Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH MIKROBIOLOGI

“Agen Infeksi Penyebab Meningitis”

NAMA : Andi Moch Ictiar


NIM : N101 18 074
KELOMPOK :2

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TADULAKO

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................ Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar belakang ......................................................... Error! Bookmark not defined.
1.2 Rumusan Masalah .................................................... Error! Bookmark not defined.
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................. Error! Bookmark not defined.
2.1 Definisi Meningitis .................................................. Error! Bookmark not defined.
2.2 Gejala Klinis ............................................................ Error! Bookmark not defined.
2.3 Etiologi………………………………………………………………………
2.4 Pemeriksaan diagnosis mikrobiologi......................... Error! Bookmark not defined.
BAB III PENUTUP ................................................................. Error! Bookmark not defined.
3.1 Kesimpulan .............................................................. Error! Bookmark not defined.
3.2 Saran........................................................................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. Error! Bookmark not defined.

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Amerika Serikat (AS) hingga tahun 1993, dilaporkan setidaknya 25.000 kasus
baru meningitis bakterial setiap tahun.3 Southeast Medical Information Center
(SEAMIC) Health Statistic melaporkan bahwa pada tahun 2000 di Malaysia terdapat 206
kematian karena meningitis atau 9,3 kasus per 1.000.000.5 Di Indonesia jumlah kasusnya
lebih banyak lagi. Pada tahun 2000 dan 2001 terdapat masingmasing 1.937 dan 1.667
kasus kematian atau 9,4 kasus per 1.000.000 penduduk (Pangandaheng, 2017).
Meningitis adalah suatu penyakit yang terjadi karena peradangan atau infeksi pada
sistem selaput pelindung otak dan sumsum tulang belakang. Meningitis dan
meningoensafalitis infeksiosa dapat disebabkan oleh berbagai agen seperti bakteri,
mikobakteria, jamur, dan virus. Meningitis, merupakan masalah yang serius sehingga
dibutuhkan cara yang akurat dan efisien untuk menegakkan diagnosis. Meningitis
menyebabkan berbagai macam gejala klinis dari ringan sampai berat seperti demam,
mual-muntah, nafsu makan menurun, sakit kepala, kejang, penurunan kesadaran, dan
defisit neurologis lain yang dapat berlangsung lama atau menetap dan bahkan dapat
menyebabkan kematian (Pangandaheng, 2017).
Kasus meningitis bakteri di Indonesia mencapai 158/100,000 kasus pertahun,
dengan etiologi Haemophilus influenza tipe b (H. influenza) 16/100.000 dan bakteri lain
67/100.000. pasien meningitis bakteri khususnya pada anak perlu mendapatkan terapi
yang optimal mengingat pasien dapat mengalami komplikasi berupa kerusakan pada
otak. Ketersediaan antibiotik saat ini telah terjamin, namun meningitis bakteri tetap
memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Angka mortalitas pada pasien
yang diobati adalah sekitar 10% dari jumlah kasus yang dilaporkan. Angka kematian
pada kasus yang tidak diobati adalah 50-90%. Persentase angka mortalitas dan
morbiditas yang cukup tinggi pada kasus meningitis bacteri sehingga diperlukan terapi
yang tepat dan efektif untuk pasien (Yanuar, 2018).
Berdasarkan etiologi, gambaran klinis, dan gambaran cairan serebrospinalis (CSS),
maka umumnya terdapat tiga jenis meningitis: purulenta, serosa, dan aseptik. Penyebab
meningitis purulenta terbanyak pada orang dewasa ialah Haemophilus influenza (50%).
Sekitar 30% kasus disebabkan oleh Neisseria meningitidis dan Streptococcus pneumonia.
Sisanya disebabkan oleh bakteri lainnya. Meningitis serosa paling banyak disebabkan

