Anda di halaman 1dari 13

Brain barriers: Crosstalk antara complex tight junction dan adherent junctions

Junctional complexes interselular yang unik antara sel endotel mikrovaskuler sistem
saraf pusat (SSP) dan sel-sel epitel choroid plexus masing-masing membentuk
endotel blood brain barrier (BBB) dan epitelial blood cerebrospinal fluid barrier
(BCSFB). Sawar ini menghambat difusi paraseluler, sehingga mampu melindungi CNS
dari fluktuasi di dalam darah. Penelitian mengenai integritas sawar otak selama
perkembangan, fisiologi normal, dan penyakit yang difokuskan pada tight junctions
BBB dan BCSFB tetapi bukan mengenai endotel dan epitel terkait. Crosstalk antara
adherens junction dan tight juntion dalam menjaga integritas sawar kurang dikenal
yang mungkin mewakili target yang menjanjikan dalam mempengaruhi fungsi sawar
otak.

Pendahuluan

Blood brain barrier (BBB) terdiri dari sel-sel endotel mikrovaskuler sistem saraf pusat
(SSP) yang sangat istimewa dan blood cerebrospinal fluid barrier (BCSFB) yang terdiri

dari sel-sel epitel plexus choroid, melindungi CNS dari lingkungan yang terus berubah
dalam aliran darah serta infeksi dan racun, dan dengan demikian penting dalam
mempertahankan homeostasis SSP(Gbr. 1). Cara kerja hambatan ini dalam mencegah
difusi paraseluler elemen berbahaya ke dalam SSP biasanya berfokus pada
karakterisasi complex tight junction (TJs) dari BBB, yang menyerupai TJ epitel dan
paralel yang unik melalui ikatan TJ dari BCSFB. Namun, pembentukan TJ umumnya
membutuhkan keberadaan Adhere Junction (AJs), dan sentral untuk kelompok
dynamic junction yang merupakan crosstalk terus menerus antara komponen AJ dan
TJ, faktanya sering diabaikan oleh para peneliti yang meneliti BBB dan BCSFB. AJ
tentunya terdapat dalam sawar dan dibentuk diantara sel-sel sekitarnya oleh
interaksi homofilik antara protein vascular endothelial (VE-cadherin) dan epitel
cadherin (E-cadherin) yang masing-masing terdapat di sel endotel serta sel epitel
plexus koroid SSP.

TJ dan AJ dianggap memiliki fungsi yang berbeda. TJs mengatur difusi zat
terlarut dan rute ion paraseluler yang disebut sebagai fungsi "gate" mereka. TJ juga
membangun fungsi "fence" dengan membatasi gerakan lemak bebas dan protein dari
sel permukaan apikal dan basolateral, sehingga berkontribusi terhadap polaritas sel.
Selain TJs diantara dua sel yang berdekatan, TJ khusus yang berbeda secara molekuler
telah dikemukakan pada kontak tricellular, di mana sudut ketiga sel endotel atau
epitel bertemu. Menariknya, TJ berbentuk Tricellular ini terdapat di sel endothelial
BBB dan sel epitel BCSFB yang menunjukkan bahwa TJs tricellular mungkin
diperlukan untuk fungsi sawar dari kedua jenis hambatan otak. Sebelum
pembentukan TJ, AJ memulai kontak antar sel dan mendorong maturasi, penjagaan,
dan plastisitas, serta mengatur gaya tarik. Namun, hanya sedikit yang diketahui
tentang peran mendasar dari AJ dalam mengatur dinamika kontak sel dan
pembentukan polaritas sel di sawar otak.

Pada sel epitel, termasuk epitel pleksus koroid, TJ merupakan komponen yang
paling apikal dari complex junctional dan dengan demikian dapat dibedakan dengan
jelas dengan AJ. Meskipun begitu, di dalam sel endotel, , lokalisasi TJ dan AJs lebih
bervariasi, dan kedua complex junctional tampak bercampur, terutama pada junction
antar sel endotel otak. Mengingat bahwa AJ endotel vaskular perifer memainkan
peran penting dalam mengontrol permeabilitas pembuluh darah, kontribusi junction
ini terhadap integritas BBB selama perkembangan, fisiologi normal, dan penyakit
harus dijelaskan. Hal ini didasari bukti terbaru yang menunjukkan bahwa protein TJ
zonula occludens 1 (ZO-1) juga merupakan pengatur sentral endotel. AJ

