Anda di halaman 1dari 123

LABORATORIUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI 1

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

UNIVERSITAS MEGAREZKY

LAPORAN LENGKAP

OLEH

KELAS D/2019

KELOMPOK II

KOORDINATOR : MUHAMMAD YUSUF.S.Farm., M.Sc

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MEGAREZKY

MAKASSAR

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,

karena pertolongan-Nya serta pengasihan-Nya kami dapat menyelesaikan

penyusunan laporan lengkap Praktikum Farmakologi Toksikologi 1. Laporan

praktikum ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi persyaratan untuk

mengikuti Ujian Praktikum Farmakologi Toksikologi .

Dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar–besarnya kepada Bapak Muhammad Yusuf,S.Farm., M.Sc dan Asisten

Ningsih Wano Kaka Tefa yang telah membimbing penulis menyusun Laporan

Praktikum Farmakologi Toksikologi 1. Penulis menyadari bahwa laporan

praktikum ini masih belum sempurna, untuk itu kami mengharapkan kritik dan

saran yang membangun. Semoga laporan praktikum ini dapat bermanfaat bagi

pembaca khususnya bagi praktikan berikutnya. Terimakasih.

Makassar, 04 April 2021

Penulis
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini dibuat dengan syarat untuk mengikuti Ujian Praktikum Farmakologi

Toksikologi 1 semester ganjil 2020/2021.

No. Percobaan Asisten Paraf


1. Sistem Saraf Otonom Ningsih Wano Kaka
Tefa
2. Sistem Saraf Pusat Ningsih Wano Kaka
Tefa
3. Analgetik, Antipiretik dan
Ningsih Wano Kaka
Antiinflamasi
Tefa

4. Antihipertensi dan Diuretik Ningsih Wano Kaka


Tefa

Makassar, 04 April 2021

Koordinator Praktikum

Muhammad Yusuf,S.Farm., M.Sc.


NIDN. 0922119201
KARTU KONTROL

PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI 1

NAMA : NURUL AZMI


NIM : B1A119171
KELOMPOK : II ( DUA )
KELAS : D/2019

NO Percobaan Asisten Paraf Nilai

1. Sistem Saraf Otonom

2. Sistem Saraf Pusat Ningsih Wano Kaka


Tefa
Analgetik, Antipiretik dan
3. Antiinflamasi
Antihipertensi dan
4. Diuretik

Makassar, 04 April 2021

Koordinator Praktikum

Muhammad Yusuf,S.Farm., M.Sc.


NIDN. 0922119201
KARTU KONTROL

PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI 1

NAMA : SITI AISAH


NIM : B1A119147
KELOMPOK : II ( DUA )
KELAS : D/2019

NO Percobaan Asisten Paraf Nilai

1. Sistem Saraf Otonom

2. Sistem saraf Pusat Ningsih Wano Kaka


Tefa
Analgetik, Antipiretik dan
3. Antiinflamasi
Antihipertensi dan
4. Diuretik

Makassar, 04 April 2021

Koordinator Praktikum

Muhammad Yusuf,S.Farm., M.Sc.


NIDN. 0922119201
KARTU KONTROL

PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI 1

NAMA : NURCAHAYA
NIM : B1A119157
KELOMPOK : II ( DUA )
KELAS : D/2019

NO Percobaan Asisten Paraf Nilai

1. Sistem Saraf Otonom

2. Sistem Saraf Pusat Ningsih Wano Kaka


Tefa
Analgetik, Antipiretik dan
3. Antiinflamasi
Antihipertensi dan
4. Diuretik

Makassar, 04 April 2021

Koordinator Praktikum

Muhammad Yusuf,S.Farm., M.Sc.


NIDN. 0922119201
KARTU KONTROL

PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI 1

NAMA : HUSNA BAHARUDDIN


NIM : B1A119174
KELOMPOK : II ( DUA )
KELAS : D/2019

NO Percobaan Asisten Paraf Nilai

1. Sistem Saraf Otonom

2. Sistem Saraf Pusat Ningsih Wano Kaka


Tefa
Analgetik, Antipiretik dan
3. Antiinflamasi
Antihipertensi dan
4. Diuretik

Makassar, 04 April 2021

Koordinator Praktikum

Muhammad Yusuf,S.Farm., M.Sc.


NIDN. 0922119201
KARTU KONTROL

PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI 1

NAMA : NUR AWALIAH HAMZAH


NIM : B1A119176
KELOMPOK : II ( DUA )
KELAS : D/2019

NO Percobaan Asisten Paraf Nilai

1. Sistem Saraf Otonom

2. Sistem Saraf Pusat Ningsih Wano Kaka


Tefa
Analgetik, Antipiretik dan
3. Antiinflamasi
Antihipertensi dan
4. Diuretik

Makassar, 04 April 2021

Koordinator Praktikum

Muhammad Yusuf,S.Farm., M.Sc.


NIDN. 0922119201
KARTU KONTROL

PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI 1

NAMA : WAHYU RISMAULINA K. GURNING


NIM : B1A119172
KELOMPOK : II ( DUA )
KELAS : D/2019

NO Percobaan Asisten Paraf Nilai

1. Sistem Saraf Otonom

2. Sistem Saraf Pusat Ningsih Wano Kaka


Tefa
Analgetik, Antipiretik dan
3. Antiinflamasi
Antihipertensi dan
4. Diuretik

Makassar, 04 April 2021

Koordinator Praktikum

Muhammad Yusuf,S.Farm., M.Sc.


NIDN. 0922119201
KARTU KONTROL

PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI 1

NAMA : EDWIN
NIM : B1A119153
KELOMPOK : II ( DUA )
KELAS : D/2019

NO Percobaan Asisten Paraf Nilai

1. Sistem Saraf Otonom

2. Sistem Saraf Pusat Ningsih Wano Kaka


Tefa
Analgetik, Antipiretik dan
3. Antiinflamasi
Antihipertensi dan
4. Diuretik

Makassar, 04 April 2021

Koordinator Praktikum

Muhammad Yusuf,S.Farm., M.Sc.


NIDN. 0922119201
KARTU KONTROL

PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI 1

NAMA : SRI RAMADHANI


NIM : 173145201135
KELOMPOK : II ( DUA )
KELAS : D/2019

NO Percobaan Asisten Paraf Nilai

1. Sistem Saraf Otonom

2. Sistem Saraf Pusat Ningsih Wano Kaka


Tefa
Analgetik, Antipiretik dan
3. Antiinflamasi
Antihipertensi dan
4. Diuretik

Makassar, 04 April 2021

Koordinator Praktikum

Muhammad Yusuf,S.Farm., M.Sc.


NIDN. 0922119201
DAFTAR ISI

Halaman Sampul

Kata Pengantar

Lembar Pengesahan

Kartu Kontrol

Daftar Isi

Percobaan Sistem Saraf Otonom

Percobaan Sistem Saraf Pusat

Percobaan Analgetik, Antipiretik dan Antiinflamasi

Percobaan Antihipertensi Dan Diuretik


LABORATORIUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI 1
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY

LAPORAN
SISTEM SARAF OTONOM

OLEH
KELOMPOK II (DUA)

EDWIN B1A119153
SITTI AISAH B1A119147
NUR CAHAYA B1A119157
NURUL AZMI B1A119171
NUR AWALIYAH HAMZAH B1A119176
SRI RAMADHANI 173145201135
WAHYU RISMAULINA K. B1A119172

ASISTEN : NINGSIH WANO KAKA TEFA

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Farmakologi dan toksikologi yang membahas tentang pokok-pokok prinsip

dasar kerja obat, farmakodinamik dan farmakokinetik. Farmakologi didefinisikan

sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada sistem biologis.

Farmakologi mencakup pengetahuan tentang obat meliputi sejarah, sumber, sifat-

sifat, dan kimiawi, cara meracik dan efek fisiologi dan manusiawi. Toksikologi

ilmu yang mempelajari keracunan zat kimia termaksuk obat, zat yang digunakan

dalam induksi, lingkungan rumah tangga maupun lingkungan hidup.

Laboratorium adalah terdapat riset ilmiah, eksperimen pengukuran ataupun

pelatihan ilmiah dilakuakn di laboratorium biasanya dibuat untuk memungkinkan

dilakukannya kegiatan. Kegiatan tersebut secara terkendali. Laboratorium

diartikan sebagai suatu tempat untuk mengadakan percobaan penyelidikan dan

sebagainya yang berhubungan dengan fisika, kimia, biologi. Laboratorium

merupakan suatu ruangan tertutup kamar ataupun ruangan terbuka, misalnya

kebun.

Laboratorium Farmakologi-Toksikologi memfokuskan kajiannya pada

pengujian efek yang dihasilkan oleh senyawa obat tertentu. Senyawa-senyawa

yang diujiakan bisa dalam bentuk ekstrak, isolat maupun fraksi. Hasil dan

pengujian ini akan mengahasilkan data pendukung mengenai tingkat efikasi dan
keamanan dan senyawa-senyawa diujikan. Untuk mengamati efek-efek ini, maka

digunakan hewan-hewan coba. Misalnya mencit, tikus, marmut dan kelinci.

Hewan coba adalah hewan yang khusus diternakkan untuk keperluan

penelitian biologic. Hewan laboratorium tersebut digunakan sebagai model untuk

penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Beberapa jenis hewan

dari laboratorium ukurannya terkecil dan sederhana. Ukuran yang besar dan lebih

komplik digunakan untuk keperluan penelitian ini seperti mencit, tikus dan

kelinci.

Penggunaan mencit (mus musculus) sebagai hewan uji memiliki banyak

keuntungan diantaranya penanganannaya yang mudah, harga yang murah, jumlah

peranakannya yang banyak, berukuran kecil serta kemiripan fisiologi dengan

manusia. Mus musculus yang memiliki perilaku yang unik dari beragam lainnya

menjadi biasa dalam penelitian-penelitian tertentu.

Sistem saraf otonom atau saraf tak sadar merupakan bagian dari sistem

saraf tepi (SST) yang terletak khusus pada sumsum tulang belakang yang bekerja

mengatur dan mengendalikan otot jantung, otot-otot polos, dan sejumlah kelenjar

secara permanen. Sistem saraf otonom mengatur fungsi viseral tubuh. Sistem

saraf otonom terutama diaktifkan oleh pusat-pusat yang terletak di medula

spinalisi batang otak dan hipotalamus.

Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsisten yaitu sistem saraf simpatis

dan sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawan. Bagian sistem saraf

yang mengatur fungsi viseral tubuh disebut sistem saraf otonom sistem ini
membantu mengatur tekanan arteri, motilitas dan sekresi gastrointestinal

penggosongan kandung kemih, berkeringat suhu tubuh dan banyak aktivitas

lainnya.

I.2. Maksud Percobaan

Adapun maksud percobaan ini agar mahasiswa dapat mengetahui efek

farmakodinamik dari obat (adrenalin, atropin sulfat, pilokarpin, dan propanolol)

pada hewan coba mencit (mus musculus).

I.3. Tujuan Percobaan

Adapun tujuan percobaan ini agar mahasiswa dapat mengetahui efek

farmakodinamik dari obat (adrenalin, atropin sulfat, pilokarpin, dan propanolol)

pada hewan coba mencit (mus musculus).

I.4. Manfaat Percobaan

Adapun manfaat percobaan ini agar mahasiswa dapat mengetahui efek

farmakodinamik dari obat (adrenalin, atropin sulfat, pilokarpin, dan propanolol)

pada hewan coba mencit (mus musculus).

I.5. Prinsip percobaan

Adapun prinsip percobaan ini yaitu mahasiswa mampu mengetahui

dan memahami efefk farmakodinamik dari obat (adrenalin, atropin sulfat,

pilokarpin, dan propanolol) pada hewan coba mencit (mus musculus).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Teori Umum

Sistem saraf merupakan jaringan kompleks yang memiliki peran penting

untuk mengukur setiap kegiatan dalam tubuh. Beberapa fungsi sistem saraf

yang sering manusia dengar adalah untuk berfikir, melihat, bergerak, hingga

mengukur berbagai kerja organ tubuh (Handayani,2021).

Sistem saraf tepi terletak diluar otak dan medula spinalis, terdiri dari dua

bagian : otonom dan asomatik. Setelah di tafsirkan oleh SSP. Sistem saraf tepi

menerima rangsangan dan memiliki respon terhadap rangsangan itu (Kee,

1994).

Sistem saraf otonom sesuai dengan namanya bersifat otonom (Independen)

dimana aktifitasnya tidak dibawah kontrol kesadaran secara langsung. Sistem

saraf otonom (SSO) terutama berfungsi dalam pengaturan fungsi organ dalam

seperti curah jantung, aliran darah berbagai organ, sekresi dan motolitas

gartramistinal, kelenjer keringat dan temperatur tubuh tubuh. Aktifan SSO

secara prinsip terjadi dipusat hypotalumus, batang otak dan spinalis (Indra,

2012).
Sistem saraf otonom dikendalikan oleh pusat kendali tertinggi yaitu

hipotalamus. Pusat kendali sistem saraf simpatis terlihat pada bagian posterior

dan teral hypotalamus, sedangkan pusat kendali sistem saraf simpatis terletak

pada bagian anterior dan media hypotalamus (Diptyanusa,2020).

Sistem saraf otonom berfungsi mengendalikan gerakan – gerakan yang

otomatis, misalnya fungsi, digestif, pusat kardiovaskuler dan gerakan seksual.

Sistem saraf otonom ini terdiri dari substan yakni sistem saraf simpatis dan

sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan. Jika sistem saraf

meningkatkan rangsangan atau memacu organ – organ tubuh, sebaliknya sistem

saraf parasimpatis menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan saaf

simpatis pada saat individu mengalami ketegangan dan kecemasan yang bekerja

adalah sistem simpatis (Adiyanti, 2010).

Divisi veresal motorik (eferen verseral), lebih dikenal sebagai susunan

saraf otonom. Divisi ini terdiri dari serabut – serabut saraf yang berasal dari

otak dan medula spinalis untuk menimbulkan ekstasi atau inhibitori otot – otot

polos, jantung dan kelenjar kulit serta oran verasa. Sistem ini merupakan

modulator dan kordinator aktivitas vileserol mouluntus seperti denyut jantung

dan sekresi kelenjar (Ratyanigra, 2010).

Susunan sistem saraf otonom terdiri dari dua sistem yaitu sistem sipatis

yang mempunyai aktivitas simulasi khususnya pada keadaan darurat,


reseptornya antara lain adalah peningkatan denyut nadi dan jantung,

peningkatan kekuatan jantung, peningkatan gula darah, dan peningkatan

tekanan darah. Sistem saraf simpatis, berkaitan dengan aktivitas utuk konversi

dan restorasi sumber – sumber tubuh, antara lain mencakup penurunan denyut

jantung dan kekuatannya, serta peningkatan gastronetestinal

(Satyanegara,2010).

Sistem saraf simpatis dari SSO disebut juga sebagai sistem adrenergik

karena neutransmitnya berupa norepiniftin. Sistem saraf simpatis disebut juga

sebagai sistem kolinegk karena transmitannya berupa antikdim. Karena organ

– organ depesosraki baik oleh sistem simpatis dan parasimpatis maka mereka

dapat menhasilkan respon yang berlawanan, respon bersifat ekstrasi

(merangsang) (Kee, 1996).

Obat ootonom adalah obat yang bekerja mempengaruhi SSO atau

mempengaruhi respon otonom pada selefektoryang di kontrol oleh SSO. Obat

otonom dapat mengacu (antagonis) fungsi saraf otonom. Pengetahuan

mengenai efek aktifitas setip divisi saraf otonom membersihkan dasar yang

dapat meramalkan efek obat otonom. Respon terhadap berbagai organ pada

rangsangan saraf adrenergik dan kolinergik (Rahadjo, 2009).

Sistem saraf otonom terdiri dari pregangan, ganglion, dan saraf paskaganglion

yang mempersarafi sel efektor. Secara garis besar dibagi menjadi sistem
simpatis (tharalumbal) dan parasimpatis (klarosakral) keduanya berasal dari

nukleus yang berada dalam sistem saraf pusat, serta proganglion parasimpatis

meninggalkan saraf pusat melalui saraf krania, sehingga di namakan sistem

saraf otonom terdiri dari saraf eferen yang sentripekal disalurkan melalui N,

Vagus Rewkius, Spalanknikus, dan saraf otonom lainnya ( Imai Indra, 2012).

Secara umum dikatakn bahwa sistem saraf simpatis dan parasimpatis

memperlihatkan fungsi antaginis bila yang satu menghambat suatu fungsi mata

yang lain memacu fungsi tersebut.Organ tubuh umumnya dipersarafi saraf

simpatis dan parasimpatis, dan tonus yang terjadi merupakan hasil

pertimbangan kedua sistem tersebut inhibisi salah satu sistem oleh obat maupun

akibat denaturasi menyebabkan efekvitas organ tersebut didominasi oleh sistem

yang lain. Antagonisme ini tidak terjadi pada semua organ kadang – kadang

efeknya sama misalnya infeksi (Imai Indra, 20120).