1
oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis sedangkan meningitis aseptik oleh virus
(Pangandaheng, 2017).
Meningitis juga dapat disebabkan oleh tindakan medis. 0,8 sampai 1,5% pasien yang
menjalani craniotomy mengalami meningitis, 4 sampai 17% pasien yang memakai IV
Catheter mengalami meningitis, 8% pasien yang memakai EV Catheter mengalami
meningitis. 5% pasien yang menjalani lumbar catheter mengalami meningitis, dan
meningitis terjadi 1 dari setiap 50.000 kasus pasien yang menjalani lumbar puncture.
Secara keseluruhan, mortality rate pasien meningitis adalah 21% dengan kematian pasien
pneumococcal meningitis lebih tinggi dari pasien meningococcal meningitis (Meisadona,
2015)

1.2 Rumusan Masalah


a) Apa yang dimaksud dengan meningitis dan bagaimana manifestasi klinisnya?
b) Apa penyebab terjadinya meningitis dan bagaimana perjalanan penyakitnya?
c) Bagaimana cara mendiagnosis meningitis menggunakan pemeriksaan mikrobiologi?
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memaparkan informasi mengenai beberapa
hal, yakni :
a) Untuk mengetahui definisi dan gejala klinis dari meningitis
b) Untuk mengetahui etiologi dan patofisiologi dari meningitis
c) Untuk mengatahui teknik diagnosis berdasarkan aspek mikrobiologi

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Meningitis
Meningitis merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan piamater
dan ruang subarakhnoid maupun arakhnoid, dan termasuk cairan serebrospinal (CSS).
Peradangan yang terjadi pada meningens, yaitu membran atau selaput yang melapisi otak
dan medulla spinalis, dapat disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun
jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak
(Hafshoh, 2019).
Meningitis meningokokus merupakan infeksi radang selaput otak dan sumsum
tulang belakang akut yang disebabkan oleh bakteri Neisseria meningitides, penyakit ini
dapat menyebabkan kerusakan pada otak dengan case fatality sebesar 50% apabila tidak
ditangani dengan cepat (Hafshoh, 2019).
Meningitis tuberkulosis merupakan bentuk tuberkulosis ekstra paru dengan adanya
kelainan neurologis yang mencapai 70-80% dari seluruh kasus tuberkulosis neurologis,
5,2% dari seluruh tuberkulosis ekstrapulmoner dan 0,7% dari seluruh kasus tuberkulosis
(Pemula, 2016).

2.2 Gejala Klinis


Gejala klasik berupa trias meningitis mengenai kurang lebih 44% penderita
meningitis bakteri dewasa. Trias meningitis tersebut sebagai berikut (Thakur, 2018):
1. Demam
2. Nyeri kepala
3. Kaku kuduk.
Selain itu meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak,
letargi, mual muntah, penurunan nafsu makan, nyeri otot, fotofobia, mudah mengantuk,
bingung, gelisah, parese nervus kranialis dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal (Thakur, 2018).
Pasien dengan meningitis tuberkulosis akan mengalami tanda dan gejala meningitis
yang khas, seperti nyeri kepala, demam dan kaku kuduk, walaupun tanda rangsang
meningeal mungkin tidak ditemukan pada tahap awal penyakit. Durasi gejala sebelum
ditemukannya tanda meningeal bervariasi dari beberapa hari hingga beberapa bulan.
Namun pada beberapa kondisi, meningitis tuberkulosis dapat muncul sebagai penyakit

3
yang berat, dengan penurunan kesadaran, palsi nervus kranial, parese dan kejang
(Pemula, 2016).
Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa
sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh
Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh
pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada
meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala,
muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam
makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas.
Gejala yang tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vaskuler pada
palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit
kepala, muntah, demam, kaku kuduk, dan nyeri punggung (Thakur, 2018).
Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan dan
gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan gejala
panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang,
dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan fontanella yang mencembung.
Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan penyebab Haemophilus
influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 % oleh Streptococcus, dan 10 %
oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan dewasa biasanya dimulai dengan
gangguan saluran pernafasan bagian atas, penyakit juga bersifat akut dengan gejala
panas tinggi, nyeri kepala hebat, malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan
serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulen (Thakur, 2018).

