Anda di halaman 1dari 9

PEMBAHASAN

KECERDASAN EMOSIONAL

A. Pengertian kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan EQ (bahasa Inggris: emotional quotient) adalah
kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan
oranglain di sekitarnya.Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu
hubungan.Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan alasan yang
valid akan suatu hubungan. Kecerdasan emosional (EQ) belakangan ini dinilai tidak kalah penting dengan
kecerdasan intelektual (IQ). Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional dua kali
lebih penting daripada kecerdasan intelektual dalam memberikan kontribusi terhadap kesuksesan
seseorang (Monty P. Satiadarma, Fidelis E. Waruwu, 2003, hal:45).

Menurut Howard Gardner (1983) terdapat empat pokok utama dari kecerdasan emosional seseorang,
yakni mampu menyadari dan mengelola emosi diri sendiri, memiliki kepekaan terhadap emosi orang
lain, mampu merespon dan bernegosiasi dengan orang lain secara emosional, serta dapat menggunakan
emosi sebagai alat untuk memotivasi diri.

Kecerdasan emosional dapat dikatakan sebagai kemampuan psikologis yang telah dimiliki oleh tiap
individu sejak lahir, namun tingkatan kecerdasan emosional tiap individu berbeda, ada yang menonjol
da nada pula yang tingkat kecerdasan emosional mereka rendah. Jadi dapat diartikan bahwa Kecerdasan
Emosi atau Emotional Quotation (EQ) meliputi kemampuan mengungkapkan perasaan, kesadaran serta
pemahaman tentang emosi dan kemampuan untuk mengatur dan mengendalikannya.Kecerdasan emosi
dapat juga diartikan sebagai kemampuan Mental yang membantu kita mengendalikan dan memahami
perasaan-perasaan kita dan orang lain yang menuntun kepada kemampuan untuk mengatur perasaan-
perasaan tersebut.

contohnya, terkadang jika kita sedang marah biasanya ingin melempar suatu barang misalnya buku,
tetapi jika orang yang memiliki kecerdasan dalam emosi biasa nya selalu berfikir dahulu, untuk apa kita
melepar barang, dampak nya kedepan akan seperti apa, dan apa manfaatnya, sehingga orang yang
memiliki kecerdasan emosi bisa mengendalikan emosi nya. (Coky Aditya Z, 2013. Hal:15).

B. 5 Wilayah Kecerdasan Emosi (Menurut Goleman)

1. Kemampuan Mengenali Emosi Diri: anak kenal perasaannya sendiri sewaktu emosi itu muncul.
Seseorang yang mampu mengenali emosinya akan memiliki kepekaan yang tajam atas perasaan yang
muncul seperti senang, bahagia, sedih, marah, benci dan sebagainya.

2. Kemampuan Mengelola Emosi: anak mampu mengendalikan perasaannya sehingga emosinya tidak
meledak-ledak yang akibatnya memengaruhi perilakunya secara salah. Meski sedang marah, orang yang
mampu mengelola emosinya akan mengendalikan kemarahannya dengan baik, tidak teriak-teriak atau
bicara kasar, misalnya.

3. Kemampuan Memotivasi Diri: anak dapat memberikan semangat pada diri sendiri untuk melakukan
sesuatu yang baik dan bermanfaat. Ia punya harapan dan optimisme yang tinggi sehingga memiliki
semangat untuk melakukan suatu aktivitas.

4. Kemampuan Mengenali Emosi Orang Lain: balita bisa mengerti perasaan dan kebutuhan orang lain,
sehingga orang lain merasa senang dan dimengerti perasaannya. Kemampuan ini sering juga disebut
sebagai kemampuan berempati. Orang yang memiliki empati cenderung disukai orang lain.

5. Kemampuan Membina Hubungan: anak sanggup mengelola emosi orang lain sehingga tercipta
keterampilan sosial yang tinggi dan membuat pergaulan seseorang lebih luas. Anak-anak dengan
kemampuan ini cenderung punya banyak teman, pandai bergaul dan populer.

C. Manfaat dari Kecedasan Emosi (EQ):

1. Mengatasi Stres.

Stres merupakan tekanan yang timbul akibat beban hidup dan dapat dialami oleh siapa saja. Toleransi
terhadap stres merupakan kemampuan untuk bertahan terhadap peristiwa buruk dan situasi penuh
tekanan. Orang yang cerdas secara emosional mampu menghadapi kesulitan hidup dengan kepala tegak,
tegar dan tidak hanyut oleh emosi yang kuat.MengendalikanDorongan Hati (Menahan Diri).

