Krim lidokain (LMX) dianggap setara dengan EMLA namun dengan onset kerja yang lebih
cepat (contohnya, setengah jam dibandingkan dengan satu jam)162. Bentuk patch, dengan
mekanisme ganda penghambat sensasi nosiseptif dan penghalang mekanik dari gesekan terhadap
kulit yang cedera, diakui oleh FDA untuk tatalaksana dari nyeri PHN. Selain itu juga terdapat
beberapa bukti bahwa lidokain patch efektif untuk tatalaksana nyeri neuropatik lain, nyeri
punggung bawah, dan nyeri lutut akibat osteoarthritis 156,163,164. Dua studi kecil, tidak terkontrol
melaporkan adanya penurunan nyeri yang signifikan pada distrofi refleks simpatis
(RSD)/sindroma nyeri regional kompleks (CRPS), nyeri benjolan neuroma, neuralgia interkostal,
nyeri paska thorakotomi, dan meralgia parestetika117,165.
Plaster yang dimediasi dengan lidokain 5% telah terbukti dapat membantu dalam tatalaksana
nyeri yang diakibatkan oleh PHN dan polineuropati diabetik. Studi telah menunjukkan bahwa
saat dibandingkan dengan pregabalin, plaster lidokain lebih manjur dalam tatalaksana PHN,
memiliki perbandingan kemanjuran untuk neuropati perifer diabetik, dan memiliki profil
keamanan dan kepuasan pasien yang lebih menguntungkan untuk kedua indikasi166,167.
Patch lidokain bermerek, Lidoderm, mengandung 700 mg lidokain 5%. Panduan yang
direkomendasikan untuk tatalaksana PHN adalah penggunaan maksimal tiga patch secara
bersamaan pada kulit yang intak selama 12 jam dalam satu hari. Pakaian dapat digunakan diatas
area penggunaan. Sediaan yang lebih lemah baik dari krim dan patch dapat ditemukan pada
apotik.
Relaksan Otot
Relevansi terhadap Fisioterapi
Relaksan otot rangka seringkali dibagi kedalam dua kategori: agen antispastisitas (seperti
baclofen dan dantrolene saat digunakan untuk kondisi seperti sklerosis multipel atau cerebral
palsy) dan agen antispasmodik (carisoprodil, chlorzoxazone, cyclobenzaprine, metaloxone,
orphenadrine, dan methocarbamol)177. Diazepam dan tizanidine dianggap masuk dalam kedua
kategori tersebut178. Relaksan otot ditujukan untuk penggunaan jangka pendek pada kondisi
muskuloskeletal dimana “kepadatan” otot merupakan salah satu penyebab nyeri. Kondisi yang
umum dimana relaksan otot rangka secara khusus diresepkan adalah nyeri punggung bawah dan
nyeri leher dengan komponen nyeri otot signifikan, fibromyalgia, tension headache, dan
sindroma nyeri miofascial lain yang telah terjadi sebelumnya 177,179,180. Walaupun tidak terdapat
studi yang telah dipublikasikan yang membandingkan kemanjuran relatif dari NSAID dan
relaksan otot, relaksan otot tampaknya memberikan beberapa keuntungan pada pasien dengan
nyeri punggung non spesifik. Faktanya, 35% dari pasien dengan nyeri punggung bawah non
spesifik diresepkan dengan relaksan otot dan 18,5% menerima terapi awal berupa relaksan
otot178. Perlu dicatat, penggunaan bersamaan dari relaksan otot dengan analgesik dapat
meningkatkan kemanjuran dari relaksan otot sehingga dosis efektif dapat diturunkan155.
Relaksan otot bekerja dengan menurunkan eksitabilitas otot dan dengan demikian
menghilangkan rasa nyeri yang diinduksi oleh tegangan otot. Tidak seperti agen antispastisitas,
relaksan otot memberikan keuntungan dengan tidak mengganggu kekuatan otot. Sayangnya, efek
sedasi membatasi penggunaannya dan terkadang mengharuskan dokter untuk meresepkannya
hanya untuk penggunaan sebelum tidur. Cyclobenzaprine, carisoprodol, dantrolene, diazepam,
metaxalone, methocarbamol, dan tizanidine merupakan beberapa relaksan otot yang paling
sering diresepkan181.
