Hasil Terjemahan Punya Dr. Tanjung (ECR2011 - C-1917)
Hasil Terjemahan Punya Dr. Tanjung (ECR2011 - C-1917)
Tujuan pembelajaran
Latar Belakang
Spondilitis merupakan salah satu penyakit manusia tertua, yang dimana penyakit ini
sudah diderita oleh masyarakat Mesir Kuno (terbukti pada ditemukannya fitur-fitur
klinis spondilitis TB pada mumi Mesir Kuno yang pernah hidup 4000 tahun sebelum
masehi). Dari seluruh kasus TB ekstra-paru, 10-35% nya diketahui bermanifestasi
sebagai Infeksi tulang dan sendi, dan dari seluruh kasus TB umum di seluruh dunia, 2%
nya diketahui melibatkan tulang dan sendi. Penyakit kuno ini diketahui seperti muncul
kembali, khususnya pada para pasien yang mengalami penurunan daya imun tubuh
melalui kemunculan strain bakteri yang resisten terhadap banyak obat-obatan. Tingkat
prevalensi tertinggi untuk penyakit ini diketahui terjadi di Afrika, dan tingkat prevalensi
terendah adalah di Amerika, namun dikarenakan terjadi peningkatan populasi dan
semakin majunya sistem transportasi (yang memungkinkan peningkatan penularan),
kasus pengidapan penyakit TB diketahui sudah menjadi suatu masalah kesehatan global.
Gambar 1: Tuberkulosis tulang spina (tulang belakang). Afeksi vertebra torasik atas
diketahui menyebabkan kolaps/ penyiutan T2 dan ankilosis T1-3. Lokasi:
Magyarhomorog-Konyadomb, kuburan abad X-XI No. 94, perempuan, dewasa.
Sumber: The antiquity of tuberculosis in Hungary: the skeletal evidence Antonia
Marcsikl (Sejarah kuno tuberkulosis di Hungaria: Bukti tulang Antonia Marcsikl); Erika
Molnarl; Laszio SzathmaryII
Badan vertebral diketahui merupakan bagian tulang spina yang rentan terkena
baksilemia TB primer akibat suplai vaskular yang konsisten selama dewasa. Vertebra
lumbar atas dan toraks bawah diketahui merupakan bagian yang paling umum terlibat
(80-90%), keterlibatan spina servikalis jaranglah terjadi (10%), namun lebih dapat
menyebabkan morbiditas. Infeksi dimulai secara anterioinferor dan menyebar ke bawah
dibelakang ligamen-ligamen anterior atau posterior untuk menyebar ke badan vertebral
damping (badan vertebral di dekatnya) dan menyebabkan destruksi/ kerusakan tulang
lokal dan pembentukkan abses.
Gambar 2: Tuberkulosis mikobakterium. Sumber: J. Kavanagh; Bagian Kedokteran
Pernafasan, St James Hospital, Dublin, Irlandia.
Nyeri punggung, demam, dan penurunan berat bada, diketahui merupakan gejala-gejala
yang paling umum dialami oleh pasien, namun karena sifat penyakit ini yang bersifat
indolen (laju klinis yang lambat) dan juga karena tidak terlalu dicurigai untuk diidap
oleh individu di negara-negara maju, maka proses diagnosis pun seringkali terlambat.
50% dari seluruh penderita spondilitis TB diketahui tidak mengalami penyakit/
gangguan intratoraks, dan uji kulit tuberculin seringkali menghasilkan hasil
pemeriksaan yang bersifat negatif keliru pada 14% kasus.
X ray, CT, dan MRI semuanya diketahui memiliki peranan di dalam pencitraan
diagnostik spondilitis TB
X ray
CT diketahui lebih unggul jika dibandingkan dengan MRI ketika digunakan untuk
mengevaluasi tingkat/ derajat destruksi, deformitas, dan kalsivikasi tulang. Derajat
destruksi/ kerusakan vertebra terlihat lebih jelas pada hasil pencitraan CT dibandingkan
pada hasil pencitraan MRI. CT sangat berguna untuk memeriksa “abses dingin”
paraspina. Kalsifikasi yang terlihat pada CT dapatlah mengindikasikan infeksi TB, dan
CT juga dapat mengidentifikasi area yang kecil akan penyakit tulang lisis.
