PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etika berasal dari bahas Yunani, yaitu “ethos” yang berarti “watak”,
“kebiasaan”, “model perilaku”, “cara berkata atau bertindak” dimana melalui
etika,orang lain akan mengenal siapa diri kita. Sedangkan ‘moral’ berasal dari
kata Latin –“mos”– (gen: moris) ‘yang berarti tata adat atau kebiasaan’. Obyek
material etika adalah tingkah laku atau perbuatan manusia, sedangkan obyek
formal etika adalah kebaikan, keburukan atau soal bermoral tidaknya perbuatan
manusia. Maka perbuatan yang dilakukan ‘tanpa sadar’ atau secara tidak bebas’,
tidak bisa dikenai penilaian dan sanksi moral. (Prof. Konrad Kebung,
Ph.D.,2011:16). Penggunan istilah etika dewasa ini bnayak diartikan sebagai
“motif atau dorongan” yang mempengaruhi suatu perilaku manusia (Dra. Mimin
E. Suhaemi, 2002:7)
Etika sejak zaman Yunani kuno mengandung tiga pengertian utama, yaitu :
1. Kata ini bisa digunakan dalam arti atau norma moral yang menjadi pegangan
seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya
2. Kumpulan nilai moral atau assas (misalnya : kode etik)
3. Ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Kalau etika dilihat sebagai ‘ilmu’
atau menjadi bahan ‘refleksi’ bagi suatu penelitian sistematis dan metodis,
maka ia sama posisinya sebagai filsafat moral.
Etika adalah kode perilaku yang memperlihatkan perbuatan yang baik bagi
kelompok tertentu. Etika juga merupakan peraturan dan prinsip perbuatan bisa
disebut “benar”. Etika berhubungan dengan soal baik dan tidak baik serta soal
kewajiban moral. Etika berhubungan dengan peraturan atas perbuatan atau
tindakan yang mempunyai prinsip benar atau salah serta prinsip moralitas karena
etika bertanggung jawab secara moral. Menyimpang dari kode etik sama saja
tidak berprilaku dengan baik dan tidak bermoral. Etika bisa diartikan berhubungan
dengan pertimbangan keputusan benar atau tidaknya suatu perebuatan karena
1
tidak ada undang-undang atau peraturan yang menegaskan secara pasti apa yang
harus dilakukan.
B. Rumusan Masalah
2
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
3
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Malpraktik
Malapraktik terdiri dari dua suku kata mal dan praktik. Mal berasal dari
kata Yunani yang berarti buruk. Sedangkan praktik menurut Kamus Umum
Bahasa Indonesia berarti menjalankan perbuatan tersebut dalam teori atau
menjalankan pekerjaan atau profesi. Jadi, malpraktik berarti menjalankan
pekerjaan yang buruk kualitasnya.
4
Seorang pasien harus membuktikan 4 unsur diperlukan untuk membuat
kasus malpraktik. Pertama, pasien harus menetapkan bahwa ada hubungan
perawat-pasien. Dari perawat-pasien, tugas seorang perawat kepada pasien dapat
dilihat lebih jelas. Dapat dikatakan jarang bahwa perawat tertentu memiliki
kewajiban kepada pasien jika hubungan semacam itu tidak dapat ditunjukkan.
Paling sering, unsur ini akan dipenuhi dengan mengandalkan catatan rumah sakit
yang mendokumentasikan keterlibatan perawat dengan beberapa aspek perawatan
pasien.
1. Penilaian
2. Identifikasi masalah/kebutuhan
3. Perencanaan
5
4. Pelaksanaan
5. Evaluasi
6
Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah :
B. Jenis-Jenis Malpraktek
7
Secara teoritis, izin merupakan pembolehan(khusus) untuk melakukan
sesuatu yang secara umum dilarang. Dalam pengertian yang luas , iin adalah suau
persetujuan dari penguasa berdasarkan Undang-Undang atau Peraturan
Pemerintah. Sebagai contoh : perawat boleh melakukan pemeriksaan (bagian
tubuh yang harus dilihat), serta melakukan sesuatu (terhadap bagian tubuh yang
memerlukan tindakan dengan persetujuan) yang izin semacam itu tidak diberikan
kepada profesi lain.
