Anda di halaman 1dari 8

MELEMBUTKAN HATI SERTA MENJAHID DOSA YANG ADA DI

HATI

Hadirin kaum Muslimin jamaah shalat Jum'at yang mulia.


Puji syukur pada Allah SWT. Shalawat dan salam semoga senantiasa
terlimpahkan kepada Rasulallah SAW dan para ahli keluarganya yang suci dan
mulia. Selaku khatib, saya berpesan pada diri sendiri dan jamaah sekalian: mari
tingkatkan selalu ketakwaan kita kepada Allah SWT, agar kita mendapatkan
kesuksesan hidup dunia dan akherat. Amin.
Pada kesempatan khutbah yang singkat ini saya ingin membahas hal yang
ringan namun sering sekali terjadi pada diri kita, yaitu qaswatul qalb atau ketika
hati keras dan membatu.
Hadirin kaum Muslimin jamaah shalat Jum'at yang mulia.
Saudaraku, sekali waktu barangkali kita pernah merasakan sulit sekali
bersyukur. Hidup terasa hampa. Banyak keinginan tak kunjung terpenuhi.
Akibatnya, hati terasa keras dan membatu. Kesombongan menyelimuti
kehidupan dari hari ke hari. Dan saat mendapat nasehat dari saudara, teman, atau
kiai sekalipun, kita merasa digurui. Ketahuilah sesungguhnya kita tengah
terjangkit penyakit “qaswatul qolb” atau hati yang membatu.
Semakin banyak kemaksiatan kita lakukan sesungguhnya semakin
membuat hati kita mengeras dan membatu. Allah SWT berfirman,
‫ار َوإِّ َّن‬ ِّ ِّ ‫ك فَ ِّهي َكا ْْلِّجارةِّ أَو أَ َش ُّد قَسوةً وإِّ َّن ِّمن ا ْْلِّج‬ِّ ِّ ِّ
‫ارة ل ََما يَتَ َف َّج مر م ْنهم األ َْْنَ م‬
َ َ َ َ َْ ْ ََ َ َ ‫ت قملموبم مكم من بَ ْعد ذَل‬
ْ ‫س‬
َ َ‫" مُثَّ ق‬
ِّ ‫ط ِّمن َخ ْشي ِّة‬
‫هللا َوَما هللام بِّغَافِّ ٍل َع َّما تَ ْع َملمو َن‬ ِّ ِّ ‫ش َّق مق فَ ي ْخر‬ ِّ
َ ْ ‫ج م ْنهم ال َْماء َوإِّ َّن م ْن َها ل ََما يَ ْهبِّ م‬
‫م ْن َها ل ََما يَ َّ َ م م‬

“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih
keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir
sungai-sungai daripadanya....” (QS. Al-Baqarah:74)
Maka, kata Ibnul Qayyim, :
ِّ ‫صلِّح‬
‫ ابن القيم‬-- ‫ان إَِّال النَار‬ ِّ ِّ‫شجرةِّ الياب‬ ِّ ٌ ‫ال َقلْب املَي‬
َ ْ َ‫ الَ ي‬،‫سة‬َ َ َ َ َ ‫ت ال َقاس مي كاَل‬ ْ ‫م‬
Hati seseorang yang telah kering dan membatu, ia bagaikan pohon yang
meranggas dan mati. Keduanya hanya pantas dilalap api. Naudzubillah.

Hadirin kaum Muslimin jamaah shalat Jum'at yang mulia.


Syaikh as-Sa’di rahimahullah menerangkan, bahwa ciri orang yang
berhati keras itu adalah tidak lagi merespon larangan dan peringatan, tidak mau
memahami apa maksud Allah dan rasul-Nya karena saking kerasnya hatinya.
Sehingga tatkala setan melontarkan bisikan-bisikannya dengan serta-merta hal
itu dijadikan oleh mereka sebagai argumen untuk mempertahankan kebatilan
mereka, mereka pun menggunakannya sebagai senjata untuk berdebat dan
membangkang kepada Allah dan rasul- Taisir al-Karim ar-Rahman.

Orang yang berhati keras itu tidak bisa memetik pelajaran dari nasehat-
nasehat yang didengarnya, tidak bisa mengambil faedah dari ayat maupun
peringatan-peringatan, tidak tertarik meskipun diberi motivasi dan dorongan,
tidak merasa takut meskipun ditakut-takuti. Inilah salah satu bentuk hukuman
terberat yang menimpa seorang hamba, yang mengakibatkan tidak ada petunjuk
dan kebaikan yang disampaikan kepadanya kecuali justru memperburuk
keadaannya (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 225).

