Anda di halaman 1dari 5

NAMA : Yunidar

NIM : A1D018027
KELOMPOK : 3 (Tiga)
KELAS/SEMESTER : VA
MATA KULIAH : EKOLOGI
JUDUL MATERI : “Perkembangan dan Evolusi Ekosistem (Suksesi
Ekologi dan Konsep Klimaks”
SUB JUDUL MATERI : D. Koevolusi

“Perkembangan dan Evolusi Ekosistem (Suksesi Ekologi dan Konsep


Klimaks”

D. Koevolusi
1. Pengertian Koevolusi
Koevolusi merupakan suatu proses antara dua atau lebih spesies yang
mempengaruhi proses evolusi satu sama lainnya. Semua organisme dipengaruhi
oleh makhluk hidup disekitarnya, namun pada koevolusi, terdapat bukti bahwa
sifat-sifat yang ditentukan oleh genetika pada tiap spesies secara langsung
disebabkan oleh interaksi antara dua organisme. Pengaruh evolusioner
mutualistik antara dua spesies disebut koevolusi (Anies, 2006: 45).
Koevolusi adalah tipe-tipe adaptasi yang khas karena hubungan antarjenis
(interspesific) makhluk hidup. Koevolusi digunakan untuk mendeskripsikan
suatu keadaan yang melibatkan serangkaian adaptasi berbalikan (resiprokal);
perubahan pada satu spesies yang berperan sebagai komponen seleksi untuk
spesies lain, dan adaptasi perlawanan dari spesies kedua yang timbul sebagai
respon pengaruh seleksi yang ditimbulkan oleh spesies pertama. Koevolusi
secara intensif dipelajari dalam hubungan predator-prey dan simbiosis yang
merupakan hubungan antarpopulasi makhluk hidup dalam komunitas
(Hadisubroto, 1989).

2. Evolusi Ekosistem dan Hubungannya dengan Koevolusi


Pembahasan ini dibatasi pada beberapa populasi untuk mengungkap
proses koevolusi. Suatu spesies dapat berevolusi sebagai respon dari tekanan
seleksi dari banyak spesies lainnya, dan tiap-tiap spesies lainnya juga berevolusi
merespon banyak spesies lainnya pula. Spesies merupakan bagian dari populasi
yang peka terhadap perubahan ekologis. Perilaku ini dapat menyebabkan
perubahan genetika yang kecil pada populasi yang menguntungkan satu sama
lainnya. Keuntungan yang didapatkan memberikan kesempatan yang lebih besar
agar karakteristik ini diwariskan kepada generasi selanjutnya. Seiring dengan
berjalannya waktu, mutasi yang berkelanjutan menciptakan hubungan yang kita
pantau sekarang (Saragih, 2008).

3. Contoh-contoh Koevolusi
Koevolusi tumbuhan dan serangga memiliki siklus, sebagai kelompok
tumbuhan. Koevolusi antara racun tumbuhan dan mekanisme detoksifikasi
serangga merupakan cara di mana serangga dan bunga mungkin terpengaruh
pada setiap evolusi masing – masing.
Contoh lainnya yaitu polinator. Beberapa gymnospermae diserbuki oleh
serangga tetapi serangga penyerbuk tidak ada hubungannya dengan evolusi
bunga pada angiospermae. Tumbuhan tanpa bunga akan diserbuki oleh
mekanisme abiotik seperti angin. Pada spesies bunga yang lain, seleksi alam
membuat serbuk sari bunga tersebut hanya dapat diberikan pada bunga lain
namun masih dalam 1 spesies. Jika serangga terbang pada bunga spesies lain,
serbuk sari menjadi sia – sia. Bunga mungkin akan meletakkan nektar pada
tempat yang hanya dapat dijangkau oleh serangga yang memiliki organ
terspesialisasi seperti lidah yang panjang (Saragih, 2008).
Dalam jurnal Perikanan yang ditulis Edrus dan Setiawan (2013), contoh
koevolusi dapat dilihat antara terumbu karang dan ikan karang. Dalam proses
ko-evolusi, ikan karang tumbuh berkembang seiring dengan tumbuh
berkembangnya terumbu karang sebagai habitatnya. Ikan karang selalu
merespon terhadap perubahan dalam ekosistem terumbu karang dan terumbu
karang juga akan terpengaruh dan dapat berubah oleh perkembangan populasi
ikan karang, terutama oleh adanya peranan ikan-ikan herbivora (grazers) (Fitz et
al., 2002; Steneck, 2010). Secara umum setiap terumbu karang memiliki
keanekaragaman ikan yang tinggi (Nybakken, 1988), tetapi pada kenyataannya
hubungan yang harmonis tersebut juga terbuka terhadap gangguan-gangguan
eksternal pada terumbu karang yang selanjutnya berpengaruh pada struktur
komunitas ikan karang.

Gambar 1. Contoh koevolusi yang terjadi antara karang dan ikan karang.

Proses ini akan terus berlanjut, tumbuhan akan meletakkan nektar


semakin dalam dan semakin dalam lagi dan serangga akan memperpanjang
lidahnya terus – menerus. Hasilnya akan seperti pada Anggrek Maagascan
(Angraecumsesquipedale) yang meletakkan nektarnya pada spursyang panjang
mencapai 45 cm. Hal ini akan menambah keanekaragaman baik pada tumbuhan
maupun serangga. Bagi tumbuhan tersebut akan menerima manfaat bahwa akan
mengurangi terbuangnya serbuk sari. Sedangkan bagi serangga akan lebih
efisien dengan adanya adaptasi mencari makan yang terspesialisasi ini (Ridley,
2004). Contoh koevolusi di atas dapat terlihat pada bunga dan penyerbuknya, di
mana dalam hal ini penyerbuknya yaitu Hummingbird yang memiliki bagian
tubuh yang sangat panjang setelah berevolusi bersaama dengan tubular bunga.
Langkah – langkah koevolusi dapat saja terjadi antara parasit dan
inangnya. Mereka memiliki hubungan yang spesifik dan dekat, sehingga sangat
mudah membayangkan bagaimana perubahan yang terjadi pada parasit, di mana
memiliki kemampuan untuk memenetrasi inangnya, yang akan mengatur
perubahan pada inang. Jika rentang variasi genetik pada parasit dan inang
terbatas, koevolusi akan kembali kepada siklusnya, tetapi jika muncul mutan
baru, parasit dan inang mungkin mengalami perubahan yang tidak berujung atau
tidak terarah tergantung pada tipe mutan yang muncul. Koevolusi pada parasit
dan inang adalah antagonis, tidak seperi koevolusimuatualis pada semut dan
katerpilar dari bunga dan polinator (Campbell, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

Anies. 2006. Manajemen Berbasis Lingkungan. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Campbell, N. A. 2008. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Edrus, Nagib I, Iwan E. 2013. Pengaruh Kecerahan Air Laut terhadap Struktur
Komunitas Ikan Karang di Perairan Pulau Belitung. Jurnal Perikanan
Indonesia. Vol 19. No 2.

Hadisubroto, Tisno. 1989. Ekologi Dasar. Jakarta: Departemen Pendidika dan


Kebudayaan.

Ridley, Mark. 2004. Evolution Third Edition. UK: Blackwell Publishing.

Saragih, S. 2008. Pertanian Organik. Indonesia. Jakarta: Penebar Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai