Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PRAKTEK LAPANGAN - HOME VISIT

“Hipertesi pada Lansia”

Disusun oleh :

Auzan Qostholani G1A014063

Swastika Annafi G1A014064

Dyah Ayu Anastasya P G1A014087

Nadila Nur Pratiwi G1A014111

Pembimbing :

dr. Oktavia Permata Sari, M.Kes

NIP 1985.1010.2012.122.002

Unit Kerja :

Puskesmas 1 Sumbang

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2017

1
Halaman Pengesahan Laporan Home Visit

“Hipertensi Pada Lansia”

Pengesahan laporan kegitan homevisit di puskesmas 1 sumbang :

Auzan Qostholani G1A014063

Swastika Annafi G1A014064

Dyah Ayu Anastasya P G1A014087

Nadila Nur Pratiwi G1A014111

Telah melaksanakan homevisit dari tanggal 12-13 Juni 2017. Telah


dipresentasikan pada :

Hari : Kamis
Tanggal : 15 Juni 2017

Pembimbing

dr. Oktavia Permata Sari, M.Kes

NIP 1985.1010.2012.122.002

2
I. KARATERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

A. Identitas keluarga dan pasangan

Nama KK : Sodeli Nama Pasangan : Muhiroh

Usia : 66 tahun Usia : 62 tahun

Jenis kelamin : Laki - laki Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SD Pendidikan : SD

Alamat lengkap : Sumbang RT 03/ RW 03, Banyumas.

Bentuk keluarga : Nuclear family

B. Daftar Anggota Keluarga

Nama Keudukan Dalam L/P Usia Pendidika Pekerjaan Ket


Keluarga n
Sanmungi Ayah Muhiroh L - - - Wafat
Tarmiyem Ibu Muhiroh P - - - Wafat
Citram Ayah Sodeli L - - - Wafat
Salem Ibu Sodeli P - - - Wafat
Sodeli Ayah L 66 SD - -
Muhiroh Ibu P 62 SD Penjual -
Bunga
Sunani Anak 1 P 40 SD Penjual -
Sayur
Dahlan Anak 2 L 38 SD Pedagang -
Rongsok
Mursimah Anak 3 P 36 SD Penjual -
Ayam
Sukar Anak 4 L 34 - - Wafat
Samsini Anak 5 P 32 SMP Penjual -
Mainan
Rositun Anak 6 L 30 - - Wafat
Murniati Anak 7 P 22 SMP Kariawan -

3
Kantin RS
DKT

C. Denah Rumah
Gambar 1.1 Denah Rumah Bapak Sodeli

Kamar 1 Teras Rumah


Ruang Tamu

Kamar 2

Ruang Makan

Kamar 3

Kamar Dapur
Mandi

Bapak Sodeli dan Ibu Muhiroh bertempat tinggal di RT.03 RW.03


Sumbang, Kab. Banyumas. Saat ini, Bapak Sodeli dan Ibu Muhiroh hanya tinggal
bersama Muniarti. Muniarti merupakan anak terakhir dari tujuh bersaudara.
Rumah sederhana dengan cat berwarna hijau milik Bapak Sodeli memiliki luas
10x6 m2. Luas rumah 60 m2 dengan jumlah penghuni 3 orang, menjadikan
kepadatan hunian Bapak Sodeli termasuk dalam kategori baik

4
Bangunan rumah Bapak Sodeli telah menggunankan batu bata dan
beratapkan genteng kokoh. Lantai rumah pun telah menggunakan keramik.
Pencahayaan dan sirkulasi di rumah Bapak Sodeli cukup baik, dengan 3 jendela
utama disebalah pintu masuk pada bagian depan rumah. Pada bagian dalam rumah
terdapat 3 kamar tidur, 1 WC, sebuah dapur dan sebuah sumur. Proses memasak
pun sudah baik karena menggunakan kompor gas, dan pada WC sudah
menggunakan kloset.

II. STATUS PENDERITA

A. Identitas Pasien
1. Nama Pasien : Sodeli
2. Usia : 66 tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki

5
4. Status : Menikah
5. Agama : Islam
6. Suku Bangsa : Jawa
7. Kewarganegaraan : Indonesia
8. Pekerjaan :-
9. Pendidikan : SD
10. Penghasilan perbulan :-
11. Alamat : Sumbang Rt 03/ Rw 03
Kec.Sumbang Kab. Banyumas
Jawa Tengah
12. Pengantar : Muhiroh
13. Hubungan dengan pasien : Istri Pasien

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama : Pusing, Lemas
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Hipertensi
3. Riwayat Penyakit Dahulu : Stroke
4. Riwayat Penyakit Keluarga : Orang tua, istri dan anak ke -7
Hipertensi

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Tampak normal
2. Tanda Vital :
a. Tensi darah : 180/100 mmHg
b. RR : 24x/menit
c. Nadi : 72x/menit
d. Suhu : 37 derajat Celcius
3. Kepala : dbn
4. Mata : dbn
5. Hidung : dbn
6. Gigi dan Mulut : dbn
7. Tenggorok : dbn

6
8. Telinga : dbn
9. Leher : dbn
10. Thoraks : dbn
11. Abdomen : dbn
12. Genitalia : dbn
13. Anorektal : dbn
14. Ekstremitas : dbn
15. Status Lokalis : dbn
16. Status Neurologis : dbn

D. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada

E.

7
III. IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA

A. Fungsi Genetik
Genogram dapat digunakan untuk mengumpulkan data tentang
individu, pasangan, atau keluarga terutama pola keturunan, riwayat
penyakit keluarga, anggota keluarga, struktur keluarga, dan proses
emosional seiring waktu.

Pasien bernama Bapak Sodeli berumur 66 tahun. Beliau memiliki


istri bernama Ibu Muhiroh yang juga menderita hipertensi. Orang tua
keduanya menderita hipertensi pula. Ibu kandung dari Ibu Muhiroh
meninggal karena stroke. Jumlah anak dari Bapak Sodeli dan Ibu Muhiroh
adalah 7 orang. Anak ke-4 dan ke-6 telah meninggal pada umur 34 tahun
dan 30 tahun. Dari ke-7 anak Bapak Sodeli dan Ibu Muhiroh, anak bungsu
bernama Murniati menderita hipertensi pula.