Endotel SSP dan epitelial AJs dan TJs: Komponen dan dinamika

Sekilas pandang mengenai susunan molekuler dasar BBB dan BCSFB AJ dan TJ
menyerupai sawar endotel dan epitelial secara (Gambar 1 dan Tabel 1), dan sebagian
besar berfungsi pada fungsi molekul junctional dalam mengatur sawar otak telah
diekstrapolasikan dari penelitian terhadap non-CNS. Namun, tingginya kompleksitas
dan kontinuitas membedakan sawar otak TJs dari periferal TJ, dan terdapat juga
perbedaan penting dalam susunan molekul. Selain kombinasi yang unik dari observasi
claudins yang diamati dalam BBB dan BCSFB TJs (Gbr. 1 dan Tabel 1), tingkat ekspresi
protein occludin dan claudin-5 integral TJ yang tinggi dan dan tingkat ekspresi VE-
cadherin protein AJ integral yang rendah mengkarakterisasi sel-sel endotel BBB
(Tabel 1). Hal ini mempengaruhi susunan ruang dari protein perancah junctional
sitoplasmik, dan dengan demikian mempengaruhi karakteristik sel junctional
complexes sawar otak terhadap sistoskeleton, akhirnya pensinyalan downstream
mengatur junctional dynamic (Tabel 1). Kejadian seperti itu termasuk fosforilasi
protein, daur ulang berkelanjutan dari junctional molecules, dan regulasi dinamika
cytoskeletal oleh Rho family GTPases. Sayangnya, beberapa dari proses ini telah
dianalisis khusus di endotel otak atau sel epitel pleksus choroid. Secara khusus,
junction dynamics pada sel-sel endotel otak bisa sangat berbeda, karena aktivitas
pinocytotic sangat rendah di sel-sel endotel otak. Jika aktivitas endositik juga rendah,
ini akan memperlambat daur ulang komponen junctional seperti cadherin.
Selanjutnya, meski generasi tikus mutan sangat bagus untuk menginterogasi peran
spesifik masing-masing komponen junctional dalam mengatur dinamika AJ atau TJ,
analisis yang cermat sawar belum dilakukan menggunakan model ini.

Maturasi complex junctional sawar otak selama perkembangan

 Vaskular junction di perkembangan BBB

Pada tikus, angiogenesis otak dimulai pada 9,5 d postcoitum, ketika vaskular
tumbuh dari pleksus vaskular perineural menuju perkembangan neuroektoderm,
menuju undifferentiated jaringan vaskular. Mekanisme molekuler yang
menggerakkan angiogenesis pada otak cukup dipahami dengan baik dan telah
dirangkum. Karakteristik sawar dari sel endotel SSP, termasuk junctional complexs,
pematangan selama angiogenesis otak diarahkan oleh faktor-faktor dari
perkembangan neuroektoderm masih kurang dipahami dengan baik.

Komponen AJ VE-cadherin adalah salah satu molekul spesifik sel endotel pertama -
diekspresikan dan diperlukan untuk kelangsungan hidup endotel, pertemuan
pembuluh darah, dan stabilisasi. Menariknya, setelah diamati ekspresi VE-cadherin
selama angiogenesis otak relatif rendah dan sebaliknya cadherin-10 cukup banyak
dalam sel endotel AJs SSP. Selain VE-cadherin, N-cadherin juga diekspresikan di sel
endotel SSP selama angiogenesis otak. Komponen ini terakumulasi di zona antara sel
endotel dan pericytes di sekitarnya, di mana ia mengatur ekspresi VE-cadherin pada
membran sel dan dengan demikian memberikan kontribusi untuk maturasi AJ.
AJs stabil diperlukan untuk formasi dari TJ. Gambaran pertama bagaimana endotel
AJ dapat menginduksi pembentukan TJ pada tingkat molekuler diperlihatkan melalui
pengamatan VE-cadherin tersebut, melalui aktivasi Akt dan dengan menghambat
Translokasi β-catenin ke nukleus, menyebabkan fosforilasi faktor faktor forkhead box
factor 1 (FoxO1), memungkinkan untuk mengaktifkan ekspresi protein Claudin-5 TJ.
Ikatan molekuler antara AJ dan TJs ini juga berkontribusi pada pembentukan TJs BBB
dan maturasinya. Hal ini didukung oleh penelitian terhadap zebrafish, yang telah
menjelaskan ekspresi claudin-5 dan ZO-1 dalam microvessels SSP dimulai pada hari
ke-3 sesudah fertilisasi, yang bersamaan dengan pematangan BBB sebagaimana
ditentukan oleh permeabilitas terhadap ukuran kecil dan besar.