Fungsi dua sistem tersebut dapat juga saling melengkapi, misalnya pada

fungsi seksual efeksi merupakan fungsi parasimpatis sedangkan esakulasi

bahwa sistem simpatis berfungsi mempertahankan diri dari tantangan dari luar

tubuh dengan reaksi berupa perlawan atau pertahanan diri yang dikenal dengan

fight of dight rectior (Imai Indra, 2012).

Sistem parasimpatis fungsihnya lebih terkontasi tidak diikuti seperti

sistem simpatis, dengan fungsi utama menjaga dan memelihara sewaktu


aktivitas organisme minimal. Sistem ini mempertahankan denyut jantung dan

tekanan darah pada fungsi basal (Imai Indra, 2012)

Berdasarkan anatominya sistem saraf dibagi menjadi dua bagian, yaitu

sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri dari otak

besar (serebrum), otak kecil (serebelum), dan medula spinalis, serta ganglion,

yang berfungsi meneruskan implus dari dan menuju sistem saraf pusat, baik

siste saraf pusat maupun sistem saraf tepi memiliki hitologis yang dapat

membedakan sama satu lain (Rubun,2012).

Unit fungsional primer dari jaringan saraf adalah sel saraf (neutron),

yang berfungsi membentuk dan mengeluarkan informasi berupa inplus listrik,

terletak disekeliling neuron dan brjumlah lbih banyak neuron. Neurolya pada

sistem saraf pussat terdiri dari asdrosid, oligodendosit, dan mikrglia,

sedanglkan pada sistem saraf tepi terdapat sel asan dan sel satelit selain

neuron dan neugrolia pada jaringan saraf juga dapat sel – sel lain yang tidak

khas, seperti sel endotel yang menyusun dinding pembuluh darah (Rimbun,

2012).

Neuron memiliki bentuk yang sangat khas untuk mendukung

fungsinya. Sebagai pembentuk dan pengalir informasi bagian – bagian dari

neuron antara lain badan sel (semua atau kontrol), dendrit pembentuk serta

akson, berdasarkan jumlah dendrit dan akson, neuron diklasifikasikan mendi


neuron multipolar, biopolar, psionipolar, menjadi neuron multipolar. Memiliki

salah satu akson sel – sel Penyusun letina dari sel gagligon neurus

vestibuloklestilea. Badan sel saraf mengandung satu inti sel organel. Beberapa

organel seperti retikulum, endoplsma kasar, tibosom, dan polisom membentuk

struktur khas di dalam sitoplasma neuron yang disebut bahan missi (Nisis

Bodies).

Cara kerja obat otonom yaitu obat – obat otonom yang mempengaruhi

tranmisi neurohum oral dan cara yang menghambat atau mgintifikasinya

terdekat beberapa kemungkinan pengaruh obat tranmisi sistem kolinergik

maupun adrenegik yaitu dengan menghambat pada sistensis suatu pelepasan

ikatan dengan transmiter (Imai, 2012).

Obat kolinergik sering disebut sebagi obat sistem saraf simpatimek

karena bekerja mirip dengan rangsangan saraf simpatis. Berdasarkan

mekanisme kerja obat kolinergik dibagi menjadi dua kelompok yaitu obat yang

bekerja langsung pada reseptor kolinergik dan obat yang bekerja tidak langsung

yaitu dengan cara menghambat enzim (Bayu, 2017)

Obat antikolinergik atau antiganos reseptor kolinergik meliputi anti

muskanik dan anti narkotik. Obat ini memberi obat /efek nikodinik

(Budi,2017).
Gangguan- gangguan pada sistem saraf otonom terdiri atas dua bagian yaitu

tekanan darah pada posisi berdiri dapat menyebabkan gejala seperti kepala

terasa tegang, pusing atau bahkan (pinsan). Hipertensi didefinisikan sebagai

penurunan tekanan darah sistematik sekurang – kurangnya 20 mmHg dalam

waktu tiga menit(liohol, 2008).

Struktur sel saraf otonom, sistem saraf otonom terdiri atas dua bagia

yaitu sistem saraf simpatis berisi simpatis dan parasimpatis diantara genmen

I.1 dsn I.2. Saraf simpatis berisi neuron perangsang yang berada diantara

sagmen T1 dan I.2 saraf spinalis dan neoron – neuron ganglionik yang berada

pada sisi lateral tanduk anu – abu dan akson – akson masuk melalui akar

ventral dari setiap segmen (Arif, 2019).

Gasnglia koleteral menerima inervasi simpatis melalui serabut

plaganglionik yang menerobos lantai simpatis tampa sinaps. Medula adrenal,

medula adrenal dimodifikasi oleh oleh ganglion simpatetik secara neuron

simpatis terletak dirus tulang torakal dan lumal yaitu pada susunan saraf

medula spinalis akson – aksonnya disebut serabut praganglion (Alif, 2019).

Parasimpatis serabut – serabut sistem saraf simpatis terletak diarea, satu pada

batang otak, dan lainnya pada segmen spinal. Oleh karena itu lokasi serabut –

serabut tersebut saraf parasimpatis menghubungkan area torakolum baik dari


sistem saraf otonom. Parasimpatis kranial mulai dari otak tengah dan medula

ablongata (Arif, 2019).

II.2 Klasifikasi Hewan Caba

Klasifikasi mencit (Mus musculus) (purwo, 20180

Kingdom : Animali

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Famili : Muridae

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus

II.3 Karakteristik Hewan coba

Karakteristik Mencit (Mus musculus) (Purwo, 2018)

Dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun dan dapat juga mencapai umur 3

tahun. Pada umur 8 minggu, tikus siap dikawinkan. Perkawinan mencit terjadi

pada saat mencit terjadi pada saat mencit betina mengalami estus yaitu 4-5 hari,

sesdangkan lama bunting 19-21 hari. Berat badan mencit jantan dewasa

berkisar antara 25-40 gram, sedangkan mencit betina 20-40 gram.


II.4. Uraian Bahan

a. Alkohol (Ditjen POM, 1979 : 62)

Nama Resmi : AETHANOLUM

Nama Lain : Alkohol

RM/BM : H H

H-C-C-H

H H

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih mudah menyerap dan

mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah terbakar

dan memberi nyala tidak berasap.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform p, dan

dalam eter P

Penyimpanan : Dalam wadah terturtup rapat terhindar dari cahaya

Kegunaan : Sebagai zat tambahan, juga dapat membunuh kuman

b. Aquadest (Ditjen POM, 1979 : 96)

Nama Resmi : AQUA DESTILLATA

Nama Lain : Air suling

RM/BM : H2O/18,03

Rumus molekul : H-O-H

Pemerian : Cairan jenuh; tidak berbau; tidak berwarna tidak

mempunyai rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pelarut

c. Aqua pro infeation (API) (Ditjen POM, 1979)

Nama Resmi : AQUA PRO INJECTIONE

Nama Lain : Air untu injeksi

Pemerian : Keasaman-kebasaan: amonium: besi: tembaga timol:

kalsium: kloride nitrat zulfat: zat teroksidasi

memenuhi syarat yang terberat pada aquq destillata.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Pembuatan injeksi

d. Eter P (Ditjen POM, 1979)

Nama Resmi : ETER P.

Nama Lain : Eter P

RM/BM : C2H5O, O2H5/74,12

Pemerian : cairan mudah bergerak, mudah menguap, tidak

berwarna; berbau khas: teroksidasi perlahan-lahan

oleh udara dan cahaya dengan membentuk peroksida,

mendidih pada suhu lebih kurang 35o.


Kelarutan : Larut dalam air, dapat bercampur dengan etanol,

dengan benzena, dengan kloroform, dengan heksana,

dengan minya lemah, dan dengan minyak menguap.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya, diisi

sebagian pada suhu tidak lebih dari 30; jauh dari api.

e. Kloroform (Ditjen POM, 1979 : 151-152)

Nama Resmi : CHLOROFORMUM

Nama Lain : Kloroform

RM/BM : CHCl3/119, 38

Pemerian : cairan mudah menguap; tidak berwarna; bau khas;

rasa manis dan terbakar.

Kelarutan : Larut dalam kurang lebih 200 bagian cair;

mudah larut dalam etanol mutlak p, dalam eter p, dan

sebagian besar pelarut organik dalam minyak atsiri

dan dalam minyak lemak.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Bahan pensuspensi


II.5 Uraian Obat

1. Atropin Sulfat ( Depkes RI, 1979 : 98-99)

Nama resmi : ATROPINI SULFAS

Nama Lain : Atropina sulfat

Pemerian : Hablur tidah berwarna atau serbuk putih; ti

dak berbau; sangat pahit; sangat beracun.

Kelarutan : Larut dalam kurang dari 1bagian air dan da

lam lebih kurang dari 3 bagian etanol (90

%) P; sukar; sukar larut dalam klrofrom p;

Praktis tidak larut dalam p dan dalam benze

na P.

Farmakodinamik : Efek antikolinegik dapat menstruasi ataupu

n mendepresi bergantung pada organ target

di dalam otak, dosis rendah merangsang da

n dosis tingi.

Indikasi : Atropin sulfat diindikasikan untuk anastesi

aritma pasca untuk miokaedium,antidotum

keracunan organphaspat,asma

Efek samping : Halusinasi, delikum, confule, overdosis dis

ebkan gejala maka merah dan panas

Dosis : Dosis tunggal perhari 15 mikrogram/kg dos


is 4 minggu sampai 5-12 hari

2. Propanolol (Depkes RI, 1979 : 532)

Nama Resmi : PROPRANOLOLI HYDROCHLORIDUM

Nama Lain : Propranolol Hidrklorida

Pemerian : Serbuk ; putih atau hampir putih; tidak berb

au ; rasa pahit

Kelarutan : larut dalam 20 bagian air dan dalam 20 bag

ian etanol (95%) P; sukar larut dalam kloro

from P.

Farmakodinamik : Dengan menghambat kedua jenis reseptor b

eta, propranolol menunjukkan dengan jant

ung, dan skunder, tekanan darah

Indikasi : Pengobatan hipertensi, aritma, dan angina p

ektosis

Efek samping : Mual dan muntah,diare, lelah berlebihan

Dosis : Dosis maksimum sehari 320mg

3. Adrenalin (Depkes RI, 1979 : 238 - 239)

Nama Resmi : EPINEPHRINI BITARTRAS

Nama Lain : Epinefrina bitartrat, Adrenalina bitrartrat


Pemerian : Serbuk hablur; putih hingga putih kelabu; ti

dak berbau

Kelarutan : Larut dalam 3 bagian air, sukar larut dalam

etanol (95%) P; praktis tidak larut dalam kl

orofrom P dan dalam eter P.

Farmakodinamik : Epinephrine sering kali digunakan dalam g

awat darurat untuk mengatasi anapilakasi

yang merupakan respon alergik

Indikasi : Epinephrine yang digunakan untuk bronkos

plasma, anafilatik, henti jantung, menghene

ntikan pendarahan kapiler

Efek samping : Tremor, pulpitasi, rasa lemas dan pucat

Dosis : Dosis standar (0,01 mg/kg) menggunakan 0

,1 mg/kg larutan, sedangkan epinphrine dos

Is tinggi (0,1 mg/kg) .


BAB III

METODE KERJA

lll. l. Alat dan Bahan

a. Alat

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :

1. Kapas

2. Spoit injeksi

3. Spoit oral (kanula)

4. Stopwarch

b. Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:

1. Alkohol

2. Air sulung

3. Atropin sulfat 0,25 mg/mL

4. Adrenalin 1 mg/mL

5. Asam piklat

6. Aqua pro injection (API)

7. Na – CMC 1%

8. Pilokarpin HCL 20 mg/mL

9. Propanolol HCL 10 mg
lll. 2. Prosedur kerja

1. Penyiapan Hewan Uji

Pilih hewan coba berupa mencit yang sehat. Timbang mencit dan

kelompokkan menjadi beberapa kelompok berdasarkan kelompok berdasarkan

berat badan. Beri tanda mencit pada bagian tubuhnya dengan menggunakan

asam pikrat.

2. Penyiapan Bahan

a. Pembuatan Na-CMC 145

Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Timbang Na-CMC sebanyak 1

gram. Masukkan air ke dalam beker gelas sebanyak 100 mi lalu panaskan.

Masukkan Na-CMC sedikit demi sedikit ke dalam beker gelas sambil aduk.

b. Pembuatan larutan obat Adrenalin 1 mg/ml

Ambil 5 ml adrenalin ampul. Cukupkan hingga 10 ml dengan Agua Pro

Injeksi. Ambil lagi 1 ml dari larutan tersebut dan dicukupkan hingga 10 ml.

c. Pembuatan larutan obat Atropin sulfat 0,25 mg/ml

Ambil 1 ml atropin sulfat. Cukupkan hingga 10 ml dengan agua pro injeksi.

Ambil lagi 1 ml dari larutan tersebut dan cukupkan lagi hingga 10 ml.

d. Pembuatan larutan obat Pilokarpin HCI1 20 mg/ml

Ambil 1,5 ml pilokarpin. Cukupkan hingga 10 ml dengan agua pro injeksi.

Ambil 1 ml dari larutan tersebut dan dicukupkan hingga 10 ml.

e. Pembuatan suspensi obat Propanolol HCI 10 mg/ml


Ditimbang 20 tablet Propanolol HC! dan tentukan berat rata-rata tablet.

Gerus tablet hingga halus di dalam lumpang. Timbang dan 81,89 mg

dancampurkan dengan 10 ml Na-CMC 1960. Catatan:

Pengambilan obat pada prosedur di atas disesuaikan dengan dosis obat

yang ada. Jadi jumlah obat yang diambil ditentukan berdasarkan dosis yang di

gunakan

3. Perlakuan Hewan Uji

Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Kelompokkan hewan coba

menjadi 7 kelompok dan masing-masing beri tanda untuk membedakannya

antar kelompok:

Kelompok I - Berikan Na-CMC 146 dan Agua Pro Injeksi sebagai kontrol.

Kelompok II : Berikan larutan obat Adrenalin secara intraperitonial.

Kelompok III : Berikan suspensi obat Propanolol HCI per-oral.

Kelompok IV : Berikan larutan obat pilokarpin HCI per-oral.

Kelompok V : Berikan larutan obat Atropin sulfat per-oral.

Kelompok VI : Berikan Atropin sulfat per-oral, biarkan selama 15 menit

lalu dilanjutkan dengan pemberian larutan obat pilokarpin HCI per-oral.

Kelompok VII : Berikan Adrenalin secara intra peritonial.


Amati efek diare, salivasi, grooming, tremor, diuresis, straub, vasodilatasi,

vasokontriksi, bronkokontriksi, bronkodilatasi, Eksoftalamus, dan berkeringat

terhadap hewan coba mencit (Mus musculus).


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. Hasil

Berdasarkan hasil praktikum uji efek sistem saraf otonom pada mencit (Mus

musculus) yang telah dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut.

a. Pemberian Pilokarpin Dan Air Suling Terhadap Efek Sistem Parasimpatis Pada

Mencit

Kelompok

Parameter Pembanding Kontrol

yang N ( Pilokarpin) (Air Suling)

diamati Waktu (Menit)

30 60 90 120 30 60 90 120

Miosis 1 - - - - - + - +

2 - - + + + - - +

3 - - + + - - - -

Vasodilatasi 1 - - + + - - - -

2 - + - + - - + +

3 - - - - + - - -

Salivasi 1 + - - - - - + -

2 + - - - - + - -
3 + - - - - - - -

Diare 1 - - - - - - - -

2 - - - - + - - -

3 - - - - - - - -

Hilangnya 1 - - - - - - - +

Refleks 2 - - - + + - + +

Kornea 3 - - - + - - - +

Pelupuk 1 - - - + - - + -

Mata 2 - - - + - - + +

Menutup 3 - - - + - - + +

b. Pemberian Atropin Sulfat Dan Air Suling Terhadap Efek Sistem Simpatis Pada

Mencit

Kelompok

Parameter Pembanding Kontrol

yang diamati N ( Pilokarpin) (Air Suling)

Waktu (Menit)

30 60 90 120 30 60 90 120

Midriasis 1 + + + - + - + -

2 + + - - + - - +

3 + - - - - + - -
Vasokontriksi 1 + - + - + - + +

2 + + - - + - - -

3 + - - + + + - -

Eksoftalamus 1 + + - - - - - -

2 + - + - - + - -

3 + - - - - - - -

Kejang 1 - - + - - - + +

2 - + + + + + - +

3 - - + - - - - +

Hilangnya 1 - - + - - - - +

Refleks 2 - - + + + - + +

Kornea 3 - - + + - - - +

Pelupuk Mata 1 - - + - - - + -

Menutup 2 - - + - - - + +

3 - - + + - - + +
b. Pembahasan

Pada praktikum ini dilakukan percobaan tentang sistem saraf otonom. Pada

sistem saraf otonom merupakan sistem saraf tak sadar yang tidak dapat

dikendalikan. Oleh karena itu percobaan ini dilakukan untuk mengetahui efek

farmakologi dari obat obat sistem saraf otonom.

