Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Etika berasal dari bahas Yunani, yaitu “ethos” yang berarti “watak”,
“kebiasaan”, “model perilaku”, “cara berkata atau bertindak” dimana melalui
etika,orang lain akan mengenal siapa diri kita. Sedangkan ‘moral’ berasal dari
kata Latin –“mos”– (gen: moris) ‘yang berarti tata adat atau kebiasaan’. Obyek
material etika adalah tingkah laku atau perbuatan manusia, sedangkan obyek
formal etika adalah kebaikan, keburukan atau soal bermoral tidaknya perbuatan
manusia. Maka perbuatan yang dilakukan ‘tanpa sadar’ atau secara tidak bebas’,
tidak bisa dikenai penilaian dan sanksi moral. (Prof. Konrad Kebung,
Ph.D.,2011:16). Penggunan istilah etika dewasa ini bnayak diartikan sebagai
“motif atau dorongan” yang mempengaruhi suatu perilaku manusia (Dra. Mimin
E. Suhaemi, 2002:7)

Etika sejak zaman Yunani kuno mengandung tiga pengertian utama, yaitu :

1. Kata ini bisa digunakan dalam arti atau norma moral yang menjadi pegangan
seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya
2. Kumpulan nilai moral atau assas (misalnya : kode etik)
3. Ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Kalau etika dilihat sebagai ‘ilmu’
atau menjadi bahan ‘refleksi’ bagi suatu penelitian sistematis dan metodis,
maka ia sama posisinya sebagai filsafat moral.

Etika adalah kode perilaku yang memperlihatkan perbuatan yang baik bagi
kelompok tertentu. Etika juga merupakan peraturan dan prinsip perbuatan bisa
disebut “benar”. Etika berhubungan dengan soal baik dan tidak baik serta soal
kewajiban moral. Etika berhubungan dengan peraturan atas perbuatan atau
tindakan yang mempunyai prinsip benar atau salah serta prinsip moralitas karena
etika bertanggung jawab secara moral. Menyimpang dari kode etik sama saja
tidak berprilaku dengan baik dan tidak bermoral. Etika bisa diartikan berhubungan
dengan pertimbangan keputusan benar atau tidaknya suatu perebuatan karena

1
tidak ada undang-undang atau peraturan yang menegaskan secara pasti apa yang
harus dilakukan.

Kebutuhan pelayanan keperawatan adalah universal. Pelayanan


profesional ini berdasarkan kebutuhan manusia karena itu selayaknya tidak
membedakan kebangsaan, warna kulit, politik, status sosial dan lain-lain.
Keperawatan adalah pelayanan vital terhadap manusia melalui peranan manusia
juga yaitu ‘manusia perawat’.

Pelayanan keperawatan adalah berdasarkan kepercayaan yaitu bahwa


perawat akan berbuat hal yang benar, dibutuhkan dan menguntungkan pasien dan
kesehatannya. Karena manusia dalam pola interaksi berbeda-beda tingkah-
lakunya, maka diperlukan sebuah pedoman untuk mengarahkan bagaimana
perawat bertindak.

Pada masa datang, kesadaran hukum masyarakat semakin meningkat dan


masyarakat semakin meningkat dan masyarakat akan lebih menyadari haknya dan
di sisi lain perawat dituntut untuk melaksanakan kewajiban dan tugas profesinya
dengan lebih hati-hati dan penuh tanggung jawab. Hal ini didukung adanya
berbagai produk peraturan preundang-undangan yang mengatur tentang sistem
pelayanan keperawatan yang semakin jelas dan menuntut tenaga tenaga
keperawatan bekerja secara profesional. Bila terjadi pelangaran yang berdampak
negatif bagi klienya, perawat diperhadapkan pada tuntutan atau gugatan
konsumen. (Kencana wulan dan Hastuti)

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian malpraktek?

2. Apa jenis-jenis malpraktek hukum dibidang pelayanan kesehatan ?

2
C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini yaitu :

1. Untuk mengetahui pengertian malpraktek.


2. Untuk mengetahui dan memahami jenis-jenis malpraktek

D. Manfaat Penulisan

1. Menambah pengetahuan dan informasi mengenai malpraktek dalam


pelayanan keperawatan terutama yang berkaitan dengan malpraktik
paramedis.
2. Mengetahui bagaimana malpraktik dalam pelayanan keperawatan

3
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Pengertian Malpraktik

Malapraktik terdiri dari dua suku kata mal dan praktik. Mal berasal dari
kata Yunani yang berarti buruk. Sedangkan praktik menurut Kamus Umum
Bahasa Indonesia berarti menjalankan perbuatan tersebut dalam teori atau
menjalankan pekerjaan atau profesi. Jadi, malpraktik berarti menjalankan
pekerjaan yang buruk kualitasnya.

Definisi malapraktik profesi kesehatan adalah kelalaian dari seorang


dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu
pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan
terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama .

Malapraktik juga dapat diartikan sebagai tidak terpenuhinya perwujudan


hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang baik, yang biasa terjadi
dan dilakukan oleh oknum yang tidak mau mematuhi aturan yang ada karena tidak
memberlakukan prinsip-prinsip transparansi atau keterbukaan, dalam arti harus
menceritakan secara jelas tentang pelayanan yang diberikan kepada konsumen,
baik pelayanan kesehatan maupun pelayanan jasa lainnya yang diberikan.

Malapraktik sangat spesifik dan terkait dengan status profesional dan


pemberi pelayanan dan standar pelayanan profesional. Malapraktik adalah
kegagalan seseorang profesional ( misalnya, dokter dan perawat ) untuk
melakukan praktik sesuai dengan standar profesi yang berlaku bagi seseorang
yang karena memiliki keterampilan dan pendidikan .