2. Merupakan karakteristik emosi

untuk menunda kesenangan sesaat untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Mengendalikan dorongan
hati merupakan salah satu seni bersabar dan menukar rasa sakit atau kesulitan saat ini dengan
kesenangan yang jauh lebih besar dimasa yang akan datang.

3. Mengelola SuasanaHati.

Merupakan kemampuan emosional yang meliputi kecakapan untuk tetap tenang dalam suasana apapun,
menghilangkan gelisah yang timbul, mengatasi kesedihan atau berdamai dengan sesuatu yang
menjengkelkan. Menurut Aristoteles, marah itu mudah akan tetapi untuk marah kepada orang yang
tepat, tingkat yang tepat, waktu, tujuan dengan cara yang tepat hanya bisa dilakukan oleh orang-orang
yang cerdas secara emosi.

4. Dapat Memotivasi Diri.

Orang yang mampu memotivasi dirinya akan cenderung sangat produktif dan efektif dalam hal apapun
yang dihadapi. Ada begitu banyak cara dalam memotivasi diri sendiri antara lain dengan banyak
membaca buku atau artikel-artikel positif, tetap fokus pada impian, mengevaluasi diri, dan terus
melakukan intropeksi diri.

5. Memiliki Kemampuan Sosial.


Orang yang cerdas secara emosi mampu menjalin hubungan sosial dengan siapa saja. Seseorang yang
memiliki kemampuan sosial dapat bergaul, menyenangkan dan tenggang rasa terhadap orang lain.

6. Mampu Memahami Orang Lain.

Menyadari dan menghargai orang lain adalah hal terpenting dalam kecerdasan emosi. Hal ini disebut
dengan empati. Keuntungan yang didapatkan dari memahami orang lain adalah kita lebih banyak pilihan
tentang cara bersikap dan memiliki peluang lebih baik untuk berkomunikasi dan menjalin hubungan baik
dengan orang lain.

D. Ciri-ciri Kecerdasan Emosional

a. Kendali diri

Kendali diri adalah pengendalian tindakan emosional yang berlebihan. Tujuannya adalah keseimbangan
emosi, bukan menekannya, akrena setiap perasaan mempunyai nilai dan makna tertentu bagi kehidupan
manusia. Menurut Goleman, apabila emosi terlalu ditekan dapat membuat kebosanan, namun bila
emosi tidak terkendali dan terus-menerus maka akan stres, depresi dan marah yang meluap-luap.

b. Empati

Menurut Goleman, Empati adalah memahami perasaan dan masalah orang lain, berpikir dengan sudut
pandang orang lain dan menghargai perasaan orang mengenai berbagai hal. Empati dibangun
berdasarkan kesadaran diri, semakin terbuka kepada emosi diri sendiri maka makin terampil kita
membaca perasaan orang lain.

c. Pengaturan diri

Goleman mengatakan bahwa, “Pengaturan diri adalah menangani emosi kita sehingga berdampak
positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum
tercapainya suatu sasaran, mampu pulih kembali dari tekanan emosi”.

d. Motivasi

Motivasi adalah menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun kita
menuju sasaran, emmbantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, serta untuk bertahan
menghadapi kegagalan dan frustasi.

e. Keterampilan sosial

Keterampilan sosial adalah menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan
dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan
keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah serta meyelesaikan perselisihan,
dan untuk bekerjasama dan bekerja dalam tim.

E. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional


a. Faktor otak

Joseh LeDoux, seorang ahli saraf di Center For Neural Socience di New York Univercity adalah orang
pertama yang menemukan peran kunci Amigdala dalam otak emosional. LeDoux adalah bagian dari
kelompok ilmuawan- ilmuawan saraf yang mau memanfaatkan metode dan teknologi inovatif yang
dapat memberi tingkat ketepatan yang belum pernah dicapai sebelumnya unutk memetakan otak yang
sedang bekerja, dan dengan demikian mampu mengungkapkan misteri-misteri pikiran yang tak mampu
ditembus oleh generasi-generasi ilmuawan sebelumnya. Temuan-temuan tentang jaringan otak
emosional menumbangkan gagasan lam tentang sistem limbik, dengan menempatkan amigdala pada
pusat tindakan dan menempatkan strukturstruktur limbik lainnya pada peran yang amat berbeda.
Amigdala berfungsi sebagai semacam gudang ingatan emosional, dan dengan demikian makna
emosional itu sendiri, hidup tanpa amigdala merupakan kehidupan tanpa makna pribadi sama sekali.

