Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Disusun oleh:

Azizha Adila Fitri 165070207111017

KELOMPOK 3A

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2020
Chronic Kidney Disease (CKD)
A. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah
kerusakan ginjal atau penurunan fungsi ginjal kurang dari 60% ginjal normal bersifat
progresif dan irreversibel, menyebabkan ketidakmampuan ginjal untuk membuang
toksin dan produk sisa dari darah serta tidak dapat berfungsi secara maksimal,
dimana kerusakan ginjal tersebut ditandai dengan albuminuria (>30 mg albumin urin
per garam dari kreatinin urin), Glomerular Filtration Rate (GFR)/Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG). Kesehatan ginjal kita dapat diukur melalui Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG) / Glomerular Filtration Rate (GFR). Ini adalah pengukuran dari
berapa volume cairan (mL) yang mengalir melalui ginjal per menitnya (menit)
(Widyawati, 2017).

B. Etiologi

Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap
proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan glomerulonefritis
menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis
kronik atau nefropati refluks) dan penyakit ginjal polikistik (kista didalam ginjal)
masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak sering terjadi yakni uropati obstruktif ,
lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21 % (Simbolon dkk, 2019).

C. Klasifikasi
Menurut Divanda (2019), Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage)
LFG (Laju Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2
dengan rumus Kockroft – Gault sebagai berikut :

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)


1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
D. Patofisiologi
Terlampir

E. Manifestasi Klinis
Menurut Divanda (2019) sistem tubuh pada gagal ginjal kronis dipengaruhi oleh
kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala.
Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis
adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema periorbital,
Friction rub perikardial, pembesaran vena leher. Jika penyempitan pembuluh
darah terjadi pada ginjal, hal ini akan terjadi kerusakan ginjal dan berakibat
kepada penyakit gagal ginjal. Hipertensi pada dasarnya merusak pembuluh darah,
jika pembuluh darahnya ada pada ginjal, maka ginjal akan mengalami kerusakan.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku
tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar. Tingginya kadar
ureum pada pengidap gagal ginjal kronis diyakini menjadi penyebab utama
terjadinya pruritus.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul. Pernapasan
Kussmaul merupakan pola pernapasan yang sangat dalam dengan frekuensi yang
normal atau semakin kecil
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal.  Napas
berbau ammonia disebabkan karena adanya kandungan gas amonia di dalamnya
(gas yang menyebabkan bau seperti urin atau dapat pula amis / fishy). Kondisi ini
sering disebut juga sebagai foetor uremicum, yang terjadi pada pasien dengan
kondisi uremia / kadar ureum yang tinggi yang merupakan salah satu tanda dari
terjadinya gangguan ginjal. 
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas
pada telapak kaki, perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, ketidakmampuan mengangkat
bagian depan dari kaki (foot drop)

g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler
F. Komplikasi
Komplikasi dari CKD menurut Kurniawan (2019) antara lain adalah :Hiperkalemi
akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme, dan masukan diit
berlebih.Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.Anemia akibat penurunan eritropoitin.Penyakit tulang serta
klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah,
metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar alumunium akibat
peningkatan nitrogen dan ion anorganik, diabetes melitus, dan hiperlipidemia.
G. Pemeriksaan Diagnostok

Pemeriksaan diagnostik pada pasien gagal ginjal kronik/ Chronic Kidney Disease
(CKD) menurut Rumyati (2019) :

a. Laboratorium

1.) Kadar BUN (normal: 5-25 mg/dL) 2, kreatinin serum (normal 0,5-1,5 mg/dL;

45-132,5 µmol/ L [unit SI])2, natrium (normal: serum 135-145 mmol/L; urine:

40-220 mEq/L/24 jam), dan kalium (normal: 3,5-5,0 mEq/L; 3-5,0 mmol/Lm

[unit SI])2 meningkat.

2.) Analisis gas darah arteri menunjukan penurunan pH arteri

3.) Pasien mengalami proteinuria, glikosuria, dan pada urine ditemukan

sedimentasi, leukosit, sel darah merah, dan kritsal.

b. Radiografi KUB, urografi ekskretorik, nefrotomografi, scan ginjal, dan

arteriografi ginjal menunujkan penurunan ukuran ginjal.

c. Biopsi ginjal

d. EEG
H. Penatalaksanaan Medis
Tatalaksana PGK tergantung pada derajat atau stadium dari penyakit tersebut. Menurut
Mayuda (2017) Penatalaksanaan medis PGK adalah sebagai berikut :
I. Pengkajian Fokus Keperawatan
1. Identitas : identitas adalah tanda pengenal bagi klien, identitas dibagi menjadi 2
yaitu identitas pribadi dan identitas sosial. Identitas pribadi yaitu identitas yang  
melekat pada pribadi pasien ( termasuk ciri-cirinya) misalnya Nama,Tanggal
Lahir/Umur,Jenis Kelamin,Alamat, Status Perkawinan dan lain-lain
termasuk.Sedangkan identitas sosial meliputi identitas yang menjelaskan tentang
sosial,ekonomi dan budaya pasien misalnya, agama, pendidikan,pekerjaan,identitas
orang tua,identitas penanggung jawab pembayaran dan lain-lain.
2. Data subyektif
a. Keluhan utama: kaji keluhan utama pasien yang biasa berupa rasa nyeri yang
hebat dan nyeri tekan
 Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat
nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa yang
anda lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat
tidur?
 Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti diiris,
tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik, diremas? (biarkan
pasien mengatakan dengan kata-katanya sendiri.
 Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah nyeri
terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
 Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0 tidak
ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat
 Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat? Berapa
lama nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang timbul?apakah
pernah merasakan nyeri ini sebelumnya?apakah nyerinya sama dengan nyeri
sebelumnya atau berbeda
b. Riwayat penyakit sekarang
Factor risiko mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi saluran
kemih,hepatitis.
c. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit yang diderita klien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan
traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya
CKD.
3. Data Obyektif
 Airway, memperhatikan cedera pada leher,mendiagnosa secara cepat adanya
patensi, refleks protektif, benda asing, sekresi dan cedera. Kontrol Tulang
Belakang, buka jalan napas menggunakan teknik ’head tilt chin lift’ atau
menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing
yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas, misal muntahan,
makanan, darah atau benda asing lainnya.
 Breathing, dengan ventilasi yang adekuat, memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ’lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk
memastikan apakah ada napas atau tidak, selanjutnya lakukan pemeriksaan
status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
Dilihat apakah pasien sesak nafas, dispnea.
 Circulation, dengan melakukan evaluasi pada status mental, warna kulit,
dan suhu badan serta nilai tanda-tanda vital. Kontrol perdarahan hebat, jika
pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, makabantuan napas
dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi
jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP
adalah 30 : 2 (30 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas)
 Disability, untuk melihat adanya defisit neurologik sebelum diberikan suatu
sedativa dan obat-obat yang bersifat paralitik, menilai kesadaran seseorang
dengan Glasgow Coma Score (GCS).
 Exposure, control lingkungan. Buka baju klien lihat apakah terdapat cedera
yang timbul tetapi cegah hipotermi/kedinginan
 Full Vital signs, terdiri dari tekanan darah, RR, Nadi, suhu, dan saturasi
oksigen klien.
 Five interventions
1. Pemasangan monitor jantung
2. Pasang nasogastrik tube
3. Pasang foley kateter
4. Pemeriksaan laboratorium
5. Pasang oksimetri
 Family presence
Memfasilitasi kehadiran keluarga berarti memberikan kesempatan untuk
bersama klien walaupun klien dalam keadaan gawat darurat.
 Give comfort measures
Ukur tingkat kesakitan. Berikan obat untuk nyeri seperti disarankan.

Gunakan cara nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri.

 Pengkajian Head to toe

 Keadaan umum
 Kepala dan wajah :
Kesimetrisan wajah

Rambut : warna, distribusi, tekstur, tengkorak/kulit kepala


Mata : Inspeksi bola mata, kelopak mata, konjungtiva, sklera, pupil, reaksi
pupil terhadap cahaya, lensa, tes singkat visus

Telinga: Letak, bentuk, serumen, kemampuan mendengar : uji berbisik

Hidung: Deviasi septum nasi, kepatenan jalan napas lewat hidung

Mulut : Bibir sumbing, mukosa mulut, tonsil, gigi, gusi, lidah, bau mulut
apakah berbau amonia

Leher : deviasi/simetris

 Dada :
I : Kesimetrisan, penggunaan otot bantu napas, ictus cordis

P : Taktil fremitus, pengembangan paru simetris/tdk, ada/tidaknya massa,


ictus cordis teraba/tidak

P : Ada atau tidak cairan di paru, suara perkusi paru dan jantung

A : Suara paru dan jantung

 Perut dan pinggang


I: - Adanya asites

A: - Menurun/tidak adanya suara bising usus

P: - Pembengkakan pada abdomen

- Adanya spasme pada abdomen

- Adanya masa pada abdomen

- Nyeri tekan

P : - Suara dullness

 Pelvis dan perineum


- Daerah pubik, Stabilitas pelvis, krepitasi dan nyeri tekan
- Terpasang dc
 Ekstremitas atas dan bawah
- Rentang gerak
- Akral hangat
- Apakah terdapat pruritus dikulit

 Inspect the posterior surfaces


Dengan tetap mempertahankan kondisi tulang belakang dalam kondisi
netral, miringkan pasien ke satu sisi. Prosedur ini membutuhkan beberapa
orang anggota tim. Pemimpin tim menilai keadaan posterior klien dengan
mecari tanda-tanda jejas, lebam, perubahan warna atau luka terbuka.
Palpasi tulang belakang untuk mencari tonjolan, perubahan bentuk,
pergeseran atau nyeri.
6. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Laboratorium, Radiografi,Biopsi ginjal, EEG

7. Terapi medis

Diagnosa keperawatan
No Diagnosa
1 Gangguan pertukaran gas b.d kongesti paru, penurunan curah
jantung, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat
2 Nyeri akut
3 Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet
berlebih dan retansi cairan serta natrium
Perencanaan/intervensi keperawatan