Sediaan, Dosis, Efek Samping yang Berhubungan, dan Interaksi Obat Relaksan Otot
Lihat Tabel 52-8.
Dantrolene
Dantrolene, yang secara struktural serupa dengan fenitoin 193, merupakan agen relaksan otot yang
bekerja secara langsung dimana dapat menyebabkan depresi dari terjadinya eksitasi-kontraksi
pada otot rangka. Saat berikatan dengan reseptor ryanodine, kalsium bebas dalam intraseluler
dan kalsium yang dilepaskan dari retikulum sarkoplasma pada otot rangka mengalami
penurunan, dengan demikian akan terjadi depresi dari kontraksi 194. Penggunaan dantrolene oral
pertama adalah untuk tatalaksana spastisitas195. Walaupun agen yang telah disetujui oleh FDA ini
diketahui memiliki efek yang baik dalam tatalaksana hipertermi maligna, namun obat ini juga
dapat digunakan untuk tatalaksana dari sindroma neuroleptik maligna, intoksikasi ekstasi, dan
spastisitas dari gangguan neuronal atas, termasuk cedera korda spinalis, sklerosis multipel, dan
cerebral palsy194,196. Untuk spastisitas, orang dewasa awalnya menerima kapsul oral dengan dosis
25 mg/hari dengan dosis ditingkatkan setiap 3 hingga 7 hari. Dosis maksimum tidak melebihi
100 mg per hari yang dibagi dalam empat dosis. Jika tidak terdapat efek setelah 45 hari, yang
paling baik adalah menghentikan penggunaan obat ini. Karena obat ini dimetabolisme oleh
hepar194, beberapa efek samping dari dantrolene termasuk kelemahan otot secara umum dan
hepatotoksisitas183,197. Sebuah studi retrospektif menemukan bahwa 1 dari 243 pasien mengalami
disfungsi hepar setelah minimal 4 minggu pemberian dantrolene oral dosis rendah. Dantrolene
dosis rendah mungkin dapat digunakan secara aman dengan pemantauan ketat fungsi hepar
secara klinis dan laboratoris197.
Carisoprodol (Soma)
Carisoprodol, merupakan relaksan otot yang umum diresepkan, terutama bekerja pada GABA,
reseptor kanal klorida198. Nama merek yang umum digunakan, Soma Compound, juga
mengandung 325 mg aspirin sebagai tambahan terhadap 200 mg carisoprodol sehingga
menambahkan efek analgesic dan antipiretik199. Dosis dewasa yang direkomendasikan adalah
250 hingga 350 mg tiga kali sehari dan pada saat tidur dengan durasi maksimal 2 hingga 3
minggu. Sebuah studi yang membandingkan carisoprodol dengan cyclobenzaprine untuk nyeri,
spasme, ketegangan, nyeri tekan, dan status fungsional otot tidak menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan dalam terapi177. Walaupun bukan merupakan zat yang terkontrol,
perhatian pada penyalahgunaan carisoprodol tekah didiskusikan selama beberapa dekade
terakhir. Karena itu, sejumlah ulasan telah mendiskusikan kemungkinan penyalahgunaan obat
ini198,200-202. Carisoprodol baik secara struktural dan farmakologis serupa dengan metabolit
psikoaktifnya yaitu meprobamate, sebuah obat anxiolytic yang telah disetujui 199. Meprobamate,
termasuk dalam golongan carbamate, kemungkinan bertanggung jawab terhadap efek kronis
yang diobservasi dari carisoprodolm toleransi dan putus obat198,200-203. Antagonis barbiturate
mencetuskan sindroma putus obat yang ditunjukkan dalam sebuah studi yang menyarankan
adanya kemungkinan addiksi serupa dengan penggunaan senyawa benzodiazepine atau
barbiturate198. Carisoprodol dimetabolisme oleh hepar dan diekskresi oleh ginjal 199. Efek samping
obat ini mencakup sedasi, takikardi, sesak, pusing, rasa mengantuk, nyeri kepala, dan yang
jarang terjadi adalah reaksi idiosinkrasi setelah dosis pertama seperti kuadriplegia sementara dan
hilangnya pengelihatan sementara178,204. Karena terdapat tambahan aspirin, overdosis dari Soma