Berbeda dengan pengetahuan kita yang terbatas tentang molekul mekanisme yang
mengarah ke pematangan AJ pada BBB, mekanisme induksi ekspresi protein TJ seperti
claudin-3, yang unik untuk mikrovaskular TJs SSP, dipahami lebih baik. Ligan Wnt
diproduksi oleh neuroectodermal yang belum matang untuk berikatan dengan
reseptor Frizzled (Fzd) pada vaskular sel endotel SSP, menginduksi pensinyalan Wnt
kanonik. Hal ini mengarah ke translokasi dari β-catenin ke dalam inti dari sel-sel
endotel otak yang menghasilkan induksi transkripsi gen spesifik BBB, termasuk
protein Claudin-3 TJ. Selain itu, kematian reseptor TROY (TNFRSF19) dan DR6
(TNFRS21), yang merupakan target hilir dari jalur pensinyalan Wnt /β-catenin
yang terlibat dalam angiogenesis otak pada tikus dan zebrafish dan telah dikaitkan
dengan pengaturan ekspresi ZO-1 di sel-sel endotel otak. Faktor-faktor lain seperti
alternative Frizzled-4 ligand Norrin atau GPR 124, salah satu anggota bagian reseptor
G protein-coupled yang orphan, yang merupakan koaktifator dari jalur pensinyalan
kanonik Wnt / β-catenin di wilayah CNS yang tidak tumpang tindih, juga
berkontribusi terhadap induksi molekul junctional spesifik BBB seperti claudin-5.
Jalur Sonic Hedgehog (Shh) juga telah terlibat dalam angiogenesis otak dan
pematangan BBB. Penelitian ini menunjukkan bahwa selama angiogenesis otak, Shh
disekresikan oleh astrosit sebelum matang, dan kurangnya Shh transduser sinyal
Smoothened (Smo) di sel-sel endotel SSP yang menyebabkan berkurangnya ekspresi
protein occludin TJ, claudin-3, dan claudin-5, tetapi juga ZO-1 dan p120-catenin, yang
juga menyebabkan peningkatan kebocoran plasma tracers pada perkembangan BBB.
Melalui regulasi ekspresi p120-catenin, jalur Shh mungkin mempengaruhi
pematangan kedua endotel Ajs maupun TJ SSP. Pada saat yang sama, penelitian ini
memberikan bukti in vitro bahwa Shh dapat meningkatkan ekspresi protein occludin
TJ, Claudin-3, Claudin-5, dan JAM-A dalam sel endotel otak manusia. Penelitian lainnya
yang menunggu konfirmasi menunjukkan bahwa derivat astrosit SSeCKS (Src-
suppressed C-kinase substrate) berkontribusi pada pematangan endothelial
junctional SSP dengan mengatur pelepasan derivat astrosit Ang-1, dengan cara
berikatan dengan reseptor Tie-2 pada sel endotel SSP, meningkatkan ekspresi protein
occludin TJ, claudin-1, ZO-1, dan ZO-2 pada sel endotel manusia.

Langkah selanjutnya dalam maturasi BBB adalah interaksi sel-sel endotel


pembuluh baru dengan pericytes. Pericytes direkrut ke pembuluh SSP yang terbentuk
selama angiogenesis otak dan berkontribusi terhadap maturasi BBB termasuk
regulasi astrosit polaritas . Selain interaksi homofilik antara endotel N-cadherin dan
pericyte, platelet-derived growth factor-B (PDGF-B) disekresikan oleh sel-sel endotel
dan reseptornya PDGFR-β pada pericytes meregulasi interakti pericyte / endotel.
Sebaliknya untuk faktor astrocyte-derived, pericytes tampaknya tidak memiliki
pengaruh pada pematangan AJs dan TJs BBB, karena tikus yang kekurangan pericyte
mengembangkan arsitektur TJ BBB yang normal, sementara itu peningkatan
kebocoran BBB terjadi secara mengejutkan karena adanya peningkatan lintasan
vesikular di seluruh sel-sel endotel CNS. Dengan demikian, pericytes tampaknya
menghambat transportasi vesikular di seluruh endotelium BBB. Baru-baru ini temuan
digarisbawahi melalui penemuan Mfsd2a (major facilitator super family domain
containing 2a) yang secara khusus diinduksi dalam sel endotel SSP oleh endothelial /
interaksi pericyte dan menekan aktivitas transitotik di sel-sel endotel SSP, sehingga
memberikan kontribusi untuk maturasi BBB