B. Fungsi Psikologik  Family Life cycle


Family life cycle melukiskan berbagai tahapan perkembangan
dalam status keluarga dan menjelaskan cara sebuah keluarga berfungsi.
Pada setiap tahapan, keluarga memproyeksikan berbagai identitas dan
peran, pemenuhan yang akan memastikan kemajuan ke tahap berikutnya
atau lebih tinggi.

8
5%5%
5%
5%
5%
5%
55%

18%

Anak pertama lahir Anak kedua lahir


Anak ketiga lahir Anak keempat lahir
Anak kelima lahir Anak keenam lahir
Anak ketujuh lahir Menjalani masa dewasa hingga tua

C. Fungsi Holistik  Family Life Line


Family Lifeline merupakan alat yang merangkum riwayat keluarga,
khususnya individu atau pengalaman keluarga yang penting dalam periode
tertentu dalam kronologis yang urut. Juga termasuk bagaimana cara
keluarga menghadapi kejadian yang penuh tekanan. Penyajian peristiwa
keluarga dalam ruang terbatas mempermudah identifikasi faktor yang
mempengaruhi kesehatan keluarga. Family lifeline pasien secara ringkas
sebagai berikut:

Tahun Riwayat
< 1997 Pasien mengalami hipertensi
1997 Pasien terkena stroke
2007 Pasien dibohongi pengobatan
alternatif sehingga tangan kanan
bengkak, dan kemudian dilakukan
operasi. Saat ini tangan kanan
pasien hampir tidak berfungsi.
2017 Pasien menderita hipertensi dengan
stroke sebagai riwayat dahulu

D. Fungsi Interaksi

9
Fungsi interaksi bisa dinilai dengan family map. Family map
digunakan untuk mengetahui hubungan dalam keluarga dalam keluarga
dan interaksi didalamnya.

Istri Anak

Pasien

Bapak Sodeli sebagai kepala keluarga mengaku tidak memiliki


konflik baik terhadap istri maupun anak-anaknya. Istri Bapak Sodeli juga
memiliki interaksi yang baik terhadap anak-anaknya. Begitupula, anak-
anaknya yang menyayangi dan mendukung orang tuanya.

E. Fungsi Fisiologis
Komponen dari APGAR untuk menilai fungsi fisiologis adalah :
a. Adaptation (A) adaptasi  tingkat kepuasan anggota keluarga dalam
menerima bantuan yang dibutuhkannya dari anggota keluarga
lainnya.
b. Partnership (P) kemitraan  tingkat kepuasan anggota keluarga
terhadap berkomunikasi, urun rembug dalam mengambil suatu
keputusan dan atau menyelesaikan suatu masalah yang sedang
dihadapi dengan anggota keluarga lainnya.
c. Growth (G) pertumbuhan  tingkat kepuasaan anggota keluarga
terhadap kebebasan yang diberikan keluarga dalam mematangkan
pertumbuhan dan atau kedewasaan setiap anggota keluarga.

10
d. Affection (A) kasih sayang  tingkat kepuasaan anggota keluarga
terhadap kasih sayang serta interaksi emosional yang berlangsung
dalam keluarga.
e. Resolve (R) kebersamaan  tingkat kepuasan anggota keluarga
dalam kebersamaan membagi waktu dan ruang antar anggota
keluarga.

NO PERNYATAAN SERING KADANG JARANG


(2) (1) (0)
1 Saya puas bahwa saya dapat
kembali kepada keluarga saya,
bila saya menghadapi masalah.
2 Saya puas dengan cara-cara
keluarga saya membahas serta
membagi masalah dengan
saya.
3 Saya puas bahwa keluarga saya
menerima & mendukung
keinginan saya melaksanakan
kegiatan & ataupun arah hidup
yang baru.
4 Saya puas dengan cara-cara
keluarga saya menyatakan rasa
kasih sayang & menanggapi
emosi.
5 Saya puas dengan cara-cara
keluarga saya membagi waktu
bersama.
Interpretasi dari hasil tabel adalah :
a. Skor 7 – 10  Keluarga yang dinilai sehat
b. Skor 4 - 6  Keluarga yang dinilai kurang sehat
c. Skor 0 -3  Keluarga yang dinilai tidak sehat
Dari hasil wawancara didapatkan nilai APGAR keluarga Bapak Sodeli
adalah sebagai berikut :
a. Bapak Sodeli :5
b. Ibu Muhiroh :5
c. Murniati :5
d. Rata-rata APGAR score: 5  kurang sehat

11
IV. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN

A. Faktor yang tidak dapat dirubah/dikontrol


1. Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang
semakin besar risiko terserang hipertensi.Umur lebih dari 40 tahun
mempunyai risiko terkena hipertensi. Dengan bertambahnya umur,
risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi
dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian
sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitasnya atau
kelenturannya dan tekanan darah seiring bertambahnya usia,
kebanyakan orang hipertensinya meningkat ketika berumur lima
puluhan dan enampuluhan.
Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi
meningkat. Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun
paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih.
Sebenarnya wajar bila tekanan darah sedikit meningkat dengan
bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh perubahan alami pada
jantung, pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut
disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi.
2. Jenis Kelamin
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat
angka yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah
didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita.
Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan,
sedangkan daerah perkotaan di Jakarta (Petukangan) didapatkan
14,6% pria dan 13,7% wanita.
Ahli lain mengatakan pria lebih banyak menderita hipertensi
dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,29 mmHg untuk
peningkatan darah sistolik. Sedangkan menurut Arif Mansjoer, dkk,
pria dan wanita menapouse mempunyai pengaruh yang sama untuk

12
terjadinya hipertensi. Menurut MN. Bustan bahwa wanita lebih
banyak yang menderita hipertensi dibanding pria, hal ini disebabkan
karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita.
3. Riwayat Keluarga
Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang
mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat
keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga
mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi
primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung
meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat.
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang
tuanya menderita hipertensi. Menurut Sheps, hipertensi cenderung
merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua kita
mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25%
kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita
mempunyai hipertensi, kemungkunan kita mendapatkan penyakit
tersebut 60%.
4. Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar
monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur).
Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer
(esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi,
bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang
dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala
(Sugiharto, 2007).