Compound umumnya juga dapat menyebabkan terjadinya toksisitas salisilat 199. Dokter harus
berhati-hati saat memberikan carisoprodol pada pasien dengan penurunan aktivitas CYP2C19
atau saat memberikan obat secara bersamaan yang dapat menghambat atau menginduksi
CYP2C19205. Sebuah studi dengan 15 relawan sehat yang tidak melakukan penyalahgunaan
menemukan bahwa carisoprodol menginduksi efek psikomotor secara minimal hingga tidak
terdapat efek psikomotor pada dosis terapeutik dan perasaan euforia yang lebih tinggi secara
signifikan pada dosis supraterapeutik206. Perlu dicatat bahwa, 1 studi dengan 10 subjek
menunjukkan bahwa saat carisoprodol diresepkan sendiri, tidak terdapat perbedaan dengan
plasebo yang menimbulkan “perasaan naik turun, termenung, menyukai obat-obatan”; namun,
penggunaan secara bersamaan dengan opioid pada 3 dari 10 pasien menghasilkan
penyalahgnunaan yang berhubungan dengan perasaan “sensasi kepuasan tubuh, menyukai obat-
obatan, dan keinginan untuk mengkonsumsi lagi”207. Sebuah laporan kasus mengobservasi
laporan dari euforia dan relaksasi dengan penggunaan carisoprodol dan tramadol secara
bersamaan208. Karena efek tersebut, hal ini terutama sangat penting untuk digunakan secara
berhati-hati pada orang usia tua177.
Cyclobenzaprine (Flexeril)
Cyclobenzaprine mungkin merupakan relaksan otot yang paling sering digunakan untuk nyeri
otot non spastik. Obat ini juga dapat digunakan untuk gangguan tidur pada fibromyalgia 181. Obat
ini merupakan tatalaksana yang bekerja secara sentral, dimana bekerja pada tingkat batang otak
dan korda spinalis dengan efek antagonis pada reseptor 5HT2 pada neuron serotonergik
descenden. Obat ini tidak memiliki efek perifer langsung pada otot yang terpengaruh 209. Sebagai
metabolit dari glukoronidasi, obat ini secara ekstensif dimetabolisme oleh hepar dan diekskresi
melalui ginjal. Obat ini memiliki waktu paruh yang panjang sekitar 18 jam dan selanjutnya dapat
bertambah hingga 4 hari saat diberikan tiga kali sehari. Untuk dosisnya, pelepasan langsung
tablet sebesar 5- hingga 10-mg tiga kali sehari, dan pelepasan berkepanjangan tablet sebesar 15-
hingga 30-mg per hari. Perlu dicatat, cyclobenzaprine secara struktural serupa dengan TCA dan
memiliki sifat antikolinergik yang poten; dengan demikian, harus melatih kewaspadaan dalam
mempertimbangkan penggunaan obat ini pada orang usia tua dan pada pasien dengan penyakit
jantung. Penggunaan secara bersamaan dengan MAOI merupakan kontraindikasi mutlak karena
kombinasi ini dapat menyebabkan krisi hiperpiretik yang fatal. Dosis awal dimulai dari 5 mg tiga
kali sehari sebagaimana dibutuhkan dan dapat dititrasi hingga 10 mg tiga kali sehari per efek
terapeutik atau efek samping. Pada pasien yang melaporkan adanya keuntungan terapeutik
namun juga melaporkan adanya sedasi, penulis senior (TPS) meminta pasien untuk
menggunakan dosis sebesar 2,5 mg selama dosis ini dapat mencapai keuntungan yang
diharapkan atau dapat membatasi cyclobenzaprine terhadap penggunaan waktu malam. Pada
pasien dengan gangguan hepar atau ginjal, cyclobenzaprine seharusnya awalnya diberikan hanya
satu kali per hari karena memiliki waktu paruh yang panjang. Selain itu, sebuah studi
menunjukkan bahwa kemanjuran yang setara dari dosis 5- dan 10-mg, dengan dosis yang lebih
kecil menunjukkan tingkat sedasi yang lebih rendah210. Efek samping yang paling umum terjadi
adalah rasa mengantuk, kelelahan, mulut kering, dan nyeri kepala, diikuti dengan efek samping
yang lebih jarang terjadi seperti kebingungan, pusing, nyeri perut, mual, diare, cemas, dan
pandangan kabur211,212.