Intraepithelial Junction pada perkembangan BCSFB


Meskipun ada banyak penelitian yang didedikasikan untuk menginvestigasi
integritas sawar BCSFB selama perkembangan embrio, beberapa penelitian secara
khusus telah membahas maturasi junction antar sel pada sel epitel plexus choroid
dan mencari tahu korelasi dengan sifat barrier BCSFB. Kompleks TJs telah
divisualisasikan oleh freeze-fractures dan transmisi mikroskop elektron melalui
manusia terlebih dahulu dan perkembangan janin domba, saat perifer tracers
masih ditemukan menyebar di BCSFB secara elas melalui rute transselular.
Observasi ini secara tidak langsung mengimplikasikan bahwa AJs BCSFB
menghubungkan pleksus koroid sel epitel lebih awal selama masa perkembangan
sebelum kematangan barrier. Lebih banyak penelitian terbaru yang berfokus pada
penyelidikan ekspresi protein TJ selama perkembangan embrio dan menunjukkan
ekspresi occludin dan MarvelD3 di pleksus koroid dari embrio tikus. Sedangkan lebih
dulu pada tikus besar dan tingkat ekspresi yang tinggi mencapai 10 claudin berbeda
begitu juga occludin dan ZO-1, ZO-2, dan ZO-3 diamati, hal ini memberi kesan
perkembangan awal dari kompleks TJ yang matur di BCSFB. Secara khusus,
selain claudin-1, claudin-2, claudin-3, dan claudin-11, penelitian ini menemukan
ekspresi claudin-9, claudin-19, dan claudin-22 dalam sel epitel plexus choroid.

Investigasi mengenai maturasi BCSFB di zebrafish menunjukkan bahwa sawar


ini menjadi fungsional pada hari ke-2 setelah fertilisasi seperti yang ditunjukkan oleh
berkurangnya kebocoran dengan tracers yang memiliki ukuran berbeda-beda.
Menariknya, Penelitian ini juga menggambarkan immunostaining untuk claudin-5,
yang dalam hewan pengerat telah ditemukan secara khusus terletak di dalam sel
endotel, di epitel plexus choroid. Mengingat perannya yang diusulkan dalam maturasi
BBB, satu dari jalur signaling yang terlibat dalam maturasi junction
di BCSFB mungkin merupakan jalur Shh, yang berperan penting dalam pertumbuhan
dan ekspansi yang berkelanjutan dari pleksus koroid selama pengembangan

Pemeliharaan junctional complexes di sawar otak yang matur


Kombinasi analisis transcriptome dan proteome BBB dan BCSFB ,
pengembangan antibodi untuk mendeteksi lokalisasi subselular pada komponen
molekuler junction dari suatu individu, maupun pencitraan resolusi tinggi telah
meningkatkan pengetahuan kita mengenai arsitektur junctional sel endotel BBB dan
sel epitel plexus choroid (Gbr. 1 dan Tabel 1). Sel-sel epitel plexus choroid tampak
mempertahankan karakteristik sawar unik mereka, termasuk junctional complexs,
saat diambil dari SSP dan diletakkan ke dalam kultur. Namun, sel-sel endotel
membentuk BBB membutuhkan pericytes dan astrocytes serta matriks ekstraseluler
yang mengelilingi endotelium BBB untuk mempertahankan karakteristik sawar yang
unik tersebut. Kontak adhesive antara pericytes dan sel endotel dibantu oleh N-
cadherin, yang dalam hal ini tidak terbatas pada AJ. Penelitian pericyte-defisien pada
mutan tikus telah menunjukkan bahwa pericytes secara tidak langsung
mempengaruhi arsitektur junctional BBB tetapi lebih berperan dalam mengatur
karakteristik sawar sel-sel endotel SSP dengan menghambat lintas vesikular
transelular dan menginduksi polaritas astrosit. Akan tetapi, faktor astrosit tampaknya
berperan mempertahankan integritas junctional dari endotelium BBB.
+
Sesungguhnya, delesi toxin-induced astrocytes GFAP di daerah otak tertentu pada
tikus dan tikus besar ditemukan menginduksi disfungsi fokal reversibel BBB yang
disertai dengan hilangnya lokalisasi junctional dari claudin-5 dan perubahan
fosforilasi occludin di endothelium otak. Menariknya, meskipun lokalisasi junctional
VE-cadherin dan β-catenin tidak berubah dalam penelitian terakhir, ekspresi VE-
cadherin telah diatur, menggarisbawahi hubungan erat antara regulasi AJs BBB
dan TJ. Isyarat molekuler yang disediakan oleh astrocyte berguna dalam menjaga
integritas junctional dari BBB tidak dipahami dengan baik.
Selain peranannya dalam perkembangan BBB, studi terbaru mendukung peran
jalur pensinyalan Wnt / Stalin-catenin kanonik dalam pemeliharaan BBB sehingga
dapat mempertahankan integritas junction. Penggunaan jalur reporter transgenik
baru untuk memvisualisasikan pensinyalan Wnt / catenin di zebrafish telah
diperkenankan sebagai demonstrasi aktivitas pensinyalan Wnt / catenin di pembuluh
SSP zebrafish dewasa. Selanjutnya, keuntungan dan kerugian fungsi mutan tikus
untuk signaling Norrin / Fz4 menunjukkan pembentukan sel otonom atau hilangnya
fungsi BBB disertai dengan tidak adanya ekspresi claudin-5, di otak kecil dari tikus-
tikus ini, yang mendukung persyaratan kontinu dari pensinyalan Frizzled dalam
mempertahankan struktur junctional BBB matur.
Lambat laun baru-baru ini komponen membran basalis telah terbukti
berkontribusi terhadap integritas junctional sel-sel endothelial otak (Gbr. 2).
Proteoglikan Heparan agrin sulfate berkontribusi menuju sifat sawar sel endotel otak
dengan menstabilkan lokalisasi junctional dalam pembentukan molekul AJs dibanding
TJs. Yamamoto et al. menggunakan tikus sebagai model percobaan di mana URL1-
integrin secara spesifik dinonaktifkan di dalam sel-sel endotel. Hal ini menunjukkan
bahwa integrin ini tidak mengurangi interaksi antara VE-cadherin dan p120-catenin,
sehingga menyebabkan peningkatan internalisasi VE-cadherin. Dengan demikian,
pengikatan β1-integrin-mediated dari sel-sel endotel SSP ke matriks ekstraseluler
sangat penting untuk menstabilkan lokalisasi junctional dari VE-cadherin dan
integritas vaskular. Proses molekuler diidentifikasi menjadi hilir
dari integrin endotelial-β1 yang melibatkan fosforilasi rantai cahaya myosin oleh
GTPase Rap1 dan kinase MRCK selain sinyal Rho / Rho-kinase. Mengingat
pengamatan sebelumnya bahwa lokalisasi junctional VE-cadherin mengatur
ekspresi dan lokalisasi junctional dari claudin-5 , hal ini menarik untuk dicatat bahwa
interaksi matriks sel endotel melalui integrin endotelial-β1 juga meningkatkan
ekspresi dan lokalisasi junctional dari claudin-5 ke TJs BBB. Selain itu, laminin α2
yang merupakan bagian dari parenkim basal yang berasal dari membran astrosit dan
dengan demikian penting untuk polaritas astrosit, mempengaruhi morfologi TJ BBB
dan fungsi sawar, seperti yang baru-baru ini diamati dalam tikus laminin α2-deficient.

Berbeda dengan TJs BBB yang tidak banyak yang diketahui tentang faktor
pengatur integritas junction di BCSFB. Secara umum, kompleks junctional sel epitel
termasuk sel-sel dari sel-sel epitel. BCSFB secara intrinsik lebih stabil, seperti yang
ditunjukkan oleh formasi AJs matur dan TJs dalam kultur sel epitel koloid choroid.
Namun, selain mempersiapkan BCSFB, pleksus koroid diusulkan dapat mengatur
akses hormon ke CSF. Melalui konteks ini, sebuah penelitian yang dilakukan pada
domba telah menunjukkan regulasi photoperiod-dependent pada tingkat ekspresi
occludin,ZO-1, ZO-2, afadin, dan E-cadherin di pleksus koroid
yang berkorelasi dengan pengaturan jalur hormon ke dalam otak domba. Oleh sebab
itu, penelitian ini memberikan bukti fisiologis dan dinamis pada
pengaturan kompleks junctional di BCSFB.

