Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tekstur sedimen merupakan bagian dari sedimentologi yang membahas
sifat-sifat fisik partikel penyusun batuan sedimen dan hubungan antarpartikel
tersebut. Tekstur merupakan fenomena yang tercermin dari hasil ukuran,
bentuk, serta hubungan antarbutir (Pettijhon, 1975). Komponen-komponen
tersebut akan memanifestasikan tingkat pemilahan dan kemas antarbutir pada
batuan sekaligus mencerminkan proses fisika (sistem arus dan energi) selama
transportasi menuju tempat pengendapan yang relatif ideal. Hasil dari
penentuan tingkat kebundaran butir, pemilahan, dan kemas dengan dukungan
aspek lain (komposisi, struktur sedimen, dan kandungan biota) dapat
digunakan sebagai acuan untuk menafsirkan lingkungan pengendapan dari
suatu lapisan batuan.
Morfologi butir merupakan tekstur butir yang terkait dengan ketampakan
fisik butiran sedimen. Tucker (1991) menyebutkan aspek morfologi butir
adalah bentuk (form), derajat kebolaan (sphericity), dan derajat kebundaran
(roundness). Sementara itu, Pettijohn (1975) dan Boggs (1992) menyebut
bentuk (form), kebundaran (roundness), dan tekstur permukaan. Mereka
menganggap bahwa sphericity adalah metode untuk menyatakan suatu bentuk
(form) butiran.
Melalui praktikum kali ini diharapkan dapat menambah wawasan
mengenai bentuk butiran dari suatu material sedimen, serta memberi
pemahanam kepada praktikkan agar memahami proses-proses geologi yang
berperan terhadap mekanisme transportasi dan deposisi material sedimen
tersebut berdasarkan morfologi butir.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka rumusan
masalah dalam praktikum ini yaitu :
- Bagaimana cara mengidentifikasi derajat kebundaran dari morfologi
butiran kerakal ?
- Apa saja proses-proses geologi yang berperan dalam mekanisme
transportasi dan deposisi sedimen tersebut ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu :
- Untuk mengetahui derajat kebundaran berdasarkan klasifikasi yang ada
- Untuk mengetahui proses-proses geologi yang berperan terhadap
mekanisme transportasi dan deposisi sedimen tersebut berdasarkan
morfologi butir.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebundaran (Roundness)

Roundness adalah sifat bentuk partikel yang berhubungan dengan


ketajaman atau kelengkungan tepi dan pojok-pojoknya. Roundness dalam
Bahasa Indonesia disebut dengan kebundaran. Roundness dipengaruhi oleh
ukuran material, komposisi, tipe transportasi, dan jarak transportasi. Mineral
yang memiliki ketahanan fisik tinggi, misalnya kuarsa dan zirkon, akan
memiliki nilai roundness yang lebih besar daripada mineral yang memiliki
daya tahan yang rendah, misalnya felspar dan piroksen. Pada umumnya,
semakin jauh suatu material tertranspor maka nilai kebundarannya akan
semakin baik. Material yang lebih besar (pebble dan cobble) cenderung
memiliki nilai kebundaran yang lebih besar dari material yang lebih kecil,
dalam hal ini pasir (Boggs, 1987, dan 2006).

Secara matematis, roundness didefinisikan sebagai masing-masing sudut


butiran pada bidang pengukuran (Wadell, 1932). Kebundaran akan
merefleksikan tingkat abrasi selama transportasi sampai memasuki linglungan
pengendapan. Tingkat abrasi permukaan butiran, selain ditentukan oleh jauh-
dekatnya jarak transportasi, juga dipengaruhi oleh tingkat resistansi dan
ukuran butirnya.

Roundness masing-masing sudut diukur dengan membandingkan jari-


jari lengkungan sudut tersebut dengan jari-jari lingkaran maksimum yang
dapat dimasukkan pada butiran tersebut (Gambar 2.1).
 
Gambar 2.1 Ilustrasi pengukuran jari-jari lingkaran maksimum pada butiran (R)
dan jari-jari lengkungan pada sudut butiran. (Wadell, 1932)
Dimana r adalah jari-jari lingkaran setiap sudut partikel, R adalah jari-jari
lingkaran dalam terbesar, dan N adalah jumlah sudut partikel sedimen. Harga
dari kebundaran menurut Wadell ini dapat digambarkan dengan rumus :

r    : jari-jari lingkaran kecil,


R  : jari-jari lingkaran maksimum,
N  : banyaknya sudut.

Menurut Folk (1968) pengukuran sudut-sudut tersebut hampir tidak


mungkin bisa dipraktekkan, sedangkan Boggs (1987) menegaskan bahwa cara
tersebut memerlukan waktu yang banyak untuk kerja di laboratorium saja
perlu adanya bantuan dari alat circular protractor atau electronic particle-
size analyzer. Untuk mengatasi hal tersebut, maka
penentuan roundness butiran adalah dengan membandingkan
kenampakan (visual comparison) antara kerakal atau butir pasir dengan tabel
visual secara sketsa (Krumbein, 1941) dan/atau tabel visual foto (Powers,
1953).
Metode pengukuran roundness yang diterapkan oleh Wadell (1932)
kemudian secara visual telah dibuat oleh Krumbein (1941) dan selanjutnya
untuk mendapatkan gambaran lebih nyata, Powers (1935) menampilkan foto
gambaran tingkat roundness butiran dari terendah (very angular) hingga
tertinggi (well rounded). Terkait dengan bentuk dasar partikel sedimen, maka
kedua gambaran tersebut disajikan pada Gambar 2.2 dan Gambar 2.3.
sedangkan Tabel 2.1 menunjukkan kelas roundness menurut Wadell
(1932) dan korelasinya pada visual Powers (1953).

Gambar 2.2 Interpretasi Roundness secara sketsa.

Gambar 2.3 Visual foto roundness butiran (Powers, 1953).

Tabel 2.1 Hubungan antara roundness  Wadell (1932) dan korelasinya pada


visual roundness Powers (1953).
Interval Kelas Visual Kelas
(Waddell, 1932) (Powers, 1953)
0,12 – 0,17 Very angular
0,17 – 0,25 Angular
0,25 – 0,35 Subangular
0,35 – 0,49 Subrounded
0,49 – 0,70 Rounded
0,70 – 1,00 Well rounded

Roundness butiran pada endapan sedimen ditentukan oleh komposisi


butiran, ukuran butir, proses transportasi dan jarak transportnya (Boggs,
1987). Butiran dengan ukuran kerikil sampai berangkal biasanya lebih mudah
membulat dibandingkan butiran pasir. Sementara itu mineral yang resisten
dengan ukuran butir lebih kecil 0.05-0.1 mm tidak menunjukkan
perubahan roundness oleh semua jenis transport sedimen (Boggs, 1987).
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu diperhatikan untuk melakukan
pengamatan roundness  pada batuan atau mineral yang sama dan kisaran butir
yang sama besar.
Banyak kasus partikel sedimen yang mengalami transportasi dalam jarak
tidak terlalu jauh, tetapi sudah menunjukkan ketampakan bentuk relatif
membulat terutama untuk partikel yang tidak resisten. Parameter untuk
menentukan siklisitas dan jauh-dekatnya jarak transportasi, selain tingkat
kebundaran, sering juga digunakan kelimpahan mineral kuarsa. Pemilihan
parameter kuarsa didasarkan pada tingkat resistansi yang dimiliki mineral
kuarsa cukup tinggi (7 skala mosh) sehingga semakin tinggi kelimpahannya,
mineral kuarsa dengan bentuk sudah membulat akan mencerminkan siklisitas
transportasi yang relatif semakin jauh.
BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :

3.1.1 Alat

- Alat Tulis Lengkap (ATK)


- Buku penuntun
- Clipboard
- Kertas HVS 15 lembar
- 10 Kantong sampel
- Jangka sorong / mistar

3.1.2 Bahan
Sampel batu sebanyak 50 butir

3.2 Langkah Kerja


Adapun langkah kerja yaitu :
1. Gambarlah sampel batu pada milimeter blok.
2. Buat lingkaran besar pada bagian tengah gambar sampel, dan pada bagian
pinggirannya buat lingkaran-lingkaran kecil yang mencakup sudut-sudut
dari gambar sampel yang ada.
3. Kemudian ukur jari-jari lingkaran besar diikuti dengan jari-jari lingkaran
kecil di pinggirannya.
4. Catat hasil pengukuran, lalu masukkan kedalam rumus yang ada,
kemudian di hitung hasilnya.
5. Setelah mendapatkan hasilnya, cocokkan dengan klasifikasi verbal
sferisitas dan kebundaran oleh Power (1953) yang ada.
BAB IV

HASIL & PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.2 Pembahasan

Dari hasil perhitungan untuk identifikasi derajat kebundaran dari butiran


kerakal berdasarkan klasifikasi verbal sferisitas dan kebundaran oleh Power
(1953) yaitu: Nilai Subangular sebanyak 1 butir, nilai Subrounded sebanyak
29 butir, nilai Rounded sebanyak 17 butir, dan nilai Well Rounded sebanyak 3
butir, dengan jumlah keseluruhan ada 50 sampel butir batu yang diamati.

Batuan ini terbentuk karena adanya proses pelapukan fisika dan kimia
yang terjadi pada batuan. Setelah mengalami pelapukan dari batuan asalnya,
material butiran ini akan mengalami proses transportasi dengan media berupa
air. Berdasarkan klasifikasi Power (1953) sebagian besar batuan yang di
identifikasi mengalami proses transportasi yang jaraknya sangat jauh dari
batuan asalnya dikarenakan sebagian besar batuan yang di dapatkan memiliki
kebundaran subrounded – rounded hingga butiran tersebut terendapkan pada
suatu cekungan. Kemudian terjadi kompaksi pada butiran sedimen yang
disebabkan karena adanya gaya berat (gravitasi) dari material sedimen lain
diatasnya, bila kompaksi meningkat terus maka akan terjadi pengerasan
terhadap material-material itu sendiri. Pengerasan ini akan semakin
meningkat sehingga pada proses yang dinamakan lithifikasi yang disertai
dengan sementasi, material tersebut akan terikat satu sama lain kemudian
membatu dan terbentuklah butiran dengan ukuran kerakal.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengamatan dan identifikasi yang dilakukan terhadap morfologi


kebundaran butiran kerakal berdasarkan klasifikasi klasifikasi verbal
sferisitas dan kebundaran oleh Power (1953) dapat disimpulkan bahwa
bentuk dari suatu butir dipengaruhi oleh ukuran butir dari batuan asalnya,
proses dan jarak transportasinya. Namun karena adanya faktor abrasi dan
pemecahan selama proses transportasi berlangsung maka bentuk dari ukuran
butir ini akan bervariasi.

5.2 Saran
Saran saya untuk praktikum ini agar lebih baik kedepannya dan sebagai
praktikan terlebih dahulu mempelajari apa saja bahan dari praktikum yang
akan dilakukan dan pada saat asistensi praktikan harus lebih bisa mendengar
apa yang diajarkan oleh asisten agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA

Boggs, S.Jr.1987. Principles of Sedimentology and Stratigraphy. Columbus:


Merril Publishing Co.

Boggs, S. Jr. 1992. Petrology of Sedimentary Rocks. New York: Macmillan


Merril Publishing Co.

Pettijhon, F. J. 1975. Sedimentary Rocks. 3rd. New York: Harper

Powers, M. C. 1953. “A New Roundness Scale for Sedimentary Particles”.


Journal
of Sedimentary Petrology, Vol. 23, Pp. 117-119

Surjono, S. S. dan D. Hendra Amijaya. 2017. Sedimentologi. Yogyakarta

Tucker, M. E. 1991. Sedimentary Petrology: An Introduction to The Origin of


Sedimentary Rocks. 2nd Ed. London: Blackwell Scientific Publications.

Wadell, H. 1932. “Volume, Shape and Roundness of Rocks Particles”. Journal


Geology, Vol. 40, Pp. 443-451

Anda mungkin juga menyukai