Methocarbamol (Robaxin)
Methocarbamol secara struktural berhubungan dengan relaksan otot chlorphenesin dan
mephenesin dan ekspektoran guaifenesin. Obat relaksan otot ini bekerja dengan menekan refleks
polisinaptik secara sentral dan tidak memiliki efek langsung pada otot rangka. Sebagian besar
obat ini dimetabolisme oleh hepar dan diekskresi oleh ginjal dan sejumlah kecil diekskresikan
melalui feses212. Dosis yang direkomendasikan termasuk 1.500 mg empat kali sehari untuk 2
hingga 3 hari pertama, diikuti dengan 750 mg empat kali sehari177. Penggunaan secara bersamaan
antara methocarbamol dan paracetamol merupakan pendekatan yang umum digunakan. Sebuah
studi bioekuivalen farmakokinetik menunjukkan kesejajaran dalam konsentrasi dengan
kombinasi dari 500 mg parasetamol dan 400 mg methocarbamol pada relawan yang sehat 213.
Methocarbamol oral telah menunjukkan merupakan pilihan tatalaksana yang dapat ditoleransi
dengan baik untuk pasien dengan nyeri punggung bawah akut dan terutama berhubungan dengan
keterbatasan gerak214. Pada sebuah studi kohort, methocarbamol tidak memperbaiki kontrol nyeri
paska cedera akut akibat trauma dalam 3 hari pertama perawatan inap 215. Pemasukan jarum
kering yang dalam dari titik pencetus pada otot pterygoid lateral untuk nyeri myofascial dan
disfungsi temporomandibular ditemukan lebih manjur dibandingkan dengan tatalaksana
methocarbamol/paracetamol216. Efek samping dari methocarbamol termasuk urin berwarna
hitam, coklat, atau hijau, gangguan status mental, dan eksaserbasi dari gejala myasthenia
gravis177.
Diazepam (Valium)
Diazepam merupakan benzodiazepine yang bekerja baik sebagai antispastik dan antispasmodik.
Diazepam didistribusikan secara luas, dapat menembus CNS dan larut terhadap lemak. Saat
berikatan dengan reseptor GABAA, Diazepam menghasilkan peningkatan influks ion klorida,
yang akan menyebabkan hiperpolarisasi membran post sinaps yang memperberat depresi CNS.
Diazepam merupakan relaksan otot rangka yang disetujui untuk spasme otot rangka sebagai
tambahan dari terapi anxiolytic, antiepilepsi, dan efek hipnotik178,179,217-220. Sebuah studi
membandingkan diazepam dengan tizanidine untuk nyeri, spasme, tegangan, nyeri tekan, atau
status fungsional otot tidak menunjukkan adanya perbedaan signifikan dalam kemanjuran177.
Onset yang cepat dari kerja dan kemanjuran klinis yang berhubungan dengan resiko toleransi,
dependensi, penyalahgunaan, dan sindroma putus obat; karena itt, obat ini merupakan zat
terkontrol Jadwal IV. Penggunaan tanpa merk ditujukan untuk insomnia, sindroma kaki gelisah,
dan sedasi pre-/paska- sedasi. Dosis dewasa yang direkomendasikan adalah 2 hingga 10 mg tiga
hingga empat kali setiap harinya. Dosis maksimal dari diazepam pada orang dewasa bervariasi
hingga 30 mg setiap 8 jam. Obat ini dimetabolisme oleh enzim CTP450 hepar dan
diglukoronidasi untuk eliminasi bifasik dengan redistribusi ke dalam otot dan jaringan lemak.
Efek samping dari penggunaan diazepam jangka panjang termasuk amnesia, pusing, ataksia,
kebingungan, sedasi, takikardi, dan depresi. Pasien dengan gangguan kecemasan atau kejang
mungkin akan mengalami peningkatan frekuensi kecemasan atau kejang, secara berurutan. Efek
samping serius jarang terjadi dan seringkali tampak saat dikombinasikan dengan obat lain seperti
opiate atau alkohol. Diazepam paling baik digunakan dengan hati-hati pada orang usia tua,
karena terdapat peningkatan resiko gangguan kognitif, delirium, jatuh, dan fraktur. Overdosis
menyebabkan sedasi berat, hambatan fungsi motorik, keterlambatan kognitif, gagal napas, koma,
dan terkadang bahkan kematian217-220.