Malapraktik lebih luas daripada neglience karena selain mencakup arti


kelalaian istilah malapraktik pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan
dngan sengaja (criminal malapractice) dan melanggar undang-undang. Didalam
arti kesenggajaan teersirat adanya motif (guilty mind) sehingga tuntutannya dapat
bersifat perdata atau pidana.

4
Seorang pasien harus membuktikan 4 unsur diperlukan untuk membuat
kasus malpraktik. Pertama, pasien harus menetapkan bahwa ada hubungan
perawat-pasien. Dari perawat-pasien, tugas seorang perawat kepada pasien dapat
dilihat lebih jelas. Dapat dikatakan jarang bahwa perawat tertentu memiliki
kewajiban kepada pasien jika hubungan semacam itu tidak dapat ditunjukkan.
Paling sering, unsur ini akan dipenuhi dengan mengandalkan catatan rumah sakit
yang mendokumentasikan keterlibatan perawat dengan beberapa aspek perawatan
pasien.

Kedua, pasien harus menetapkan ruang lingkup tugas yang harus


dilakukan oleh perawat. Hal ini biasanya dilakukan meski saksi ahli beraksi
tentang perawatan yang dibutuhkan. Ketiga, pasien harus menetapkan bahwa ada
pemberhentian dari “praktik yang baik dan yang berterima”. Praktik yang baik
dan yang berterima paling sering didefinisikan sebagai perawatan yang akan
diberikan oleh perawat secara hati-hati dalam keadaan tertentu. Perawatannya
tidak perlu perawatan terbaik atau perawatan optimal. Selanjutnya, bila ada lebih
dari satu metode perawatan yang diakui, perawat tidak akan dianggap lalai jika
metode yang disetujui dipilih, walaupun metode tersebut kemudian ternyata
merupakan pilihan yang salah. Selama perawat memberikan perawatan yang
sesuai dengan praktik yang diteima , perawat tidak akan ditemukan lalai, terlepas
dari hasilnya. Terakhir, pasti ada hubungan kausal antara tindakan atau tindakan
yang berangkat dari asuhan keperawatan yang diterima dan cedera pasien.
Hubungan ini harus ditetapkan bukan karena kemungkinan, namun karena
kesengajaan.

Bagaimana cara menghindari tindakan malpraktik?jawaban yang


sederhana adalah mereka tidak bisa dihindari. Namun, dengan memanfaatkan
proses keperawatan dan menggunakan pemikiran kritis, hasil buruk yang biasanya
menyebabkan klaim malapraktik dapat dikurangi. Langkah-langkah proses
keperawatan digambarkan sebagai berikut :

1. Penilaian
2. Identifikasi masalah/kebutuhan
3. Perencanaan

5
4. Pelaksanaan
5. Evaluasi

Dengan memastikan bahwa setiap langkah diambil dan bahwa tindakan


diberikan dengan menggunakan pemikiran kritis, kemungkinan terjadinya
kejadian kejadian medis yang merugikan dapat diminilisasi

Berdasarkan Coughlin’s Law Dictionary, malpraktik adalah sikap-tindak


profesional yang salah dari seseorang yang berprofesional yang salah dari
seseorang yang berprofesi, seperti dokter, ahli hukum, akuntan, dokter gigi, dokter
hewan dan sebagainya. Malpraktik bisa diakibatkan karena sikap tindak yang
bersifat tidak peduli, kelalaian, atau kekurang ketrampilan atau kehati-hataian
dalam pelaksanaan kewajiban profesionalnya, tindakan salah yang sengaja atau
praktek yang bersifat tidak etis. Berdasarkan pengertia tersebut, malpraktik bisa
terjadi pada semua profesi baik perawat, dokter, atau profesi yang lain.
Keperawatan merupakan bentuk pelayanan profeional kepada sistem pasien yang
diberikan secara manusiawi, komprehensif danin dividualistik, berkesinambungan
sejak pasien mampu melakukan kegiatan sehari-hari secara produktif untuk diri
sendiri, dan orang lain.

Dalam kasus Valentin v. Society se Bienfaisance de Los California 1956


dirumuskan, malpraktik adalah kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk
menerapkan tingkat ketrampilan dan pengetahuannya dalam memberikan
pelayanan pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang lazimnya
diterapkan dalam mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan
wilayah yang sama. Sedangkan, menurut The Oxford Illustrated Dictionary,
malpraktik yaitu sikap tindak yang salah, (hukum) pemberian pelayanan terhadap
pasien yang tidak benar oleh profesi medis, tindakan yang ilegal untuk
memperoleh keuntungan sendiri sewaktu dalam posisi kepercayaan

6
Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah :

1. Melakukan sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seseorang


tenaga kesehatan.
2. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau kewajiban
(neglience).
3. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan Peraaturan
perundangan undangan.

B. Jenis-Jenis Malpraktek

Untuk malpraktek hukum dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum


yang dilanggar, yakni Malpraktek Administrasi, Malpraktek Perdata, dan
Malpraktek Pidana

1. Malpraktek Administrasi / administrative malpractice

Aspek hukum adminisrasi menyatakan bahwa perawat yang akan


melakukan praktik keperawatan baik di instutusi kesehatan maupun mandiri wajib
memiliki izin yang dikeluarkan oleh pemerintah. Hal ini sesuai dengan UU No. 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 23 ayat (3) yang berbunyi “dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin
dari pemerintah”.