b. Keluarga

Orang tua memegang peranan penting terhadap perkembangan kecerdasan emosional anak, karena
lingkungan keluarga merupakan sekolah pertama bagi anak dalam mempelajari emosi, pengalaman
masa kanak-kanak dapat mempengaruhi perkembangan otak. Oleh karena itu, jika anak-anak
mendapatkan perhatian emosi yang tepat maka kecerdasan emosionalnya akan meningkat, begitu pula
sebaliknya. Ada beberapa prinsip dalam mendidik dan melatih emosi anak sebagai peluang kedekatan
dan mengajar, mendengarkan dengan penuh empati dan meneguhkan empati anak, menentukan batas-
batas emosi dan membantu anak dalam masalah yang dihadapi anak.

c. Lingkungan masyarakat dan dukungan sosial

Dalam mengembangkan kecerdasan emosi, dukungan sosial juga berpengaruh yaitu dengan pelatihan,
penghargaan, pujian, nasehat, yang pada dasarnya memberi kekuatan psikologi pada seseorang
sehingga merasa dan membuatnya mampu menghadapi situasi yang sulit, dapat juga berupa hubungan
interpersonal yang didalamnya terdapat satu atau lebih bantuan dalam bentuk fisik, informasi dan
pujian.

d. Lingkungan sekolah

Sekolah memegang peran penting dalam pengembangan potensi anak didik melalui tehnik gaya
kepemimpinan dan metode mengajar guru sehingga EQ dapat berkembang secara maksimal. Jadi sistem
pendidikan hendaknya tidak mengabaikan perkembangan emosi dankonasi seseorang. Pemberdayaan
pendidikan disekolah hendaknya mampu memelihara keseimbangan antara perkembangan intelektual
dan psikologi anak segingga dapat berekspresi bebas tanpa perlu banyak diatur dan diawasi secara
ketat.

KECERDASAN SPIRITUAL

A. Pengertian Kecerdasan Spiritual


Kecerdasan spritual tersusun dalam dua kata yaitu “kecerdasan” dan “spiritual”. Kecerdasan adalah
kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, terutama masalah yang
menuntut kemampuan fikiran. Berbagai batasan-batasan yang dikemukakan oleh para ahli didasarkan
pada teorinya masing-masing. Intelegence dapat pula diartikan sebagai kemampuan yang berhubungan
dengan abstraksi-abstraksi, kemampuan mempelajari sesuatu, kemampuan menangani situasi-situasi
baru. Contoh: Seorang anak diberitahu bahwa orang tuanya tidak akan sanggup menyekolahkannya ke
Jerman, ia tidak putus asa. Ia yakin bahwa kalau orang itu bersungguh-sungguh dan minta pertolongan
kepada Tuhan, ia akan diberi jalan.

Pengertian kecerdasan spiritual menurut para ahli:

1. Zohar dan Marshal

mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan
makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang
lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih
bermakna dari pada yang lain. (Danah Zohar dan Ian Marshal,. SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spritual
dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan.

2. Khalil A Khavari

di definisikan sebagai fakultas dimensi non-material kita atau jiwa manusia. Ia menyebutnya sebagai
intan yang belum terasah dan dimiliki oleh setiap insan. Kita harus mengenali seperti adanya,
menggosoknya sehingga mengkilap dengan tekat yang besar, menggunakannya menuju kearifan, dan
untuk mencapai kebahagiaan yang abadi.

3. Stephen R. Covey

Adalah pusat paling mendasar di antara kecerdasan yang lain, karena dia menjadi sumber bimbingan
bagi kecerdasan lainnya. Kecerdasan spiritual mewakili kerinduan akan makna dan hubungan dengan
yang tak terbatas.

