mencit yang puasa
mengalami efek obat yang lebih cepat dibandingkan yang tidak puasa. Sesuai dengan
teori dimana efek obat akan bekerja lebih cepat tanpa makanan, karena apabila
disertai dengan makanan, obat akan berinteraksi dengan makanan dan menyebabkan
absorpsi dari obat menjadi pelan. Makanan – makanan tipe tertentu dapat
membalikkan efek terapi dari suatu obat dengan meningkatkan absorbsi, menunda
absorbsi, dan bahkan dapat mencegah absorbsi pada pengobatan. Lebih jauh,
makanan dapat menyebabkan pasien merasakan reaksi yang berlawanan. (Mary K.
and Jim K., 2005)
Berdasarkan variasi jenis kelamin, dari hasil percobaan diperoleh bahwa
mencit betina mengalami efek obat lebih awal dibandingkan jantan yaitu betina pada
menit ke 10` dan jantan pada menit 40`. Menurut teori, pada wanita cenderung
memiliki persentase dari lemak tubuh yang lebih tinggi dan memiliki persentase
cairan tubuh yang lebih rendah dari pada pria pada berat badan yang sama.
Konsekuensinya, wanita cenderung merasakan efek obat yang lebih hebat
dibandingkan pria karena obat akan terlarut dalam jumlah volume cairan tubuh yang
relatif lebih kecil. Wanita juga memiliki kandungan lemak yang lebih banyak
daripada pria. Obat – obat yang larut dalam lemak akan secara lebih luas terdistribusi
dan dapat menghasilkan durasi kerja yang lebih lama. Konsep yang sama ini juga
dapat diaplikasikan pada perbedaan komposisi lemak tubuh antara anggota yang
memiliki jenis kelamin yang sama. (Henry H. and Barbara N., 1999)
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK-UI. (2007). ” Farmakologi Dan Terapi
”. Edisi 5.Gaya Baru; Jakarta, Hal 886, 894-895
Hitner, H., and Nagle, B. (1999). ”Basic Pharmacology”. Fourth Edition. Mc Graw
Hill ; USA. Pages 231 – 232.
Katzung, B.G. (2002). “Farmakologi Dasar dan Klinik”. Edisi VIII. Penerbit Buku
Salemba Medika ; Jakarta. Halaman 44-46.
Mary, K., and Keogh, J. (2005). ”Pharmacology Demistified”. Mc Graw Hill ; New
Jersey. Pages 42-44
www.forcon.ca/learning/hitting.html
www.NursingBegin.com