Tenaga perawat dikatakan telah melakukan malpraktek administrasi


manakala perawat tersebut melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa
dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan
berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga
perawatan menjalankan profesinya (Surat Tanda Registrasi/STR), (Surat Izin
Kerja/SIK), batas kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan
tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan
melanggar hukum administrasi. Izin menjalankan praktik memiliki dua makna,
yaitu :

1. Izin dalam arti pemberian kewenangan secar formil (formeele bevoegdheid)

2. Izin dalam arti pemberian kewenangan secara materiil(materieele bevoegheid)

7
Secara teoritis, izin merupakan pembolehan(khusus) untuk melakukan
sesuatu yang secara umum dilarang. Dalam pengertian yang luas , iin adalah suau
persetujuan dari penguasa berdasarkan Undang-Undang atau Peraturan
Pemerintah. Sebagai contoh : perawat boleh melakukan pemeriksaan (bagian
tubuh yang harus dilihat), serta melakukan sesuatu (terhadap bagian tubuh yang
memerlukan tindakan dengan persetujuan) yang izin semacam itu tidak diberikan
kepada profesi lain.

Pada hakikatnya, perangkat izin (formal atau material) menurut hukum


administrasi adalah:

1. Mengarahkan aktivitas, artinya pemberian kontribusi, ditegakkannya


penerapan standar profesi dan standar pelayanan yang harus dipenuhi oleh
para perawat dalam pelaksanaan praktiknya.
2. Mencegah bahaya yang mungkin timbul dalam rangka penyelenggaraan
praktik keperawatan oleh orang yang tidak berhak.
3. Melakukan proses seleksi, yakni penilaian administratif, serta kemampuan
teknis yang harus dipenuhi oleh setiap perawat.
4. Memberikan perlindungan terhadap warga masyarakat terhadap praktik
yang tidak dilakukan oleh orang yang memiliki kompetensi tertentu.

Dari sudut bentuknya, izin diberikan dalam bentuk tertulis, berdasarkan


pemohonan tertulis yang diajukan. Lembaga yang berwenang mengeluarkan izin
juga didasarkan pada kemampuan untuk melakukan penilaian administratif dan
mengerti profesi kesehatan. Pengeluaran izin dilandaskan pada asas-asas
keterbukaan, ketertiban, ketelitian, keputusan yang baik, persamaan hak,
kepercayaan, kepatutan dan keadilan. Selanjutnya apabila syarat-syarat tidak
terpenuhi (lagi) maka izin dapat ditarik kembali.

Sistem regulasi praktik keperawatan terjadi dalam suatu kontinum


restriktif sampai paling restriktif yaitu designasi atau rekognisi, registrasi,
sertifikasi, dan lisensi. Designasi atau rekognisi merupakan proses pengakuan
terhadap seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan dan
mendapat ijazah. Proses regulasi praktik keperawatan harus ditempuh secara
teratur oleh setiap orang yang memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien.

8
Demikian pula, apabila seseorang sudah lama tidak melakukan praktik
keperawatan maka seyogyanya sebelum perawat memberikan pelayanan kepada
pasien, perawat harus menempuh proses pelatihan untuk meyakinkan bahwa
dalam konteks hukum perawat masih mampu melakukan pelayanan secara
kompeen.

Pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatann No. 1796/MENKES


/PER/VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan Pasal 2 ayat 1 menyatakan
bahwa “Setiap tenaga kesehatan yang akan menjalankan pekerjaan wajib memiliki
STR”. Yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Dengan demikian perawat
sebagai tenaga kesehatan yang menjalankan praktik wajib memiliki STR. STR
diartikan sebagai izin yang diberikan oleh pemerintah kepada perawat untuk
melakukan kewenangan sebagai perawat. Sesuai Pasal 2 ayat (2) bahwa untuk
memperoleh STR tenaga kesehatan harus memiliki ijazah dan sertikat
kompotensi. Ijazah dikeluarkan oleh perguran tinggi bidang kesehatan, sedangkan
sertikat kompetensi yaitu surat tanda pengakuan terhadap kompetensi seseorang
tenaga kesehatan untuk dapat menjalankan praktik dan /atau pekerjaan profesinya
di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi. Ijazah dan sertifikat kompetensi
diberikan kepada peserta didik setelah dinyatakan lulus ujian program pendidikan
dan uji kompetensi.

Registrasi keperawatan merupakan proses administrasi yang harus


ditempuh oleh seseorang yang ingin melakukan pelayanan keperawatan kepada
orang lain sesuai dengan kemampuan atau kompetensi yang dimilikinya.
Kompetensi adalah kepemilikan kemampuan tertentu atau beberapa kemampuan
untuk memenuhi persyaratan ketika menjalankan suatu peran. Kompetensi ini
tidak dapat diharapakan apabila belum divalidasi dan diverifikasi oleh badan yang
berwenang.

Diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan No.


1796/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan terjadi

9
beberapa perubahan mendasar yang berkaitan dengan perizinan dalam
penyelenggaraan praktik keperawatan, yaitu :

1. Digunakan terminologi Surat Tanda Registrasi (STR) yang diterbitkan


oleh MTKI (Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia), sebagai pengganti
terminologi SIP (Surat Izin Perawat) dan SIK (Surat Izin Kerja).
2. Untuk mendapatkan STR pertama kali dilakukan uji kompetensi oleh
organisasi profesi (dengan sertifikat kompetensi)
3. Surat Tanda Registrasi (STR) diberikan oleh MTKI dan berlaku selama
lima tahun serta dapat diperpanjang melalui uji kompetensi lagi
4. Masa berlaku SIP sesuai STR. Dengan kata lain, bila masa berlaku STR
sudah habis maka SIP dan SIK juga habis

Kewajiban registrasi perawat adalh STR dan SIPP (Surat Izin Praktik
Perawat ). SIPP Merupakan surat izin yang diperuntukkan bagi perawat yang
ingin melakukan praktik mandiri. Kewajiban SIPP tertuang dalam Permenkes No.
148 Tahun 2010 tentang izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat Pasal 3 ayat
(1) yang berbunyi “setiap perawat yang menjalankan praktik wajib memiliki
SIPP’. Praktik mandiri perawat yang dimaksud yaitu praktik yang dilakukan oleh
perawat itu sendiri baik perorangan maupun kelompok. Sedangkan, yang
dimaksud SIPP yaitu bukti tertulis yang diberikan kepada perawat untuk
melakukan praktik keperawatan secara perorangan dan/atau kelompok.