B. Faktor yang dapat diubah/dikontrol


1. Kebiasaan Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara
rokok dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak

13
dibuktikan. Selain dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung
pada jumlah rokok yang dihisap perhari. Seseoramg lebih dari satu pak
rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari pada mereka
yang tidak merokok.
Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang
diisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak
lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses
aterosklerosis dan hipertensi.
Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya
tekanan darah segara setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain
dalam asap rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat
kecil didalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam
beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap
nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas
epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan
pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena
tekanan yang lebih tinggi. Setelah merokok dua batang saja maka baik
tekanan sistolik maupun diastolik akan meningkat 10 mmHg. Tekanan
darah akan tetap pada ketinggian ini sampai 30 menit setelah berhenti
mengisap rokok. Sementara efek nikotin perlahan-lahan menghilang,
tekanan darah juga akan menurun dengan perlahan. Namun pada
perokok berat tekanan darah akan berada pada level tinggi sepanjang
hari.
2. Konsumsi Asin/Garam
Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi
garam dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting
pada mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap
hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan
tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi
kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem
pendarahan) yang normal. Pada hipertensi esensial mekanisme ini
terganggu, di samping ada faktor lain yang berpengaruh.

14
Reaksi orang terhadap natrium berbeda-beda. Pada beberapa orang,
baik yang sehat maupun yang mempunyai hipertensi, walaupun mereka
mengkonsumsi natrium tanpa batas, pengaruhnya terhadap tekanan
darah sedikit sekali atau bahkan tidak ada. Pada kelompok lain, terlalu
banyak natrium menyebabkan kenaikan darah yang juga memicu
terjadinya hipertensi.
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis
hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa
dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram
tiap harimenyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan
jika asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi
meningkat menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya
hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung
dan tekanan darah.
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena
menarik cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada manusia yang
mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan tekanan darah
rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan
darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak
lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400
mg/hari.
Menurut Alison Hull, penelitian menunjukkan adanya kaitan antara
asupan natrium dengan hipertensi pada beberapa individu. Asupan
natrium akan meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan yang
meningkatkan volume darah.
3. Konsumsi Lemak Jenuh
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan
peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi
lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan
dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh,
terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan

15
peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari
minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari
tanaman dapat menurunkan tekanan darah.
4. Penggunaan Jelantah
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali
dipakai untuk menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak
yang telah rusak. Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam
seperti kelapa, sawit, kedelai, jagung dan lain-lain. Meskipun beragam,
secara kimia isi kendungannya sebetulnya tidak jauh berbeda, yakni
terdiri dari beraneka asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak tidak
jenuh (ALTJ). Dalam jumlah kecil terdapat lesitin, cephalin, fosfatida,
sterol, asam lemak bebas, lilin, pigmen larut lemak, karbohidrat dan
protein. Hal yang menyebabkan berbeda adalah komposisinya, minyak
sawit mengandung sekitar 45,5% ALJ yang didominasi oleh lemak
palmitat dan 54,1% ALTJ yang didominasi asam lemak oleat sering
juga disebut omega-9. minyak kelapa mengadung 80% ALJ dan 20%
ALTJ, sementara minyak zaitun dan minyak biji bunga matahari hampir
90% komposisinya adalah ALTJ.
Penggunaan minyak goreng sebagai media penggorengan bisa
menjadi rusak karena minyak goreng tidak tahan terhadap panas.
Minyak goreng yang tinggi kandungan ALTJ-nya pun memiliki nilai
tambah hanya pada gorengan pertama saja, selebihnya minyak tersebut
menjadi rusak. Bahan makanan kaya omega-3 yang diketahui dapat
menurunkan kadar kolesterol darah, akan tidak berkasiat bila
dipanaskan dan diberi kesempatan untuk dingin kemudian dipakai
untuk menggoreng kembali, karena komposisi ikatan rangkapnya telah
rusak.
Minyak goreng terutama yang dipakai oleh pedagang goreng-
gorengan pinggir jalan, dipakai berulang kali, tidak peduli apakah
warnanya sudah berubah menjadi coklat tua sampai kehitaman. Alasan
yang dikemukakan cukup sederhana yaitu demi mengirit biaya
produksi.

16
Dianjurkan oleh Ali Komsan, bagi mereka yang tidak
menginginkan menderita hiperkolesterolemi dianjurkan untuk
membatasi penggunaan minyak goreng terutama jelantah karena akan
meningkatkan pembentukan kolesterol yang berlebihan yang dapat
menyebabkan aterosklerosis dan hal ini dapat memicu terjadinya
penyakit tertentu, seperti penyakit jantung, darah tinggi dan lain-lain.
5. Olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi,
karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer
yang akan menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan
peran obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam
juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi.
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi
karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak
aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih
tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap
kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin
besar tekanan yang dibebankan pada arteri.
6. Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas
saraf simpatis, yangdapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap.
Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah
menjadi tetap tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi
pada binatang percobaan yang diberikan pemaparan tehadap stress
ternyata membuat binatang tersebut menjadi hipertensi.
Menurut Sarafindo (1990) yang dikutip oleh Bart Smet, stres
adalah suatu kondisi disebabkan oleh transaksi antara individu dengan
lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan
yang berasal dari situasi dengan sumber daya sistem biologis,
psikologis dan sosial dari seseorang.

17
Stres adalah apa yang kita rasakan saat tuntutan emosi, fisik atau
lingkungan tak mudah diatasi atau melebihi daya dan kemampuan kita
untuk mengatasinya dengan efektif. Namun harus dipahami bahwa stres
bukanlah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar itu. Stres adalah
respon kita terhadap pengaruh-pengaruh dari luar itu.
Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, bingung, cemas,
berdebar-debar, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat
merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan
memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga
tekanan darah akan meningkat. Jika stres berlangsung cukup lama,
tubuh berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan
organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa
hipertensi atau penyakit maag.
Menurut Slamet Suyono stres juga memiliki hubungan dengan
hipertensi. Hal ini diduga melalui saraf simpatis yang dapat
meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stress
berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang
menetap.
Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu
dan bila stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali.
Peristiwa mendadak menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan
darah, namun akibat stress berkelanjutan yang dapat menimbulkan
hipertensi belum dapat dipastikan (Sugiharto, 2007).

18
V. DIAGNOSTIK HOLISTIK DAN PENANGANAN KOMPREHENSIF

A. Diagnostik Holistik
1. Aspek personal
a. Keluhan Utama : Pusing, lemas
b. Keluhan Penyerta : -
c. Idea : Mencari pengobatan
d. Concern : Mengganggu aktivitas
e. Expectation : Ingin cepat sembuh
f. Anxiety : Khawatir semakin parah
2. Aspek Klinis
a. Diagnosis Kerja : Hipertensi
b. Diagnosis Banding : Hipertensi pulmonal, hipertensi sekunder
3. Aspek Interna
a. Genetik : Keturunan dari orang tua
b. Lifestyle buruk : Minum kopi, merokok, makan gorengan
c. Nutrisi : Gizi kurang sehingga imunitas rendah
4. Aspek Eksternal
a. Sosial : Keluarga pasien perokok aktif, membuat
pasien menjadi perokok aktif
b. Ekonomi : Status sosial menengah kebawah, membuat
pasien mengabaikan gejala-gejala penyakit
yang timbul dan tidak segera mencari
layanan primer
c. Pendidikan : Tamatan SD, sehingga kurangnya
pengetahuan pasien tentang penyakit yang
diderita.
d. APGAR :5

19
5. Fungsi Sosial

Skal Aktivitas menjalankan Ketergantungan terhadap org lain


a fungsi
1 Melakukan pekerjaan seperti Mandiri dalam perawatan diri dan bekerja di
sebelum sakit dalam dan luar rumah
2 Pekerjaan ringan sehari-hari, Aktivitas kerja mulai berkurang
di dalam dan luar rumah
3 Pekerjaan ringan dan bisa Pekerjaan ringan dan perawatan diri
melakukan perawatan diri masih dikerjakan sendiri
4 Perawatan diri hanya keadaan Tidak melakukan aktivitas kerja. Perawatan
tertentu, posisi duduk dan diri oleh keluarga
berbaring
5 Perawatan diri oleh orang lain, Sangat bergantung dengan orang lain (misal
posisi berbaring pasif tenaga medis)
Kesimpulan : Fungsi sosial didapatkan hasil 3

B. Penanganan Kompresensif
1. Personal care
a. Initial plan diagnosis :
 Darah lengkap
 Urinalisis
 Serum kreatinin
 Rutin cek tekanan darah

b. Medikamentosa

 Kaptopril 2x12,5 mg
 HCT 1x12,5 mg

c. Non-medikamentosa

 Berhenti merokok
 Kurangi makanan berlemak
 Mengurangi asupan garam
 Banyak minum air putih

20
 Mengurangi konsumsi kopi
 Minum obat secara teratur
 Olahraga teratur
 Istirahat yang cukup

d. Monev

 Rutin memeriksakan tekanan darah


2. Family Care
a. Edukasi mengenai sakitnya, penyebab, penanganan, dan
pencegahannya.
b. Mengenal masalah kesehatan keluarga, bila sakit hendaknya berobat
ke dokter atau tenaga kesehatan, dan setiap berobat ke dokter,
disampaikan mengenai alergi obat.
c. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat.
d. Pentingnya support anggota keluarga terhadap pasien dengan
memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit.
e. Mempertahankan suasana rumah yang sehat.
f. Perlunya pembinaan keluarga (planned family meeting) untuk
mewujudkan healthy family dengan seluruh anggota keluarga.
g. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat.
3. Local Community Care
a. Mengikuti penyuluhan tentang hipertensi
b. Screening penyakit degeneratif pada lansia
c. Mengikuti prolanis di Puskesmas terdekat

VI. TINJAUAN PUSTAKA

21
A. Anatomi Sistem Cardiovascular

Jantung manusia merupakan jantung berongga yang memiliki 2


atrium dan 2 ventrikel. Jantung merupakan organ berotot yang mampu
mendorong darah ke berbagai bagian tubuh. Jantung manusia berbentuk

22
seperti kerucut dan berukuran sebesar kepalan tangan, terletak di rongga
dada sebalah kiri (Slonane, 2004). Jantung dibungkus oleh suatu selaput
yang disebut perikardium. Jantung bertanggung jawab untuk
mempertahankan aliran darah dengan bantuan sejumlah klep yang
melengkapinya. Untuk mejamin kelangsungan sirkulasi, jantung
berkontraksi secara periodik. Otot jantung berkontraksi terus menerus
tanpa mengalami kelelahan. Kontraksi jantung manusia merupakan
kontraksi miogenik, yaitu kontaksi yang diawali kekuatan rangsang dari
otot jantung itu sendiri dan bukan dari syaraf. Terdapat beberapa bagian
jantung (secara anatomis) akan kita bahas dalam makalah ini, diantaranya
yaitu (Herman, 2016) :

a. Bentuk Serta Ukuran Jantung


Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskuler.
Jantung dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis,
atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung
panjangnya kira-kira 12 cm, lebar 8-9 cm seta tebal kira-kira 6 cm.
Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit
lebih besar dari kepalan tangan. Setiap harinya jantung berdetak
100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000
galon darah atau setara dengan 7.571 liter darah. Posisi jantung
terletak diantar kedua paru dan berada ditengah tengah dada,
bertumpu pada diaphragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas
processus xiphoideus. Pada tepi kanan cranial berada pada tepi
cranialis pars cartilaginis costa III dextra, 1 cm dari tepi lateral
sternum. Pada tepi kanan caudal berada pada tepi cranialis pars
cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Tepi kiri
cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II
sinistra di tepi lateral sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang
intercostalis 5, kira-kira 9 cm di kiri linea medioclavicularis. Selaput
yang membungkus jantung disebut perikardium dimana terdiri antara
lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardii berisi 50 cc yang
berfungsi sebagai pelumas agar tidak ada gesekan antara

