Anda di halaman 1dari 13

Diagnosis Radiologi Tuberkulosis (TB) Paru di Layanan Primer

Abstrak
Program skrining Bahrain terutama bergantung pada penggunaan rontgen dada
dan PPD, tanpa menggunakan pemeriksaan gejala dan Xpert MTB/RIF (XP).
Kunci yang penting adalah untuk mengajari dan melatih semua dokter dalam
mendeteksi gejala awal dengan temuan x-ray TB aktif, tidak aktif dan
mendiagnosis tuberkulosis paru-paru laten.

Kata kunci
Program skrining TB, tes konfirmasi TB, temuan radiologi TB, sensitivitas dan
spesifisitas tes skrining TB.

Pendahuluan
Menetapkan program skrining TB berstandar nasional sangat penting
dalam deteksi dini TB paru aktif di Bahrain dan melatih semua dokter layanan
primer (PCP) sangat penting untuk deteksi dini kasus TB aktif [1].
Skrining TB adalah proses identifikasi sistem untuk orang yang tampak
sehat dengan dugaan TB aktif dengan menggunakan tes, pemeriksaan, atau
prosedur lain yang mana harus diterapkan pada kelompok berisiko [2,3].
Metode terbaik untuk skrining TB adalah pemeriksaan gejala dan foto
toraks (CXR), yang bergantung pada ketersediaan sumber daya, biaya dan hasil
yang diharapkan [4,5].
Tiga tes skrining TB konvensional adalah angket pertanyaan gejala dengan
menanyakan tentang adanya batuk produktif berkepanjangan, hemoptisis, demam
malam, berkeringat di malam hari, penurunan berat badan, dan nyeri dada
pleuritik, disamping rontgen dada (CXR) dan tes skrining PPD. Sensitivitas
pemeriksaan gejala dan CXR lebih baik dari metode yang lain, dan
menggambarkan setiap kelainan CXR pada orang yang bergejala [4,6].
Dua tes konfirmasi umum untuk TB aktif adalah sputum-smear
microscopy (SSM) dan Xpert MTB/RIF (XP). Meskipun demikian, sebagian besar
penilaian klinisi untuk mencapai diagnosis TB aktif diperoleh dari kuisioner
pemeriksaan gejala dan temuan radiografi dada. Setiap pasien yang tidak
merespon setelah pemberian singkat antibiotik spektrum luas harus dinilai ulang
untuk TB yang tersembunyi [7].
Sensitivitas dan spesifisitas kuesioner skrining pemeriksaan gejala masing-
masing adalah 77%, 66%, sedangkan di PPD lebih baik dengan masing-masing
89%, 80%; meskipun lebih tinggi di CXR mencapai 86%, 89%,masing-masing
[8].
Padahal, sensitivitas dan spesifisitas kedua tes konfirmasi masing-masing
adalah 61%, 98% pada SSM; meskipun lebih tinggi pada XP mencapai 90%, 99%
masing-masing [9]. Analisis sensitivitas dan spesifisitas tergantung pada banyak
faktor; seperti adanya status HIV, usia pasien, tingkat keparahan penyakit, latar
belakang epidemiologi, pengolahan dahak dan teknik pewarnaan, dan kualitas
diagnostik [7,9,10].

Diskusi
Tidak ada algoritma universal yang ideal di layanan primer; namun,
solusinya bisa jadi tes skrining diikuti dengan satu tes konfirmasi; atau satu tes
skrining diikuti oleh dua tes konfirmasi berurutan; atau dua tes skrining paralel
diikuti oleh satu tes konfirmasi; atau dua tes skrining berikutnya diikuti oleh satu
tes konfirmasi [11].
Tuberkulosis paru primer aktif adalah suatu penyakit masa kanak-kanak,
atau dewasa muda ketika mereka tidak terpapar basil bakteri Mycobacterium TB.
Ini dapat bermanifestasi sebagai pneumonia konsolidasi (opasitas padat homogen
atau kekeruhan tidak merata sebagian besar pada lobus tengah dan bawah dengan
atau tanpa limfadenopati hilus yang disebut kompleks Ghon. Gambaran radiologis
lain dari TB primer aktif adalah baik kekeruhan milier atau efusi pleura atau
edema paru (garis Kerely B) (Gambar 1-6) [12,13].
Namun, temuan rontgen dada dari TB tidak aktif adalah banyak seperti
fibrosis, kalsifikasi persisten (fokus Ghon), dan tuberkuloma (massa persisten
seperti kekeruhan) [12,13].
Gambar 1. X-Ray dada menunjukkan opasitas padat homogen pada lobus kanan,
tengah, dan bawah pada TP paru primer.

Gambar 2. X-Ray dada menunjukkan adenopati hilus bilateral dari TB paru


primer.