8
Demikian pula, apabila seseorang sudah lama tidak melakukan praktik
keperawatan maka seyogyanya sebelum perawat memberikan pelayanan kepada
pasien, perawat harus menempuh proses pelatihan untuk meyakinkan bahwa
dalam konteks hukum perawat masih mampu melakukan pelayanan secara
kompeen.
9
beberapa perubahan mendasar yang berkaitan dengan perizinan dalam
penyelenggaraan praktik keperawatan, yaitu :
Kewajiban registrasi perawat adalh STR dan SIPP (Surat Izin Praktik
Perawat ). SIPP Merupakan surat izin yang diperuntukkan bagi perawat yang
ingin melakukan praktik mandiri. Kewajiban SIPP tertuang dalam Permenkes No.
148 Tahun 2010 tentang izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat Pasal 3 ayat
(1) yang berbunyi “setiap perawat yang menjalankan praktik wajib memiliki
SIPP’. Praktik mandiri perawat yang dimaksud yaitu praktik yang dilakukan oleh
perawat itu sendiri baik perorangan maupun kelompok. Sedangkan, yang
dimaksud SIPP yaitu bukti tertulis yang diberikan kepada perawat untuk
melakukan praktik keperawatan secara perorangan dan/atau kelompok.
10
mempekerjakan tenaga kesehatan yang tidak memiliki kualifikasi dan izin
melakukan pekerjaan profesi”. Namun, masih saja terjadi pelanggaran diberbagai
daerh indonesia berkaitan dengan adanya perawat yang membuka praktik mandiri
mandiri tanpa mengantongi izin. Misalnya di Jawa Tengah dan Bangka Belitung.
Di salah satu daerah Jawa Tengah, banyak perawat yang membuka praktik
mandiri, namun setelah ditelusuri lebih lanjut, banyak diantaranya yang tidak
mengantongi izin. Sedangkan, di Bnagka Belitung tercatat bahwa pada tahun 2009
dari 300 perawat di Kota Pangkalpinang belum satupun yang memiliki izin,
padahal banyak diantaranya yang membuka praktik. Diberitakan oleh suatu media
cetak bahwa pada tahun 2009 di Batam, seorang perawat ditangkap oleh polsek
setempat karena membuka praktik keperawatan tanpa izin. Hal yang sama juga
terjadi di Gunung Kidul Yogyakarta bahwa banyak perawat yang membuka
praktik keperawatan tertangkap oleh sweeping yang dilakukan oleh dinas
kesehatan.
11
Alasan pencabutan izin biasanya pada individu perawat yang telah
menyalahgunakan wewenang, gagal mempertahankan pendidikan dan ketrampilan
sesuai dengan ketentuan tahun atau periode praktik keperawatan, menjadi tertuduh
dan tindak kriminal, dan melakukan tindakan tidak proesional. Pencabutan
dilakukan dengan mengeluarkan suatu ketetapan baru yang isinya menarik
kembali dan /atau menyatakan tidak berlaku lagi ketetapan yang terdahulu.
Pencabutan ini berarti meniadakan hak-hak yang terdapat dalam ketetapan itu oleh
organ pemerintah. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul setelah
terbitnya ketetapan tersebut dan sanksi ini dilakukan sebagai reaksi terhadap
tindakan yang bertentangan dengan hukum (onrechtmatig gedrag) .