23
perikardium dan epikardium. Epikardium adalah lapisan paling luar
dari jantung, lapisan berikutnya adalah lapisan miokardium dimana
lapisan ini adalah lapisan yang paling tebal. Lapisan terakhir adalah
lapisan endokardium.
b. Ruang Dalam Jantung
Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu
disebut atrium dan sisanya adalah ventrikel. Pada orang awam,
atrium dikenal dengan serambi dan ventrikel dikenal dengan bilik.
Kedua atrium merupakan ruang dengan dinding otot yang tipis
karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium.
Sebaliknya ventrikel mempunyai dinding otot yang tebal terutama
ventrikel kiri yang mempunyai lapisan tiga kali lebih tebal dari
ventrikel kanan. Kedua atrium dipisahkan oleh sekat antar atrium
(septum interatriorum), sementara kedua ventrikel dipisahkan oleh
sekat antar ventrikel (septum inter-ventrikulorum). Atrium dan
ventrikel pada masing-masing sisi jantung berhubungan satu sama
lain melalui suatu penghubung yang disebut orifisium
atrioventrikuler. Orifisium ini dapat terbuka atau tertutupoleh suatu
katup atrioventrikuler (katup AV). Katup AV sebelah kiri disebut
katup bikuspid (katup mitral) sedangkan katup AV sebelah kanan
disebut katup trikuspid.
c. Katup-Katup Jantung
Diantara atrium kanan dan ventrikel kanan ada katup yang
memisahkan keduanya yaitu katup trikuspid, sedangkan pada atrium
kiri dan ventrikel kiri juga mempunyai katup yang disebut dengan
katup mitral/ bikuspid. Kedua katup ini berfungsi sebagai pembatas
yang dapat terbuka dan tertutup pada saat darah masuk dari atrium
ke ventrikel.

B. Histologi Sistem Cardiovascular

24
Keterangan :
1. Arterial lumen
2. Venous lumen
3. Internal elastic lamina
4. Tunica externa of the artery
5. Tunica media of the vein
6. Internal tunica (intima) of the artery
7. Tunica media of the artery
8. Tunica externa of the artery
9. Tunica externa of the vein
10. Tunica media of the vein

C. Fisiologi Sirkulasi Darah

25
Peredaran darah manusia merupakan peredaran darah tertutup
karena darah yang dialirkan dari dan ke seluruh tubuh melalui pembuluh
darah dan darah mengalir melewati jantung sebanyak dua kali sehingga
disebut sebagai peredaran darah gandayang terdiri dari (Burns, 2013):
a. Peredaran darah panjang/besar/sistemik

26
Adalah peredaran darah yang mengalirkan darah yang kaya
oksigen dari bilik (ventrikel) kiri jantung lalu diedarkan ke seluruh
jaringan tubuh. Oksigen bertukar dengan karbondioksida di jaringan
tubuh. Lalu darah yang kaya karbondioksida dibawa melalui vena
menuju serambi kanan (atrium) jantung.
b. Peredaran darah pendek/kecil/pulmonal
Adalah peredaran darah yang mengalirkan darah dari jantung ke
paru-paru dan kembali ke jantung. Darah yang kaya karbondioksida
dari bilik kanan dialirkan ke paru-paru melalui arteri pulmonalis, di
alveolusparu-paru darah tersebut bertukar dengan darah yang kaya
akan oksigen yang selanjutnya akan dialirkan ke serambi kiri jantung
melalui vena pulmonalis.

D. Fisiologi Tekanan Darah


Tekanan darah adalah daya yang dihasilkan oleh darah terhadap
setiap satuan luas dinding pembuluh darah yang hampir selalu dinyatakan
dalam milimeter air raksa. Tekanan darah merupakan faktor yang amat
penting pada sistem sirkulasi. Peningkatan atau penurunan tekanan darah
akan mempengaruhi homeostasis di dalam tubuh. Tekanan darah selalu
diperlukan untuk daya dorong mengalirnya darah di dalam arteri, arteriola,
kapiler dan sistem vena, sehingga terbentuklah suatu aliran darah yang
menetap (Rizzo, 2015).
Tekanan darah diatur melalui beberapa mekanisme fisiologis untuk
menjamin aliran darah ke jaringan yang memadai. Tekanan darah
ditentukan oleh curah jantung (cardiac output, CO) dan resistensi
pembuluh darah terhadap darah. Curah jantung adalah volume darah yang
dipompa melalui jantung per menit, yaitu isi sekuncup (stroke volume,
SV) x laju denyut jantung (heart rate, HR). Resistensi diproduksi terutama
di arteriol dan dikenal sebagai resistensi vaskular sistemik. Resistensi
merupakan hambatan aliran darah dalam pembuluh, tetapi tidak dapat
diukur secara langsung dengan cara apapun. Resistensi harus dihitung dari
pengukuran aliran darah dan perbedaan tekanan antara dua titik di dalam

27
pembuluh. Resistensi bergantung pada tiga faktor, yaitu viskositas
(kekentalan) darah, panjang pembuluh, dan jari-jari pembuluh (Moore,
2013).