Perawat yang akan melakukan praktik keperawatan harus mempunyai


lisensi (izin praktik legal). Lisensi adalah suatu dokumen legal yang mengizinkan
seorang individu untuk memberikan ketrampilan dan pengetahuan secara spesifik
kepada masyarakat dalam suatu juridiksi. Lisensi merupakan suatu kehormatan
bukan hak. Lisensi ditujukan untuk praktik keperawatan profesional. Keperawatan
profesional merupakan bentuk praktik keperawatan yang dilakukan oleh perawat
yang telah terregistrasi(terctatat).

Tenaga perawatan tindakan telah melakukan administrative malpractice


manakala tenaga perawatan tersebut telah melanggar hukum administrasi. Jelas
tertuang dalam UU NO.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 34 ayat (2) yang
menyatakan bahwa “penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan dilarang

10
mempekerjakan tenaga kesehatan yang tidak memiliki kualifikasi dan izin
melakukan pekerjaan profesi”. Namun, masih saja terjadi pelanggaran diberbagai
daerh indonesia berkaitan dengan adanya perawat yang membuka praktik mandiri
mandiri tanpa mengantongi izin. Misalnya di Jawa Tengah dan Bangka Belitung.
Di salah satu daerah Jawa Tengah, banyak perawat yang membuka praktik
mandiri, namun setelah ditelusuri lebih lanjut, banyak diantaranya yang tidak
mengantongi izin. Sedangkan, di Bnagka Belitung tercatat bahwa pada tahun 2009
dari 300 perawat di Kota Pangkalpinang belum satupun yang memiliki izin,
padahal banyak diantaranya yang membuka praktik. Diberitakan oleh suatu media
cetak bahwa pada tahun 2009 di Batam, seorang perawat ditangkap oleh polsek
setempat karena membuka praktik keperawatan tanpa izin. Hal yang sama juga
terjadi di Gunung Kidul Yogyakarta bahwa banyak perawat yang membuka
praktik keperawatan tertangkap oleh sweeping yang dilakukan oleh dinas
kesehatan.

Pemeriksaan hukum administrasi adalah sebagai jalan menuju malprktik.


Dari aspek hukum administrasi akan dikenal sanksi berupa pencabutan izin dan
denda administrasi. Seperti yang tertera dalam UU No.36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan Pasal 188 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Menteri dapat mengambil
tindakan administrasi terhadap tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan
kesehatan yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
ini”. Lebih lanjut pada ayat (3) “tindakan adminisratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat berupa :

a. Peringatan secara tertulis

b. Peringatan izin sementara atau izin tetap

Kemudian dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.


1796/MENKES/PER/VII/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan Pasal 12
point b disebutkan bahwa STR akan dicabut atas dasar peraturan perundang-
undangan. Hal ini bisa dilakukan apabila terjadi pelanggaran terhadap Undang-
Undang. Sebagai contoh, seorang perawat yang melakukan tindakan keperawatan
yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dapat dikenai
sanksi pencabutan STR

11
Alasan pencabutan izin biasanya pada individu perawat yang telah
menyalahgunakan wewenang, gagal mempertahankan pendidikan dan ketrampilan
sesuai dengan ketentuan tahun atau periode praktik keperawatan, menjadi tertuduh
dan tindak kriminal, dan melakukan tindakan tidak proesional. Pencabutan
dilakukan dengan mengeluarkan suatu ketetapan baru yang isinya menarik
kembali dan /atau menyatakan tidak berlaku lagi ketetapan yang terdahulu.
Pencabutan ini berarti meniadakan hak-hak yang terdapat dalam ketetapan itu oleh
organ pemerintah. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul setelah
terbitnya ketetapan tersebut dan sanksi ini dilakukan sebagai reaksi terhadap
tindakan yang bertentangan dengan hukum (onrechtmatig gedrag) .

Pencabutan izin diterapkan dalam hal terjadinya pelanggaran terhadap


peraturan atau syarat-syarat yang dilekatkan pada penetapan tertulis yang telah
diberikan, juga dapat terjadi pelanggaran undang-undang yang berkaitan dengan
izin yang dipegang oleh si pelanggar. Denda administrasi dikenakan kepada
pihak yang melanggar hukum administrasi. Pada umumnya dalam berbagai
peraturan perundang-undangan, hukuman yang berupa denda ini telah ditentukan
mengenai jumlah yang dapat dikenakan kepada pihak yang telah melanggar
ketentuan. Denda administratif hanya dapat diterapkan atas dasar kekuatan
wewenang yang diatur dalam undang-undang dalam arti formal.

2. Malpraktek Perdata / civil malpractice

Ditinjau dari hukum perdata, hubungan hukum yang terjadi antara perawat
dan pasien yaitu hubungan perikatan(verbintenis), dimana perawat dan pasien
telah mengikatkan diri dengan kesepakatan-kesepakatan atau perjanjian yang
harus dipenuhi oleh msing-masing pihak. Perikatan artinya hal yang mengikat
subjek hukum yang satu terhadap subjek hukum yang lain. Perikatan hukum
adalah suatu ikatan antara dua subjek hukum atau lebih untuk melakukan sesuatu
atau tidak melakukan sesuatu atau memberikan sesuatu prestasi. Bentuk prestasi
dalam bidang kesehatan yaitu memberikan pelayanan kesehatan semata-mata
untuk kepentingan (kesembuhan).