Orang yang memiliki hati semacam ini, tidaklah dia menambah


kesungguhannya dalam menuntut ilmu melainkan hal itu semakin mengeraskan
hatinya… Wal ‘iyadzu billah (kita berlindung kepada Allah darinya)… Maka
sangat wajar, apabila sahabat yang mulia Abdullah bin
Mas’ud radhiyallahu’anhu mengingatkan kita semua, “Ilmu itu bukanlah
dengan banyaknya riwayat. Akan tetapi hakekat ilmu itu adalah rasa takut.”
‫ أتى النبي صلى ه‬:‫عن أبي الدرداء رض ي هللا عنه قال‬
‫هللا علي هه وسلم رجل يشكو قسوة‬
‫ «أتح ه‬:‫هللا عليه وسلم‬
‫ب أن يلين قلبك وتدرك حاجتك؟ ارحم اليتيم‬ ‫قلبه فقا هل صل هى ه‬
‫ك حاجتك» (رواه الطبراني ورواه‬ ‫ك وتدر ه‬
‫ن قلب ه‬
‫وامسح رأسه وأطعمه من طعامك يل ه‬
‫أيضا اإلمام أحمد بسنده قال الهيثمي تبعاه لشيخه الزين العراقي صحي هح والحديث صححةه‬
.)‫ في صحي هح الجامع‬80 :‫ انظر حديث رقم‬،‫األلباني وقال صحيح‬
Suatu hari, seorang sahabat datang kepada Rasulallah SAW dan berkata,
“Akhir-akhir ini aku merasakan hatiku keras, Rasulallah SAW kemudian
berkata, “Maukah engkau kuberi tahu cara untuk melembutkannya dan
keinginanmu terpenuhi? Sayangilah anak-anak yatim, usaplah kepalanya,
berikanlah mereka makanan dari makananmu, niscaya (hal demikian) akan
melembutkan hati dan melapangkan rizkimu” (HR Thabrani).

Maka, ketika kita menjamu yatim, menawarkan mereka makanan terbaik


yang kita miliki bukan saja ia melembutkan hati, namun mengantarkan kita pada
hadits Rasulallah SAW lainnya,

‫ أنا وهو كهاتينه‬،‫كافل اليتيم له أو لغيره‬: ‫ قال رسوله هللا ﷺ‬:‫قال‬ ‫حديث أبي هريرة‬
‫ وأشار الراويه وهو مالك بن أنس بالسبابة والوسطىه‬،‫في الجنة‬
“Aku dan orang-orang yang mengurus anak yatim kelak akan
berdampingan seperti dua jari di surga.”

Hadirin kaum Muslimin jamaah shalat Jum'at yang mulia.


Cara lainnya adalah sering-seringlah berziarah kubur, tentu dengan niat
yang benar. Rasulallah SAW berkata, “Aku pernah melarang kalian ziarah kubur.
Sekarang berziarah. Sebab sesungguhnya ia akan melembutkan hati, melelehkan
air mata, dan mengingatkan akherat.” (HR Al-Hakim).
Ziarah kubur dengan tujuan mengingat akherat adalah hal yang dianjurkan.
Dengan mengingat kematian
Obat yang paling ampuh untuk mengatasi penyakit kerasnya hati adalah
dengan kembali kepada Al Qur’an.
ِّ ‫ور وه ًدى ور ْْحةٌ لِّل‬ ُّ ‫َّاس قَ ْد َجاءَتْ مك ْم َم ْو ِّعظَةٌ ِّم ْن َربِّ مك ْم َو ِّش َفاءٌ لِّ َما ِِّف‬
َ ِّ‫ْم ْؤمن‬
‫ي‬ ‫الص مد ِّ َ م َ َ َ م‬ ‫ََي أَيُّ َها الن م‬

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari


Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam
dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman” [QS.
Yunus:57].

Dengan demikian, cara terbaik menasehati orang yang memiliki hati yang
keras adalah dengan mendekatkannya dengan Al Qur’an, mengajaknya untuk
selalu membacanya, menghayati (tadabbur) kandungan makna-maknya,
khususnya yang berkaitan dengan nasehat nasehatAl Qur’an, targib dan
tarhibnya, ajak dia untuk menghadiri majelis majelis yang mengkaji Al Qur’an.