2.3 Etiologi
Penyebab meningitis purulenta terbanyak pada orang dewasa ialah Haemophilus
influenza (50%). Sekitar 30% kasus disebabkan oleh Neisseria meningitidis dan
Streptococcus pneumonia. Sisanya disebabkan oleh bakteri lainnya. Meningitis serosa
paling banyak disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis sedangkan
meningitis aseptik oleh virus. Meningits viral (meningitis aseptik) pada anak sering
terjadi akibat infeksi Enterovirus, Virus herpes simpleks tipe 2, dan Virus mumps
(Pangandaheng, 2017; Sabilarrusydi, 2014).
Penyebab meningitis secara umum adalah bakteri dan virus. Meningitis purulenta
paling sering disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus dan Haemophilus

4
influenzae sedangkan meningitis serosa disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa
dan virus (Thakur, 2018)..
Meningitis Meningococcus yang sering mewabah di kalangan jemaah haji dan
dapat menyebabkan karier disebabkan oleh Neisseria meningitidis serogrup A, B, C, X,
Y, Z dan W 135. Grup A,B dan C sebagai penyebab 90% dari penderita. Di Eropa dan
Amerika Latin, grup B dan C sebagai penyebab utama sedangkan di Afrika dan
Asia penyebabnya adalah grup A. Wabah meningitis Meningococcus yang terjadi di
Arab Saudi selama ibadah haji tahun 2000 menunjukkan bahwa 64% merupakan
serogroup W135 dan 36% serogroup A. Hal ini merupakan wabah meningitis
Meningococcus terbesar pertama di dunia yang disebabkan oleh serogroup W135. Secara
epidemiologi serogrup A, B, dan C paling banyak menimbulkan penyakit (Thakur,
2018)..
Meningitis karena virus termasuk penyakit yang ringan. Gejalanya mirip sakit flu
biasa dan umumnya penderita dapat sembuh sendiri. Pada waktu terjadi KLB Mumps,
virus ini diketahui sebagai penyebab dari 25 % kasus meningitis aseptik pada orang yang
tidak diimunisasi. Virus Coxsackie grup B merupakan penyebab dari 33% kasus
meningitis aseptik, Echovirus dan Enterovirus merupakan penyebab dari 50% kasus
(Thakur, 2018)..

2.4 Pemeriksaan diagnosis mikrobiologi

a. Pemeriksaan Pungsi Lumbal


Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein
cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan
intrakranial.
1) Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel darah
putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
2) Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel
darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis
bakteri (Yanuar, 2018).
b. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan darah rutin, Laju Endap Darah (LED), kadar
glukosa, kadar ureum dan kreatinin, fungsi hati, elektrolit (Alamarat, 2020).
1) Pemeriksaan LED meningkat pada meningitis TB

5
2) Pada meningitis bakteri didapatkan peningkatan leukosit polimorfonuklear
dengan shift ke kiri.
3) Elektrolit diperiksa untuk menilai dehidrasi.
4) Glukosa serum digunakan sebagai perbandingan terhadap glukosa pada
cairan serebrospinal.
5) Ureum, kreatinin dan fungsi hati penting untuk menilai fungsi organ dan
penyesuaian dosis terapi.
6) Tes serum untuk sipilis jika diduga akibat neurosipilis
c. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis meliputi pemeriksaan foto thorax, foto kepala, CT-
Scan dan MRI. Foto thorax untuk melihat adanya infeksi sebelumnya pada paru-
paru misalnya pada pneumonia dan tuberkulosis, foto kepala kemungkinan
adanya penyakit pada mastoid dan sinus paranasal (Bahr, 2014).
Pemeriksaan CT-Scan dan MRI tidak dapat dijadikan pemeriksaan
diagnosis pasti meningitis. Beberapa pasien dapat ditemukan adanya
enhancemen meningeal, namun jika tidak ditemukan bukan berarti meningitis
dapat disingkirkan (Bahr, 2014).
Berdasarkan pedoman pada Infectious Diseases Sosiety of America (IDSA),
berikut ini adalah indikasi CT-Scan kepala sebelum dilakukan lumbal pungsi
yaitu (Bahr, 2014). :
1) Dalam keadaan Immunocompromised
2) Riwayat penyakit pada sistem syaraf pusat (tumor, stroke, infeksi fokal)
3) Terdapat kejang dalam satu minggu sebelumnya
4) Papiledema
5) Gangguan kesadaran
6) Defisit neurologis fokal
Temuan pada CT-Scan dan MRI dapat normal, penipisan sulcus,
enhancement kontras yang lebih konveks. Pada fase lanjut dapat pula ditemukan
infark vena dan hidrosefalus komunikans (Bahr, 2014).