Metaxalone (Skelaxin)
Metaxalone merupakan agen antispasmodik yang bekerja secara sentral yang digunakan untuk
kondisi muskuloskeletal akut, nyeri seperti nyeri punggung. Mekanisme kerja pasti obat ini
belum diketahui. Dosis dewasa umumnya terdiri dari 800 mg tiga hingga empat kali per hari.
Obat ini tidak direkomendasikan untuk anak-anak dibawah usia 12 tahun. Obat ini
dimetabolisme oleh hepar dan diekskresi melalui ginjal dalam bentuk metabolit. Sangat
disarankan untuk memantau fungsi hepar setelah inisiasi dari agen ini. Efek samping yang umum
terjadi termasuk rasa mengantuk, pusing, kecemasan, mual, muntah, dan nyeri kepala. Berikut ini
efek samping yang serius namun jarang terjadi yang telah dilaporkan: anemia hemolitik,
leukopenia, jaundice, dan reaksi hipersensitivitas. Menariknya, metaxalone merupakan
oxazolidinone yang secara structural serupa dengan MAOI reversiblel; karena itu, terdapat
kemungkinan untuk terjadinya resiko sindroma serotonin. Terdapat beberapa laporan kasus baru-
baru ini yang melaporkan adanya sindroma serotonin sebagai efek samping dari overdosis
metaxalone sendiri atau dengan pengobatan proserotonergik lainnya 221,222. Jarang terjadi, pasien
dapat mengalami kram otot paradoksal. Obat ini kontraindikasi untuk digunakan pada gangguan
ginjal atau hepar berat117,211,212.
Orphenadrine (Norflex)
Orphenadrine merupakan relaksan otot yang digunakan untuk tatalaksana spasme otot yang
berkaitan dengan kondisi nyeri muskuloskeletal akut. Sebuah studi klinis mengungkapkan
beberapa kemanjuran terapeutik untuk fibromyalgia212,223. Struktur kimianya serupa dengan
diphenhydramine, dalam hal obat ini memiliki sifat antikolinergik yang lebih kuat dan sifat
sedasi yang lebih rendah saat dibandingkan. Mekanisme kerja pasti dari obat ini masih belum
diketahui; namun, kami mengetahui bahwa obat ini memiliki efek antikolinergik yang bekerja
secara sentral tanpa adanya efek langsung pada otot rangka. Obat ini juga memiliki beberapa
sifat euforigenik dan analgesic. Obat ini sebagian besar diekskresikan melalui ginjal. Dosis
dewasa yang direkomendasikan khususnya sebesar 100 mg diberikan secara oral dua kali per
hari atau 60 mg intravena atau intramuskuler dua kali per hari karena berkaitan dengan waktu
paruhnya yang cukup panjang. Efek samping yang umum terjadi termasuk rasa mengantuk dan
pusing, diikuti dengan efek CNS lainnya seperti halusinasi, agitasi, dan euforia. Karena pasien
dapat mengalami palpitasi atau takikardi, sangat penting untuk menghindari penggunaannya
pada pasien dengan CHF dan aritmia. Karena sifat antikolinergiknya, pasien dapat mengalami
mulut kering, mual, konstipasi, retensi urin, takikardi, pandangan kabur, dan gangguan mental;
karena itu, sangat disarankan untuk berhati-hati menggunakan obat ini pada pasien usia tua.
Kasus yang jarang terjadi dengan anemia aplastik juga telah dilaporkan178,211,212.
Dextromethorphan
Dextromethorphan telah menunjukkan bahwa memiliki efek anti inflamasi secara in vivo 259. Obat
ini menurunkan nyeri akut pada dosis sebesar 30 hingga 90 mg, dibagi setiap 4 hingga 6 jam (5
hingga 10 mg/ml), dan menurunkan kebutuhan analgesik pada pasien paska operasi tanpa efek
samping mayor, namun memiliki efek analgesik suboptimal pada tatalaksana nyeri kronik260.