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


Gangguan pertukaran gas SLKI : Pertukaran gas SIKI : Pemantauan respirasi
1
b.d kongesti paru,
Setelah dilakukan tindakan selama 1x 60 Obsevasi
penurunan curah jantung,
menit masalah teratasi dengan kriteria
penurunan perifer yang 1. monitor frekuensi, irama ,kedalaman dan
hasil:
mengakibatkan asidosis upaya napas
laktat 1. tingkat kesadaran (meningkat)
2. monitor pola napas
2. PCO2 (membaik)
3. palpasi kesimetrisan ekspansi paru
3. Takikardia (membaik)
4. monitor saturasi oksigen
4. Diaphoresis (menurun)
5. monitor nilai AGD
5. Dispnea (menurun)
terapeutik
6. Bunyi napas tambahan (menurun)
1. atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien

2. dokumentasikan hasil pemantauan

edukasi

20
1. jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan,
jika memunginkan
Nyeri akut SLKI :Tingkat nyeri SIKI : Manajemen Nyeri
2.

Observasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x60
menit nyeri pada pasien menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Dengan kriteria hasil : frekuensi, intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri (menurun) 2. Identifikasi skala nyeri
2. Diaforesis (menurun) 3. Identiffikai respons nyeri non verbal
3. Frekuensi nadi (Membaik) 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
4. Tekanan darah (membaik) memperingan nyeri
5. Pola nafas (Membaik) Terapeutik
SIKI : Kontrol nyeri
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
Dengan kriteria hasil :
mengurangi rasa nyeri (mis. terapi musik,
1. Melaporkan nyeri yang terkontrol
terapi pijat, tarik napas dalam, aromaterapi)
(meningkat)
2. kontrol lingkungan yang memperberat rasa
2. Kemampuan mengenali onset yang terjadi
nyeri
(meningkat)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
3. Kemampuan mengenali penyebab nyeri
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
(meningkat)
pemilihan strategi meredakan nyeri
4. Menggunakan teknik non-farmakologi
Edukasi
(meningkat)
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri

21
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Ajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian analgesik

Kelebihan volume cairan SLKI : Keseimbangan cairan SIKI : Pemantauan cairan


3.

Setelah dilakukan tindakan selama 1x 60 Observasi


menit masalah teratasi dengan kriteria
1. Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
hasil:
2. Monitor frekuensi napas
1. Haluaran urin (cukup meningkat) 3. Monitor TD
2. Edema (menurun) 4. Monitor waktu pengisian kapiler
3. Asites (menurun) 5. Monitor jumlah,warna, berat jenis urin
4. Tekanan darah (membaik) 6. Monitor intake dan output cairan
5. Turgor kulit (membaik) 7. Monitor tanda tanda hypervolemia
6. Mata cekung (membaik) 8. Identifikasi factor risiko
ketidakseimbangan cairan

Terapeutik

1. Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

22
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

23
DAFTAR PUSTAKA

Divanda, D. R., Idi, S., & Rini, W. A. (2019). ASUHAN GIZI PADA PASIEN GAGAL GINJAL
KRONIK DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANEMBAHAN SENOPATI
BANTUL (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).
HATAQ, S. (2015). ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN CHRONIC KIDNEY
DISEASE (CKD) DI RUANG HCU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA
SEMARANG (Doctoral dissertation, Fakultas Ilmu Keperawatan UNISSULA).
Kurniawan, D. (2019). KAJIAN REGIMEN DOSIS DAN KETEPATAN PEMILIHAN OBAT PADA
PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI INSTALASI RAWAT INAP RS BETHESDA
YOGYAKARTA TAHUN 2017 (Doctoral dissertation, Universitas Setia Budi).
KENDARI, R. B., DI SUSUN, O. L. E. H., & ISMAIL, H. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN
PADA TN. A DENGAN CRONIC KIDNEY DESEASE (CKD) DI RUANG RAHA
MONGKILO.
Mayuda, A., Chasani, S., & Saktini, F. (2017). Hubungan antara lama hemodialisis dengan
Kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik (studi di RSUP dr. Kariadi Semarang) (Doctoral
dissertation, Faculty of Medicine).
RUMYATI, M. (2019). PENERAPAN ICE LIPS FROZEN UNTUK MENGATASI RASA HAUS
PADA PASIEN CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE) DI RSUD dr. R. GOETENG
TAROENADIBRATA PURBALINGGA (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PURWOKERTO).
Simbolon, N., & Simbolon, P. (2019). Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Pasien PGK
Menjalani Hemodialisa di Unit Rawat Hemodialisa Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan. Journal of Midwifery and Nursing, 1(2 April), 7-14.
Widyawati, R. (2017). LAMA WAKTU MENAHAN RASA HAUS SETELAH BERKUMUR DENGAN
OBAT KUMUR PADA PASIEN YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RS ROEMANI
MUHAMMADIYAH SEMARANG (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Semarang).

Anda mungkin juga menyukai