WASPADA DOSA TERSEMBUNYI

Dalam sebuah ayat, Allah ta’ala berfirman:

۟ ِّ ‫ٱْل ُِّْث وَب ِّطنَهم إِّ َّن ٱلَّ ِّذين يك‬ َٰ ‫وذَر ۟وا‬
‫ٱْل ُْثَ َسيم ْج َزْو َن ِِّبَا َكانموا يَ ْق ََِّتفمو َن‬
ِّْ ‫ْسبمو َن‬ ََ ََ ِّ ْ ‫ر‬
َ ِّ
‫ه‬ ‫ظ‬
َ ‫َ م‬
“Dan tinggalkanlah dosa yang nampak dan yang tersembunyi.
Sesungguhnya orang-orang yang mengerjakan dosa, kelak akan diberi
pembalasan (pada hari kiamat), disebabkan apa yang telah mereka
kerjakan.“ (QS. Al An’aam: 120)

Ayat Allah yang mulia ini mengingatkan manusia tentang dua macam dosa
yang menimpa manusia. Keduanya sama-sama berbahaya dan wajib
ditinggalkan. Dosa itu adalah dosa zahir (terlihat dan terdengar) dan dosa batin
(kemaksiatan hati). Sebagaimana istilah itu sendiri, dosa zahir merupakan bentuk
dosa yang jelas tampak di depan kasat mata kita, atau terdengar oleh telinga kita.
Contohnya seperti minum khamr, zina, judi, membunuh, ghibah, mengadu domba
dan lain-lain. Sedangkan dosa batin adalah dosa yang sifatnya tersembunyi,
menyangkut dengan hati kita masing-masing, contohnya; sombong, hasad,
congkak, riya’ dan lan sebagainya.
Umumnya, banyak di antara kita yang sadar dan mampu menghindarkan diri
dari setiap perbuatan dosa lahiriyah, namun sedikit sekali yang mampu selamat
dari dosa batin. Banyak di antara kita yang mampu menjaga diri dari larangan
berbuat zina, judi, minum khamer dan sebagainya, namun terkadang tidak sedikit
di antara kita yang sulit menjaga hati ini dari maksiat-maksiat batin; sombong,
merasa paling hebat sendiri lalu meremehkan yang lain, tidak ikhlas dalam
beramal atau ketika memberi, suka pamer, hasad, dengki dan sebagainya.

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Padahal bila kita telusuri lebih dalam tentang wejangan para ulama dalam
hal ini, maka kita akan menyimpulkan bahwa dosa batin yang sulit kita hindari
itu justru lebih berbahaya daripada dosa zahir. Mengapa demikian? Mari kita
mulai dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Nu’aim bin Basyir,
Nabi SAW bersabda:

ِّ ْ ‫س ِّد مم‬
‫ أَالَ َوه َي الْ َقل م‬،‫س مد مكلُّهم‬
‫ْب‬ َ َ‫س َد ا ْْل‬
َ َ‫ت ف‬
ْ ‫س َد‬ ِّ ُّ َ‫صلَ َح ا ْْل‬
َ َ‫ َوإذَا ف‬،‫س مد مكلهم‬
َ َ ‫ت‬ َ ‫ إِّذَا‬،ً‫ضغَة‬
ْ ‫صلَ َح‬ ِّ
َ َ‫أَالَ َوإ َّن ِِّف ا ْْل‬
“…Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad ini ada segumpal daging,
apabila ia baik, baiklah seluruh jasadnya dan apabila ia rusak, maka
rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah
hati,” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maknanya, sumber kerusakan yang terjadi pada manusia justru bermula dari
rusaknya hati karena maksiat-maksiat yang menutupinya. Efeknya, ketika hati
rusak maka jasad manusia pun ikut terbawa kepada kerusakan. Karena itu, dalam
makna yang lebih luas, hadis ini ada kaitannya dengan sabda Nabi SAW:

‫ص َوِّرمك ْم َوالَ إِّ ََل أ َْم َوالِّ مك ْم َولَكِّ ْن يَ ْنظممر إِّ ََل قم لموبِّ مك ْم َوأَ ْع َمالِّ مك ْم‬
‫إِّ َّن هللا الَ يَ ْنظممر إِّ ََل م‬
“Sesungguhnya Allah tidaklah melihat kepada bentuk-bentuk tubuh dan
harta-harta kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati dan amal-amal
kalian,” (HR. Muslim)
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Dosa zahir umunya terjadi karena adanya dosa batin, ketika hatinya rusak
dengan maksiat-maksiat batin maka hal itu akan membawa pengaruh kepada
raganya untuk bertindak dengan maksiat yang zahir. Dosa pertama kali yang
dilakukan oleh anak adam di muka bumi menjadi contoh yang cukup nyata. Yaitu
ketika hati Qabil memiliki hasad kepada Habil yang kemudian berujung kepada
pembunuhan.

Karena itu, dalam kitab Zaadul Masiir (9/276), Imam Ibnul Jauzi berkata,
“Hasad adalah (termasuk) tabiat yang terjelek. Ia menjadi penyebab adanya
maksiat pertama kali di langit, yaitu hasad iblis kepada Nabi Adam ‘alahis salam
dan penyebab adanya maksiat pertama kali di muka bumi, yaitu hasad Qabil
kepada Habil,”

Demikian juga dengan kekufuran yang dilakukan oleh orang-orang yahudi


ketika risalah Islam disampaikan oleh Nabi SAW. Tidak ada yang menghalangi
mereka untuk beriman kecuali karena hasad yang ada dalam hati mereka.

“Sebahagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat


mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman karena dengki
yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka
kebenaran,” (Al-Baqarah: 109)

Sama halnya dengan Fir’aun yang menolak risalah yang disampaikan oleh
Nabi Musa ‘Alaihissalam, juga karena rasa sombong yang mengotori hatinya.
Allah ta’ala berfirman:

ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ِّ ۡ
‫س مه ۡم ظمل ًما َّو معلم ًّوا‬
‫َو َج َح مدوا ِبَا َواستَ ي َقنَ ت َها اَ م‬
‫ف‬
‫م‬ ‫ن‬

“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan


(mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya…” (QS. An-Naml:
14)
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Dosa zahir, pada umumnya juga mudah menyadarkan pelakunya. Banyak
pelaku maksiat zahir yang mengaku kalau apa yang dilakukannya adalah salah
dan kemudian sadar untuk berubah. Demikian juga dalam pandangan orang lain,
perbuatannya akan dianggap melampaui batas. Sehingga harapan untuk sadar dan
bertaubat lebih terbuka. Sedangkan perbuatan dosa batin, biasanya pelakunya
tidak sadar atau bahkan menganggap dirinya tidak bersalah. Sehingga pintu
taubat pun akan terasa sulit baginya.

Dua contoh di berikut ini akan menggambarkan hal itu, pertama: kisah
taubatnya Nabi Adam ‘alaihissalam, beliau melakukan perbuatan dosa zahir
dengan memakan buah dari pohon yang terlarang, kemudian setelah itu beliau
tersadarkan dan dengan mudah kembali kepada Allah, Allah ta’ala berfirman
tentang penyesalan dan pertaubatan beliau dan istrinya:

ِّ ْ ‫قَ َاال ربَّنَا ظَلَمنَا أَنْ مفسنَا وإِّ ْن ََل تَغْ ِّفر لَنَا وتَر َْحْنَا لَنَ مكونَ َّن ِّمن‬
َ ‫اْلَاس ِّر‬
‫ين‬ َ َْ ْ ْ َ َ ْ َ
“Keduanya berkata, “Ya Tuhan Kami, Kami telah menganiaya diri Kami
sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni Kami dan memberi rahmat
kepada Kami, niscaya pastilah Kami termasuk orang-orang yang
merugi,” (QS. Al-A’raf: 23).
Berbeda halnya dengan iblis, dosanya jenis dosa batin, yaitu sombong, maka
terasa berat baginya untuk bertaubat. Bahkan dia menganggap dirinya lah berada
di atas kebenaran. Dalam Al-Quran Allah Ta’ala abadikan beberapa kali kisah
iblis ini. Di antaranya Allah Ta’ala berfirman:

ِّ ِّ ِّ ِّ َِّّ ِّ ِّ ِّ
َ ‫َْب َوَكا َن م َن الْ َكاف ِّر‬
‫ين‬ ََ ‫استَك‬
ْ ‫ََب َو‬
َٰ َ ‫يس أ‬
َ ‫س َج مدوا إال إبْل‬ ْ ‫ْم ََلئِّ َكة‬
َ َ‫اس مج مدوا ِل َد َم ف‬ َ ‫َوإِّ ْذ قملْنَا لل‬

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: “Sujudlah


kamu kepada Adam,” Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan
takabur dan ia termasuk golongan orang-orang yang kafir,” (QS. Al-
Baqarah: 34)
Jamaah Jumat Rahimakumullah

Dua kisah di atas mengabarkan kepada kita bahwa dosa batin bukanlah
perkara yang ringan. Walaupun tidak terlihat namun pengaruhnya dahsyat.
Mampu menjerumuskan kira kepada dosa-dosa zahir tanpa disadari oleh jiwa itu
sendiri. Dari sini kemudian Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menyimpulkan
bahwa,” “Dosa-dosa besar, seperti riya, ujub (bangga terhadap amal), kibr
(sombong), fakhr (membanggakan amal), khuyala` (angkuh), putus asa, tidak
mengharap rahmat Allah, merasa aman dari makar Allah, riang gembira atas
penderitaan kaum Muslimin, senang atas musibah yang menimpa mereka, senang
dengan tersebarnya fahisyah (maksiat) di tengah-tengah mereka, dengki terhadap
anugerah Allah kepada mereka, berangan-angan anugerah tersebut hilang dari
mereka, dan hal-hal yang mengikuti dosa-dosa ini yang statusnya lebih haram
dari zina, meminum minuman keras, dan dosa-dosa besar yang zahir selain
keduanya” (Madarijus-Salikin, 1/133)

Anda mungkin juga menyukai