Ditinjau dari hukum perdata, hubungan hukum yang terjadi antara perawat
dan pasien yaitu hubungan perikatan(verbintenis), dimana perawat dan pasien
telah mengikatkan diri dengan kesepakatan-kesepakatan atau perjanjian yang
harus dipenuhi oleh msing-masing pihak. Perikatan artinya hal yang mengikat
subjek hukum yang satu terhadap subjek hukum yang lain. Perikatan hukum
adalah suatu ikatan antara dua subjek hukum atau lebih untuk melakukan sesuatu
atau tidak melakukan sesuatu atau memberikan sesuatu prestasi. Bentuk prestasi
dalam bidang kesehatan yaitu memberikan pelayanan kesehatan semata-mata
untuk kepentingan (kesembuhan).
12
Perikatan hukum yang terjadi antara pasien dan perawat termasuk
perikatan usaha (inspanningverbintenis) yang artinya suatu bentuk perikatan yang
isi prestasinya yaitu salah satu pihak harus berbuat sesuatu secara maksimal
dengan sebaik-baiknya dan secermat-cermatnya kepada pihak lain.
Inspanningverbitenis menekankan suatu usaha maksimal yang harus dilakukan
perawat untuk kesembuhan pasien. Perawat tidak menjanjikan kesembuhan pasien
(resultaatsverbintenis) melalui asuhan keperawatan akan tetapi mengusahakan
secara maksimal kesembuhan pasien melalui asuhan keperawatan.
Wanprestasi
Wanprestasi dalam arti harfiah adalah prestasi adalah prestasi yang buruk,
yang pada dasarnya melanggar isi/kesepakatan dalam suatu perjanjian/kontrak
oleh salah satu pihak. Pihak yang melanggar disebut debitur, dan yang dilanggar
disebut kreditur.
13
d. Memberikan prestasi yang lain dari diperjanjikan
Wanprestasi perawat dari kontrak terapeutik dapat berupa salah satu dari
empat macam tersebut. Dalam hal ini kontrak yang merupakan
inspanningsverbintenins, dimana kewajiban atau prestasi perawat yang dijalankan
pada pasien adalah perlakuan perawatan yag sebaik-baiknya sesuai dengan standar
operasional perawat. Dengan demikian, wanprestasi perawat yang paling dekat
dengan bentuk pelanggaran adalah pada bentuk pelanggaran poin b dan d. Dimana
perawat telah memberikan prestasi berupa pelayanan asuhan keperawatan pada
pasien tetapi tidak sebagaimana mestinya, yakni melanggar standar operasional
prosedur. Perawat yang memberikan prestasi tetapi tidak sesuai dengan kebutuhan
pasien adalah wanprestasi pada poin d.
14
a. Bertentangan dengan hak orang lain
b. Bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri
c. Bertentangan dengan nilai-nilai/norma kesusilaan
d. Bertentangan dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan
masyarakat mengenai orang lain atau benda
15
Zaakwarnerming
Dalam istilah ilmu hukum perdata yang melakukan kepentingan orang lain
dinamakan zaakwarnemer atau gestor (perawat) sedangkan yang mempunyai
kepentingan dinamakan dominus (perawat). Untuk menentukan apakah suatu
perbuatan seseorang merupakan zaakwarnerming atau tidak , perlu dilihat apa
yang terdapat di dalam perbuatan itu. Syarat-syarat adanya zaakwarnerming
adalah sebagai berikut :
16
4. Harus terdapat suatu keadaan yang membenarkan inisiatif seseorang untuk
bertindak sebagai zaakwarnemer misalnya, keadaan yang mendesak untuk
berbuat.
17
dominus tersebut dalam hukum positif dapat dikemukakan berbagai asas hukum
seperti pemeliharaan altruisme (cinta kasih kepada sesama manusia), kepentingan
masyarakat, keadilan, pengakuan kewajiban tolong menolong.