12
Perikatan hukum yang terjadi antara pasien dan perawat termasuk
perikatan usaha (inspanningverbintenis) yang artinya suatu bentuk perikatan yang
isi prestasinya yaitu salah satu pihak harus berbuat sesuatu secara maksimal
dengan sebaik-baiknya dan secermat-cermatnya kepada pihak lain.
Inspanningverbitenis menekankan suatu usaha maksimal yang harus dilakukan
perawat untuk kesembuhan pasien. Perawat tidak menjanjikan kesembuhan pasien
(resultaatsverbintenis) melalui asuhan keperawatan akan tetapi mengusahakan
secara maksimal kesembuhan pasien melalui asuhan keperawatan.

Dilihat dari sumber lahirnya perikatan, terdapat dua kelompok perikatan


hukum. Pertama yaitu perikatan yang disebkan oleh suatu kesepakatan dan apabila
kesepakatan ini dilanggar akan menyebabkan wanprestasi. Kedua yaitu perikatan
yang disebabkan oleh Undang-Undang, apabila hal ini dilanggar akan
menyebabkan perbuatan melawan hukum. Selain itu, ada yang disebut
zaakwaarneming yaitu pelanggaran suatu kewajiban hukum dapat terjadi karena
UU.

Wanprestasi

Wanprestasi dalam arti harfiah adalah prestasi adalah prestasi yang buruk,
yang pada dasarnya melanggar isi/kesepakatan dalam suatu perjanjian/kontrak
oleh salah satu pihak. Pihak yang melanggar disebut debitur, dan yang dilanggar
disebut kreditur.

Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan malpraktek perdata


apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya
sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji).

Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan malpraktek perdata antara


lain :

a. Tidak memberikan prestasi sama sekali sebagaimana yang diperjanjikan


b. Memberikan prestasi tidak sebagaimana mestinya, tidak sesuai kualitas atau
kuantitas dengan yang diperjanjikan
c. Memberikan prestasi tetapi sudah terlambat tidak tepat waktu sebagaimana
yang diperjanjikan

13
d. Memberikan prestasi yang lain dari diperjanjikan

Wanprestasi perawat dari kontrak terapeutik dapat berupa salah satu dari
empat macam tersebut. Dalam hal ini kontrak yang merupakan
inspanningsverbintenins, dimana kewajiban atau prestasi perawat yang dijalankan
pada pasien adalah perlakuan perawatan yag sebaik-baiknya sesuai dengan standar
operasional perawat. Dengan demikian, wanprestasi perawat yang paling dekat
dengan bentuk pelanggaran adalah pada bentuk pelanggaran poin b dan d. Dimana
perawat telah memberikan prestasi berupa pelayanan asuhan keperawatan pada
pasien tetapi tidak sebagaimana mestinya, yakni melanggar standar operasional
prosedur. Perawat yang memberikan prestasi tetapi tidak sesuai dengan kebutuhan
pasien adalah wanprestasi pada poin d.

Kriteria wanpprestasi disebutkan secara umum dalam pasal 1234 BW


dengan istilah yang sangat singkat yakni “...tidak dipenuhinya suatu perikatan...”
yang berarti adalah tidak melaksanakan isi perjanjian. Pada dasarnya, isi
perjanjian adalah prestasi yang wujudnya ada tiga yakni berbuat sesuatu, tidak
berbuat sesuatu, dan memberikan sesuatu (pasal 1234 BW). Prestasi perawatnya
adalah memberikan asuhan keperawatan sebaik-baiknya sesuai dengan SOP dan
standar yang berlaku umum bagi profesi keperawatan. Dalam pasal 1365 BW
disebutkan bahwa “ tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian
kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian
itu, mengganti kerugian tersebut.” Dalam pasal ini tertulis “...karena salahnya..”
artinya bahwa salah yang diperbuat bisa dalam bentuk kesengajaan atau kelalaian,
aktif (berbuat sesuatu) maupun pasif (tidak berbuat sesuatu) dalam memberikan
asuhan keperawatan terhadap pasien.

Perbuatan melawan hukum merupakan suatu bentuk tindak pidana, dan


apabila perbuatan melawan hukum tersbut dapat membawa kerugian baik berupa
materil maupun immaterial dapat terjerat hukum perdata. Kerugian dari perbuatan
melawan hukum adalah kerugian sebagai akibat langsung dari perbuatan yang
dapat dipersalahkan pada si pembuat atau mengandung sifat melawan hukum
yang tidak harus dalam suatu perikatan hukum. Beberapa empat syarat yang
dikategorikan melawan hukum, sebagai berikut:

14
a. Bertentangan dengan hak orang lain
b. Bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri
c. Bertentangan dengan nilai-nilai/norma kesusilaan
d. Bertentangan dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan
masyarakat mengenai orang lain atau benda

Contoh kasus datang dari pengadilan di USA yang memutuskan sebuah


rumah sakit telah melakukan tindakan malpraktik sebagai perbuatan melawan
hukum akibat tindakan perawat. Perawat tidak memasang penghalang ranjang dari
seorang manula yang berumur 83 tahun sehingga jatuh dari ranjang. Akibatnya,
pasien harus mengalami bedah otak, karena fraktur kepala, subdural, dan kontusio
serebral. Pasien menderita cacat menetap termasuk afasia bicara, sebelah kanan
badan lumpuh. Perawat mengatakan bahwa pasien itu sadar, berorientasi dan
kooperatif, sehingga dianggap tidak diperlukan menaikkan pengahalang ranjang.
Namun, pengadilan memutuskan bahwa rumah sakit harus mengganti kerugian
sejumlah $ 80.000. Hakim mengatakan bahwa melihat usia dan keadaan fisik
pasien dan pengobatan yang diberikan kepadanya, tidak memasang penghalang
ranjang adalah bentuk kelalaian. Berdasarkan pengertian perbuatan melawan
hukum yang terdapat pada rumusan Pasal 1365BW, maka ada empat syarat yang
harus dipenuhi untuk menuntut kerugian adanya perbuatan melawan hukum.

Syarat tersebut yaitu :

a. Adanya perbuatan (daad) yang termasuk kualifikasi perbuatan melawan hukum

b. Adanya kesalahan (doleus maupun culpoos) si pembuat

c. Adanya akibat kerugian (schade)

d. Adanya hubungan perbuatan dengan akibat kerugian (oorzakelijk verband atau


casual verband) orang lain

15
Zaakwarnerming

Zaakwarnerming adalah suatu perbuatan dimana seseorang dengan


sukarela dan tanpa mendapat perintah, mengurus kepentingan (urusan) orang lain,
dengan atau tanpa sepengetahuan orang ini. Dalam Pasal 1354 BW, dijelaskan
bahwa zaakwarnerming atau perwalian sukarela yaitu jika seorang dengan
sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili orang lain dengan
atau tanpa sepengetahuan orang ini, maka ia secara diam-diam mengikat dirinya
untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut, hingga orang yang
diwakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu.

Dalam bidang kesehatan, zaakwarnerming itu digunakan pada kasus


darurat (emergency), dimana pasien tidak mempunyai daya upaya bahkan untuk
memberikan informed consent. Dalam keadaan yang demikian perikatan yang
timbul tidak berdasarkan suatu persetujuan pasien, tetapi berdasarkan suatu
perbuatan menurut hukum yaitu perawat berkewajiban untuk mengurus
kepentingan pasien dengan sebaik-baiknya.

Dalam istilah ilmu hukum perdata yang melakukan kepentingan orang lain
dinamakan zaakwarnemer atau gestor (perawat) sedangkan yang mempunyai
kepentingan dinamakan dominus (perawat). Untuk menentukan apakah suatu
perbuatan seseorang merupakan zaakwarnerming atau tidak , perlu dilihat apa
yang terdapat di dalam perbuatan itu. Syarat-syarat adanya zaakwarnerming
adalah sebagai berikut :

1. Yang diurus (diwakili) oleh zaakwarnemer adalah kepentingan orang lain,


bukan kepentingan dirinya sendiri.
2. Perbuatan pengurusan kepentingan orang lain itu harus dilakukan
zaakwarnermer dengan sukarela, artinya karena kesadaran sendiri tanpa
mengharapkan imbalan/upah apapun, dan bukan karena kewajiban yang
timbul dari undang-undang maupun perjanjian.
3. Perbuatan pengurusan kepentingan orang lain itu harus dilakukan oleh
zaakwarnemer tanpa adanya perintah (kuasa) melainkan atas inisiatif
sendiri

16
4. Harus terdapat suatu keadaan yang membenarkan inisiatif seseorang untuk
bertindak sebagai zaakwarnemer misalnya, keadaan yang mendesak untuk
berbuat.

Dalam konteks kesehatan, dalam keadaan yang mendesak seperti dalam


kegawatdaruratan maka perawat dapat melakukan tindakan keperawatan untuk
menyelamatkan jiwa atau penyelamatan anggota tubuh pasien tanpa persetujuan.

Berdasarkan KUH Perdata, hak dan kewajiban zaakwarnemer atau gestor


yaitu :

1. Zaakwarnemer berkewajiban meneruskan pengurusan kepentingan


dominus sampai dominus sendiri dapat mengurus sendiri kepentingannya.
Kewajiban zaakwarnemer di sini sama dengan penerima kuasa biasa (Pasal
1365).
2. Zaakwarnemer harus melakukan pengurusan kepentingan dominus dengan
sebaik-baiknya (Pasal 1356).
3. Zaakwarnemer harus bertanggung jawab sama seperti kuasa (Pasal 1354)
yaitu mrmberikan laporan tentang apa yang telah dilakukan demi
kepentingan dominus dan pertanggung-jawaban keuangan.
4. Apabila zaakwarnemer melakukan tugasnya dengan baik, ia berhak atas
penggantian biaya yang telah dikeluarkannya yang sangat perlu dan
bermanfaat bagi kepentingan dominus. Menurut Arrest Hoge Raad tanggal
19 Desember 1948, seorang zaakwarnemer mempunyai hak retensi yaitu
hak menahan barang-barang kepunyaan dominus sampai pengeluaran-
pengeluarannya dibayar kembali oleh dominus.

Sedangkan hak dan kewajiban dominus adalah kebalikan daripada apa


yang merupakan kewajiban dan hak zaakwarnemer. Tuntutan dominus atas
penyelesaian kewajiban zaakwarnemer dinamakan Actio Directa, sedangkan
tuntutan zaakwarnemer atas pertanggungjawaban dominus terhadap akibat-akibat
zaakwarnemer yang telah dilaksanakan dengan baik oleh zaakwarnemer seperti
penggantian biaya-biaya yang telah dikeluarkan dinamakan Actio Contraria.
Demi membenarkan pengaturan kewajiban-kewajiban zaakwarnemer dan

17
dominus tersebut dalam hukum positif dapat dikemukakan berbagai asas hukum
seperti pemeliharaan altruisme (cinta kasih kepada sesama manusia), kepentingan
masyarakat, keadilan, pengakuan kewajiban tolong menolong.

3. Malpraktek Pidana / criminal malpractice

Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal


malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni:
(1) perlakuan (asuhan keperawatan), (2) sikap batin, (3) mengenai hal akibat. Pada
dasarnya perlakuan adalah perlakuan yang menyimpang. Mengenai sikap batin
adalah kesengajaan atau culpa. Mengenai hal akibat adalah mengenai timbulnya
kerugian bagi kesehatan atau nyawa pasien.