Aliran darah yang mengalir di sirkulasi dalam periode waktu


tertentu, secara keseluruhan adalah 5000 ml/menit pada sirkulasi total
orang dewasa dalam keadaan istirahat. Aliran darah ini disebut curah
jantung karena merupakan jumlah darah yang dipompa ke aorta oleh
jantung setiap menitnya. Kecepatan aliran darah yang melalui seluruh
sistem sirkulasi sama dengan kecepatan pompa darah oleh jantung ─
yakni, sama dengan curah jantung. Isi sekuncup jantung dipengaruhi oleh
tekanan pengisian (preload), kekuatan yang dihasilkan oleh otot jantung,
dan tekanan yang harus dilawan oleh jantung saat memompa (afterload).
Normalnya, afterload berhubungan dengan tekanan aorta untuk ventrikel
kiri, dan tekanan arteri untuk ventrikel kanan. Afterload meningkat bila
tekanan darah meningkat, atau bila terdapat stenosis (penyempitan) katup
arteri keluar. Peningkatan afterload akan menurunkan curah jantung jika
kekuatan jantung tidak meningkat. Baik laju denyut jantung maupun
pembentukan kekuatan, diatur oleh sistem saraf otonom (SSO/autonomic
nervous system, ANS) (Hillegass,2016).

Hubungan antara tekanan, resistensi, dan aliran darah dalam sistem


kardiovaskular dikenal dengan hemodinamika. Sifat aliran ini sangat
kompleks, namun secara garis besar dapat diperoleh dari hukum fisika
untuk sistem kardiovaskular :

MABP−CVP
CO=
TPR

Dengan CO adalah curah jantung (cardiac output), MABP adalah


tekanan darah arteri rata-rata (mean arterial blood pressure), TPR adalah
resistensi perifer total (total peripheral resistance), dan CVP adalah
tekanan vena sentral (central venous pressure). Karena CVP biasanya
mendekati nol, maka MABP sama dengan CO x TPR.

28
MABP adalah nilai rata-rata dari tekanan arteri yang diukur
milidetik per milidetik selama periode waktu tertentu. Secara konstan
MABP dipantau oleh baroreseptor yang diperantarai secara otonom dan
mempengaruhi jantung serta pembuluh darah untuk menyesuaikan curah
jantung dan resistensi perifer total sebagai usaha memulihkan tekanan
darah ke normal (Donofrio, 2014).

Reseptor terpenting yang berperan dalam pengaturan terus-


menerus yaitu sinus karotikus dan baroreseptor lengkung aorta. Tekanan
darah rata-rata menurun secara progresif di sepanjang sistem arteri.
Penurunan biasanya tajam pada arteri terkecil dan arteriol (diameter <100
µm), karena pembuluh memberikan resistensi terbesar terhadap aliran.
Peranan arteriol dalam mengatur resistensi vaskular memiliki beberapa
implikasi penting, yaitu : (1) Konstriksi atau dilatasi semua atau sebagian
besar arteriol dalam tubuh akan memengaruhi TPR dan tekanan darah (2)
Konstriksi arteriol pada satu organ atau regio tersebut, sementara itu
dilatasi memiliki efek yang berlawanan (3) Perubahan resistensi arteriolar
pada suatu regio memengaruhi tekanan hidrostatik ‘downstream’ dalam
landas kapiler (capillary bed) dan vena pada regio tersebut. Jantung
memompa darah secara kontinyu ke dalam aorta, sehingga tekanan rata-
rata di aorta menjadi tinggi, rata-rata sekitar 100 mmHg (Shaffer, 2014).

Dua faktor utama yang memengaruhi tekanan nadi : (1) curah isi
sekuncup dari jantung, dan (2) komplians (distensibilitas total) dari
percabangan arteri. Tekanan nadi pada orang lanjut usia kadang-kadang
meningkat sampai dua kali nilai normal, karena arteri menjadi lebih kaku
akibat arteriosklerosis dan karenanya, arteri relatif tidak lentur.

E. Definisi Hipertensi
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah
tinggi. Batas tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk
menentukan normal atau tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik
dan diastolik. Bedasarkan JNC (Joint National Comitee) VII, seorang

29
dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih
dan diastolik 90 mmHg atau lebih (Chobaniam, 2003).
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90
mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps, 2005).

F. Etiologi dan Faktor Risiko Hipertensi


1. Hipertensi essensial
Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan
dasar patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi
essensial. Penyebab hipertensi meliputi faktor genetik dan lingkungan.
Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan
terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokontriktor,
resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor
lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas
dan lain-lain (Nafrialdi, 2009).
Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang berlebihan
dan gaya hidup tampaknya memiliki peran yang utama dalam
menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat
badan yang berlebih dan penelitian pada berbagai populasi
menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang berlebih (obesitas)
memberikan risiko 65-70 % untuk terkena hipertensi primer (Guyton,
2008).
2. Hipertensi sekunder
Meliputi 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder
dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal
akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah
penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara
langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau

30
memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah (Oparil,
2003).
Hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, sering berhubungan
dengan beberapa penyakit misalnya ginjal, jantung koroner, diabetes
dan kelainan sistem saraf pusat (Sunardi, 2000).

G. Patomekanisme Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis
di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang
akan merangsang serabut saraf pascaganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya norpinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh
darah (Brunner, 2002).
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan
vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norpinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut
bisa terjadi (Corwin, 2005). Pada saat bersamaan dimana sistem saraf
simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi,
kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresikan kortisol dan steroid
lainnya yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah.
Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal dapat
menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukkan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokontriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron
oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air
oleh tubulus ginjal sehingga menyebabkan peningkatan volume

31
intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi (Brunner, 2002).
Perubahaan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah
perifer bertanggung jawab pada perubahaan tekanan darah yang terjadi
pada lanjut usia. Perubahaan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah yang menyebabkan penurunan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Akibat hal tersebut, aorta dan arteri besar mengalami
penurunan kemampuan dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung (volume sekuncup) sehingga mengakibatkan
penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Corwin, 2005).

H. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII adalah (Chobaniam, 2003) :

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normal <120 Dan <80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi derajat 2 >160 Atau ≥100

Klasifikasi hipertensi berdasarkan etiologi adalah (Ganiswarna, 2009) :


1. Hipertensi esensial
Hipertensi esensial disebut juga hipertensi primer atau idiopatik,
adalah hipertensi yang tidak jelas etiologinya. Lebih dari 90% kasus
hipertensi termasuk dalam kelompok ini. Kelainan hemodinamik
utama pada hipertensi esensial adalah peningkatan resistensi perifer.
Penyebab hipertensi esesial adalah multifaktor, terdiri dari faktor
genetik dan lingkungan. Faktor keturunan bersifat poligenik dan
terlihat dari adanya riwayat penyakit kardiovaskular dalam keluarga.
Faktor predisposisi dalam genetik ini dapat berupa sensitifitas terhdapa
natrium, kepekaan terhadap stress, peningkatan reaktivitas vaskular
(terhadap vasokonstriktor), dan resistensi insulin. Paling sedikit ada 3

32
faktor lingkungan yang dapat menyebabkan hipertensi, yakni makan
garam (natrium) berlebihan, stress psikis, dan obesitas.
2. Hipertensi sekunder
Prevalensi hipertensi sekunder ini hanya sekitar 5-8% dari seluruh
penderita hipertensi. Hipertensi sekunder dapat disebabkan oleh
penyakit ginjal (hipertensi renal), penyakit endokrin (hipertensi
endokrin), obat, dan lain-lain.

I. Tatalaksana Hipertensi
Klasifikasi manajemen hipertensi pada dewasa menurut JNC VIII
adalah (priyanto, 2009) :
1. Pada pasien berusia ≥ 60 tahun, mulai pengobatan farmakologis pada
tekanan darah sistolik ≥ 150mmHg atau diastolik ≥ 90mmHg dengan
target terapi untuk sistolik < 150mmHg dan diastolik < 90mmHg.
(Rekomendasi  Kuat-grade A)
2. Pada pasien berusia < 60 tahun, mulai pengobatan farmakologis pada
tekanan darah diastolik ≥ 90mmHg dengan target < 90mmHg. (Untuk usia
30-59 tahun, Rekomendasi  kuat -Grade A; Untuk usia 18-29 tahun, (Opini
Ahli - kelas E )
3. Pada pasien berusia < 60 tahun, mulai pengobatan farmakologis pada
tekanan darah sistolik ≥ 140mmHg dengan target terapi < 140mmHg.
(Opini Ahli - kelas E)
4. Pada pasien berusia ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal kronis, mulai
pengobatan farmakologis pada tekanan darah sistolik ≥ 140mmHg atau
diastolik ≥ 90mmHg dengan target terapi sistolik < 140mmHg dan
diastolik < 90mmHg. (Opini Ahli - kelas E )
5. Pada pasien berusia ≥ 18 tahun dengan diabetes, mulai pengobatan
farmakologis pada tekanan darah sistolik ≥ 140mmHg atau diastolik BP ≥
90mmHg dengan target terapi untuk sistolik gol BP < 140mmHg dan
diastolik gol BP < 90mmHg. (Opini Ahli - kelas E )
6. Pada populasi umum bukan kulit hitam, termasuk orang-orang dengan
diabetes, pengobatan antihipertensi awal harus mencakup diuretik tipe

33
thiazide, CCB, ACE inhibitor atauARB (Rekomendasi sedang-Grade B).
Rekomendasi ini berbeda dengan JNC 7 yang mana panel
merekomendasikan diuretik tipe thiazide sebagai terapi awal untuk
sebagian besar pasien .
7. Pada populasi umum kulit hitam, termasuk orang-orang dengan diabetes,
pengobatan antihipertensi awal harus mencakup diuretic  tipe thiazide atau
CCB. (Untuk penduduk kulit hitam umum : Rekomendasi Sedang - Grade
B, untuk pasien hitam dengan diabetes : Rekomendasi lemah-Grade C)
8. Pada penduduk usia ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal kronis, pengobatan
awal atau tambahan antihipertensi harus mencakup ACE inhibitor atau
ARB untuk meningkatkan outcome ginjal (Rekomendasi sedang -Grade B)
Jika target tekanan darah tidak tercapai dalam waktu satu bulan
pengobatan, tiingkatkan dosis obat awal atau menambahkan obat kedua
dari salah satu kelas dalam Rekomendasi 6. Jika target tekanan darah
tidak dapat dicapai dengan dua obat, tambahkan dan titrasi obat ketiga dari
daftar yang tersedia. Jangan gunakan ACEI dan ARB bersama-sama pada
pasien yang sama. Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai hanya
dengan menggunakan obat-obatan dalam Rekomendasi 6 karena
kontraindikasi atau kebutuhan untuk menggunakan lebih dari 3 obat untuk
mencapai target tekanan darah, maka obat antihipertensi dari kelas lain
dapat digunakan. (Opini Ahli - kelas E)

34
J. Komplikasi Hipertensi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak
endothel arteri dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari
hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal,
otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama
untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack),
penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal,dementia,

35
dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko
kardiovaskular lain (tabel 3), maka akan meningkatkan mortalitas dan
morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi
Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko
yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan
gagal jantung.(Dosh,2001)

K. Prognosis Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko sebesar 2 kali lipat terjadinya
penyakit kardiovaskuler seperti penyakit jantung koroner (PJK), gagal
jantung kongestif, stroke iskemik dan hemoragik, gagal ginjal, dan
penyakit arteri perifer tergantung dimana target organ yang diserang.
Hipertensi tidak terkontrol berhubungan dengan kejadian penyakit
arterosklerosis pada 30% pasien dan 50% pasien dengan kerusakan organ
pada 8-10 tahun seletah onset (Fauci et al, 2008). Kematian akibat
penyakit jantung iskemik dan stroke meningkat secara progresif
bersamaan dengan meningkatnya tekanan darah. Pada setiap peningkatan
tekanan darah sistolik 20 mmHg atau tekanan darah diastolik 10 mmHg
diatas nilai normal, maka tingkat mortalitas akibat penyakit jantung
iskemik dan stroke meningkat 2 kali lipat (Chobanian et al, 2003).