Adapun hasil yang diperoleh dari tabel 1 yaitu pemberian pilokarpin dan air

suling terhadap efek sistem parasimpatis pada mencit adalah satu yang diberi obat

pilokarpin mengalami efek vasodilatasi yaitu pelebaran pembuluh darah di lihat

pada menit ke-90 dan 120, terjadi juga efek salivasi ditandai saat mencit

mengeluarkan saliva pada menit ke-30, dan efek pelupuk mata menutup pada menit

ke-90 dan 120 ditandai dengan kelopak mata yang tertutup rapat. Sedangkan mencit

yang diberi kontrol atau air suling pada menit ke-60 dan 120 mengalami efek miosis

atau penyempitan adanya tanda parasimpatomimetik atau kolinergik, pada menit ke-

90 mencit mengalami efek salivasi dilihat saat mencit mengeluarkan air liur atau

efek hilangnya refleks kornea juga terlihat pada menit ke-120 yaitu suatu gerakan

menghindari rangsangan mekanis pada kornea mata dan efek pelupuk mata menutup

pada menit ke-60.

Pada mencit 2 mengalami efek miosis atau penyempitan pada menit ke-90 dan

120. Setelah pemberian pilokarpin mencit juga mengalami efek vasodilatasi pada

menit ke- 60 dan 120, serta hilangnya refleks kornea dan pelupuk mata menutup

pada menit ke 120. Sedangkan pada pemberian air suling pada mencit dilihat efek

Meiosis pada menit ke-30 dan 120. Selain itu pada menit 90 dan 120 mencit juga
mengalami efek samping salivasi, hilangnya refleks kornea dan efek pelupuk mata

menutup.

Pada mencit 3 mengalami efek meiosis atau penyempitan pupil pada menit ke-

90 dan 120 dan efek hilangnya refleks kornea serta efek pelupuk mata menutup

terjadi pada menit ke 120 pada pemberian obat pilokarpin sedangkan mencit 3 yang

diberi air suling atau kontrol mengalami hilangnya refleks kornea dilihat ketika

mencit menghindari rangsangan pada kornea mata pada menit ke 120 dan pelupuk

mata menutup pada menit ke-90 dan 120.

Adapun hasil yang diperoleh dari tabel 2 yaitu pemberian atropin sulfat dan air

suling terhadap efek sistem simpatis pada mencit adalah 1,2,3 mengalami efek

midriasis dilihat dengan melebarnya pupil tanda adanya adrenergik simpatomimetik,

vasokontriksi yaitu penyempitan pembuluh darah dan eksoftalmus adanya tanda efek

stimulasi Simpati yang terlihat pada menit ke-30. Pada menit ke-90 mencit 1,2,3

juga terlihat efek kejang, hilangnya refleks kornea dan pelupuk mata menutup.

Mencit 1 pada menit ke- 60 dan 90 kembali mengalami efek midriasis dilihat dengan

melebarnya pupil mencit dan pada menit ke-90 mencit mengalami efek

vasokontriksi atau penyempitan pembuluh darah. Mencit 2 juga dilihat adanya efek

midriasis vasokontriksi dan kejang pada menit ke-60 dan pada menit ke-90 terlihat

adanya efek eksoftalmus serta mencit kembali mengalami efek kejang dan hilangnya

refleks kornea pada menit ke 120 pada pemberian Atropin Sulfat.

Pada pemberian air suling diperoleh hasil adanya efek farmakodinamik pada

mencit yaitu hanya mencit 3 yang dilihat adanya efek vasokontriksi atau

penyempitan pembuluh darah pada menit ke-30. Pada mencit 1 dan 2 dilihat juga
adanya efek midriasis dan vasokontriksi pada menit ke-30. Pada menit ke-60 mencit

3 kembali mengalami efek midriasis dan vasokontriksi sedangkan mencit 2 terlihat

adanya efek eksoftalamus dan kejang. Efek midriasis, vasokontriksi, kejang, dan

pelupuk mata menutup kembali dilihat pada menit ke-90, mencit 2 pada menit ke-90

hanya dilihat efek hilangnya refleks kornea dan mencit 3 pada menit ke-90 dan 120

mengalami efek pelupuk mata menutup. Mencit 1,2,3 dilihat adanya efek kejang dan

hilangnya refleks mata pada menit ke 120. Efek midriasis dan pelupuk mata

menutup kembali dilihat pada menit ke- 120 serta efek vasokontriksi pada satu

dilihat lagi pada menit ke- 120.

Faktor yang mempengaruhi pada pemberian obat-obatan yang bekerja

menyerupai kerja sistem saraf otonom baik secara langsung atau tidak langsung

sebagai obat-obatan agonis. Obat-obatan yang bekerja dengan menghambat

transmisi sistem saraf otonom sebagai obat-obatan antagonis. Obat adrenergik

mempengaruhi kerja neurotransmitter neropinephine pada reseptor adrenergik. Obat

agonis adrenergik, obat adrenergik kerja langsung. Fenileprin topical tersedia dalam

bentuk tetes mata efek yang dihasilkan adalah midriasis, retraksi palpebial superior,

peningkatan fisura palpebial dan kontriksi pembuluh darah konjugativa.


BAB V

PENUTUP

V.1 Kritik dan Saran

Sistem saraf otonom adalah sistem saraf yang bergantung pada sistem saraf

pusat dan antara kerjanya dihubungkan oleh urut – urut saraf. Sistem saraf

otonom berfungsi untuk mengendalikan gerakan – gerakan yang otomatis seperti

curah jantung, aliran darah keberbagai organ, ekskresi dan motolitas

gartrantistinal kelenjar keringat dan temperatur suhu tubuh. Sistem saraf otonom

terdiri dari dua bagian parasimpatis yang cara kerjanya berlawanan.

V.2 Kritik dan Saran

a) Kritik
Kritik saya yaitu agar sebaiknya kepada kakak memberikan toleransi

kepada teman – teman sedang mengalami kendala jaringan pada teman –

teman.

b) Saran
Saran saya agar diakhir praktikum kakak menjelaskan dengan jelas

maksud dan apa tujuan tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Adryanti Sri. 2010. Pengaruh aromaterapika terhadap intromnisa pada lansia di


PSTW budi luhur kosongan bantul Yogyakarta pada keperawatan mangik

ang. Politeknik kesehatan : Semarang

Boehraman,dkk. 1996. Ilmu kesehatan anak. EGC : Jakarta

Depyatanusa, dkk. 2020. Comprehen sive biomedical sains: sastra saraf. Gadjah

Mada university : Yogyakarta

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI : Jakarta

Emanda, dkk. 2003. Jurnal obat tetes mata pilokarpin. Fakultas MIPA : ITB

Elveyn R. Hayocye L kee. 1996. Farmakologi pendidikan proses keperawatan.

EGC : Jakarta

Handayani, dkk. 2021. Anatomi dan fisiologi tubuh manusia. Media sains Indone

sia : Jawa barat

Indra Imai, 2012. Iso informasi spesiak obat Indonesia ikatan apoteker Indonesia.

: Jakarta

Nugroho rudy Agung. 2018. Mengenal mencit sebagai hewan coba laboratorium.

University mulawarman : Samarinda

Marcos Hindra dan Galuh Kusumasturi. 2016. Restim pakor diagnosis penyakit sa
raf pusat dengan metode foward charming. Program studi teknik informat
Ika : STIMIK Amikom Purwokerto

Mustaqim Ivan, dkk. 2010. Aplikasi media pembelajaran biologi, sistem saraf pus

at menggunakan aelmentid reality. Fakultas teknik : Tanjuk Pura

Redjeki Purowoti, dkk. 2018. Ovasektomi pada mencit dan tikus. Airlangga unive

rsity press : Surabaya

Rosita, dkk. 2016. Fisiologi manusia. IPB : Bogor

Rizky, dkk. 2013. Obat susunan saraf pusat. Poltekes pangkal pinang

Staf pengajar Derertemen Farmakologi. 2009. Kumpulan kimia farmakologi.EGC

: Jakarta

Sunaryo Hadi, dkk. 2020. Buku ajar farmakologi obat obatan sistem saraf pusat.

Uhamka press : Jakarta


LAMPIRAN

Dokumentasi
LABORATORIUM FARMAKOLOGI LABORATORIUM FARMAKOLOGI
TOKSIKOLOGI 1 TOKSIKOLOGI 1
PROGRAM STUDI S1 FARMASI PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY UNIVERSITAS MEGAREZKY

Gambar 1 : pembagian sistem saraf oton Gambar 2 : Sistem Saraf Simpatis


om

LABORATORIUM FARMAKOLOGI LABORATORIUM FARMAKOLOGI


TOKSIKOLOGI 1 TOKSIKOLOGI 1
PROGRAM STUDI S1 FARMASI PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY UNIVERSITAS MEGAREZKY

Gambar 4 : Sistem saraf Parasimpatis Gambar 5 : Gangguan Pada SSO


LABORATORIUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI 1
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY

LAPORAN
SISTEM SARAF PUSAT

OLEH
KELOMPOK II (DUA)

EDWIN B1A119153
SITTI AISAH B1A119147
NUR CAHAYA B1A119157
NURUL AZMI B1A119171
NUR AWALIYAH HAMZAH B1A119176
SRI RAMADHANI 173145201135
WAHYU RISMAULINA K. B1A119172

ASISTEN : NINGSIH WANO KAKA TEFA

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Farmakologi dan toksikologi yang membahas tentang pokok-pokok prinsip

dasar kerja obat, farmakodinamik dan farmakokinetik. Farmakologi didefinisikan

sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada sistem biologis.

Farmakologi mencakup pengetahuan tentang obat meliputi sejarah, sumber, sifat-

sifat, dan kimiawi, cara meracik dan efek fisiologi dan manusiawi. Toksikologi

ilmu yang mempelajari keracunan zat kimia termaksuk obat, zat yang digunakan

dalam induksi, lingkungan rumah tangga maupun lingkungan hidup.

Laboratorium adalah terdapat riset ilmiah, eksperimen pengukuran ataupun

pelatihan ilmiah dilakuakn di laboratorium biasanya dibuat untuk memungkinkan

dilakukannya kegiatan. Kegiatan tersebut secara terkendali. Laboratorium

diartikan sebagai suatu tempat untuk mengadakan percobaan penyelidikan dan

sebagainya yang berhubungan dengan fisika, kimia, biologi. Laboratorium

merupakan suatu ruangan tertutup kamar ataupun ruangan terbuka, misalnya

kebun.

Laboratorium Farmakologi-Toksikologi memfokuskan kajiannya pada

pengujian efek yang dihasilkan oleh senyawa obat tertentu. Senyawa-senyawa

yang diujiakan bisa dalam bentuk ekstrak, isolat maupun fraksi. Hasil dan
pengujian ini akan mengahasilkan data pendukung mengenai tingkat efikasi dan

keamanan dan senyawa-senyawa diujikan. Untuk mengamati efek-efek ini, maka

digunakan hewan-hewan coba. Misalnya mencit, tikus, marmut dan kelinci.

Penggunaan mencit (mus musculus) sebagai hewan uji memiliki banyak

keuntungan diantaranya penanganannaya yang mudah, harga yang murah, jumlah

peranakannya yang banyak, berukuran kecil serta kemiripan fisiologi dengan

manusia. Mus musculus yang memiliki perilaku yang unik dari beragam lainnya

menjadi biasa dalam penelitian-penelitian tertentu.

Sistem saraf adalah suatu struktur yang terdiri dari komponen-komponen

sel saraf (neuron) sistem saraf bersama-sama dengan sistem hormon, berfungsi

untuk memelihara fungsi tubuh. Pada umumnya sistem saraf berfungsi untuk

mengatur, misalnya kontraksi obat, perubahan alat-alat tubuh bagian dalam yang

berlangsung dengan cepat, dengan kecepetan sekresi beberapa kelenjar endokrin.

Sistem saraf pusat merupakan salah satu bagian dari sistem saraf manusia.

Sistem saraf pusat ini fungsinya untuk memengang segala kendali dan pengatur

atas kerja jaringan saraf hingga kepada sel saraf. Bagian-bagian dari sistem saraf

ini ialah otak besar, otak kecil, sumsum tulang belakang dan sumsum lanjutan.

Sistem saraf pusat dapat ditekan seluruhnya oleh penekan saraf pusat yang

tidak spesifik misalnya hipnotik sedatif. Obat yang bekerja pada sistem saraf

pusat terbagi menajdi obat dipresan saraf pusat yaitu anastesik umum, hipnotik

sedatif, psikotropik, antikonvulasi, analgetik, antipieretik, inflamasi, perangsang

susunan saraf pusat.


I.2. Maksud Percobaan

Adapun maksud dari percobaan ini agar mahasiswa mengetahui dan

memahami efek farmakodinamik dari obat (luminal dan diazepan) pada hewan

coba mencit (mus musculus).

I.3. Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini agar mahasiswa mengetahui dan

memahami efek farmakodinamik dari obat (luminal dan diazepan) pada hewan

coba mencit (mus musculus).

I.4. Manfaat Percobaan

Adapun manfaat dari percobaan ini agar mahasiswa mengetahui dan

memahami efek farmakodinamik dari obat (luminal dan diazepan) pada hewan

coba mencit (mus musculus).

I.5. Prinsip percobaan

Adapun prinsip dari percobaan ini agar mahasiswa mengetahui dan

memahami efek farmakodinamik dari obat (luminal dan diazepan) pada hewan

coba mencit (mus musculus).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori umum

Sistem saraf merupakan salah satu sistem dalam tubuh yang dapat berfungsi

sebagai indra untuk berkomunikasi antar sel maupun organ dan dapat berfungsi

sebagai pengendalian berbagai sistem organ lain serta dapat pula memproduksi

hormom (Singgih, 2008).

Sistem saraf adalah sistem tubuh yang menerima dan memproses semua

informasi dari semua bagian tubuuh sangat penting bagi kelangsungan hidup

manusia. Sistem saraf yang terganggu dapat menghambat seseorang dalam

menjalankan aktivitas sehari hari(Marcos, 2016).

Sistem saraf pusat mengendalikan seluruh pengaturan dan pengolohan

rangsangan, mulai dengan mengatur pikiran, gerakan emosi, pernapasan, denyut

jantung, pelepasan berbagai hormon,suhu tubuh,hingga koordinator seluruh sel

saraf untuk melakukan fungsi pengaturan di dalam tubuh (Handayani, 2021).

Sistem saraf pusat manusia sulit diamati secara langsung karena berada dalam

tubuh. Sistem saraf pusat terdiri dari otak besar, otak kecil, sumsum tulang

lanjutan (medula oblongata) dan sumsum tulang belakang/ medula spinalis – otak

terletak dibelakang tulang tengkorak, sedangkan sumsum tulanhg belakang di

ruas ruas tulang belakang (mustaqim, 2018).


Otak adalah pusat kendali yang bertugas untuk mengatur segala fungsi

ditubuh,mulai dari gerakan, sekeresi atau mengeluarkan hormon, daya pikir atau

kognitif, sensas, hingga emosi (Handayani, 2021).

Otak besar (cerebrum) merupakan pusat saraf utama yang berfungsi untuk

mengatur semua aktivitas tubuh, berikatan dengan kependasaran (integensi),

ingatan (memori), kesadaran dan pertimbangan jaringan otak pada sistem saraf

pusat (SSP) sangat peka terhadap sebagai cedera diantanranya akibat oksidatif dan

trauma mukanuk (djuwita, 2013).

Otak tengah (merensefalon) terletak di depan otak kecil dan jembatan vorol.

Di depan otak tengah terdapat talamus dan kelenjar hipotesis yang mengatur kerja

kelenjar. Kelenjar endoktrin, bagian atas (dosal) otak tengah merupakan lobur

optikus yang mengatur refleks mata seperti penyimpitan pupil mata. Dan juga

merupakan pusat pendengaran (Husna, 2016).

Serebelum (cerebellum) dikenal sebgai otak kecil. Cerebellum berfungsi

untuk mengontrol kontraksi obat, koordinasi, postur dan keseimbangan tubuh

(Rosita, 2016)

Medula spinalis (spinalis Cord) adalah sususnan saraf pusat yang dapat

terdapat di dalam canalis ( sumsum tulang belakang). Medula spinalis

menghubungkan otak dengan bagian tubuh lainnya. Sama halnya dengan medula

spinalis juga dilapisi oleh sakut araknoid yang berfungsi sebagai lapisan pelindung

dan pendukung fungsi saraf pusat (Rosita, 2016)


Fungsi medula spinalis yaitu 1. Pusat pergerakan otot otot tubuh. 2 mengatur

pergerakan refleks spinalis dan lutut. 3 menghantarkan rangsangan koordinasi dari

otot dan sendi ke cerebrum di otak. 4. Penghubung antar medula spinalis. 5.

Penghubung komunikasi antara otak dan semua bagian tubuh (Rosita, 2016.