1. Perlakuan salah
Perlakuan atau perbuatan adalah wujud-wujud konkret sebagai bagian dari
perlakuan atau pelayanan kesehatan. Semua perbuatan dalam pelayanan
kesehatan dapat mengalami kesalahan (sengaja atau lalai) yang pada
ujungnya menimbulkan malpraktik, apabila dilakukan secara
menyimpang. Perlakuan tidak selalu bersifat aktif (berupa wujud
perbuatan tertentu) tetapi juga termasuk tidak berbuat sebagaimana
seharusnya berrbuat, karena dengan tidak melanggar suatu kewajiban
hukum. Tetapi berbuat sebagaimana dituntut untuk berbuat baik
merupakan bagian dari perlakuan yang dapat menjadi objek lapangan
malpraktik.
2. Sikap batin
Sikap batin adalah sesuatu yang ada di dalam batin sebelum seseorang
berbuat. Sesuatu yang ada dalam alam batin ini dapat berupa kehendak,
pengetahuan, pikiran, perasaan, dan apapun yang melukiskan keadaan
batin seseorang sebelum berbuat. Sebelum perbuatan diwujudkan, ada tiga
arah sikap batin, yaitu :
- Sikap batin mengenai wujud perbuatan (terapi)
- Sikap batin mengenai sifat melawan hukum perbuatan.
- Sikap batin mengenai akibat dari wujud perbuatan.

18
Sikap batin dalam pelayanan kesehatan pada umumnya adalah
sikap batin kealpaan yang dalam dokrin dilawankan dengan kesengajaan
(dolus atau opset) yang dalam rumusan undang-undang selalu ditulis
dengan kesalahan.
Ajaran culpa subjektif
Pandangan ajaran culpa subjektif dalam usahanya menerangkan tentang
culpa yang bertitik tolak pada syarat-syarat subjektif pada diri si pembuat.
Untuk mengukur adanya culpa, menilai sikap batin seseorang sebagai
dapat dilihat pada beberapa unsur mengenai perbuatan, yakni dapat dalam
hal ini :
- Apa wujud perbuatan, cara perbuatan, dan alat untuk melakukan
perbuatan
- Sifat tercelanya perbuatan
- Objek perbuatan
- Akibat yang timbul dari wujud perbuatan

Sikap batin lalai dalam hubungannya dengan akibat terlarang dari


suatu perbuatan dapat terletak diantara satu atau tiga hal berikut:
- Terletak pada ketiadaan pikir sama sekali terhadap akibat yang
dapat timbul dari suatu perbuatan
- Terletak pada pemikiran tentang akibat yang diyakini tidak akan
terjadi pada suatu perbuatan.
- Terletak pada pemikiran bahwa akibat bisa terjadi namun,
berdasarkan kepintarannya dengan telah menguasai cara-cara
secara maksimal akan berusaha menghindari akibat tersebut.

Ajaran Culpa Objektif

Pandangan objektif yang meletakkan syarat lalai atas suatu perbuatan


adalah pada kewajaran atau kebiasaan yang berlaku secaraumum. Apabila
dalam kondisi atau situasi tertentu, dengan syarat- syarat tertentu yang
sama, seorang mengambil pilihan untuk perbuatan tertentu sebagaimana

19
juga bagi orang lain pada umumnya yang berada dalam kondisi dan situasi
seperti itu juga mengambil pilihan yang sama, maka disini tidak ada
kelalaian. Sebaliknya, apabila dalam kondisi dan situasi dengan syarat-
syarat yang bagi orang lain pada umumnya, tidak memilih perbuatan yang
telah menjadi pilihan orang itu, maka dalam mengambil pilihan perbuatan
ini mengandung kelalaian.

Jadi pandangan culpa objektif dalam menilai sikap batin lalai pada
diri seseorang dengan membandingkan antara perbuatan pelaku pada
perbuatan yang dilakukan orang lain yang berkualitas sama dalam
keadaan-keadaan yang sama pula. Pada dasarnya, menganai kesalahan
dalam arti luas maupun sempit, (culpa) adalah mengenai keadaan batin
seseorang dalam hubungannya dengan perbuatan dan akibat
perbuatan maupun dengan segala keadaan sekitar perbuataan, objek
perbuatan, dan akibat perbuatan. Oleh karena itu, culpa malpraktik
ditujukan setidak-tidaknya dalam 4 hal, yakni:

- Pada perwujudan perbuatan


- Pada sifat melawan hukumannya perbuatan
- Pada objek perbuatan
- Pada akibat perbuatan, beserta unsur-unsur yang menyertainya

3. Adanya akibat kerugian


Sifat akibat dan letak hukum pengaturannya menentukan kategori
malpraktik, antara malpraktik perdata atau pidana. Dari sudut hukum
pidana, akibat yang merugikan masuk dalam lapangan pidana. Apabila
jenis kegiatan disebut dalam rumusan kejahatan menjadi unsur tindak
pidana akibat kematian atau luka merupakan unsur kejahatan pasal 359
dan 360 maka bila kelalaian / culpa perlakuan medis terjadi dan
mengakibatkan kematian atau luka sesuai jenis yang ditentukan dalam
pasal ini maka perlakuan medis masuk kategori malpraktik pidana.
Perlakuan medis yang melanggar pasal 359 dan 360 berarti melanggar
pasal 310 KUHP sebagai malpraktik pidana, menurut pasal 1365 BW ,

20
juga onrechtmatige daad sekaligus malpraktik perdata yang dapat pula
dituntut pengganti kerugian. Antara perlakuan dengan akibat haruslah ada
hubungan causal (causaal verband). Akibat terlarang yang tidak
dikehendaki harus merupakan akibat langsung oleh adanya perbuatan
penyebab langsung menimbulkan akibat berupa penyebeb secara layak dan
masuk akal paling kuat pengaruhnya terhadap timbulnya akibat. Apabila
ada faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap timbulnya akibat atau
mempercepat timbulnya akibat tidak mudah menghapuskan sifat melawan
hukum perbuatan terhadap akibat terlarang oleh suatu perlakuan yang
dijalankan (Dra. Ni Ketut Mendri, dan Agus Sarwo Prayogi) (Cecep
Triwibowo dan Yuliza Fauziyah)