6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Meningitis adalah suatu penyakit yang terjadi karena peradangan atau infeksi
pada sistem selaput pelindung otak dan sumsum tulang belakang. Meningitis dan
meningoensafalitis infeksiosa dapat disebabkan oleh berbagai agen seperti bakteri,
mikobakteria, jamur, dan virus. Meningitis, merupakan masalah yang serius sehingga
dibutuhkan cara yang akurat dan efisien untuk menegakkan diagnosis.

3.2 Saran
Mungkin untuk beberapa praktikum selanjutnya penggunaan laporan yang di
persingkat seperti makalah dapat diterapkan sehingga lebih mengefisenkan waktu
pengerjaan dan materi lebih kompleks dan ringkas sehingga mudah untuk dipahami

7
DAFTAR PUSTAKA
1. Alamarat, Z., & Hasbun, R. (2020). Management of Acute Bacterial Meningitis in
Children. Infection and drug resistance, 13, 4077–4089.
https://doi.org/10.2147/IDR.S240162
2. Bahr, N. C., & Boulware, D. R. (2014). Methods of rapid diagnosis for the etiology of
meningitis in adults. Biomarkers in medicine, 8(9), 1085–1103.
https://doi.org/10.2217/bmm.14.67
3. Hafshoh, S. O., Syamsulhuda, B. M., & Husodo, B. T. (2019). Beberapa Faktor Yang
Berhubungan Dengan Penerimaan Jamaah Umrah Terhadap Vaksin Meningitis Di
Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas Ii Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-
Journal), 7(1), 527-534.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/23076
4. Meisadona, G., Soebroto, A. D., & Estiasari, R. (2015). Diagnosis dan tatalaksana
meningitis bakterialis. Cermin Dunia Kedokteran, 42(1), 15-19.
http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/view/1048
5. Pangandaheng, E. A., Mawuntu, A. H., & Karema, W. (2017). Gambaran Tingkat
Pengetahuan dan Perilaku Masyarakat Tentang Penyakit Meningitis di Kelurahan
Soataloara II Kecamatan Tahuna Kabupaten Kepulauan Sangihe. e-CliniC, 5(2).
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/view/17116
6. Pemula, G., & Apriliana, E. (2016). Penatalaksanaan yang Tepat pada Meningitis
Tuberkulosis. J Medula Unila, 6(1), 50-55.
http://repository.lppm.unila.ac.id/id/eprint/2259
7. Sabilarrusydi, Ekorini, H. M. 2014. Tuli Sensorineural Sangat Berat Pasca Meningitis
(Laporan Kasus). Jurnal THT-KL, 7(3), 104-111. http://journal.unair.ac.id/download-
fullpapers-thtkl598fa50be42full.pdf
8. Thakur, Kiran T, and Michael R Wilson. “Chronic Meningitis.” Continuum (Minneapolis,
Minn.) vol. 24,5, Neuroinfectious Disease (2018): 1298-1326.
doi:10.1212/CON.0000000000000664
9. Yanuar, W., Sari, I. P., & Nuryastuti, T. (2018). Evaluasi Terapi Antibiotik Empirik
Terhadap Clinical Outcome pada Pasien Anak Dengan Meningitis Bakteri di Bangsal
Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta 2010. Majalah Farmaseutik, 14(2).
https://jurnal.ugm.ac.id/majalahfarmaseutik/article/download/42594/23518

Anda mungkin juga menyukai