Neuroinflamasi: junctional complexes pada sawar otak yang disfungsional


Neuroinflamasi umumnya disertai dengan kerusakan BBB dan fungsi BCSFB,
yang mencakup perubahan kompleks dalam waktu singkat. Misalnya, displasia
vaskular yang ditujukan sebagai cerebral cavernous malformation (CCM), hilangnya
fungsi mutasi pada CCM-1, CCM-2, atau CCM-3, yang melokalisasi secara umum
terhadapAJ, terutama mempengaruhi pembuluh otak. CCM membentuk tripartit
kompleks yang berasosiasi dengan β-catenin dan afadin di AJs.
Melalui regulasi GTPase Rap-1 kecil (CCM-1) dan Rho GTPase pathway (CCM-
2), mereka berkontribusi pada stabilisasi junction dan polaritas sel endotel. Mutasi
pada protein CCM menyebabkan transisi,endotelial-mesenkimal yang ditandai dengan
hilangnya VE-cadherin, ekspresi N-cadherin yang diatur, dan kerugian yang
menyertainya berupa polaritas sel endotel. Jadi, meskipun gen-gen CCM bermutasi
dalam sel-sel endotel seluruh tubuh, fungsi sawar sel-sel endotel otak tampaknya
lebih kritis bergantung pada sifat perekat dari VE-cadherin yang menstabilkan
polaritas sel.
Gangguan fungsi BBB dan BCSFB juga berkontribusi terhadap gangguan
neurologis seperti stroke atau multiple sclerosis (MS) dan eksperimental autoimmune
encephalomyelitis (EAE) pada hewan modelnya. MS adalah penyakit demielinasi
inflamasi dari SSP, di mana sel-sel kekebalan tubuh melintasi BBB dan
BCSFB sehingga menyebabkan peradangan SSP, pembentukan edema, dan
disfungsi barrier otak. Bahkan, pembentukan lesi awal di MS dikaitkan dengan
disfungsi fokal BBB seperti yang divisualisasikan oleh pencitraan resonansi magnetik
(MRI) yang diperkuat dengan gadolinium yang digunakan sebagai kriteria diagnostik
untuk penyakit ini. Serangkaian penelitian imunofluoresensi sampel otak postmortem
dari pasien MS telah meyakinkan menunjukkan hal distribusi abnormal protein
occludin TJ, JAM-A,dan ZO-1 tetapi tidak dari protein AJ, β Catenin yang berkorelasi
dengan pola premortem dari kebocoran protein serum perivaskular dalam Lesi aktif
MS. Oleh karena itu, data ini sangat mendukung suatu kontribusi
gangguan TJ terhadap BBB di MS. Berdasarkan immunostainings untuk perubahan ZO-
1, conjungtions BBB seperti yang diamati di MS cukup handal dimodelkan dalam
jaringan otak tikus setelah induksi EAE. Menggunakan model EAE,
fungsi penting TJs BBB dalam menjaga fungsi sawar dari neuroinflamasi di BBB yang
telah didukung lebih lanjut oleh pengamatan yang diinduksi ekspresi sel endotel
ektopik spesifik dari claudin-1, gejala klinis EAE pada mencit terutama adanya
pemblokiran kebocoran BBB tanpa mempengaruhi migrasi sel imun ke SSP.
Infiltrasi sel imun ke dalam SSP selama EAE mungkin terjadi, namunhal ini tetap
ditambahkan ke dalam patologi TJ BBB sebagaimana peneliti lebih lanjut dalam model
EAE menunjukkan hilangnya selektif immunostaining claudin-3 atau claudin-5
di mikrovessels otak dan sumsum tulang belakang dikelilingi oleh infiltrat inflamasi.
Hilangnya immunostaining protein TJ tidak dapat menjadi prediksi untuk
disfungsional BBB, karena penelitian terbaru pada patogenesis EAE di defisien
claudin-3 terhadap tikus gagal memperlihatkan peranan claudin-3 dalam menjaga
integritas BBB atau mengatur infiltrasi leukosit ke SSP selama EAE. Selain itu,