21
C. Kasus Malpraktik Keperawatan

Pada tanggal 5 Maret 2020, disebuah rumah sakit A datang seorang pasien
IB dengan keluhan nyeri pada bagian alat vital dan nyeri tersebut tak kunjung
reda. Awalnya pasien mengira jika rasa nyeri tersebut adalah efek usai pasca
operasi caesar, namun lama kelaman rasa sakit itu semakin terasa sakit kemudian
pasien diperiksa. Saat diperiksa ternyata terjadi kesalahan dalam melakukan
operasi terhadap pasien. Di kamar operasi tersebut, terjadi kelalaian terhadap
pasien dikarenakan perawat tidak menghitung atau tidak akurat dalam menghitung
jumlah tampon (kain penyerap) sehingga terjadilah insiden kassa/kapas tertinggal
didalam alat vital pasien. Sehingga membuat pasien memicu rasa sakit dan
menyebabkan bau tak sedap, setelah kassa/kapas itu diambil pasien tidak
merasakan nyeri/rasa sakit lagi.

Potensi Melanggar Hukum

Sesuai amanat undang-undang pasal 11 ayat (1) tentang tenaga kesehatan


“Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan didalam kitab undang-undang
hukum pidana dan peraturan-peraturan perundang-undangan lain, maka terhadap
tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan-tindakan administratip dalam hal
sebagai berikut:

1. Melalaikan Kewajiban
2. Melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh
seorang tenaga kesehatan, baik meningat sumpah jabatannya maupun
mengingat sumpah sebagai tenaga kesehatan
3. Mengabaikan sesuatu yang seharusnnya dilakukan oleh tenaga kesehatan
4. Melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang

Sehingga setiap profesi yang telah disebutkan juga memiliki kode etik masing-
masing sebagai pedoman dalam menjalankan tugas profesi. Selain peraturan per-
undang-undangan kode etik biasanya juga dijadikan dasar bagi organisasi profesi
tersebut untuk memeriksa apakah ada pelanggaran dalam pelaksanaan tugas.

22
D. Roleplay Malpraktik Keperawatan

Dokter : Fakhar Abror

Perawat : Nunik Kusumawati, Novela Zazkia

Pasien : Melliwati

Keluarga : Meta Safira, Minawati

Reseptionist : Muthia Nabilla

Keluarga : Selamat pagi bu

Reseptionit : Selamat pagi juga bu, ada yang bisa saya bantu

Keluarga : Iya saya mau mengantar istri saya yang mengeluh kesakitan setelah
operasi kemarin

Perawat : Ibu tunggu dulu ya

Keluarga : Iya sus

Perawat : Nanti saya akan datang menemui ibu

Keluarga : Baiklah sus

Perawat : Dok ada pasien yang mengelauh sakit perut setelah operasi kemarin

Dokter : Iya, ayo antarkan saya ke pasien

Perawat : Baiklah dok

Dokter : Selamat pagi bu, perkenalkan saya Dokter Fakhar, ibu ada keluhan apa

Pasien : Saya ada keluhan rasa sakit di perut saya, seperti ada yang menganjal

Dokter : Baiklah bu, akan saya periksa ya, suster tolong siapkan alat untuk
memeriksa ibu ini

Perawat : Baiklah dok akan saya siapkan

23
Dokter : Ibu, saya akan melakukan USG pada ibu ya bu, untuk memeriksa ada apa
dengan perut ibu

Pasien : Iya dok silahkan

Dokter : Maaf bu ternyata ada kesalahan teknis, di perut ibu ada kapas yang
tertinggal pada saat operasi kemarin, tapi ibu dan keluarga jangan khawatir saya
akan menanggani ibu segera

Pasien : Iya dok, makasih dok

Dokter : Baiklah bu

Perawat : Siang pak oprasi istri ibu sudah selesai di kerjakan

Keluarga : Iya sus trimakkasih

Dokter : Besok istri bapak sudah bisa pulang, kami minta maaf atas kesalahan
yang terjadi

Keluarga: Iya dok,sama sama

Dokter : Maaf atas kesalahan dari kami jadi bapak tidak perlu membayar

Keluarga : Iya dok, makasih

24
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah menjabarkan pembahasan dari masalah makalah ini , maka dapat


disimpulkan bahwa malpraktik adalah kelalaian seseorang dalam merawat atau
mengobati. Dalam malpraktik ada dua istilah yaitu kelalaian dan malpraktik
sendiri, tetapi keduanya tidak sama karena malpraktik sifatnya lebih spesifik.
Dalam menangani kasus mala praktik , hukum di indonesia menggunakan hukum
substantive yaitu hukum pidana, hukum perdata dan hukum administrasi .

B. Saran

Adapun saran penulis adalah sebagai berikut :

1. Sebagai jasa layanan kesehatan lebih bertanggung jawab dengan apa yang
dilakukan .
2. Sebaiknya lakukanlah layanan kesehatan secara hati-hati dan profesional .
3. Sebagai pengguan jasa layanan kesehatan ( masyarakat ) sebaiknya lebih
teliti dalam mengurusi masalah kesehatan .

25
DAFTAR PUSTAKA

Helm, A. (2006). Malpraktik Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran Indonesia


EGC.

Mendri, N., & Agus, S. P. (2018). Etika Profesi dan Hukum Keperawatan.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Triwibowo, C., & Fauziyah, Y. (2012). Malpraktik dan Etika Perawat.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Wulan, K., & Hastuti. (2011). Pengantar Etika Keperawatan. Jakarta: Prestasi
Pustaka Karya.

26

Anda mungkin juga menyukai