Gambar 3. X-Ray dada menunjukkan bercak opasitas pada paru kanan atas dan
area tengah dengan bayangan fibrotik, kedua limfadenopati hilus.
Gambar 4. X-Ray dada menunjukkan opasitas milier difus bilateral pada TB paru
primer.

Gambar 5. X-Ray dada menunjukkan opasitas padat efusi pleura pada paru kiri
bawah pada TP paru primer.

Gambar 6. X-Ray dada menunjukkan garis Kerley B akibat edema interstisial


(hanya pada anak-anak) pada TB paru primer.

Fokus Ghon adalah lesi TB granulomatosa kecil muncul di bagian superior


lobus bawah atau, bagian inferior dari lobus atas, sedangkan kompleks Ghon
adalah fokus Ghon yang sama ditambah adenopati hilus kelenjar getah bening
(Gambar 7-9) [12,13].
Di sisi lain, TB paru aktif pasca primer (TB reaktivasi atau TB sekunder)
telah menjadi penyakit orang dewasa ketika pasien sebelumnya terpapar basil TB
Mycobacterium dalam dua tahun terakhir ketika imunitas pasien memburuk.
Temuan x-ray TB pasca-primer baik berupa bercak konsolidasi tidak jelas dengan
lesi kavitas atau penyakit fibroproliferatif dengan densitas retikulonodular kasar
biasanya melibatkan segmen posterior lobus atas, atau segmen superior dari lobus
bawah menyebar ke endobronkial menunjukkan tampilan "pohon-dalam-kuncup"
[13-15]. Lesi nodular dengan batas yang tidak jelas dan dengan densitas bulat
dalam parenkim paru juga disebut tuberkuloma kabur (Gambar 10-14) [15]. di
parenkim paru juga disebut tuberkuloma samar (Gambar 10-14) [15].

Gambar 7. X-Ray dada menunjukkan kompleks Ghon dari TB aktif.

Gambar 8. X-Ray dada menunjukkan fokus Ghon sebagai bekas luka kalsifikasi
yang persisten.
Gambar 9. X-Ray dada menunjukkan tuberkuloma halus sebagai massa persisten
seperti opasitas.

Gambar 10. X-Ray dada menunjukkan lesi kavitas pada bagian atas paru kiri TB
paru pasca-primer.

Gambar 11. X-Ray dada menunjukkan lesi kavitas dan air fluid level pada lobus
kiri bawah dan tengah paru kanan pada TB paru pasca-primer.
Gambar 12. X-Ray dada menunjukkan lesi fibroproliferatif pada bagian atas paru
kanan pada TB paru pasca-primer.

Sekuel akhir dari TB sekunder dapat berupa bekas luka fibrokalsifik,


bekas luka fibronodular dengan kolaps lobar, traksi impaksi mukoid
bronkiektasis, penebalan pleura, dan kalsifikasi pleura (Gambar 15-21) [15].
Secara umum, dokter harus memiliki indeks kecurigaan yang tinggi
terhadap lesi TB aktif dan harus membedakannya dari lesi TB tidak aktif (Tabel 1)
[16,17].

Gambar 13. X-Ray dada menunjukkan densitas retikulonodular kasar pada paru
kanan bawah pada TB paru pasca-primer.
Gambar 14. X-Ray dada menunjukkan nodul dengan margin yang tidak dapat
dibedakan atau sulit didefinisikan (tanda tree-in-bud) pada TB paru pasca-primer.

Gambar 15. X-Ray dada menunjukkan bekas luka fibrokalsifik sebagai opasitas
yang mengisi udara atau kesamaran antara atau di sekeliling densitas ini.

Gambar 16. X-Ray dada menunjukkan nodul bulat diskret dengan tepi bulat
tanpa kalsifikasi.
Gambar 17. X-Ray dada menunjukkan bekas luka fibrotik yang jelas dengan
hilangnya volume atau retraksi dengan deviasi ke atas dari fisura atau hilum pada
sisi yang sama dengan volume yang asimetri pada kedua kavitas toraks.

Gambar 18. Nodul diskret dengan volume yang hilang atau retraksi satu atau
lebih densitas nodular dengan batas yang jelas dan tanpa opasitas airspace (yang
mengisi udara) disekelilingnya dengan penurunan celah yang diisi lobus atas.
Nodul berbentuk bulat atau memiliki tepi bulat.