Terdapat beberapa bukti preklinik dari sifat neuroprotektif dalam kondisi perioperatif cedera
otak, sklerosis lateral amiotropik, dan neurotoksisitas methotrexate245,261,262. Dextromethorphan
telah menunjukkan bahwa dapat membantu dalam tatalaksana neuropati perifer diabetik dan
PHN228. Agen ini tidak memiliki efek pada kebutuhan opioid untuk kontrol nyeri akut pada anak-
anak yang dirawat di unit perawatan intensif 263. Penggunaan dextromethorphan bersamaan
dengan oxycodone dapat meningkatkan efek anti allodynia daru ixycodone264. Tidak diketahui
adanya antidote untuk toksisitas dextromethorphan261.
Amantadine
Amantadine merupakan agen antiviral dengan sifat antagonis reseptor NMDA. Obat ini juga
digunakan pada penyakit Parkinson dan cedera otak akibat trauma (TBI). Amantadine oral tidak
berhasil sebagai agen yang digunakan untuk mencegah sindroma nyeri paska mastektomi karena
efek samping yang tidak dapat ditoleransi dan penurunan nyeri yang tidak adekuat untuk nyeri
neuropatik76,265. Sebuah studi mendemonstrasikan bahwa infus intravena dengan amantadine
dapat menurunkan intensitas dari nyeri neuropatik paska operasi yang terus menerus pada pasien
dengan kanker239.
Memantine
Memantine merupakan antagonis reseptor NMDA dengan afinitas sedang. Obat ini diindikasikan
untuk penyakit Alzheimer sedang. Terdapat beberapa bukti dari laporan kasus dan uji coba
terkontrol kecil pada penggunaannya dalam nyeri neuropatik228,266-271. Contohnya, memantine
ditunjukkan bahwa dapat menurunkan nyeri dan kemungkinan mencegah sindroma nyeri anggota
gerak paska amputasi268,269,271,272. Sebuah studi RCT mengkonfirmasi bahwa memantine dapat
menjadi terapi profilaksis baru yang diberikan sebelum mastektomi untuk menghambat
perkembangan nyeri neuropatik227. Studi terbaru lainnya mendemonstrasikan bahwa keuntungan
terapeutik dari pemberian memantine sebelum mastektomi dapat mencegah adanya nyeri paska
operasi dan gejala nyeri yang diakibatkan oleh kemoterapi273.
Salisilat: Kategori ini mencakup aspirin dan tiga salisilat tidak terasetilasi. Dibandingkan
dengan NSAID lainnya, salisilat tidak terasetilasi kurang poten namun menyebabkan
komplikasi saluran cerna yang lebih sedikit dan hambatan platelet yang lebih sedikit.
Masih belum jelas apakah terdapat satu salisilat tidak terasetilasi tertentu dalam kategori
ini yang lebih baik dibandingkan dengan dua lainnya.
Asam propionate: Ini merupakan kelas NSAID yang paling popular karena ketersediaan
OTC dari ibuprofen dan naproxen dan pemasaran langsung dari agen terhadap publik
secara umum.
Asam asetat: Kelas ini merupakan yang paling poten dan paling berpotensi menyebabkan
toksisitas dari semua NSAID. Kategori ini mencakup obat-obatan yang dapat diberikan
melalui jalur intramuskuler dan parenteral (seperti, ketorolac, indometachin, diklofenak,
etodolac)
o Kelompok NSAID ini terdiri dari dua subkelas, asam asetat pyrrole
(indometachin, sulindac, tolmetin, ketorolac, etodolac) dan asam fenilasetat
(diklofenak, bromfenac)
Fenamate: Meclofenamate dan asam mefenamat tidak memberikan adanya keuntungan
dibandingkan dengan NSAID lainnya namun dapat menyebabkan toksisitas saluran cerna
dan nyeri dysmenorrhea yang signifikan, secara berurutan.
Oxicam: Hanya piroxicam dan meloxicam yang saat ini tersedia di Amerika Serikat.