4. Tony Buzan

kecerdasan spiritual adalah yang berkaitan dengan menjadi bagian dari rancangan segala sesuatu yang
lebih besar, meliputi “melihat suatu gambaran secara menyeluruh”. Dari Kehebatan Otak Anda yang
selama ini belum pernah anda gunakan.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan
potensial setiap manusia yang menjadikan ia dapat menyadari dan menentukan makna, nilai, moral,
serta cinta terhadap kekuatan yang lebih besar dan sesama makhluk hidup, karena merasa sebagai
bagian dari keseluruhan. Sehingga membuat manusia dapat menempatkan diri dan hidup lebih positif
dengan penuh kebijaksanaan, kedamaian, dan kebahagiaan yang hakiki.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerasan spiritual

a. Sel saraf otak

Otak menjadi jembatan antara kehidupan bathin dan lahiriah kita. Ia mampu menjalankan semua ini
karena bersifat kompleks, luwes, adaptif dan mampu mengorganisasikan diri. Menurut penelitian yang
dilakukan pada era 1990-an dengan menggunakan WEG (Magneto – Encephalo – Graphy) membuktikan
bahwa osilasi sel saraf otak pada rentang 40 Hz merupakan basis bagi kecerdasan spiritual.

b. Titik Tuhan (God spot)

Dalam peneltian Rama Chandra menemukan adanya bagian dalam otak, yaitu lobus temporal yang
meningkat ketika pengalaman religius atau spiritual berlangsung. Dia menyebutnya sebagai titik Tuhan
atau God Spot. Titik Tuhan memainkan peran biologis yang menentukan dalam pengalaman spiritual.
Namun demikian, titik Tuhan bukan merupakan syarat mutlak dalam kecerdasan spiritual. Perlu adanya
integrasi antara seluruh bagian otak, seluruh aspek dari dan seluruh segi kehidupan.

C. Aspek-aspek kecerdasan spiritual

a. Pengelolaan diri

Pengelolaan diri selalu perlu mempertimbangkan pemahaman tentang diri yang selalu berada dan
berkembang dalam konteks sosial, dimana pengelolaan diri mengandung arti bagaimana seseorang
mengelola diri dan perasaan yang dialaminya.

b. Kemampuan untuk memotivasi diri

Kemampuan ini berguna untuk mencapai tujuan jangka panjang, mengatasi setiap kesulitan yang dialami
bahkan untuk melegakan kegagalan yang terjadi. Kemampuan ini untuk memotivasi diri tanpa
memerlukan bantuan orang lain. Menurut sebuah situs memotivasi diri merupakan proses
menghilangkan faktor yang melemahkan dorongan seseorang. Rasa tidak berdaya dihilangkan menjadi
pribadi yang lebih percaya diri. Sementara harapan dimunculkan kembali dengan membangun
keyakinan bahwa apa yang diinginkan bisa dicapai.

c. Empati

Empati ini dibangun dari kesadaran diri dan dengan memposisikan diri senada, serasa dengan emosi
orang lain akan membantu seseorang mampu membaca dan memahami perasaan orang lain. Menurut
Bullmer dalam sebuah situs menjelaskan bahwa empati merupakan suatu proses ketika seseorang
merasakan perasaan orang lain dan menangkap arti perasaan itu, kemudian mengkomunikasikannya
dengan kepekaan sedemikian rupa hingga menunjukkan bahwa ia sungguh-sungguh mengerti perasaan
orang lain. Empati lebih merupakan pemahaman terhadap orang lain ketimbang suatu diagnosis dan
evaluasi terhadap orang lain.

d. Keterampilan sosial
Menurut Combs dan slaby dalam sebuah situs menyatakan bahwa keterampilan sosial merupakan
kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial dengan cara-cara khusus yang
dapat diterima oleh lingkungan dan pada saat bersamaan dapat menguntungkan individu, atau bersifat
saling menguntungkan atau menguntungkan orang lain. Keterampilan sosial merupakan bagian dari
kompetensi sosial yaitu faktor penting untuk memulai dan memiliki hubungan sosial dan dinilai oleh
sebaya sebagai anak yang tidak memiliki kompetensi sosial, akan kesulitan dalam memulai dan menjalin
hubungan yang positif dengan lingkungannya, bahkan boleh jadi akan ditolak atau diabaikan oleh
lingkungan. Individu yang memiliki keterampilan sosial akan lebih efektif karena ia mampu memilih dan
melakukan prilaku yang tepat sesuai dengan tuntutan lingkungan.