Gambar 8: Jendela tulang aksial yang menunjukkan tingkat/ derajat kerusakan tulang
pada C1. Referensi/ sumber: J. Kavagh; Bagian Kedokteran Pernapasan, St James
Hospital, Dublin, Irlandia.
Gambar 9: Gambar tertimbang T2 aksial yang menunjukkan ekstensi ke transversarium
foramen dan abses paraspina. Referensi/ sumber: J. Kavagh; Bagian Kedokteran
Pernapasan, St James Hospital, Dublin, Irlandia.
MRI merupakan modalitas pencitraan standar emas (modalitas yang paling dianjurkan)
untuk kasus spondilitis TB, hal ini karena MRI diketahui memiliki keunggulan resolusi
jaringan lemak dan kemampuan multiplanar/ multi bidang (dibandingkan dengan
modalitas-modalitas pencitraan lainnya). Pola klasik penyebaran dimulai secara anterior
dan menyebar ke vertebra didekatnya melalui penyebaran subligamentosa, yang dimana
hal ini dapat terlihat dengan jelas pada MRI. Temuan-temuan MRI yang paling umum
adalah penurunan intensitas sinyal pada gambar tertimbang T1 dan peningkatan
intensitas sinyal pada T2. Abses paraspina dan herniasi diska yang dapat mengancam
korda spinalis diketahui dapat didiagnosis secara akurat dan ditangani secara cepat.
Gambar 10: Gambar Sagital T1 Pra Kontras (Pra pemberian kontras). Referensi/
sumber: J. Kavagh; Bagian Kedokteran Pernapasan, St James Hospital, Dublin, Irlandia.
Gambar 11: Gambar Para-Sagital T1 Pra Pemberian Kontras. Referensi/ sumber: J.
Kavagh; Bagian Kedokteran Pernapasan, St James Hospital, Dublin, Irlandia.
Gambar 12: Gambar T1 Pasca Kontras dengan penajaman masa jaringan lunak yang
meluas melalui ujung pelat posterior kedalam rongga intratekal dan menggeser korda
spina. Referensi/ sumber: J. Kavagh; Bagian Kedokteran Pernapasan, St James Hospital,
Dublin, Irlandia.
Gambar 13: Gambar para sagital T1 pasca-pemberian-kontras yang menunjukkan TB
yang menyebar secara lateral kedalam rongga paraspina kanan. Referensi/ sumber: J.
Kavagh; Bagian Kedokteran Pernapasan, St James Hospital, Dublin, Irlandia.
Kesimpulan
Jumlah total kasus pengidapan TB diketahui terus meningkat secara global, yang
dimana hal ini disebabkan karena peningkatan jumlah populasi di negara-negara maju.
Walaupun biasanya TB non-paru muncul setelah manifestasi TB utama, namun sekitar
50 persen dari seluruh kasus Spondilitis TB muncul tanpa penyakit paru aktif. Untuk
para dokter yang bertugas di area dimana tingkat insiden penyakit ini rendah, maka
mereka akan mengalami kesultan untuk melahirkan diagnosis spondilitis TB, hal ini
karena sifat dari penyakit tersebut yang tidak jelas yang membuat dokter tidak segera
curiga akan pengiapan spondilitis TB.
Para dokter spesialis radiologi memainkan peranan yang penting di dalam proses
pemeriksaan dan diagnosis penyakit ini. Temuan-temuan pada hasil pemeriksaan X ray
rutin pada skenario klinis yang tepat dapatlah membantu untuk melahirkan diagnosis.
Pada kasus spondilitis TB, CT dan MRI keduanya diketahui memiliki peran yang
sinergis di dalam pengevaluasian penyebaran masing-masing pada jaringan tulang dan
jaringan lemak. Penggunaan CT dan MRI secara tepat dapatlah memungkinkan dokter
untuk memberikan tindakan intervensi medis atau bedah secara cepat dan tepat untuk
mencegah kemunculan potensi skuelae neurologis yang serius (risiko kemunculan
kondisi atau gangguan-gangguan neurologis serius yang muncul kemudian).