Piroxicam memiliki dosis satu kali sehari yang nyaman namun berhubungan dengan
reaksi dermatologis yang berat seperti dermatitis eksfoliatif dan pemfigus vulgaris.
Resiko efek samping lebih rendah pada penggunaan meloxicam. Obat ini disetujui oleh
FDA pada tahun 2004 untuk digunakan dalam tatalaksana nyeri yang disebabkan oleh
osteoarthritis.
Naphthyl alkanone: Satu-satunya NSAID dalam kelas ini yang tersedia secara klinis
adalah nabumetone. Sediaan ini merupakan prodrug, sebagian besar dikenal sebagai
struktur kimia yang tidak asam, serupa dengan naproxen namun tidak seperti NSAID lain
yang digunakan secara klinis275.
Resiko Kardiovaskuler
o NSAID dan celecoxib dapat menyebabkan peningkatan resiko kejadian
thrombotik kardiovaskuler, infark miokard, dan stroke yang serius, dan dapat
menjadi fatal. Resiko ini dapat meningkat dengan durasi penggunaan. Pasien
dengan penyakit kardiovaskuler atau faktor resiko mengalami penyakit
kardiovaskuler memiliki resiko yang lebih besar.
o NSAID dan celecoxib kontraindikasi untuk diberikan sebagai tatalaksana nyeri
perioperatif pada kondisi operasi graft bypass arteri koroner (CABG).
Resiko Saluran Cerna
o NSAID dan celecoxib menyebabkan peningkatan resiko mengalami efek samping
saluran cerna yang serius termasuk perdarahan, ulserasi, dan perforasi dari
lambung atau usus, yang mana dapat berakibat fatal. Kejadian ini dapat terjadi
kapanpun saat penggunaan dan tanpa gejala penanda.
o Pasien usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami kejadian efek
samping saluran cerna.
NSAID tradisional dan coxib memiliki potensi yang sama untuk menyebabkan toksisitas ginjal
(seperti, retensi cairan yang menyebabkan terjadinya edema, HTN ginjal, nefritis interstisial, dan
nekrosis papiler) 300,301. Pada pasien usia tua, dengan insufisiensi ginjal atau kegagalan hepar, dan
individu yang beresiko untuk mengalami gagal ginjal sebaiknya menghindari coxib302.
INR rata-rata dapat meningkat hingga 10% untuk sekelompok pasien yang menerima warfarin
dan coxib secara bersamaan, dan terdapat sejumlah laporan peningkatan INR yang berhubungan
dengan kejadian perdarahan. Namun, hal ini selanjutnya ditentang oleh hasil dari sebuah uji coba
teracak terkontrol untuk menilai efek pada INR dari celecoxib pada 15 pasien yang menerima
terapi warfarin303. Namun, pasien dengan terapi antikoagulan seharusnya dilakukan pemantauan
INR saat coxib dimulai atau saat dosisnya diubah.
Terdapat laporan kasus dari celecoxib yang menginduksi reaksi kulit serius seperti nekrolisis
epidermal toksik, eritema multiforme, dan sindroma Steven-Johnson 304,305. Celecoxib
kontraindikasi pada alergi sulfonamide (sekitar 3% dari populasi umum) dan pada pasien dengan
riwayat alergi aspirin atau NSAID.
Prostaglandin terlibat dalam metabolisme tulang, dan hewan coba menunjukkan bahwa coxib
menurunkan penyembuhan tulang, tendon, dan ligament. Walaupun uji coba klinis pada manusia
masih belum dilakukan, banyak ahli orthopedi dan fisioterapi menghindari penggunaan coxib
pada pasien dengan fraktur306,307.
Potensi interaksi obat utama yang melibatkan coxib termasuk obat dengan penghambat enzim
pengubah angiotensin (ACE) dan diuretik. Secara spesifik, celecoxib dapat mengganggu efek
antihipertensi dari agen tersebut. Pengobatan yang mengganggu konsentrasi serum celecoxib dan
obat yang konsentrasinya terganggu oleh celecoxib telah dirangkum dalam eTabel 52-6.