D. Ciri Kecerdasan Spritual

1. Memiliki prinsip dan visi yang kuat

Prinsip adalah kebenaran yang dalam dan mendasar ia sebagai pedoman berperilaku yang mempunyai
nilai yang langgeng dan produktif. Prinsip manusia secara jelas tidak akan berubah, yang berubah adalah
cara kita mengerti dan melihat prinsip tersebut. Semakin banyak kita tahu mengenai prinsip yang benar
semakin besar kebebasan pribadi kita untuk bertindak dengan bijaksana. Paradigma adalah sumber dari
semua tingkah laku dan sikap, dengan menempatkan kita pada prinsip yang benar dan mendasar maka
kita juga menciptakan peta atau paradigma mendasar mengenai hidup yang benar, dan pada ujung-
ujungnya adalah hidup yang efektif.

2. Kesatuan dan keragaman

Seorang dengan spiritualitas yang tinggi mampu melihat ketunggalan dalam keragaman. Ia adalah
prinsip yang mendasari SQ, sebagaimana Tony Buzan dan Zohar menjelaskan pada pemaparan yang
telah disebutkan diatas. Tony Buzan mengatakan bahwa “kecerdasan spiritual meliputi melihat
gambaran yang menyeluruh, ia termotivasi oleh nilai pribadi yang mencangkup usaha menjangkau
sesuatu selain kepentingan pribadi demi kepentingan masyarakat”.

3. Memaknai

Makna bersifat substansial, berdimensi spiritual. Makna adalah penentu identitas sesuatu yang paling
signifikan. Seorang yang memiliki SQ tinggi akan mampu memaknai atau menemukan makna terdalam
dari segala sisi kehidupan, baik karunia Tuhan yang berupa kenikmatan atau ujian dari-Nya, ia juga
merupakan manifestasi kasih sayang dari-Nya. Ujiannya hanyalah wahana pendewasaan spiritual
manusia. Mengenai hal ini Covey meneguhkan tentang pemaknaan dan respon kita terhadap hidup. Ia
mengatakan ”cobalah untuk mengajukan pertanyaan terhadap diri sendiri: Apa yang dituntut situasi
hidup saya saat ini; yang yang harus saya lakukan dalam tanggung jawab saya, tugas-tugas saya saai ini;
langkah bijaksana yang akan saya ambil?”. Jika kita hidup dengan menjalani hati nurani kita yang
berbisik mengenai jawaban atas pertanyaan kita diatas maka, “ruang antara stimulus dan respon
menjadi semakin besardan nurani akan makin terdengar jelas”.
4. Kesulitan dan penderitaan

Pelajaran yang paling berarti dalam kehidupan manusia adalah pada waktu ia sadar bahwa itu adalah
bagian penting dari substansi yang akan mengisi dan mendewasakan sehingga ia menjadi lebih matang,
kuat, dan lebih siap menjalani kehidupan yang penuh rintangan dan penderitaan. Pelajaran tersebut
akan menguhkan pribadinya setelah ia dapat menjalani dan berhasil untuk mendapatkan apa maksud
terdalam dari pelajaran tadi. Kesulitan akan mengasah menumbuh kembangkan, hingga pada proses
pematangan dimensi spiritual manusia. SQ mampu mentransformasikan kesulitan menjadi suatu medan
penyempurnaan dan pendidikan spiritual yang bermakna. SQ yang tinggi mampu memajukan seseorang
karena pelajaran dari kesulitan dan kepekaan terhadap hati nuraninya.

Seorang yang tinggi SQ-nya cenderung menjadi menjadi seorang pemimpin yang penuh pengabdian
yaitu seorang yang bertanggung jawab untuk membawakan visi dan nilai yang lebih tinggi terhadap
orang lain, ia dapat memberikan inspirasi terhadap orang lain. Sejalan dengan Covey yang menerangkan
bahwa; Setiap pribadi yang menjadi mandiri, proaktif, berpusat pada prinsip yang benar, digerakkan
oleh nilai dan mampu mengaplikasikan dengan integritas, maka ia pun dapat membangun hungungan
saling tergantung, kaya, langgeng, dan sangat produktif dengan orang lain.