36
VII. PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari kegiatan home visit yang kami lakukan kepada keluarga Bapak
Sodeli, dapat kami simpulkan bahwa :
1. Hipertensi merupakan gangguan kesehatan yang dapat disebabkan
oleh faktor keturunan. Orang tua Bapak Sodeli diketahui dahulu
menderita hipertensi, dan juga anak terakhir dari Bapak Sodeli dan Ibu
Muhiroh yang masih tinggal serumah juga menderita hipertensi.
2. Hipertensi juga dapat diakibatan oleh gaya hidup yang tidak sehat
seperti kebiasaan merokok, minum kopi, penggunaan jelantah,
konsumsi garam berlebih, kurangnya aktivitas fisik, dan lain-lain.
Pada kasus Bapak Sodeli, beliau dahulu merupakan seorang perokok
aktif (sebelum sakit), juga setiap harinya terbiasa meminum kopi dan
menyukai makan goreng-gorengan.
3. Hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan komplikasi
seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, dan lain-lain.
Bapak Sodeli mengalami serangan stroke 20 tahun yang lalu setelah
mengalami hipertensi yang tidak terdeteksi. Kurangnya pengetahuan
pasien juga memberikan dampak yang buruk bagi perkembangan
penyakit hipertensi pada pasien.
4. Fungsi fisiologis keluarga yang dinilai menggunakan APGAR
mendapatkan skor 5 yang berarti keluarga dinilai kurang sehat. Hal ini
dapat diakibatkan oleh karena anggota keluarga yang memiliki
kesibukannya sendiri (istri dan anak bekerja mulai dari pagi hari).
Sehingga tidak terjalinnya hubungan yang baik antara anggota
keluarga termasuk dalam hal mengontrol kesehatan dari anggota
keluarganya.
5. Home visit adalah upaya yang baik dilakukan pada pelayanan primer
seperti dokter keluarga, dan puskesmas. Upaya ini membuat tenaga
kesehatan dapat mengetahui lebih dalam mengenai kehidupan pasien
sebagai bagian dari keluarga dan masyarakat, hubungan pasien dengan

37
keluarga dan tetangga, keadaan rumah pasien, dan keadaan ekonomi
pasien.

B. Saran
Saran yang dapat kami berikan dari hasil home visit ini antara lain :
1. Untuk pasien dan keluarga, menjaga pola hidup sehat sebagaimana
mestinya dan menghindari faktor risiko yang berhubungan dengan
gaya hidup seperti merokok, mengurangi konsumsi garam, tidak
mengonsumsi gorengan secara berlebihan, dan lain-lain. Diharapkan
hubungan fungsi keluarga Bapak Sodeli dapat membaik menjadi
keluarga sehat, sehingga keluarga dapat ikut serta mengontrol
kesehatan dari pasien, dengan memeriksakan tekanan darah secara
berkala atau teratur. Juga selalu mengingatkan pasien untuk
menghabiskan obat yang diberikan oleh puskesmas untuk mengatasi
hipertensinya.
2. Untuk puskesmas atau tenaga kesehatan yang lain, dapat mengadakan
kegiatan yang bertujuan untuk pencerdasan kepada masyarakat terkait
dengan hipertensi. Karena masih banyak masyarakat tidak mengetahui
bahaya hipertensi dan apa saja komplikasi yang dapat diakibatkan bila
hipertensi tidak terkontrol.

38
DAFTAR PUSTAKA

Burns, N. (2013). Cardiovascular physiology. Retrieved from School of Medicine,


Trinity College, Dublin: http://www. medicine. tcd.
ie/physiology/assets/docs12_13/lecturenotes/NBurns/Trinity% 20CVS%
20lecture.

Chobaniam, A.V. 2003. Seventh Report of the Joint National Committee on


Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure. JAMA Vol 42(6) :1206-1252.

Donofrio, M. T., Moon-Grady, A. J., Hornberger, L. K., Copel, J. A., Sklansky,


M. S., Abuhamad, A., ... & Lacey, S. (2014). Diagnosis and treatment of
fetal cardiac disease. Circulation, 129(21), 2183-2242.

Dosh SA. The diagnosis of essential and secondary hypertension in adults.


J.Fam Pract 2001;50:707-712Ganiswarna, S. G., 2009. Farmakologi dan
Terapi, Edisi v. Bagian Farmakologi FK UI, Jakarta : 230-231

Fauci, et al. Hypertensive Vascular Disease. Harrison’s: Principles of Internal


Medicine 17th Edition. USA: The McGraw-Hill Companies: 2008. E-
book version.

Ganiswarna, S. G., 2009. Farmakologi dan Terapi, Edisi v. Bagian Farmakologi


FK UI, Jakarta : 230-231.

Herman, I. P. (2016). Cardiovascular system. In Physics of the Human Body (pp.


533-621). Springer International Publishing.

Hillegass, E. (2016). Essentials of cardiopulmonary physical therapy. Elsevier


Health Sciences.

39
Moore, K. L., Dalley, A. F., & Agur, A. M. (2013). Clinically oriented anatomy.
Lippincott Williams & Wilkins.

Priyanto. 2009. Farmakoterapi dan Terminology Medis. Jakarta : Leskonfi.

Rizzo, D. C. (2015). Fundamentals of anatomy and physiology. Cengage


Learning.
Shaffer, F., McCraty, R., & Zerr, C. L. (2014). A healthy heart is not a
metronome: an integrative review of the heart's anatomy and heart rate
variability. Frontiers in psychology, 5, 1040.

Slonane, E. (2004). Anatomi dan fisiologi untuk pemula. EGC.

Sugiharto, Aris. 2007. Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat


(Studi Kasus Di Kabupaten Karanganyar). Program Studi Magister
Epidemiologi, Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro,
Semarang.

40
LAMPIRAN

41
42

Anda mungkin juga menyukai