Analgesik Opioid
Hubungan dengan Fisioterapi
Analgesik narkotik seringkali dianggap sebagai analgesik opioid atau opiat, kerena beberapa
berasal dari opium. Obat ini diindikasikan untuk nyeri akut sedang hingga berat dan nyeri
maligna dan non maligna, terutama yang mana memiliki kualitas nosiseptif (seperti, secara
umum tumpul atau gatal). Sebaliknya, analgesik opiate dianggap sebagai tatalaksana lini kedua
untuk berbagai macam sindroma nyeri neuropatik seperti nyeri kaki paska amputasi, neuropati
diabetik, dan PHN328-330. Indikasi tersebut sebagian diadaptasi dari tangga tiga tahap Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) yang memandu tatalaksana analgesik 331. Tahap pertama terdiri dari
analgesik non opioid dan adjuvan. Opioid lemah (seperti, kodein) berada pada tahap kedua dari
tatalaksana nyeri saat tahap pertama gagal untuk menatalaksana nyeri. Tahap tiga terdiri dari
opioid yang labih kuat (seperti, morfin) ditambah atau tanpa pilihan tahap pertama.
Panduan CDC untuk meresepkan opioid untuk nyeri kronik di Amerika Serikat telah
diperbaharui pada tahun 2016. Perlu dicatat bahwa beberapa rekomendasi berikut ini perlu
diingat oleh klinisi: (a) klinisi sebaiknya menegakkan tujuan tatalaksana pada semua pasien,
termasuk tujuan realistis untuk nyeri dan fungsi, dan sebaiknya mempertimbangkan bagaimana
terapi akan dihentikan; (b) saat opioid dimulai, klinisi sebaiknya meresepkan dosis efektif
terendah; (c) klinisi sebaiknya mengulas riwayat pasien menggunakan peresepan zat terkontrol
dengan data Prescription Drug Monitoring Program (PDMP) untuk menentukan apakah pasien
menerima dosis atau kombinasi opioid yang berbahaya yang menyebabkan pasien beresiko
tinggi untuk mengalami overdosis; (d) klinisi sebaiknya menggunakan pemeriksaan obat melalui
urin sebelum memulai terapi opioid dan mempertimbangkan pemeriksaan obat melalui urin
minimal satu tahun sekali untuk menilai obat yang diresepkan dan juga peresepan obat terkontrol
lainnya serta obat-obatan terlarang332.
Kurangnya toksisitas organ akhir (terutama saluran cerna, hepar, dan ginjal) dengan analgesik
narkotik murni, selain meperidine, membuat opioid merupakan pilihan yang menarik untuk
terapi kronis. Namun, kemungkinan terjadinya efek samping yang serius (seperti, depresi napas),
penyalahgunaan, dan pengalihan merupakan beberapa kekurangan dari opioid.
Efek samping yang lebih umum yang berhubungan dengan analgesik opioid termasuk mual,
muntah, konstipasi, sedasi, euforia, toleransi, dan ketergantungan fisik/psikologis. Terdapat
beberapa variasi minor terhadap profil efek samping ini untuk agen individu (seperti, beberapa
memilii efek samping yang menonjol dibandingkan dengan obat lainnya dengan dosis yang
setara) 334,335. Karena semua agonis opioid murni memiliki dosis analgesi yang setara antara satu
dengan yang lainnya, pemilihan penggunaan agen spesifik berdasarkan pada jalur pemberian,
durasi kerja, dan efek samping yang diinginkan.
Pemberian fisioterapi lainnya untuk opioid termasuk tatalaksana diare dan supresi batuk;
selanjutnya terutama khusus untuk pasien dengan batuk tidak produktif yang mengganggu tidur
dan, dengan demikian, dilakukan rehabilitasi. Penemuan terbaru dari reseptor opioid yang
melebihi CNS telah membawa banyak ketertarikan dalam “analgesia opioid perifer”; saat ini
terdapat bukti bahwa injeksi opioid dosis rendah melalui intramuskuler, intra artikuler, dan
intravena memberikan analgesia lokal, perifer dan efek antiinflamasi 336-340. Studi terbaru telah
menunjukkan analgesi opioid perifer pada pendekatan tatalaksana yang bersamaan dengan terapi
lainnya, seperti modulator sitokin atau antagonis TNF-α pada kondisi tertentu, dengan demikian
memberikan alternative untuk tatalaksana dari kondisi inflamasi kronis341.