Menurut Khavari terdapat tiga bagian yang dapat kita lihat untuk menguji tingkat kecerdasan spritual
seseorang:

1. Dari sudut pandang spiritual keagamaan (relasi vertikal, hubungan dengan yang Maha Kuasa). Sudut
pandang ini akan melihat sejauh manakah tingkat relasi spritual kita dengan Sang Pencipta, Hal ini dapat
diukur dari “segi komunikasi dan intensitas spritual individu dengan Tuhannya”. Menifestasinya dapat
terlihat dari pada frekwensi do’a, makhluq spritual, kecintaan kepada Tuhan yang bersemayam dalam
hati, dan rasa syukur kehadirat-Nya. Khavari lebih menekankan segi ini untuk melakukan pengukuran
tingkat kecerdasan spritual, karena ”apabila keharmonisan hubungan dan relasi spritual keagamaan
seseorang semakin tinggi maka semakin tinggi pula tingkat kualitas kecerdasan spritualnya”.

2. Dari sudut pandang relasi sosial-keagamaan. Sudut pandang ini melihat konsekwensi psikologis
spritual-keagamaan terhadap sikap sosial yang menekankan segi kebersamaan dan kesejahteraan sosial.
Kecerdasan spiritual akan tercermin pada ikatan kekeluargaan antar sesama, peka terhadap
kesejahteraan orang lain dan makhluk hidup lain, bersikap dermawan. Perilaku marupakan manifestasi
dari keadaan jiwa, maka kecerdasan spritual yang ada dalam diri individu akan termanifestasi dalam
perilakunya. Dalam hal ini SQ akan termanifestasi dalam sikap sosial. Jadi kecerdasan ini tidak hanya
berurusan dengan ke-Tuhanan atau masalah spiritual, namun akan mempengaruhi pada aspek yang
lebih luas terutama hubungan antar manusia.

3. Dari sudut pandang etika sosial. Sudut pandang ini dapat menggambarkan tingkat etika sosial sebagai
manifestasi dari kualitas kecerdasan spiritual. Semakin tinggi tingkat kecerdasan spritualnya semakin
tinggi pula etika sosialnya. Hal ini tercermin dari ketaatan seseorang pada etika dan moral, jujur, dapat
dipercaya, sopan, toleran, dan anti terhadap kekerasan. Dengan kecerdasan spritual maka individu
dapat menghayati arti dari pentingnya sopan santun, toleran, dan beradap dalam hidup. Hal ini menjadi
panggilan intrinsik dalam etika sosial, karena sepenuhnya kita sadar bahwa ada makna simbolik
kehadiran Tuhan dalam kehidupan sehari-hari yang selalu mengawasi atau melihat kita di dalam diri kita
maupun gerak-gerik kita, dimana pun dan kapan pun, apa lagi kaum beragama, inti dari agama adalah
moral dan etika.

E. Manfaat dari Kecerdasan Spiritual

Dari penelitian Deacon, menunjukkan bahwa kita membutuhkan perkembangan otak di bagian frontal
lobe supaya kita bisa menggunakan bahasa. Perkembangan pada bagian ini memungkinkan kita menjadi
kreatif, visioner dan fleksibel. Kecerdasan spiritual ini digunakan pada saat:

a. Kita berhadapan dengan masalah eksistensi seperti pada saat kita merasa terpuruk, terjebak oleh
kebiasaan, kekhawatiran dan masalah masa lalu kita sebagai akibat penyakit dan kesedihan.

b. Kita sadar bahwa kita mempunyai masalah eksistensi dan membuat kita mampu menanganinya atau
sekurang-kurangnya kita berdamai dengan masalah tersebut. Kecerdasan spiritual memberi kita suatu
rasa yang menyangkut perjuangan hidup.

c. SQ adalah inti dari kesadaran kita. Kecerdasan spiritual ini membuat orang mampu menyadari siapa
dirinya dan bagaimana orang memberi makna terhadap kehidupan kita dan seluruh dunia kita.

d. Orang membutuhkan perkembangan “kecerdasan spiritual (SQ)” untuk mencapai perkembangan diri
yang lebih utuh.

F. Cara Meningkatkan SQ (spiritual)

1. Seringlah melakukan mawas diri dan renungkan mengenai diri sendiri,kaitan hubungan dengan orang
lain,serta peristiwa yang dihadapi.

2. Kenali tujuan,tanggung jawab , hak , dan kewajiban hidup.

3. Tumbuhkan kepedulian,kasih sayang,dan kedamaian.

4. Ambil hikmah dari segala perubahan di dalam kehidupan sebagai jalan untuk meningkatkan mutu
kehidupan.

5. Kembangkan tim kerja dan kemitraan yang saling asah-asih-asuh atau jangan egois.

6. Belajar mempunyai rasa rendah hati di hadapan Allah dan sesama manusia

Anda mungkin juga menyukai