Obat obat golongan anastetika sistematik adalah obat yang bekerja secara

sistematik, dan dugunkan untu oprasi besar yang mamakan waktu lama. Obat

tersebut bekerja dengan cara memblokir sinyal saraf di otak dan tubuh, sehingga

penderita kehilangan kesadaran dan tidak merasakan sakit sama sekali selama

prosedur oprasi berlangsung secara umum. Golongan obat sedatif-hipnotik bekerja

dengan mempengaruhi fungsi pengaktifan retikula, rangsangan pusat tidur, dan

menghambat fungsi pusat asowal. Relaksan pusat adalah senyawa yang dapat

menekan fungsi sistem saraf pusat dan menimbulkan relaksasi otot pangkal (otot

bergaris) (Purwanto, 2020)

Golongan obat ini digunakan untuk meningkatkan relaksasi otot rangka, pada

keadaan kekejangan atau opasma dan untuk pengobatan tetanus. Obat antipsikotik

menimbulkan efek farmakologis dengan memengaruhi mekanisme pusat

depanergik, yaitu dengan bekerja sebagai antagonis pada reseptor dopamin

sehingga tidak dapat berintraksi dengan reseptor. Salah satu hipotesis mekanisme

kerja obat antikejang adalah serupa dnegan anstetik sistemati, yaitu termasuk obat

yang berstruktur tidak spesifik (Purwanto, 2020)

Anastesi adalah hilangnya sebagian atau semua bentuk sensasi yang

disebabkan oleh patologi pada sistem saraf, suatu teknik menggunakan obat
(inhalases), intravena atau lokal yang menyebabkan keseluruhan atau bagian dan

organisme menjadi mati rasa untuk berbagai periode waktu (Grace, 2016)

Tahap tahap anastesi yaitu analgesi, dimulai dengan keadaan sadar dan

diakhiri dengan hilangnya kesadaran bicara : indra penciuman dan rasa nyeri

hilang. Terjadi kehilangan kesadaran akibat penekanan konflik serebri, kekacauan

mental eksidasi atau di disium dapat terjadi (Indijah, 2016)

Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan saraf pusat

(SSP). Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari ringannya itu menyebabkan

tenang kantuk, menidurkan hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran hingga

kematia. Obat sedatif mampu menekan aktivitas mental, menurunkan respon

terhadap rangsangan emosi sehingga akan berefek menenangkan. Obat hipnotik

menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang

menyerupai tidur fisiologi (Fitra,2017)

Mekanisme kerja obat sistem saraf pusat yaitu struktur kimia, fisika, dan efek

farmakologi golongan anastetika sistematik sangat bervariasi. Hal ini

menunjukkan bahwa anastetika sistemik menekan sistem saraf pusat secara tidak

selektif dan aktivitasnya lebih ditentukan oleh sifat kimia dan bukan oleh

intraksinya dengan reseptor spesifik (Purwanto,2020)

Obat obat yang bekerja terhadap susunan saraf pusat dengan merangsang atau

stimulasi yang secara langsung maupun tidak langsung merangsanf aktivitas otak,

sumsum tulang belakang beserta syarafnya. Menghambat atau mendepresi, yang


secara langsung maupun tidak langsung memblokir prose prose tertentu pada

aktivutas otak, sumsum tulang belakang dan saraf (Rizky, 2013)

II.1. Klasifikasi Hewan Caba

Klasifikasi mencit (Mus musculus) (purwo, 20180

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Famili : Muridae

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus

II.3. Karakteristik Hewan coba

Karakteristik Mencit (Mus musculus) (Purwo, 2018)

Dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun dan dapat juga mencapai umur 3

tahun. Pada umur 8 minggu, tikus siap dikawinkan. Perkawinan mencit terjadi

pada saat mencit terjadi pada saat mencit betina mengalami estus yaitu 4-5 hari,

sesdangkan lama bunting 19-21 hari. Berat badan mencit jantan dewasa

berkisar antara 25-40 gram, sedangkan mencit betina 20-40 gram.


II.4. Uraian Bahan

a. Alkohol (Ditjen POM, 1979 : 62)

Nama Resmi : AETHANOLUM

Nama Lain : Alkohol

RM/BM : C2H2O/46, 07

Rumus struktur : H H

H-C-C-H

H H

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih mudah menyerap dan

mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah

terbakar dan memberi nyala tidak berasap.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform p,

dan dalam eter p

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terhindar cahaya;

ditempat tertutup rapat, terhindar dari cahaya

ditempat sejuk jauh dari nyala api.

Kegunaan : Sebagai zat tambahan, juga dapat membunuh kuman

b. Aquadest (Ditjen POM, 1979 : 96)

Nama Resmi : AQUA DESTILLATA

Nama Lain : Air suling

RM/BM : H2O/18,03
Rumus molekul : H-O-H

Pemerian : Cairan jenuh; tidak berbau; tidak berwarna tidak

mempunyai rasa.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pelarut

c. Asam Dikrat (Ditjen POM, 1979; 736-737)

Nama Resmi : TRINITROFENOL P

Nama Lain : Asam pikrat

RM/BM : C2H5O, O2H5/74,12

Pemerian : Serbuk balur, kuning terang tidak berbau, mudah

meledak

Kelarutan : Larut dalam 90 bagian air dan dalam 10 bagian etanol

(95 %) p

Kegunaan : Sebagai zat tambahan

d. Aqua pro infeation (API) (Ditjen POM, 1979)

Nama Resmi : AQUA PRO INJECTIONE

Nama Lain : Air untu injeksi

Pemerian : Keasaman-kebasaan: amonium: besi: tembaga timol:

kalsium: kloride nitrat zulfat: zat teroksidasi

memenuhi syarat yang terberat pada aquq destillata.


Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Pembuatan injeksi

e. Na-CMC % (Ditjen POM, 1979: 401)

Nama Resmi : NATRII CARBOXMETHYCELLULOSUM

Nama Lain : Natrium karboksimeti selulusa

Pemerian : Serbuk atau butiran, putih atau putih kuning gading,

tidak berbau atau hampir tidak berbau; higreokopik.

Kelarutan : Mudah mendispersi dalam cair, membentuk suspensi

koloida, tidak larut etanol (95 %) p, dalam eter p dan

dalam pelarut organik lain.

Penyimpanan : Botol kaca terlindung dari cahaya

Kegunaan : Anestetikum umum, pengawet zat tambahan.

II.5 Uraian Obat

1. Diazepam (Ditjen POM 1979)

Nama resmi : DIAZEPANUM

Nama Lain : Diazepam

Pemerian : Serbuk hablur, putih atau hamper putih; mual

-mula Tidak tidak mempunyai rasa,kemudia


n pahit.

Kelarutan : agak sukar laruta dalam air, tidak larut dalam e

tanol (95%) P; mudah larut dalam klrofrom P

Farmakodinamik : menghambat neurontransmisi, antara lain GAB

A dan glisirin

Indikasi : Hipnotika dan sedativa, antikonverlusi, velaks

asi otot dan antiensietas ( obat Epilepsi)

Efek Samping : Mengantuk, antaksia, kelelehan, komplikasi ku

lit edoma, mual dan kontriksi

Dosis : Dewasa 2-20 mg. 3-4 kali sehari. Anak anak 1

mg/kg/hari setiap 8 jam

2. Luminal ( Ditjen POM, 1979 : 481)

Nama resmi : PHENOBARBITALUM

Nama lain : Fenobarbital, luminal

Pemerian : Hablur atau serbuk putih, tidak berbau, rasa ag

ak pahit

Kelarutan : sangat sukar larut dalam air larut dalam etanol

(95%) P. Dalam eter P, dalam larutan alkali hi

droksida dan dalam larutan alkali karbonat

Farmakologi : Fenobarbital (fenobarbiton,luminal) adalah tur

unan barbital dengan mutu karya aktivitas leb


ih tinggi dibandingkan subitel

Indikasi : Sedative, epilepsi, totanus dan keracunan striki

inin

Efek samping : adikasi dan hidrosinasi

Kegunaan : Hipolotikum, sedative


BAB III

METODE KERJA

III.I. Alat dan Bahan

a. Alat

1. Kapas

2. Papan bedah

3. Seperangkat alat bedah

4. Spoit oral(kanula)

5. Spoit injeksi

6. Stopwatch

7. Toples kaca

b. Bahan

1. Alkohol

2. Air sulung

3. Aqua pro injection (API)

4. Diazepam

5. Eter

6. Kloroform
7. Kloralhidrat

8. Luminal

III.2. Prosedur kerja

1. Perlakuan anastesi

Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Mencit dikelompokkan dan

diberi tanda menjadi 3 kelompok, yaitu:

Kelompok I : Diberi eter

Kelompok II : Diberi kloroform

Kelompok III : Diberi alkohol

Masing-masing mencit dimasukkan ke dalam toples yang berbeda. Ambil

kapas lalu diberi dengan larutan uji atau obat (eter, kloroform, dan alkohol).

Kapas tersebut dimasukkan ke dalam toples. Catat onset dan durasi dengan

menggunakan stopwatch.

2. Perlakuan Hipnotik-Sedatif

Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Mencit dikelompokkan dan

diberi tanda menjadi 4 kelompok, yaitu:

Kelompok I : Diberi obat Luminal secara per-oral

Kelompok Il : Diberi obat diazepam secara per-oral

Kelompok III : Diberi larutan kloralhidrat secara per-oral

Kelompok IV : Diberi infusa kangkung secara per-oral

Masing-masing catat onset dan durasi dengan menggunakan stopwatch.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

Tabel Hasil Pengamatan

Berat Badan Hasil

Kelompok Perlakuan rata-rata pengamatan

(Detik)

1 Dosis I 12 mg/20 g BB 30,4 22,8

2 Dosis II 24 mg/20 g BB 30 18.24

3 Dosis III 48 mg/20 g BB 37,2 4,46

4 Kontrol Positif Diazepam 41,4 1,38

5 Kontrol negatif 29,6 36,18

Hasil Pengujian Durasi Efek Depresan Terhadap Mencit


IV. 2 Pembahasan

Pada dosis 12 mg/ 20 g BB (dosis 1), 24 mg/ 20 g BB (dosis II), 48 mg/ 20 g BB

(dosis III), kontrol positif dan obat diazepam 0,013 mg/ 20 gram BB dan kontrol

negatif aquadest 0,5 ml. Efek depresan pada penelitian ini dapat dilihat dari waktu

setelah perlakuan mencit terjatuh di rotard setelah pemberian perlakuan yang paling

memiliki efek depresan adalah kontrol positif (diazepam). Pengujian menggunakan

metode manual merupakan skrining farmakologi yang dilakukan untuk mengetahui

obat yang bekerja pada koordinasi gerak, terutama penurunan kontrol saraf pusat,

dengan cara hewan coba dilarikan pada alat rotard.

Setelah dilakukan uji lanjut duncan dapat dinyatakan bahwa pemberian perlakuan

sangat berpengaruh dibandingkan dengan kontrol negatif yakni aquades sebanyak 0,5

ml. Pemberian ekstrak daun Sariwangi 12 mg/ 20 g BB (dosis 1), 24 mg/ 20 g BB

(dosis II), 48 mg/ 20 g BB (dosis III) memperlihatkan pengaruh yang relatif sama

terhadap efek depresan pada mencit jantan antar dosis. Obat diazepam sebagai kontrol

positif memberikan pengaruh yang sangat nyata dengan depresan pada mencit jantan.

Efek depresan, dengan dilihat dari lamanya durasi mencit terjatuh dari rotard.

Pada setiap jamnya selama 6 jam dilakukan pengamatan dengan dilarikan pada rotard

untuk setiap perlakuan, mulai dari dosis 1 dilihat dari rata-ratanya sampai jam ke- 6

mencit masih mampu berlari dengan rata-rata 22,8 detik sampai jam ke -6. Begitupun

pada dosis II rata-rata kecepatan berlari sampai jam ke- 6 adalah 8,24 detik. Namun

pada dosis III rata-rata lamanya durasi mencit berlari menurun drastis yakni sekitar

4,46 detik sampai jam ke-6 sama sekali tidak ada pergerakan dari hewan uji atau
mencit sehingga hasil nilai rata-rata durasinya yakni 1,38 detik untuk kontrol berupa

Aquadest. Mencit dari jam 8 sampai ke-6 relatif normal dengan nilai durasi yakni 51,

18 detik sebagai kontrol negatif tidak menimbulkan efek apapun atau efeknya Netral

terhadap hewan uji.

Farmakodinamik diazepam, GABA( jamma-amino butyric acid) merupakan

neutrotransmitter inhibisi utama pada sistem saraf pusat. Ikatan diazepam pada reseptor

GABA di sistem limb dan hipotalamus akan meningkatkan laju ion klorida di dalam

neuron.

Faktor yang mempengaruhi pada pemberian obat SSP. Pada obat sedatif hipnotik

sebagai perekam tidur- REM, pemberian obat ini dalam waktu lama dianggap tidak

baik. Penggunaannya dalam masa lama dapat merusak karena obat tersebut tidak

menyebabkan tidur yang alami, toleransi akan timbul dan dapat terdapat bahaya

ketergantungan. Pada hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendispersi

susunan saraf pusat atau SSP efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari ringannya

yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan hingga yang berat yaitu hilangnya

kesadaran, keadaan anastesi, koma, dan kematian.


BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Sistem saraf pusat adalah sistem tubuh yang menerima dan memproris semua

informasi dari semua bagian tubuh yang sangat penting bagi kelangsungan tiap

manusia. Sistem saraf pusat terdiri dari otak besar, otak kecil, sumsum tulang

lanjutan (medula oblongata) dan sumsum tulang belakang (medula spinalis).

Otak terletak didalam tulang tengkorak sedangkan, sumsum tulang belakang

terletak fi ruas ruas tulang belakang. Sistem saraf pusat berfungsi untuk

mengendalikan seluruh pengaturan dan pengelohan rangsangan mulai dari

mengatur pikiran, gerakan emosi, pernapasan, denyut jantung, pelepasan

berbagai hormon, suhu tubuh, dan koordinasi seluruh tubuh untuk melakukan

fungsi pengaturan didalam tubuh.

V.2 saran

Semoga kedepannya laboratorium bisa menyediakan alat-alat yang lebih

banyak sehingga praktikum bisa berjalan dengan lancar dan semua praktikan bisa

lebih mudah saat praktikum.


DAFTAR PUSTAKA

Ditjen POM. 1979. Farmakope indonesia edisi III. Depkes RI : Jakarta

Dwijita,dkk. 2003. Industri ekstrak penggagasan secara invitro terhadap prolepsi sel
sel otak besar anak tikus. Fakultas hewani : Bogor

Gunawan sulista. 2016. Farmakologi dan terapi. : Jawa Barat

Husna Amrah. 2016. Biologi dasar dan kesehatan. Cv Sosial politik genus: Makassar

Insley Jack. 2005. Vade macam piadati. EGC : Jakarta

Joewana Satya. 2005. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoa
ktif. EGC : Jakarta

Marcos Hendra dan Ealuh Kusumashtri. 2016. Sistem pakarr diagnosis penyakit saraf
Saraf pusat dengan metode forward chanring. Program studi teknik informati
tika : Purwokerto

Mustaqim Ivan,dkk. 2018. Aplikasi media pembelajaran biologi sistem saraf menggu
nakan augimrented realty. University Tanjung : Purwokerto

Nugroho Rudy, Agung. 2018. Mengenal macam mencit sebagai hewan coba biologi
. University mulawarman : Samarinda

Rodjiki Purwo, Sri. 2018. Ovasklektoni pada tikus dan mencit. Airlangga universitas
press : Surabaya
Siswandono. 2010. Kimia medisinal 2. Airlangga university press : Surabaya
LAMPIRAN

Dokumentasi

LABORATORIUM FARMAKOLOGI LABORATORIUM FARMAKOLOGI


TOKSIKOLOGI 1 TOKSIKOLOGI 1
PROGRAM STUDI S1 FARMASI PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY UNIVERSITAS MEGAREZKY

Gambar 1 : Alat dan bahan yang akan Gambar 2 : Timbang Mencit


Digunakan

LABORATORIUM FARMAKOLOGI LABORATORIUM FARMAKOLOGI


TOKSIKOLOGI 1 TOKSIKOLOGI 1
PROGRAM STUDI S1 FARMASI PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY UNIVERSITAS MEGAREZKY

Gambar 4 : Pemberian obat Kafein pada Gambar 5 : Pemberian obat Diazepam


Mencit secara peroral Pada mencit secara peroral
LABORATORIUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI 1
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY

LAPORAN
ANALGETIK, ANTIPIRETIK DAN ANTIINFLAMASI

OLEH
KELOMPOK II (DUA)

EDWIN B1A119153
SITTI AISAH B1A119147
NUR CAHAYA B1A119157
NURUL AZMI B1A119171
NUR AWALIYAH HAMZAH B1A119176
SRI RAMADHANI 173145201135
WAHYU RISMAULINA K. B1A119172

ASISTEN : NINGSIH WANO KAKA TEFA

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Farmakologi dan toksikologi yang membahas tentang pokok pokok prinsip

dasar kerja obat, farmakodinamik dan farmakokinetik. Farmakologi di

definisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada

sistem biologis. Farmakologi mencakup pengetahuan tentang oabt meliputi

sejarah, sumber, sifat sifat, dan kimiawi, cara mearcik dan efek fisiologi dan

manusiawi. Toksikologi ilmu yang mempelajri keracunan zat kimia termsuk

obat, zat yang digunakan dala industri, lingkungan rumah tangga maupun

lingkungan hidup.