pertimbangan mengenai fungsi claudin-5 yang dikenal untuk mengatur difusi molekul
kecil (<800 D) di seluruh BBB, Hilangnya immunostaining claudin-5 di TJs BBB bisa
sangat sulit setara dengan kebocoran BBB untuk protein serum besar seperti
fibrinogen ke parenkim SSP. Sebaliknya, pengamatan ini menunjukkan bahwa
hilangnya komponen junctional wajib ditemukan pada gangguan fungsi BBB seperti
yang diamati pada MS dan EAE. Sebuah penelitian baru-baru ini telah menemukan
kerugian yang parah pada kedua protein claudin-5 TJ dan protein VE-cadherin AJ di
microvessels dalam lesi inflamasi preaktif dan aktif di jaringan otak postmortem
pasien MS, yang mendukung gagasan bahwa baik AJ dan TJ BBB yang terganggu pada
MS dan kelainan ini terjadi dalam komposisi molekul TJs yang merupakan kejadian
awal dalam disfungsi BBB selama MS. Mekanisme molekuler yang memungkinkan di
balik perubahan junctional ini adalah hilangnya pelepasan otak yang dimediasi oleh
β1-integrin sel endotel ke membran basal, seperti yang diamati pada
stroke, yang mengarah ke internalisasi Ve-cadherin dan claudin-5 sebagaimana
diuraikan sebelumnya (Gbr. 2). Sebagai tambahan, hilangnya claudin-5 dan occludin di
BBB selama EAE ditemukan berkorelasi dengan peningkatan ekspresi caveolin-1 dan
peningkatan kebocoran FITC-dekstran di seluruh BBB, yang menyiratkan
endositosis yang dimediasi caveolae dari claudin-5 dan occludin
yang berkontribusi terhadap kerusakan TJ BBB di EAE. Molekul lain yang telah
terbukti menginduksi gangguan dari TJs BBB saat terjadinya neuroinflamasi dengan
cara menurunkan regulasi Claudin-5 dan occludin adalah VEGF, ekspresi yang
signifikan ditingkatkan regulasinya di dalam astrosit selama EAE dan MS. Pada
vaskular bed perifer, VEGF menginduksi fosforilasi tirosin dari VE-cadherin, yang
menyebabkan gangguan dari ikatan p120-catenin dan catenin, berikutnya
internalisasi dan degradasi VE-cadherin, dengan demikian dapat meningkatkan
permeabilitas vaskular. Berbeda dengan vaskular bed perifer, sel endotelium BBB
merespon VEGF-A dengan cara yang sangat terpolarisasi— mis., hanya abluminal dari
SSP, tetapi tidak luminal VEGF-A, menginduksi peningkatan permeabilitas BBB
dengan aktivasi p38 MAPK dan hilangnya lokalisasi junctional dari claudin-5. Dengan
demikian, pada neuroinflamasi, faktor-faktor astrosit tampaknya menjadi penolong
dalam mengatur integritas junctional BBB. Hal ini selanjutnya didukung oleh
pengamatan bahwa disfungsi BBB dikaitkan dengan hilangnya polaritas astrosit. Ini
divisualisasikan oleh penurunan lokalisasi terpolarisasi water channel aquaporin 4
(AQP4) dari ujung kaki astrosit di EAE dan gangguan neurologis lainnya seperti stroke
dan glioblastoma multiformis. Hilangnya polaritas astrosit menunjukkan hilangnya
sekresi terpolarisasi faktor astrocyte-derived lainnya seperti Shh, Wnts, dan Norrin
yang mendukung ekspresi yang dibutuhkan serta lokalisasi molekul junctional BBB.
Sesungguhnya, ekspresi Shh yang diregulasi dalam astrosit hipertrofik pada lesi MS
demielinasi aktif disertai dengan peningkatan ekspresi reseptor Shh Patched-1 dan
translokasi nuklir dari transkripsi jalur Shh faktor Gli-1 dalam sel endotel BBB.
Observasi ini menunjukkan bahwa aktivasi neuroinflamasi jalur Shh pada tingkat BBB,
dengan demikian mungkin memicu perbaikan BBB.