1. Perlakuan salah
Perlakuan atau perbuatan adalah wujud-wujud konkret sebagai bagian dari
perlakuan atau pelayanan kesehatan. Semua perbuatan dalam pelayanan
kesehatan dapat mengalami kesalahan (sengaja atau lalai) yang pada
ujungnya menimbulkan malpraktik, apabila dilakukan secara
menyimpang. Perlakuan tidak selalu bersifat aktif (berupa wujud
perbuatan tertentu) tetapi juga termasuk tidak berbuat sebagaimana
seharusnya berrbuat, karena dengan tidak melanggar suatu kewajiban
hukum. Tetapi berbuat sebagaimana dituntut untuk berbuat baik
merupakan bagian dari perlakuan yang dapat menjadi objek lapangan
malpraktik.
2. Sikap batin
Sikap batin adalah sesuatu yang ada di dalam batin sebelum seseorang
berbuat. Sesuatu yang ada dalam alam batin ini dapat berupa kehendak,
pengetahuan, pikiran, perasaan, dan apapun yang melukiskan keadaan
batin seseorang sebelum berbuat. Sebelum perbuatan diwujudkan, ada tiga
arah sikap batin, yaitu :
- Sikap batin mengenai wujud perbuatan (terapi)
- Sikap batin mengenai sifat melawan hukum perbuatan.
- Sikap batin mengenai akibat dari wujud perbuatan.
18
Sikap batin dalam pelayanan kesehatan pada umumnya adalah
sikap batin kealpaan yang dalam dokrin dilawankan dengan kesengajaan
(dolus atau opset) yang dalam rumusan undang-undang selalu ditulis
dengan kesalahan.
Ajaran culpa subjektif
Pandangan ajaran culpa subjektif dalam usahanya menerangkan tentang
culpa yang bertitik tolak pada syarat-syarat subjektif pada diri si pembuat.
Untuk mengukur adanya culpa, menilai sikap batin seseorang sebagai
dapat dilihat pada beberapa unsur mengenai perbuatan, yakni dapat dalam
hal ini :
- Apa wujud perbuatan, cara perbuatan, dan alat untuk melakukan
perbuatan
- Sifat tercelanya perbuatan
- Objek perbuatan
- Akibat yang timbul dari wujud perbuatan
19
juga bagi orang lain pada umumnya yang berada dalam kondisi dan situasi
seperti itu juga mengambil pilihan yang sama, maka disini tidak ada
kelalaian. Sebaliknya, apabila dalam kondisi dan situasi dengan syarat-
syarat yang bagi orang lain pada umumnya, tidak memilih perbuatan yang
telah menjadi pilihan orang itu, maka dalam mengambil pilihan perbuatan
ini mengandung kelalaian.
Jadi pandangan culpa objektif dalam menilai sikap batin lalai pada
diri seseorang dengan membandingkan antara perbuatan pelaku pada
perbuatan yang dilakukan orang lain yang berkualitas sama dalam
keadaan-keadaan yang sama pula. Pada dasarnya, menganai kesalahan
dalam arti luas maupun sempit, (culpa) adalah mengenai keadaan batin
seseorang dalam hubungannya dengan perbuatan dan akibat
perbuatan maupun dengan segala keadaan sekitar perbuataan, objek
perbuatan, dan akibat perbuatan. Oleh karena itu, culpa malpraktik
ditujukan setidak-tidaknya dalam 4 hal, yakni:
20
juga onrechtmatige daad sekaligus malpraktik perdata yang dapat pula
dituntut pengganti kerugian. Antara perlakuan dengan akibat haruslah ada
hubungan causal (causaal verband). Akibat terlarang yang tidak
dikehendaki harus merupakan akibat langsung oleh adanya perbuatan
penyebab langsung menimbulkan akibat berupa penyebeb secara layak dan
masuk akal paling kuat pengaruhnya terhadap timbulnya akibat. Apabila
ada faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap timbulnya akibat atau