Laboratorium adalah tempat riset ilmiah, eksperimen pengukuran atau

pelatihan ilmiah dilakukan di laboratorium, biasanya dibuat untuk

memungkinkan dilakukannya kegiatan-kegiatan tersebut seacara terkendali.

Laboratorium diartikan sebagai suatu tempat untuk mengadakan percobaan

menyelidiki dan sebagainya yang berhubungan dengan fisika, kimia dan

biologi.

Labaratorium farmakologi-toksikologi memfokuskan kegiatannya pada

pengujian efek yang dihasilkan oleh senyawa oabt tertentu. Senyawa-senyawa

yang diujikan bisa dalam bentuk ekstrak, isolat maupun reaksi hasil pengujian

ini akan menghasilkan data pendukung mengenai tingkat etikasi dan

keasaman dan senyawa-senyawa yang diujikan untuk mengamati efek-efek


ini. Senyawa yang diujikan untuk mengamati efek-efek digunkan hewan-

hewan coba, mislanya mencit, tikus dan kelinci.

Hewan coba adalah hewan yang khusus diternak untuk keperluan

penelitian biologi. Hewan laboratorium tersebut digunakan sebagai model

untuk penelitian pengaruh hewan kimia atau obat pada manusia.

Analgesik atau analgetik adalah obat yang digunkan untuk mengurangi

atau menghilangkan rasa sakit, atau obat-obat penghilang nyeri tanpa

menghilangkan kesadaran. Obat ini digunakan untuk membantu meredakan

sakit. Sadar tidak sadar kita sering mengguakan misalnya ketika kita sakit

kepala atau sakit gigi, salah satu komponen obat yang kita minum biasanya

mengandung analgesik atau pereda nyeri.

Antipiretik adalah zat-zat yang dapat mengurangi suhu tubuh atau obat

untuk menurunkan demam atau panas tidak berektif pada orang normal.

Dapat menurunkan panas karena dapat menghambat prostaglandin pada CNS

(central nervous sysytem).

Anatiinflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang yang

disebabkan bukan karena mikroorganisme (non infeksi). Proses inflamasi

meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya hermaebilitas vaskuler dan

migrasi leukosit ke jaringan radang, dan gejala panas, kemerahan, bengkak,

nyeri sakit, fungsi terganggu. Obat antiinflamasi adalah obat golongan yang

memilii aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Obat ini terbagi atas

dua golongan yaitu, golongan antiinflamasi non steroid (AINS) dan

antiinflamsi steroid (AIS).


1.2 Maksud Percobaan

Adapun maksud percobaan ini agar mahasiswa mengetahui obat, pengaruh

dan beberapa tanaman yang bersifat analgetik, antipiretik dan antiinflamasi

pada hewan coba

1.3 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan percobaan ini agar mahasiswa mengetahui obat, pengaruh

dan beberapa tanaman yang bersifat analgetik, antipiretik dan antiinflamasi

pada hewan coba

1.4 Manfaat Percobaan

Adapun manfaat percobaan agar mahasiswa mengetahui obat, pengaruh

dan beberapa tanaman yang bersifat analgetik, anatipiretik dan antiinflamasi

pada hewan coba


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

Analgetik atau obat penghilang nyeri adalah obat-obat yang

mengurangi atau melenyapkan rasa tanpa menghilangkan kesadaran.

Analgetik adalah senyawa dalam dosis terupetik meringankan atau

menekan rasa nyeri, tanpa memiliki kerja efek samping analgetik

dibedakan dalam 2 kelompok yaitu analgesik yang bekerja kuat, bekerja

pada pusat (hipoanalgetik, kelompok epiat) bekerja terutan pada perifer

(Auliah, 2019).

Nyeri adalah pengamatan sensorik dan emosional yang

menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial

atau yang digambarkan dalam bentuk keruskan tersebut. Mekanisme

timbulnya nyeri didasari oleh prose multipel yaitu nosistepsi, sensitasi,

perifer, perubahan penatap, sensitirasi sentral, eksitabilitas ekstropik,

noreginsiasi struktual, dan penurunan inihibisi. Antara stamulus cedera

jaringan dan pengalaman objektif nyeri terdapat empat prose tersendiri :

induksi, transmisi, moduksi dan presepsi (Baharuddin, 2017).

Pada umumnya daya kerja analgetija dinilai pada hewan dengan

mengukur besarnya peningktan stimulus nyeri yang harus diberikan

sampai ada respon nyeri atau jangka waktu ketahanan hewan terhadap

stimulus nyeri atau juga peranan frekuensi respon nyeri. Penggunan obat-

obat analgetik dalam janga panjang dapat menghilangkan keluhan nyeri,


namun tidak sedikit menimbulkan efek samping. Obat obat analgetik

yaitu dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas yang terjadi pada

beberapa serta menganggu fungsi liver, ginjal dan pankreas

( Evacuasiany, 2010).

Golongan obat analgetik dibagi menjadi dua yaitu analgetik opoid

digunakan untuk meredakan atau menghilngkan rasa nyeri seperti pada

fraktor dan kanker. Contoh metodon, fentonial. Golongan obat analgesik

narkotik berupa asetaminofin dan fenarsitin. Obat-obat golongan

analgetik dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu paracetamol, salisilat

(asetol, salisilamida) (Wardoyo, 2019).

Antipiretik merupakan obat yang menekan suhu tubuh pada

keadaan demam. Pada umumnya demam adalah suatu gejala bukan

merupakan penyakit tersendiri. Pemberiaan obat-obatan antipiretik

bertujuan untuk menurunkan suatu pada hipotalamus dengan cara

mencegah terbentuknya prostaglandin dengan menghambat enzim

siklooginase (Benjamin, 2020).

Obat-obat antipiretik secara umum dapat digolongkan dalam

beberapa golongan yaitu golongan salisilat misalnya (aspirin,

salisilamid), golongan paraminofel (misalnya acetanopten, fenasitin) dan

golongan perazolon (misalnya rhimbatoson dan motanibote) (Benjamin,

2020).

Mekanisme kerja antipiretik-analgesik adalah dengan menghambat

enzim siklooginase yang menyebabkan asam arakidonat menjadi


endoperoksida, sehingga menghambat pembentukan prostaglandin.

Paracetamol bekerja dengan menekan efek dari pirogen endogen dengan

jalan menghambat sistesis prostaglandin (Moct, 2013).

Obat antipiretik menurunkan suhu tubuh hanya pada keadaan

dengan namun pemakaian obat golongan ini tidak boleh digunakan

secara rutin karena bersifat toksik. Efek samping sering ditimbulkan

setelah penggunaan antipiretik adalah respon hemodinamik seperti

hipertensi, golongan fungsi ginjal, olegurta, serta relensi garam dan air

(Halilintar, 2020).

Antiinflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan peradangan

yang disebabkan bukan karena aktivitas mikroorganisme (non infeksi).

Inflamasi adalah reaksi lekal jaringan terhadap infeksi atau cedera,

menyebabkan anatara lain terbakar, toksin, gigitan serangga, produk

bakteri atau pukulan keras (Tenasya, 2019).

Golongan obat-obat antiinflamasi dibagi menjadi dua golongan

yaitu golongan steroid dan golongan non steroid. Obat antiinflamasi

golongan steroid bekerja dengan menghambat pelepasan prostaglandin

dari sel-sel sumbernya. Untuk obat antiinflamasi golongan non steroid

merupakan obat analgetik lemah,antiflogestik, yang bekerja melalui

mekanisme lain seperti inhibihi siklooginase (Dewi, 2015).

Gejala prose antiiflamasi akut yang sudah dikenal meliputi rubor,

kalor, dulor dan tumor. Merupakan hal pertama yang terlihat didaerah

yang mengalami perdangan. Maka lebih banyak darah yang mengalir


kedalam mikrosikulasi lokal keadaan ini yang bertanggung jawab atas

warna merah lokal peradangan. Panas (calor), bekerja sejajar dengan

kemerahan reaksi radang akut. Rasa sakit (dolor) dalam reaksi

peradangan dapat ditimbulkan dengan berbagai cara. Perubahan pH lokal

menjadi lebih rendah atau konsentrasi lokal ion-ion tersebut dapat

menyerang ujung-ujung saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang

mendorong mangakibatkan peningkatan tekanan lokal. Yang paling

terlihat dari pembengkakan timbul akibat pengiriman cairan dan sel-sel

dan sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstial. Funcitolaesa yaitu

berkurangnya fungsi dari organ yang mengalami peradangan

(Annesia,2020).

Mediator nyeri itu merangsang reseptor nyeri (noiceptor) di ujung-

ujung saraf bebas dikulit, mukosa serta jaringan lain dan demikian

menimbulkan antara lain reaksi radang dan kejang-kejang. Noiceptor ini

juga terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh, terkucuali di SSP. (Tan

Hoan, 2015).

Patofisologi nyeri dibedakan menjadi 4 yaitu pertama nyeri

nosiseptif, jenis ini nyeri berasal dari rangsanga resptor nyeri dan bisa

timbul akibat adanya peradangan deformasi mekanik atau perlakuan

progesif. Kedua nyeri neuromatik, rasa nyeri di akibatkan oleh kerusakan

sistem saraf pusat atau sistem perifer. Ketiga nyeri campuran, jenis ini

mempunyai asal yang bersifat campuran atau patafisiologi tidak dapat


ditentukan. Keempat nyeri psikologik, nyeri yang disebabkan gangguan

psikologis (Dwi, 2019).

Nyeri akut merupakan respons protektif atau tanda adanya suatu

luka atau rangsnagan yang berbahaya (noxious), nyeri kronik merupakan

gejala suatu penyakit atau dapat pula merupakan penyakit (Nurmiati,

2016).

Penggolongan obat NSAID dibagi menjadi 2 jenis yaitu aspirin dan

non aspirin. Yang termasuk kedalam golongan NSAID non-aspirin antara

lain ibu profen dan naproxen. Beberapa jenis dari obat NSAID ini

diperoleh dengan menggunakan resep dokter. Obat NSAID juga

digunakan untuk mengobati radang sendi, dan lain-lain (Devi,2009).

Mekanisme nyeri, yaitu jalur opiate dan jalur non opiate. Jalur

opiate ditandai oleh pertemuan reseptor pada otak yang terdiri atas jalur

spinal desendens dan talamus, yang melalui otak tengah dan medula, ke

tanduk dorsal sumsum tulang belakang yang berkonduksi dengan

nonreciptor implus supresif (Aziz, 2008).

Penatalaksanaan nyeri pada abdominal pain dilaksanakan dengan

dua cara yaitu secara farmakologis dan non farmakologis.

Penatalakasanaan nyeri secara farmakologi dilakukan secara

berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam pemberian analgetik,

sedangakan tindakan non farmakologis yaitu salah satunya adalah dengan

memberikan terapi relaksasi. Abdomen plain merupakan gejala utama


dari acute abdoment yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak spesifik (Nita,

2014).

Mekanisme peradangan dimulai dengan kerusakan jaringan akibat

stimulus yang menyebabkan pecahnya sel mast diikuti dengan pelepasan

mediator inflamasi, dilanjutkan dengan terjadinya vasodilatasi yang

kemudian menyebabkan migrasi sel leukosit (Dewi, 2015).

Pirogen merupakan bahan kimia yang dapat meningkatkan suhu

tubuh. Pirogen dapat berasal dari dalam tubuh sebagai respon pertahanan

tubuh melawan mikroorganisme yang termasuk dalam tubuh contohnya

interleukin 1 (Fransisca, 2016).

Patofisiologi demam, secara teoritis kenaikan suhu pada infeksi

dinilai menguntungkan, oleh karena itu darah makin cepat sehingga

makanan dan oksigenasi makin lancar. Namun kalau suhu terlalu tinggi

(diatas 38,5 °𝐶) pasien di mulai merasa tidak nyaman, aliran darah cepat,

jumlah darah unutuk mengalir organ vital (otak, jantung dan paru)

bertambah, sehingga volume darah ke ekstremitas dikurangi, akibatnya

ujung kaki/tangan terasa dingin. Demam yang tinggi memacu

metabolisme yang sangat cepat, jantung dipompa lebih cepat, frekuensi

napas lebih cepat (Ismoedjanto, 2000).

Terapi farmakologi demam, terapi farmakologi yang digunakan

biasanya adalah berupa pemberian obat penurun panas seperti

Paracetamol (Ani, 2018).


II.1. Klasifikasi Hewan Caba

Klasifikasi mencit (Mus musculus) (purwo, 20180

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Famili : Muridae

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus

II.3. Karakteristik Hewan coba

Karakteristik Mencit (Mus musculus) (Purwo, 2018)

Dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun dan dapat juga mencapai umur 3

tahun. Pada umur 8 minggu, tikus siap dikawinkan. Perkawinan mencit

terjadi pada saat mencit terjadi pada saat mencit betina mengalami estus

yaitu 4-5 hari, sesdangkan lama bunting 19-21 hari. Berat badan mencit

jantan dewasa berkisar antara 25-40 gram, sedangkan mencit betina 20-

40 gram.
II.4. Uraian Bahan

a. Alkohol (Ditjen POM, 1979 : 62)

Nama Resmi : AETHANOLUM

Nama Lain : Alkohol

RM/BM : C2H2O/46, 07

Rumus struktur : H H

H-C-C-H

H H

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih mudah menyerap

dan mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah

terbakar dan memberi nyala tidak berasap.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform p,

dan dalam eter p

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terhindar cahaya;

ditempat tertutup rapat, terhindar dari cahaya

ditempat sejuk jauh dari nyala api.

Kegunaan : Sebagai zat tambahan, juga dapat membunuh kum

an

b. Aquadest (Ditjen POM, 1979 : 96)

Nama Resmi : AQUA DESTILLATA

Nama Lain : Air suling

RM/BM : H2O/18,03
Rumus molekul : H-O-H

Pemerian : Cairan jenuh; tidak berbau; tidak berwarna tidak

mempunyai rasa.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pelarut

c. Aqua pro infeation (API) (Ditjen POM, 1979)

Nama Resmi : AQUA PRO INJECTIONE

Nama Lain : Air untu injeksi

Pemerian : Keasaman-kebasaan: amonium: besi: tembaga

timol: kalsium: kloride nitrat zulfat: zat teroksidasi

memenuhi syarat yang terberat pada aquq

destillata.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Pembuatan injeksi

d. Na-CMC % (Ditjen POM, 1979: 401)

Nama Resmi : NATRII CARBOXMETHYCELLULOSUM

Nama Lain : Natrium karboksimeti selulusa

Pemerian : Serbuk atau butiran, putih atau putih kuning

gading, tidak berbau atau hampir tidak berbau;

higreokopik.
Kelarutan : Mudah mendispersi dalam cair, membentuk

suspensi koloida, tidak larut etanol (95 %) p, dalam

eter p dan dalam pelarut organik lain.

Penyimpanan : Botol kaca terlindung dari cahaya

Kegunaan : Anestetikum umum, pengawet zat tambahan.

II.5 Uraian Obat

a. Asam Mefenamat (Ditjen POM, 2014)

Nama Resmi : MEFENAMIC ACID

Nama Lain : Asam mefenamat

Pemerian : Serbuk hablur, putih atau hampir melebur p

ada suhu kering 230° disertai pencairan

Kelarutan : Larut dalam alkali hidroksida, agak sukar l

arut dalam etanol dan dalam metanol, prak

tik tidak larut dalam air

Farmakodinamik : Menghambat sinstesis prostaglandin denga

n menghambat kerja siklooginase (Ratih,2

020).