Infeksi TB laten adalah individu tanpa gejala dengan rontgen dada rutin,
dan hapusan dahak negatif yang memiliki tes kulit positif (PPD / TST) (Tabel 2)
atau hasil tes darah IGRA menunjukkan adanya infeksi TB sebelumnya [16,17].
Dokter harus mengetahui penyebab positif palsu reaksi PPD (misalnya,
infeksi mikobakteri non-tuberkulosis, sebelum vaksinasi BCG, metode pemberian
yang salah, interpretasi reaksi yang salah, botol antigen yang salah digunakan).
Begitu juga dengan dokter harus mendeteksi penyebab reaksi PPD negatif palsu
(misalnya, kekebalan rendah, infeksi TB baru atau lama, bayi awal ≤ enam bulan,
vaksinasi virus hidup saat ini atau penyakit, metode pemberian PPD yang salah,
dan interpretasi yang salah dari reaksi) [16,17].
PPD dikontraindikasikan hanya untuk orang yang menderita reaksi parah
sebelumnya (misalnya, nekrosis akut, melepuh, syok anafilaksis, atau ulserasi)
terhadap TST sebelumnya [18].
Pengobatan infeksi TB laten adalah seminggu sekali campuran rejimen
rifapentin ditambah isoniazid untuk 3 bulan, bukan 9 bulan pengobatan INH [19].
Temuan rontgen minor yang tidak mengarah pada penyakit TB tidak
memerlukan evaluasi tindak lanjut (misalnya, penebalan pleura, tenting
diafragma, sudut kostofrenia tumpul, nodul atau granuloma kalsifikasi soliter,
temuan muskuloskeletal minor, dan temuan jantung minor) [20-26].

Gambar 19. X-Ray dada menunjukkan hilangnya volume, dan lobus yang kolaps.

Gambar 20. X-Ray dada menunjukkan densitas bronkiektasis kasar pada kedua
paru-paru TB paru pasca-primer.
Gambar 21. X-Ray dada menunjukkan penebalan pleura pada TB pasca-primer.

Tabel 1. Lesi radiologis pada TB paru aktif dan tidak aktif.


TB Paru Aktif TB Paru Tidak Aktif Temuan Paru yang
Tidak Konsisten
Pneumonia Lobaris Kolaps lobus (atelektasis) Penebalan pleura
Bronkopneumonia Traksi bronkiektasis Tenting diafragma
Limfadenopati hilus Kalsifikasi hilus Penumpulan sudut
kostofrenikus
Kompleks Ghon Fokus Ghon Nodul atau granuloma
soliter terkalsifikasi
Efusi pleura luas Efusi pleura kecil, Temuan muskuloskeletal
penebalan pleura, minor
kalsifikasi pleura
Opasitas Milier Bekas luka fibrosis Temuan jantung minor
dengan hilangnya volume
Garis Kerely B Tuberkuloma
Lesi kavitas Impaksi mukoid
Fibroproliferatif Lesi fibrokalsifik
Densitas retikulonodular Bekas luka fibrokistik
kasar atau fibronodular <1 cm
Tampilan “tree-in-bud”
endobronkial
Bekas luka fibrokistik
atau fibronodular ≥1 cm

Tabel 2. Klasifikasi reaksi tes kulit tuberkulin positif (PPD)


Indurasi ≥5 mm Indurasi ≥10 mm Indurasi ≥15 mm
Kontak baru-baru ini Pasien lansia Tidak diketahui faktor
dengan orang positif TB risiko untuk TB
Orang dengan perubahan Pekerja migran atau
fibrotik pada rontgen ekspatriat dari negara
dada yang konsisten dengan prevalensi tinggi
dengn TB sebelumnya (<5 tahun)
Pasien dengan Bayi, anak, dan remaja
transplantasi organ yang terpapar dewasa
dengan risiko tinggi
Pasien dengan Pengguna obat intravena
imunosupresan
(contohnya, prednison
>15 mg/hari selama 1
bulan atau lebih,
mengonsumsi antagonis
TNF-a)
Pasien HIV Petugas kesehatan
Gaya hidup yang
merugikan (seperti,
akomodasi yang padat,
pengguna obat terlarang
atau alkoholik)
Hukuman penjara
Berkaitan dengan
penyakit komorbid yang
mendasari
Pasien pada residential
care (biasanya pada
lansia yang tinggal di
rumah)

Kesimpulan
Menetapkan program skrining TB berstandar nasional sangat penting
untuk deteksi dini TB paru aktif. Metode terbaik untuk skrining TB adalah paralel
baik pemeriksaan gejala maupun radiografi dada (CXR). Dokter harus dilatih
untuk diagnosis dini dari TB aktif; mereka harus membedakan antara tanda
radiologis aktif dan tidak aktif. Dokter harus memberikan diagnosis infeksi TB
laten dan memberikan manajemen yang tepat. Algoritma TB harus
disederhanakan dan diperbarui secara berkala.

Potensi Konflik Kepentingan


Tidak ada.
Kepentingan Persaingan
Tidak ada.
Sponsor
Tidak ada.

Anda mungkin juga menyukai