mempercepat timbulnya akibat tidak mudah menghapuskan sifat melawan
hukum perbuatan terhadap akibat terlarang oleh suatu perlakuan yang
dijalankan (Dra. Ni Ketut Mendri, dan Agus Sarwo Prayogi) (Cecep
Triwibowo dan Yuliza Fauziyah)
21
C. Kasus Malpraktik Keperawatan
Pada tanggal 5 Maret 2020, disebuah rumah sakit A datang seorang pasien
IB dengan keluhan nyeri pada bagian alat vital dan nyeri tersebut tak kunjung
reda. Awalnya pasien mengira jika rasa nyeri tersebut adalah efek usai pasca
operasi caesar, namun lama kelaman rasa sakit itu semakin terasa sakit kemudian
pasien diperiksa. Saat diperiksa ternyata terjadi kesalahan dalam melakukan
operasi terhadap pasien. Di kamar operasi tersebut, terjadi kelalaian terhadap
pasien dikarenakan perawat tidak menghitung atau tidak akurat dalam menghitung
jumlah tampon (kain penyerap) sehingga terjadilah insiden kassa/kapas tertinggal
didalam alat vital pasien. Sehingga membuat pasien memicu rasa sakit dan
menyebabkan bau tak sedap, setelah kassa/kapas itu diambil pasien tidak
merasakan nyeri/rasa sakit lagi.
1. Melalaikan Kewajiban
2. Melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh
seorang tenaga kesehatan, baik meningat sumpah jabatannya maupun
mengingat sumpah sebagai tenaga kesehatan
3. Mengabaikan sesuatu yang seharusnnya dilakukan oleh tenaga kesehatan
4. Melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang
Sehingga setiap profesi yang telah disebutkan juga memiliki kode etik masing-
masing sebagai pedoman dalam menjalankan tugas profesi. Selain peraturan per-
undang-undangan kode etik biasanya juga dijadikan dasar bagi organisasi profesi
tersebut untuk memeriksa apakah ada pelanggaran dalam pelaksanaan tugas.
22
D. Roleplay Malpraktik Keperawatan
Pasien : Melliwati
Reseptionit : Selamat pagi juga bu, ada yang bisa saya bantu
Keluarga : Iya saya mau mengantar istri saya yang mengeluh kesakitan setelah
operasi kemarin
Perawat : Dok ada pasien yang mengelauh sakit perut setelah operasi kemarin
Dokter : Selamat pagi bu, perkenalkan saya Dokter Fakhar, ibu ada keluhan apa
Pasien : Saya ada keluhan rasa sakit di perut saya, seperti ada yang menganjal
Dokter : Baiklah bu, akan saya periksa ya, suster tolong siapkan alat untuk
memeriksa ibu ini
23
Dokter : Ibu, saya akan melakukan USG pada ibu ya bu, untuk memeriksa ada apa
dengan perut ibu
Dokter : Maaf bu ternyata ada kesalahan teknis, di perut ibu ada kapas yang
tertinggal pada saat operasi kemarin, tapi ibu dan keluarga jangan khawatir saya
akan menanggani ibu segera
Dokter : Baiklah bu
Dokter : Besok istri bapak sudah bisa pulang, kami minta maaf atas kesalahan
yang terjadi
Dokter : Maaf atas kesalahan dari kami jadi bapak tidak perlu membayar
24
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
1. Sebagai jasa layanan kesehatan lebih bertanggung jawab dengan apa yang
dilakukan .
2. Sebaiknya lakukanlah layanan kesehatan secara hati-hati dan profesional .
3. Sebagai pengguan jasa layanan kesehatan ( masyarakat ) sebaiknya lebih
teliti dalam mengurusi masalah kesehatan .
25
DAFTAR PUSTAKA
Mendri, N., & Agus, S. P. (2018). Etika Profesi dan Hukum Keperawatan.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Wulan, K., & Hastuti. (2011). Pengantar Etika Keperawatan. Jakarta: Prestasi
Pustaka Karya.
26