Kontraindikasi : Kepekaan terhadap asam mefenamat, rada

ang atau tukak pada saluran pencernaan

Efek samping : Asam mefenamat dapat mengiritasi sistem

pencernaan dan menglibatkan komplikasi a

tau diare (Iskandar,2019)


Dosis : Anak-anak >6 bulan : 3-5,6 mg/kg BB tiap

6 jam atau 4 kali perhari. Dewasa dan anak

>14 tahun : dosis awal 500mg. (Iskandar,20

20)

b. Natrium Dikofenak (Ditjen POM, 2020)

Nama Resmi : DICLOFENAC SODIUM

Nama lain : Diklofenak natrium

Pemerian : Serbuk hablur putih hingga hampir:higroko

pik, melebur pada suhu 284°

Kelarutan : Mudah larut dalam metanol: larut dalam et

anol ; agak sukar larut dalam klorofrom da

n dalam eter

Farmakodinamik : Obat ini adalah penghambat COX. Diklofe

nak memiliki aktivitas menghambat proses

taglandin yang merupakan mediator nyeri

Indikasi : untuk rematik anarektikuler, peradangan da

n rematid terapi singkat migran akut

Efek smping : Mual, gastritis dan eritrum kulit

c. Paracetamol (Ditjen POM, 1979 : 37)

Nama Resmi : ACETAMINOPHENUM

Nama Lain : Paracetamol, asetaminofen


Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berb

au; rasa pahit sebagian metalosit 3-karbok

sil yang tidak terkonjugasi

Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air etanol (95%) P,

dalam 13 bagian aseton P dalam 40 bagian

gliserol P dan bagian Propilenglikol P ; lar

ut dalam alkali hidroksida

Indikasi : Untuk mengatasi rasa sakit dan nyeri

Efek samping : reaksi alergi jarang terjadi gangguan haper

dapat terjadi akibat toksisitas

Dosis : Dosis paracetamol untuk dewasa 300mg/1

g perkali dengan minimum 4g perhari untu

k anak 6-12 tahun : 150-300 mg/hali dan b

agi dibawah 1 tahun : 60mg/hari


BAB III

METODE KERJA

III.I. Alat dan Bahan

a. Alat

Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah :

1. Kanula (spoit oral)

2. Pletysnometer

3. Spoit injeksi

4. Termometer

b. Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah :

1. Alkohol 96%

2. Air sulung

3. Aqua pro injection (API)

4. Daun belimbing wuluh

5. Pegagan

6. Daun pepaya

7. Diklofenat

8. Ibu profen

9. Indometasin

10. Kapas

11. Mencit
12. Na – CMC 1%

13. Paracetamol

14. Pepton

15. Pirazolon

III.2. prosedur kerja

1. Percobaan Analgetik

(Induksi termal) Mencit dibagi menjadi 4 kelompok. Mencit kelompok I

diberi paracetamol secara per-oral. Mencit kelompok II diberi ibuprofen

secara per-oral. Mecit kelompok III diberi indometasin secara per-oral.

Mencit kelompok IV diberi Na-CMC 1 % secara per-oral sebagai kontrol.

Mencit diletakkan diatas plat panas suhu 55°C selama (5”,10”,15' dan 20”)

2. Percobaan Antipiretik

Mencit dibagi menjadi 4 kelompok. Tiap mencit diukur suhu awalnya

dengan termometer rektal. Tiap mencit diinduksi dengan pepton 1,5 Yo

secara intraperitonial. Tiap mencit diukur lagi suhunya. Mencit kelompok

I diberi paracetamol secara per-oral. Mencit kelompok II diberi ibuprofen

secara peroral. Mecit kelompok III diberi indometasin secara per-oral.

Mencit kelompok IV diberi Na-CMC 1% secara per-oral sebagai kontrol.

Lalu diukur suhu rektal selama (5”,10”,15'dan 20”).

3. Percobaan Antiinflamasi

Mencit dibagi menjadi 4 kelompok. Tiap mencit diukur volume kaki

dengan pletysnometer. Tiap kelompok diinduksi dengan albumin 196

(intraplantar). Diukur kembali volume kakinya manggunakan


pletysnometer. Mencit I diberi pirazolon secara per-oral. Mencit II diberi

diklofenat secara per-oral. Mencit III diberi indometasin secara per-oral.

Mencit IV diberi Na-CMC 1 % secara peroral sebagai kontrol. Tiap

kelompok diukur volume kakinya pada menit 15, 30, 45, dan 60 menit.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

a. Analgetik

Tabel 1 persentase proteksi analgetik

Kelompok Proteksi analgetik (%)

Na - CMC 0

Asam mefenamat 85, 73

Dosis 2,5 mg/ 200 gram BB 90, 29

Dosis 5 mg/ 200 gram BB 89, 62

Dosis 7,5 mg/ 200 gram BB 94, 84

b. Antiinflamasi

Tabel 2. Volume rata-rata persentase radang uji efek antiiflamasi

Rata- rata persentasi radang (%)

Kelompok Jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 5

Na- CMC 60,50 66,22 63,00 69,22 73,22

Natrium Diklofenak 53,38 34,30 20,76 16,54 9,72

Ekstrak 2,5 mg/ 200 gram BB 52,73 32.00 24,36 16,45 12,91

Ekstrak 5 mg/ 200 gram BB 62,52 50,80 44,48 16,91 30,49

Ekstrak 7,5 mg/ 200 gram BB 57,56 38,67 28,00 17,00 10,00
c. Antipiretik

Tabel.3 rata-rata kenaikan suhu rektum mencit (℃ )

Sebelum di 30 menit Rata-rata


Kelompok diinduksi setelah kenaikan
vaksin diinduksi suhu rektum
vaksin mencit
Paracetamol 35,90 36,90 1,00

Na- CMC 36,10 37,10 1,00

Ekstrak 150mg/kg BB 35,90 36,70 0,80

Ekstrak 300mg/kg BB 36,00 36,90 0,90

Ekstrak 600mg/kg BB 36,60 36,80 1,20

Jumlah rata-rata 0,98

IV.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil tabel pengamatan yaitu pada tabel.I memperlihatkan

persentase proteksi analgetik pada pengujian efek analgetik yang

memperlihatkan bahwa semua ekstrak memiliki efek analgetik yang

signifikan bila dibandingkan dengan kelompok (kontrol negatif), dan efek

yang tidak jauh berbeda dengan (kontrol postif). Dosis yang efektif sebagai

anlagetik adalah 7,5 mg/200g BB.

Pada tabel.II memperilihatkan persentase volume radang pada kaki

mencit pada pengujian efek antiinflamasi yang memperlihatkan bahwa

semua ekstrak memiliki efek antiinflamsi yang signifikan dibandingkan

dengan kelompok (kontrol negatif), dan efek yang tidak jauh beda dengan
kelompok (kontrol postif). Pada perhitungan rata-rata persentase volume

radang tertinggi pada kelompok Na-CMC tidak terjadi penurunan,

sedangkan pada kelompok Natrium diklofenak dan ekstrak 2,5 mg/200g BB,

5 mg/200g BB, dan 7,5 mg/200g BB. Terlihat terjadi penurunan persentase

voluem bengkak kaki tiap jamnya. Pada jam 1 dan jam ke 2 belum terdapat

perbedaan yang bermakna penurunan volume kaki mencit dari tiap

kelompok, sedangkan pada jam 3 dan ke 4, dan ke 5, sudah terlihat ada

perbedaan angka yang bermakna antara Na-CMC (kontrol negatif), dengan

kelompok Natrium diklofenak (kontrol positif), dan kelompok Ekstrak.

Pada tabel.III memperlihatkan kenaikan suhu tubuh yang signifikan dari

pemberian paracetamol, Na-CMC, Ekstrak 150mg/kg BB, Ekstrak

300mg/kg BB, Ekstrak 600mg/kg BB. Semua hewan uji yang mengalami

peningkatakan suhu sebesar atau lebih dari 0.6℃ dapat dikategorikan telah

mengalami demam. Berdasrkan data pada tabel III semua hewan uji

mengalami peningkatan suhu diatas 0,6. Dengan rata-rata peningkatan 0,98

℃, sehingga dapta disimpulkan hewan uji telah mengalami demam yang

cukup tinggi.
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa analgetik

atau obat penghilang nyeri adalah obat untuk mengurangi atau melenyapkan rasa

tanpa menghilangkan kesadaran. Obat golongan analgetik dibagi menjadi dua

yaitu analgetik non narkotik dan norkotik. Antipiretik adalah obat yang menekan

suhu tubuh pada keadaan dmem, sedangkan antiinflamasi adalah obat yang dapat

menghilangkan peradangan. Golongan obat-obatnya seperti steroid dan

golongan non steroid

V.2 Saran

Saran kami yaitu ketika selesai percobaan atau praktikan kakak asiten

lebih menjelaskan dan memeberikan sedikit materi agar kami lebih paham dalam

menjalankan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Anisa Muhammad Hidayatullah. 2020. Buah nanas(Ananar comosus L) sebagai


faktor penurunan risiko inflamasi kronis pada penyakit infeksi. Fakultas
kedokteran university Lampung

Auliah Nielma, dkk. 2019. Uji efek analgetik ekstrak etanol daun nagka (Artocarpus
Heterophlus Lam) yang diinduksi asam asetat. Stikes megarezky : Makassar

Baharuddin Mochammad. 2007. Patofisiologi nyeri (PAIN). Fakultas kedokteran


university muhammadiyah : Malang

Benjamin Sri Gintari, dkk. 2020. Uji efek antipiretik ekstrak etanol daun miana
(coleus seutassiodes L) benih pada tikus putih jantan galur wisata (Rattus
Norvigicus. FMIPS : Unstrat Manado

Dewi Tia Santika, dkk. 2015. Aktivitas antiinflamasi ekstrak etis kulit batang
tunggulun (protium javanioum burim) terhadap edema pada tikus westos yang
diinfuksi dengan keberagaman. FMIPA : Universitas Udayana

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI : Jakarta

Ditjen POM. 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI. Depkes RI : Jakarta

Evacuasiany Endang, dkk. 2010. Analgesic Effect OF Ethanol Ekstrak Of People


(Pipes Retrofractum Viahl On make swies Webstis otrain. Fakultas kedokteran :
Universitas kristen maranotha

Halilintar Muhammad Perwira. 2010. Uji aktivitas antipiretik ekstrak etanol daun
kecombang pada kelinci lokal. Fakultas ilmu kesehatan universitas
Muhammadiyah : Pekalongan

Moot Clementia Luigy, dkk. 2013. Uji efek antipiretik infusa daun sesewanua (
cleorendren savamatum Vahl) terhadap kelinci jantan yang diinduksi. FMIPA :
Mana do
Nugroho Rudy Ageng. 2018. Mengenal mencit sebagai hewan coba laboratorium.
Universitas Mulawarman : Samarinda

Redjeki Purwo Sri, dkk. 2018. Ovasiektomi pada tikus dan mencit. Airlangga
university press : Surabaya

Wardoyo Aryraf Vivaldi, dkk. 2019. Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap obat
analgetik pada swameditasi untuk untuk mengatasi nyeri akut. Fakultas
kedokteran : University Lampung

Amir Nurmiati, 2016. Depresi aspek neurologi dragnosis dan tatalakasan. Fakultas
kedokteran university Indonesia : Jakarta

Sarbini Dwi, dkk. 2019. Gizi geriatri. University muhammadiyah press : Surakarta

Indriasari Devi. 2009. 100% sembuh tanpa dokter. Grahatma : Yogyakarta

Hidayat Aziz Alimul. 2008. Keterampilan dasar praktis klinik kebidanan. Salemba
medika : Jakarta

Handy Fransisca. 2016. Penyakit langganan anak. Pustaka bunda : Jakarta

Ismadijanto. 2000. Demnam pada anak. Vol 2. No. 2

Kristiangnigsih, dkk. 2018. Hubungan tingkat pengetahuan tentang demam dengan


menggunakan bayi 0-12 bulan. University muhammadiyah : mataram
LAMPIRAN

Dokumentasi

LABORATORIUM FARMAKOLOGI LABORATORIUM FARMAKOLOGI


TOKSIKOLOGI 1 TOKSIKOLOGI 1
PROGRAM STUDI S1 FARMASI PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY UNIVERSITAS MEGAREZKY

Gambar 1 : Asam asetat sebagai peng Gambar 2 : Asam mefenamat sebagai


induksi nyeri Sebagai kontrol postif (ko
ntrol obat)

LABORATORIUM FARMAKOLOGI LABORATORIUM FARMAKOLOGI


TOKSIKOLOGI 1 TOKSIKOLOGI 1
PROGRAM STUDI S1 FARMASI PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY UNIVERSITAS MEGAREZKY

Gambar 3 : Pemberian Asam mefenamat Gambar 4 : Pemberian asam asetat secara


Secara oral Intraperitonial
LABORATORIUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI 1
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY

LAPORAN
ANTIHIPERTENSI DAN DIURETIK

OLEH
KELOMPOK II (DUA)

EDWIN B1A119153
SITTI AISAH B1A119147
NUR CAHAYA B1A119157
NURUL AZMI B1A119171
NUR AWALIYAH HAMZAH B1A119176
SRI RAMADHANI 173145201135
WAHYU RISMAULINA K. B1A119172

ASISTEN : NINGSIH WANO KAKA TEFA

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Farmakologi dan toksikologi yang membahas tentang pokok-pokok


prinsipndasar kerja obat , farmakodinamik dan farmakokinetik. Farmakologi
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada system
biologis. Farmakologi mencakup pengetahuan tentang obat meliputi sejarah,
suber, sifat-sifat fisika dan kimiawi. Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari
keracunan zat kimia termasukmobat, zat yang digunakan dalam industry,
lingkungan rumah tangga maupun lingkungan hidup.

Laboratorium adalah tempat riset ilmiah , eksperimen, pengukuran


ataupun pelatihan ilmiah dilakukan dilabotarium biasanya dibuat untuk
memungkikan dilakukannya kegiatan-kegiatan tersebut secara terkendali.
Laboratoium diartikasn sebagai suatu tempat untuk mengadakan percobaan
penyelidikan dan sebagainya yang berhubungan dengan fisika, kimia dan biologi.
Laboratorium merupakan suatu ruangan tertutup , kamar atau ruang terbuka
misalnya kebun.

Laboratorium farmakologi –Toksikologi memfokuskan kajiannya pada


pengujian efek yang dihasilkan oleh senyawa obat tertentu. Senyawa-senyawa
yang diujikan bisa dalam ekstrak, isolate maupun fraksi. Hasil dari pengujian ini
akan mengahsilkan data pendukung mengenai tingkat afikasi dan keamanan dari
senyawa-senyawa yang diujikan. Untuk mengamati efek-efek ini, maka
digunakan hewan-hewan coba, misalnya mencit, tikus, marmut dan kelinci.

Hewan coba adalah hewan yang khusus di ternak untuk keperluan


penelitian biologic. Hewan laboratorium tersebut digunakan sebagai modal untuk
penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Beberapa jenis hewan
dari laboratorium terkecil dan sederhana keukuran yang besar dan lebih komplit
digunakan untuk keperluanpenelitian seperti mencit, tikus dan kelinci.

Penggunaan mencit (Mus Musculus) sebagai hewan uji memiliki banyak


keuntungan diantaranya penanganannya yang mudah, harga yang murah, jumlah
penanganannya yang banyak, berukuran kecil, serta memiliki kemiripan fisiologi
dengan manusia. Mus Musculus yang memilki perilaku yang unik dan beragam
lainnya menjadi biasa dalam penelitian-penelitian tertentu.

Obat antinipertensi adalah obat yang digunakan untuk menurunka tekanan


darah tinggi hingga menurunkan tekanan darah normal. Tekanan darah tinggi
merupakan kondisi medis dimana terjadi peningkatan darah secara kronis (dalam
jangka waktu lama). Hipertensi merupakan salah satu risiko kardiovaskular yang
paling banyak menyebabkan kematian di seluruh dunia.

Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang memerlukan


penanggulangan yang baik. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengobati
hipertensi diantaranya dengann menempuh gaya hidup sehat, menghindari
makanan atau minuman yang dapat meningkatkan tekanan darah dan dengan
penggunaan obat anti hipertensi. Penggunaan obat antihipertensi menjadi pilihan
utama dalam pengobatan hipertensi karena efek terapi yang dihasilkan lebih
cepat terasa.

Diuretik adalah obat yang bekerja pada ginjal untuk meningkatkan ekskresi
dan natrium klorida. Sebagian besar bekerja dengan menurunkan reabsorbsi
elektrolit oleh tubulus. Beberapa diuretic, secara luas digunakan pada hipertensi.
Salah satu, penyebab penyakit hipertensi, yakni diakibatkan oleh asupan natrium
tinggi dan peningkatan sirkulasi hormone natriuetik yang menghinbisi transport
natrium intraseluler menghasilkan peningkatan reaksi vascular dan tekanan
darah.
Pengetahuan tentang antihipertensi dan diuretik, penggunaan klisnis
maupun efek sampingnya melalui percobaan ini diharpkan dapat menjadi dasar
bagi mahasiswa farmasi dalam memberikan terapi farmakologi yang tepat bagi
penderita hipertensi.

1.2 Maksud Percobaan

Adapun maksud percobaan agar mahasiswa mengetahui dan memahami


efek farmakologi obat-obat anti hipertensi dan diuretic pada hewan coba mencit
(Mus Musculus).

1.3 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan percobaan ini untuk mahasiswa mengetahui dan


memahami efek farmakologi obat-obat anti hipertensi dan diuretic pada hewan
coba mencit (Mus Musculus.

1.4 Manfaat percobaan

Adapun Manfaat percobaan ini agar mahasiswa dapat mengetahui dan


memahami efek farmakologi obat-obat hipertensi dan diuretik pada hewan coba
mencit (Mus Musculus).
BAB II

TINJUAN PUSTAKA

II. 1 TEORI UMUM

Antihipertensi adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan


hipertensi. Suatu kondisi dimana tekanan histolik lebih tinggi dari 160 mmHG
atau tekanan diastolic lebih dari 90 mmHG (Siswandono, 2016).

Diuretik adalah sifat meluruhnya air seni. Pengertian lainnya sifat


mengurangi jumlah air dan senyawa lainnya dalam plasma darah dengan cara
dibuang sebagai urine (Adi, 2016).

Mekanisme terbentuknya hipertensi adalah melalui terbentuknya


angiontensi II dan angiontensi I oleh angiotensin I di converting enzim (ACE).
ACE memegang peran fisiologis dalam megatur tekanna darah (Alfa, 2014).

Komplikasi hipertensi yaitu hipertensi dapat mengenai berbegai organ


tubuh, seperti penyakit jantu dan pembuluh darah, penyakit hipertensi
cerebrovascular, hipertensi ensefalopati dan hipertensi renopati (Alfa, 2014).

Klasifikasi obat hipertensi yaitu :

1. Diuretic memilki efek anti hipertensi dengan menigkatkan pelepasan air dan
garam natrium. Hal ini menyebabkan penurunan volume cairan dan
merendahkan tekanan darah (Joyce 1, 1996).
2. Beta adienergic Blockus, golongan obat ini bekerja kinerja beta adrienergic
pada system safar simpatis yaitu menurunkan kerja jantung yang lebih akan
oksigen melalui penurunan frekuensi jantung dan vasodilatasi artin
(Ida,2020).
3. Vasidilator yaitu bekerja dengan menurunkan tanus otot polos sehingga
terjadi dalatasi ateri dan vena. : Angiotensin Converting Enzim (ACE)
inhibitor degradasi bradykinin dan menstimulasi sintetis substansi vasodilatasi
yang lain, termasuk protaglanin E2 prostasiklin, ACE inhibitor meurunkan
tekanan darah (Rita,2016).
4. Angiotensin II Receptor Blocker (ARB) Angiotensi II dihasilkan melalui dua
jalur enzimatis : RAAS yang melibatkan ACE dan jalur alternatif yang
menggunakan enzim lain seperti aymeses. ARB langsung memblok receptor
angiotensin II tipe I (AT1) dimana receptor ini mempengaruhi vasikontriksi,
pelepasan aldsteron, aktivasi simpatik, pelepasan hormone antidiuretik dan
kontruksi aeferen aferen artericks pada glomelurus (Rita,2016).
Diretik menjadi subkelas yakni: Thiazide loop, mekanisme kerjanya
yaitumenghambat reabsorpsi Nacl dari sesi luminal sel epitel tubulus distal.
Diuretik loop bekerja dengan menghambat aktivitas simportee Na+/K+/2 Kcl-
di thick ascending limb di lengkung henle (loop). Diuretik hemat kalium
bekerja menjegah sekresi K+ dengan melawan aldosteron pada tubulus distal
dan korteks tubulus kolektivus. Diuretik Antagonis aldosterone yaitu bekerja
menghambat aldosterone dan aldosteron berfungsi mereabsorpsi Na dan
menskresi K, maka obat mengahmbat reksistensi dan mengahmbat
vasikonstriksi (Rita, 2016).
Efek samping dari obat anti hipertensi berbeda-beda tergantung jenis
obatnya. Obat hipertensi jenis diuretic akan meningkatkan jumlah air seni
sehingga sering buang air kecil. Ini biasa menyebabkan kekurangan kalium
bahkan sampai dehidrasi. Efek samping dari obat antihipertensi golongan
penghambat kalsium antara lain sakit kepala, denyut jantung yang cepat,
kemerahan pada kulit, kaki bengkak, pembengkakan pada gusi dan sembelit
(Lili,2016).
Anatomi dan Fisiologi system kardiovaskuler, secara fisiologi jantung
adalah salah satu organ tubuh yang paling vital fungsinya dibandingkan
dengan organ tubuh vital lainnya. Dengan kata lain, apabila fungsi jantung
mengalami gangguan maka besar pengaruhnya terhadap organ-organ tubh
lainnya terutama ginjal dan otak(Nurhidayat, 2015).
Secara anatomi ukuran jantung sangtlah variatif. Dari beberapa refernsi,
ukuran jantung mausia mendekati ukuran kepalan tanganya atau dengan
ukuran panjang kira-kira 50 (12cm) dan lebar sekitar 3,50 (9cm). jantung
terletak dibelakang tulang sternum, tepatnya diruang mediastinum diantara
kedua paru-paru dan bersentuhan dengan difragma. Bagian atas jantung
terletak di bagian atas bawah esternal notch, 1/3 dari jantung berada disebelah
kanan dari midline sternum, 2/3 nya di seblah midline sternum. Sedangkan
bagian apeks jantung di intercostal ke-5 atau tepatnya di bagian bawah putting
susu sebelah kiri. Janting dibungkus oleh sebuah lapisan yang disebut lapisan
pericardium, dimana lapisan pericardium ini dibagi menjadi 3 lapisan, yaitu
lapisan fibrosa,lapisan panetal, dan lapisan visceral. Lapisan otot jantung
terbagi menjadi 3 yaitu Epikardium adalah bagian luar otot jantung atau
Pericardium Visceral, Miokardium adalah, jaringan utama oto jantung yang
bertanggungjawab atas kemampuan kontraksi jantung. Endokardium adalah
lapisan tipis bagian dalam otot jantung atau lapisan tipis endotel sel yang
berhubungan langsung dengan darah (Nurhidayat,2015).
Katup jantung terbagi menjadi 2 bagian, yaitu katup yang
menguhubungkan atrium kanan dengan ventrikel kanan, dinamakan
atrioventrikuler. Sedangkan katup yang menghubungkan sirkulasi sitematik
dan sirkulasi pulmonal dinamakan katup seminular. Jantung dibagi menjadi 2
bagian ruang, yaitu Atrium (serambi) dan Ventrikel (bilik). Ruang atrium
dibagi menjadi 2 bagian, yaitu atrium kanan dan atrium kiri. Demikian halnya
dengan ventrikel, dibagi menjadi 2 yaitu ventrikel kanan dan ventrikel kiri.
Jadi, kita boleh mengatakan jantung dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian
kanan (atrium kanan dan ventrikel kanan) dan jantung bagian kiri (atrium kiri
dan ventrikel kiri). Arteri koroner kiri dan arteri koroner kanan. Secara umum
siklus jantung dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu systole atau kontraksi
jantung dan disastole atau relaksasi atau ekspansi jantung. Secara spesifik
siklus jantung dibagi menjadi 5 fase, yaitu fase ventrikel filling, fase atrial
contraction, fase Isovolumetric Ccontraction, fase Ejection, fase
Isovolumetric Relaxation.
Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII yaitu normal, sistolik
<120 dan diastolik <80, pra-hipertensi sistolik 120-139 mmHG dan diastolic
80-89 mmHG, hipertensi st 1 sistolik 140-159 mmHG dan diastolic 90-99
mmHG, hipertensi st 2 sistolik =160 dan diastolic = 100 mmHG (Sylvestris,
2014).
Hipertensi ada dua macam yaitu hipertensi akibat api hati berlebihan.
Jenis ini disebut juga hipertensi akibat yang hati berlebihan (liver-yang
dominan hypertension) atau organ hatinya panas. Gejalanya berupa sakit
kepala, pusing, wajah merah dan panas, mata merah, lidah merah berselaput
kuning mengkilap, nadi teganga atau kuat dan licin, mudah marah, tidak
nyenyak, telinga berdenging, kaki lemas dan sembelit. Hipertensi akibat
kekurangan air ginjal. Jenis ini disebut juga hipertensi akibat kekurangan Yin
Ginjal (kidney-yin deficient hypertension) atau organ ginjalnya kuning.
Gejalanya berupa sakit kepala, pening, telinga berbunyi, berdebar, susah tidur,
lidah merah atau merah terang dan licin, nadi cepat dan kuat, pinggang
pegal/ngilu, banyak mimpi dan lemah syahwat (impoven) (Dalimartha,2008).
Etiologi penyakit hipertensi, berdasarkan penyebabnya dapat
dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu hipertensi essensial (hipertensi
primer) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi
sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain
(Nurhidayat,2015).
Penyebab hipertensi eksternal dan internal yaitu faktor internal seperti
jenis kelamin, umur genetic dan faktor eksternal seperti pola makan,
kebiasaan olahraga dan lain-lain (Sartik, 2017).
Patofesologi hipertensi, tekanan darah dipengaruhi volume sekunsup
dan total pesipheral resistense. Apabila terjadi peningkatan salah satu dari
variable tersebut yang tidak terkompensasi maka dapat menyebabkan
timbulnya hipertensi. Tubuh memiliki system yang berfungsi menangani
perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi
dan mempertahankan stabilitas tekanan darah dalam jangka panjang (Nuraini,
2015).
Mekanisme kerja diuretik, kebanyakan diuretik bekerja dengan
mengurangi reabsorpsi ion-ion Na+, sehingga pengeluarannya bersama air
diperbanyak. Obat ini bekerja khusus terhadap tabuli ginjal pada tempat yang
berlainan (Tim MGMP Pati, 2019).
Terapi non farmokologis terdiri dari menghentikan kebiasaan
merokok, menurunkan berat bada berlebih, konsumsi alcohol berlebih, asupan
garam dan asupan lemak, latihan fisik serta meningkatkan konsumsi buah dan
sayur. Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC
VII yaitu diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldisteron antagonis,
beta blocker, calcium chanel blocker atau calcium antagonist, Angiotensin
converting enzyme Inhibitor (ACEI) Angiotensin II Receptor Blocker atau
AT1 receptor antagonist/blocker (ARB) diuretic trazid (misalnya
bendroflumetiazid). Adapun contoh-contoh obat antihipertensi antara lain
yaitu beta-bloker, (misalnya propranolol, atenol), penghambat angiotensin
converting enzymes (misalnya captopril, enalapril), antagonis angiotensin II
(misalnya candesartan, losartan) calcium channel blocker (misalnya
amlodipine, nifedipin), dan alpha-blocker misalnya doxasozin (Nuraini,
2015).
Faktor yang mempengaruhi dalam pemberian obat antihipertensi dan
diuretic yaitu tepat dosis dimana tepat dosis adaah kesesuaian pemberian obat
antihipertensi dengan aturan dosis terapi, ditinjau dari dosis penggunaan
pasien dengan didasari pada kondisi pasien. Bila peresepan obat antihipertensi
berada pada rentan dosis minimal dan dosis perhari yang dianjurkan maka
peresepan dikatakan tepat dosis. Dikatakan dosis kurang atau dosis terlalu
rendah apabila dosis yang diterima pasien berada di bawah rentan dosis terapi
yang seharusnya diterima pasien, dosis yang terlau rendah dapat
menyebabkan kadar obat di dalam darah berada di bawah kisaran terapi
sehingga tidak dapat memberikan respon yaitu luaran terapi berupa penurunan
tekanan tidak tercapai. Sebaliknya dosis obat terlalu tinggi dapat
menyebabkan kadar obat dalam darah melebihi kisaran terapi menyebabkan
keadaan munculnya efek samping utama antihipertensi yaitu hipotensi dan
kemungkinan toksisitas lainnya (Eka,2018).

II.2 Klasifikasi Hewan Coba


Klasifikasi Mencit (Mus Musculus) (Purwo, 2018)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kilas : Mamalia
Ordo : Roduntea
Famili : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus Musculus

II.3 Karakteristik Hewan Coba


Karakteristik Mencit (Mus Musculus) (Purwo, 2018)
Dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun dan dapat juga mencapi umur 3 tahun.
Pada umur 8 minggu, mencit siap dikawinkan. Perkawinan mencit terjadi pada saat
mencit betina mengalami estrus yaitu 4-5 hari, sedangkan lama bunting 19-21 hari.
Berat badan mencit bervariasi, berat mencit jantan dewasa berkisar antara 25-40
gram, sedangkan mencit betina 20-40 gram.
II. 4 Uraian Bahan

a) Alkohol (Ditjen POM, 1979:69)


Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Alkohol
RM/BM : C2 H6 O / 46,07
Rumus struktur : H H

I I

H - C - C - OH

I I

H H

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah


bergerak, bau khas, rasa panas, mudah terbakar dan
memberikan nyala biru yang tidak berasap

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan dalam
etis P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari cahaya, di tempat


sejuk, jauh dari nyala api.

Kegunaan : Sebagai alat pelarut

b) Aquadest (Ditjen POM, 1979:96)


Nama lain : Air suling
RM/BM : H2O/18,02
Rumus Struktur :H–O–H
Penerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai
rasa
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut
c) Aqua Pro Injection (Ditjen, POM, 1979:97)
Nama resmis : AQUA STERILE PRO INJECTIONE
Nama lain : Air untuk injeksi
Pemerian : Keasaman – kebasaan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup, kedap. Jika disimpan dalam wadah
tertutup kapas berlemak harus digunakan dalam waktu 3 hari
setelah pembuatan
Kegunaan : Untuk pembuatan Injeksi

d) Na-CMC (Ditjen POM, 1979:405)


Nama resmi : NATRII CARBOXY METHY; CELLULOSUM
Nama lain : Natrium karbolosimetil selulosa
Pemerian : Serbuk atau butiran putih atau kuning gading : tidak berbau
atau hamper tidak berbau, higrroskopik
Kelarutan : Mudah mendispersi dalam cair, membentuk suspense etanol
(95%) P dalam eter P dan dalam pelarut organic lain.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai kontol negatif

II. 5 Uraian Obat


1. Furosemid (Ditjem POM, 2014:477-478)
Nama resmi : RUROSEMIDA
Nama lain : Furosemide
Pemertan : Serbuk hablur : putih sampai hamper kuning; tidak berbau
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air: mudah larut dalam aseton,
dimetilfimamida dan larutan alkali hdroksida : larut dalam
methanol; agak sukar dalam etanol; sukar larut dalam eter;
sangat sukar larut dalam kloroform
Farmakologi : Furosemid merupakan obat diuretic kuat yang sering
digunakan pada penderita hipertensi (Tianti,2005)
Farmakodinamik : Mengurangi reabsorpsi aktif NaCl dalam lumen tubuli ke
dalam intersitium pada ascending limb of henle.
(Theoderus,1994).
Farmakokinetik : Furosemid mulai berdayanya cepat dalam 20-30 menit dan
berakhirnya cepat hanya dalam 1-20 jam (Wahab,2002)
Indikasi ; Edema paru akut, edema yang disebabkan penyakit jantung
kongesti, sirosis hepatis, nefrotik sindrom, hipertensi
(Thodorus, 1994)
Kontra Indikasi : Wanita hamil dan menyusui (Theodorus,1994)
Interaksi obat : Indometasin menurunkan efek deuretiknya. Efek ototoksik
meningkat apabila diberikan bersama asam etakrinat.
Toksisetas salisilat meningkat bila diberikan bersamaan.
Metantagonis tubokurasin, dan meningkatkan efek
suksinilkolin dan obat antihipertensi (Theodorus, 1994)
Efeks samping : Pusing, lesu, kaku otot, hipertensi, mual, diare
Dosis : Dewasa secara per oral : 20-80 mg/hari
Dewasa secara interpensi : 20-4 mg, disuntikkan perlahan-lahan selama 1=2
menit.
Dosis maksimum : 600mg/hari (Kee, 1994)
Cara pemakaian : Oral dan Intravena (Kee, 1994)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, tidak tembus cahaya

2. Hidroklortiazid (Ditjem POM, 2014 : 530:531)


Nama resmi :HIDROKLOROTIAZID
Nama lain : Hydrochlorozhiazide
Pemerian : Serbuk hablus; putih atau praktes putih; praktis tidak berbau
Kelarutan : Mudah larut dalam natrium klorida, dalam n-butilamida, agak
sukar larut dalam methanol; sukar larut dalam air; tidak larut
dalam ebec, dalam kloroform dan dalam asam mineral encer
Farmakologi : Hidroklortiazid adalah derivat tiazid yang telah terbukti lebih
populer daripada prototipunya. Hal ini karena
kemampuanya untuk menghambat karbonik anhidrase. Selain
itu, obat ini lebih kuat sehingga dosis yang diperlukan lebih
kecil (Staf Pengajar Dapartemen Farmakologi, 2004).
Farmakodinamik : Hidroklortiazid (diuretik) dapat mengurangikalsium dalam
urine dengan menigkatkan reabsorpsi kalsium dalam tubulus
ginjal (Baradero, 2005).
Farmakokinetik : Hidroklortiazid hamper tidak dimetabolisme oleh tubuh.
Kurang lebih 95% dari hidroklortiazid yang masuk dalam
tubuh manusia diekskresikan dengan bentuk asalnya.
Hidroklortiazid didistribusikan ke seluruh ruang eksternal
dan dapat melewati sawar uri, tetapi obat ini hanya dapat
ditimbun dalam jaringan ginjal taja (Zilmi,2011).
Interaksi Obat ; Alkohol, barhiturat atau narkotik : obat-obat anti diabetic
(oral dan insulin) :kadar tiramin dan setin kolestipol (BPOM
RI, 2015)
Kontra indikasi : Gangguan hati berat, gangguan ginjal berat, hypokalemia
refraktori, hiperklsemia, hamil dan menyusui
Efek samping : Penurunan nafsu makan, gangguan tidur dan depresi (BPOM
RI,2015)
Dosis : 12,5-25 mmHG (Sovia, 2019)
Penyimpanan : Dalam wadah etutup baik.

3. Klonidin (Ditjen POM, 2020 : 896-897)


Naman Resmi : KLONIDIN HIDROKLORIDA
Nama lain : Clonidine Hydrocloride
PH ; Antara 3,5 dan 5,5
Farmakologi : Klonidin adalah turunan Imidazoline bersifat – adrenergic
dominan. Sangat larut dalam lemak dan mudah menembus
sawar darah otak dan plasenta (Rehatta,2019)
Farmokodinamik : Merupakan turunan Imidazol yang kerjanya kuat
berdasarkan efek adrenilitik sentral, Dalam dosis kecil
bersifat vasokontriksi.
Indikasi : Semua bentuk hipertensi ( Tim MOMP Pati,2019)
Kontra Indikasi : Sick-sinus sydroma (Tim MOMP Pati, 2019)
Efek samping : Menyebabkan konstipasi dan mulut kering (Siswandono,
2016)
Dosis : 0,1 – 0.3 mh/hari (Siswandono,2016)
Penyimpanan : Simpan dalam wadah tertutup rapat pada suhu 25oC masih
diperbolehkan antara suhu 15oC sampai 30oC

4. Propanolol (Ditjen POM, 2020 :1453-1454)


Nama Resmi : PROPRANOLOL HIDROKLORIDA
Nama lain : Propranolol Hydrochloride
Pemerian : Serbuk hablus, putih atau hamper putih tidak berbeu; rasa
pahit. Melebur pada suhu lebih kurang 164o
Kelarutan : Larut dalam air dan dalam etanol; sukar larut dalam
kloroform; praktis tidak larut dalam etes.
Farmakologi : Propanol hidroksida (Inderal) adalah epnghambat beta
pertama yang diresepkan untuk mengobati angina, aritmia
jantung, dan hipertensi (Kee, 1994)
Farmakodinamik : Dengan menghambat kedua jenis reseptor beta, propanol
menurunkan denyut jantung dan sekunder, tekanan darah.
Obat ini juga menyebabkan saluran bronkial mengalami
kontriksi uturus ( Kee,1994)
Farmakokinetik : Propanolol diabsorpsi dengan baik melalui saluran
gastrointestinal. Obat ini menembus sawar darah – otak dan
plasenta. Obat ini dimetabolisme oleh hati dan mempunyai
paruh yang singkat yaitu 3 – 6 jam (Kee,1994)
Indikasi : Angina Pectoris, tachy aritmia,hipertensi infark jantung
(TIM MEMP Pati, 2015)
Kontra Indikasi : Asma, hipotensi (TIM MEMP PATI, 2015)
Efek samping : Gangguan saluran cerna, kelemahan otot, lelah (TIM MOMP
PATI, 2015)
Dosis : Hipertensi, angina, dan aritmia : oral 2 – 3 dd 40mg d.c bila
perlu dinaikkan dengan interval 1 minggu sampai 320 mg
sehari. Profilaksis 1c-infrak 3 dd 40mg selama 2-4 minggu
dalam waktu 3 minggu setelah infark pertama, pemeliharaan
2 – 3 dd 80 mg selama minimal 2 tahun (TJAY, 2015)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

5. Spironolakton (Ditjen POM, 2020 : 1635-1636)


Nama resmi : SPIRONOLAKTON
Nama lain : Spironolactone
Pemerian : Struktur hablur; warna krem muda sampai coklat muda.
Berbau lemah seperti merkaptan; stabil diudara
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam benzine
dalam kloroform; larut dalam etel estetat dan dalam etanol;
sukar larut dalam metanol dan dalam minyak lemah
Farmakologi : Spironolakton merupakan diuretic lemah, karena hanya 2%
dari reabsorpsi Na+ total yang berada di baah kendali
aldesteoron (TIM MGMP PATI, 2019)
Farmakodinamik : Merupakan penghambat aldosterone, mulai kerja lambat
(sesudah 2-4 jam), efek bertahan selama beberapa hari
setelah pemberian dihentikan. Termasuk diuretika hemat
kalium (TIM MGMM Pati, 2019)
Indikasi : Daya diukesisnya lemah, karena itu digunakan sebgai
kombinasi bersama diuretic umum. Penggunaannya pada
hipertensi essensial, udema pada payan jantung kongestif
(TIM MGMP Pati, 2019)
Kontra Indikasi : Hiperkalemia, gagal ginjal parah (TIM MGMP, Pati, 2019)
Efek samping : Berupa umum pada penggunaannya yang lama dapat
menimbulkan impotensi (pada pria) dan nyeri payudara
(pada wanita) (TIM MGMP, Pati, 2019)
Dosis : 25-100mg (Sovia, 2019)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
BAB III

METODE KERJA

III. 1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu :
1. Kapas
2. Spoit injeksi
3. Spoit oral (kanula)

III. 2 Bahan

Adapun bahan yang digunkan dalam praktikum ini yaitu:

1. Air suling
2. Alkohol 96%
3. Aqua pro injection (API)
4. Furasemid
5. Hidroklorotiazid
6. Klonidin
7. Kumis kucing
8. Mencit
9. Na- CMC 1%
10. Sperenolakton
11. Proprandol HCl

III. 3 Prosedur Kerja

a. Percobaan antihipertensi
1. Mencit dibagi menjadi 8 kelompok
2. Tiap mencit diinduksi dengan adrenalin secara per oral
3. Setelah 30 menit, mencit diberikan Ha-CMC 1% SECARA PER ORAL.
Mencit 2 diberikan propranolol, mencit diberi klonidru, secara per oral
dan mencit 4 diberi infusa kumis kucing secara per oral
4. Amati telinga mencit pada menit ke-15, 30, 45 dan 60
b. Percobaan Diuretik
1. Mencit dibagi menjadi 3 kelompok
2. Mnecit diberi HCT secara per oral, mencit 2 diberi Furosemid secara per
oral dan mencit 3 diberi spironolakton
3. Hitung volume urin mencit pada menit ke 15, 20, 45 dan 60

c. Pengukuran Tekanan Darah Manusia


1. Dibentuk 6 kelompok orang
2. Diukur tekanan darah awal dengan tensimeter
3. Probandus 1 minum kopi, 2 minum coffe mix, 3 minum susu beruang, 4
minum ekstra jus, 5 makan coto, 6 makan konro
4. Setelah 60 menit kemudia tekanan darah tetap probandus diukur kembali
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. I Hasil
I. Rerata penurunan tekanan darah awal setlah induksi kemudian diberi
perlakuan dan penurunan tekanan darah total mencit.
Tekanan darah
setlah
Tekanan darah Penurunan
Tekanan daral perlakuan
Perlakuan setelah induksi tekanan darah
awal (mmHg) selama 2
(mmHg) total (mmHg)
minggu
(mmHg)
P1 (-) 120 163 166 -2
P2 120 174 152 22
P3 118 166 140 26
P4 117 170 121 48
P5 (+) 118 172 121 51

II. Rata-rata volume urine selama 6 jam.

Aquadert Furosemid Ekstrak Etanol Daun Bedi (mL)


Mencit
(mL) (mL) Dosis I Dosis II Dosis III
1 2,3 4,2 2,7 2,7 4,6
2 2,7 4 2 2,5 3,5
3 1,7 3,7 1,7 2,4 3,1
4 1 3 1,6 2 2.5
5 1 2,9 1,1 1 1.4
Rata-rata 1,7 3,6 1,8 2,1 1,4
IV.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil pada percobaan ini adalah pada tabel1 diketahui P1 =


pakan standar obat + obat epinephrine + aquades. P2 = pakan standar + obat
ephinephrine + ekstrak buah srikaya dosis 50 mg/kg BB. Mencit P3 = Pakan
standar obat ephinephrine + ekstrak buah srikaya dosis 100 mg/kg BB. Mencit
P4 = Pakan standar + obat ephinephrine + ekstrak buah srikaya 150 mg.kg BB.
Mencit P5 = pakan standar + obat epinephrine + cotopril. Pengukuran terhadap
tekanan darah mencit satu minggu mengalami kenaikan tekanan darah tinggi.

Hasil homogenitas tekanan darah mencit setelah diinduksi dengan


epinephrine menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antar perlakuan
(P) 0.05 atau nilai signifikan 0.063 > 0.05 . Hasil rata-rata tekanan darah
berkisan antara 120-160 mmHg. Hasil tekanan darah akhir menunjukkan tidak
ada perbedaan signifikan antara kelompok perlakuan (P > 0,05 atau nilai
signifikan 0.102 > 0.05). hasil uji antihipertensipada ekstrak buah srikaya
dengan dosis 150 mh/kg BB yang efektif karena mampu menurunkan tekanan
darah rat-rata yaitu 48 mmHg.

Pada table II penelitian diuretic menggunakan obat kontrol pembanding


adalah furosemide, karena furosemide merupakan obat yang bekerja sebagai
peluruh air seni (diuretic), obat ini bekerja dengan menghambat transportir
Na+/K+/2Cl- . Pada kelompok kontrolpembanding (Furosemid0 menunjukkan
hasil volume urin rata-rata yaitu 3mL dibandingkan dengan kelompok ekstrak
dosis 1 volume rata-rata urin hanya 1,8 mLmdan ekstrak dosis 2 volume rata-
rata 2,12 mL, ekstrak dosis 3 merupakan ekstrak dosis sebesar 4 sehingga
mempunyai efek yang hamper sebanding dengan furosemide. Maka penelitian
ini menunjukkan bahwa peningkatan urin disebabkan oleh adanya aktivitas
diuretic.
BAB V

PENUTUP

V. 1 Kesimpulan

Kesimpulan dari pecobaan ini adalah antihipertensi merupakan senyawa


yang digunakan untuk pengobatan hipertensi suatu kondisi dimana tekanan
sistolik lebih dari 160 mmHg atau tekakan diastolic lebih dari 90 mmHg.
Diuretik adalah sifat menurunkan air seni. Pengertiaan lainnya sifat
mengurangngi jumlah air dan senyawa lainnya dalam plasma darah dengan cara
dibuah sebagai urine. Klasifikasi obat antihipertensi terbagi atas beberapa
golongan yaitu diuretic,beta adrenergic Blocker, vasodilator, angiotensin-
convering enzyme (ACE) Ihibitor, Angiotensin II Receptor Blocker (ARB).
Komplikasi hipertensi dapat mengenai berbagai organ tubuh seperti penyakit
jantung dan pembuluh darah, penyakit hipertensi serebro vascular, hipertensi
ansetalopati dan hipertensi retinopati.

V.2 Saran dan Kritik

1. Saran

Semoga kedepannya praktikumbisa dilakukan secara langsung di kampus agar


memudahkan praktikum untuk mengetahui dan memahami praktikum yang
dilakukan.

2. Kritik

Diharapkam kakak asisten bisa memberikan materi terkhusus pada praktikum


yang dilakukan seperti materi cara kerja saat praktikum berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA

Baradero Mary, dkk. 2005. Klien Gangguan Ginjal : Seri Asuhan Keperawatan. EGC :
Jakarta.

BPOM RI. 2015. Pusat Informasi Obat Nasional. BPOM RI : Jakarta.

Dalimartha Setiawan, dkk. 2008. Care Yourself, Hipertensi. Penebar Plus+ : Depok.

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Kemenkes RI : Jakarta.

Ditjen POM. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Kemenkes RI : Jakarta.

Ditjen POM. 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI. Kemenkes RI : Jakarta.

Ida Ayu Laksi dan Putra Putu Kusuma. 2020. Program Stiportif Edukatif. Bintang Pustaka
Madani : Yogyakarta.

Kee Joyce dan Hayes Evelyn. 1994. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. EGC :
Jakarta.

Marliani Lili Tanran. 2007. 100 Questions and Answers Hipertensi. Media Komputindo :
Jakarta.

Nuraini Bianti. 2015. Risk Factor Of Hypertension. Faculty Of Medicine : University Of


Lampung.

Nurhidayat Syaiful. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi. UNMUH


Ponorogo Press : Ponorogo.

Pemadi Adi. 2006. Tanaman Obat Pelancar Air Seni. Swadaya : Jakarta.
Rehatta Margarita. 2019. Anestesiologi dan Terapi Intensif. PT Gramedia Pustaka Utama :
Jakarta.

Saritik, dkk. 2017. Faktor-Faktor Resiko dan Angka Kejadian Hipertensi Pada Penduduk
Palembang. Fakultas Kedokteran : Universitas Sriwijaya.

Siswandono. 2016. Kimia Medisinal 2 Edisi 2. Airlangga University Press : Surabaya.

Sofia Evi dan Evis Yulianti. 2019. Farmakologi Kedokteran. Deepublish : Yogyakarta.

Staf Pengajar Departemen Farmakologi. 2004. Kumpulan Kuliah. EGC : Jakarta.

Sylvestris Alfa. 2014. Hypertension and Renopathy Hypertension. Staf Pengajar Fakultas
Kedokteran : Universitas Muhammadiyah Malang.

Suhadi Rita. 2016. Seluk-Beluk Hipertensi Peningkatan Kompetensi Kelinci Untuk Peralatan
Kefarmasian. Sanda Dharma University Press : Jakarta.

Theodorus. 1994. Peresepan Obat. EGC : Jakarta.

Tianti Ellies, dkk. 2005. Ketersediaan Hayati Dispersi Pada Furosemid Dengan
Polietilenglikol 400 (PEG 4000) Pada Kelinci Jantan. Fakultas Farmasi : Universitas
Gadjah Mada.

Tim MGMP Pati. 2019. Farmakologi Jilid 3. Deepublish :Yogyakarta.

Tjay Hoan dan Kirana Raharja. 2015. Obat-Obat Penting Khasiat : Penggunaan Obat Dan
Efek-Efek Sampingnya. PT Elex Media Komputindo : Jakarta.

Utari Eka Kartika, dkk. 2018. Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat Antihipertensi di
Puskesmas Siantan Hilir Kota Pontianak Tahun 2015. Pharmaceutical Science and
Research Volume 5, No 1, 32 – 39.
Wahab Samik. 2002. Pembahasan Masalah Penyakit Jantung Anak E/2. EGC :Jakarta.

Zilmy Rindi Primananda. 2011. Perbandingan Efek Diuresis Ekstrak Etanol Daun Pepaya
(Carica papaya L) Dengan Hidroklorotiazid Pada Tikus Putih Jantan (Rattus
norvegicus). Fakultas Kedokteran : Universitas Sebelas Maret.
LAMPIRAN

Gambar dokumentasi

1. Antihipertensi

LABORATORIUM FARMAKOLOGI LABORATORIUM FARMAKOLOGI


TOKSIKOLOGI 1 TOKSIKOLOGI 1
PROGRAM STUDI S1 FARMASI PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR MAKASSAR

Gambar 1: Mengukur tekanan Gambar 2 : Tensi ke-2 mencit di


Mencit pertama bagian bagian ekor mencit
dada mencit
LABORATORIUM FARMAKOLOGI LABORATORIUM FARMAKOLOGI
TOKSIKOLOGI 1 TOKSIKOLOGI 1
PROGRAM STUDI S1 FARMASI PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR MAKASSAR

Gambar 3 : Tensi ke- 3 mencit di Gambar 4 : Tensi ke-4 mencit di


bagian ekor mencit bagian dada mencit

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
TOKSIKOLOGI 1
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR

Gambar 5 : Dicatat tekanan darah


mencit
2. Diuretik
LABORATORIUM FARMAKOLOGI LABORATORIUM FARMAKOLOGI
TOKSIKOLOGI 1 TOKSIKOLOGI 1
PROGRAM STUDI S1 FARMASI PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR MAKASSAR

Gambar 1 : Siapkan alat-alat yang Gambar 2 : Ditimbang mencit


digunakan

LABORATORIUM FARMAKOLOGI LABORATORIUM FARMAKOLOGI


TOKSIKOLOGI 1 TOKSIKOLOGI 1
PROGRAM STUDI S1 FARMASI PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR MAKASSAR

Gambar 3 : Pemberian air hangat Gambar 4 : Berikan obat furosemid


kepada mencit secara oral Sebanyk 6,8 mL secara
sebanyak 8 mL oral
LABORATORIUM FARMAKOLOGI LABORATORIUM FARMAKOLOGI
TOKSIKOLOGI 1 TOKSIKOLOGI 1
PROGRAM STUDI S1 FARMASI PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR MAKASSAR

Gambar 5 : Masukkan mencit ke Gambar 6 : Diukur berapa mL urine


dalam kandang yang dikeluarkan oleh
metabolic mencit

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
TOKSIKOLOGI 1
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR

Gambar 7 : Jumlah urine di dalam gelas


ukur

Anda mungkin juga menyukai