Konsep bahwa neuroinflamasi dapat mengaktifkan kembali jalur


operasi selama pematangan kompleks junctional BBB dalam perkembangan embrio
yang selanjutnya didukung oleh pengamatan terbaru bahwa asam retinoat (RA)
berkontribusi pada BBB pematangan. Sel glial radial di jaringan otak janin manusia itu
ditemukan untuk mengekspresikan tingkat tinggi retinadehid enzim penghasil RA
dehidrogenase 2 (RALDH2) dan berhubungan erat dengan pembuluh darah otak
berkembang mengekspresikan reseptor RAβ selama embriogenesis (Mizee et al.,
2013). Studi in vitro pada sel-sel endotel otak mengkonfirmasi kemampuan RA untuk
meningkat karakteristik sawar, termasuk meningkatkan ekspresi protein AJ dan TJ.
Menariknya, ekspresi RALDH2 ditemukan dengan regulasi secara signifikan di dalam
astrocytes reaktif dan aktif serta lesi MS kronis. Observasi ini lebih lanjut mendukung
gagasan bahwa peradangan neuroin menginduksi peningkatan ekspresi Shh dan
meningkatkan pelepasan RA dari reaktif astrosit, dengan tujuan memberikan respons
perlindungan yang memungkinkan pemulihan integritas junctional BBB.
Akhirnya, sitokin proinflamasi interleukin-1β(IL-1β) diregulasi di SSP selama
neuroinflamasi dan berkontribusi terhadap disfungsi sawar otak. Itu terbukti
terhadap mediasi penahanan transkripsi claudin-5 dengan menginduksi translokasi
nuklir dari catenin dan FoxO1 di sel endotel otak. Observasi ini menunjukkan bahwa
neuroinflamasi mengembalikan beberapa proses yang dijelaskan untuk maturasi
junctional, seperti misalnya, induksi ekspresi claudin-5 selama perkembangan.
Namun, karena IL-1β menginduksi translokasi nuklir dari catenin yang dikaitkan
dengan penurunan di claudin-5 dan occludin, tetapi translokasi nuklir Wnt3a-
mediated dari catenin lebih meningkatkan ekspresi claudin-1 dalam model BBB in
vitro, aktivitas transkripsi β –catenin-mediated yang diperantarai di sel-sel endotel
otak tampaknya tergantung pada stimulus masing-masing.
Neuroinflamasi memicu ekspresi tambahan mediator inflamasi seperti
chemokine CCL2, khususnya di astrosit. Setidaknya secara in vitro, CCL2 telah terbukti
menginduksi fosforilasi tirosin Src-dependent dari VE-cadherin dan catenin,
menyebabkan disosiasi sementara dari Ajs. Secara bersamaan, catenin direkrut untuk
PECAM-1, dengan demikian tetap diasingkan di membran sel. Setelah fosforilasi
tirosin bergantung pada CCL2 PECAM-1, SHP-2 yang terlibat dalam mendorong
pelepasan Catenin dan reasosiasi dengan AJ. Studi ini menempatkan peran penting
PECAM-1 dalam sekuestrasi sementara Catenin: memungkinkan reorganisasi cepat
kompleks AJ di endotel otak. Faktanya pengamatan PECAM-1 -/- C57BL / 6 tikus
didapatkan perkembangan EAE yang disertai oleh permeabilitas BBB yang meningkat
dan berkepanjangan menyoroti fungsi PECAM-1 endotel ini dalam memulihkan AJs
BBB dan lebih lanjut berperan fundamental pada AJs matur untuk membentuk
kompleks junctional dengan baik di BBB.
Kemungkinan perubahan pada tingkat junction BCSFB selama neuroinflamasi
m asih kurang diketahui. Meskipun beberapa penelitian telah menunjukkan
perubahan dramatis dari pleksus koroid pada keadaan MS dan EAE, hanya beberapa
perubahan yang ditujukan secara khusus di arsitektur junctional sel epitel plexus
choroid dan dilaporkan imuno rekativitas yang terganggu pada occludin, claudin-1,
claudin-2, dan Claudin-11 serta untuk ZO-1 dan hilangnya immunostaining lengkap
claudin-3 pada tingkat BCSFB selama EAE dan MS. Dengan pengetahuan yang masih
terbatas saat ini mengenai fungsi spesifik masing-masing molekul junctional ini,
implikasi dari ini Temuan untuk fungsi BCSFB selama neuroinflamasi juga masih
terbatas.
Pernyataan Penutup
Meskipun ada kemajuan besar dalam pemahaman kita mengenai komposisi molekul
junction sawar otak, penelitian di lapangan kebanyakan memiliki fokus mempelajari
TJ sawar otak. Kini ada bukti eksperimental kuat untuk crosstalk antara AJ dan TJs
yang mempengaruhi stabilitas dan dinamika mereka secara struktural dan pada
tingkat transkripsional. Di luar dari fungsi struktural, AJ dan TJs muncul sebagai
regulator sentral dari jalur pensinyalan intraseluler yang mengatur dinamika
cytoskeletal. Dengan demikian, kerja sama mereka merupakan pusat pengendalian
morfogenesis dan homeostasis. Perturbation dari kompleks junctional di tingkat
sawar otak yang mengganggu homeostasis SSP dan terkait dengan gangguan
neurologis. Terdapat pembuktian bahwa melindungi sawar otak secara khusus
melalui peningkatan integritas junctional dapat bermanfaat dalam model binatang
untuk MS atau stroke. Pertimbangan baru-baru ini yang mensirkulasi sphingosine-1-
fosfat (S1P) dapat menstabilkan vaskular junction melalui pensinyalan hilir melalui
reseptor G-protein-coupled S1P1, yang mempengaruhi cortical actin cytoskeleton,
membuat kita berspekulasi bahwa kemanjuran terapeutik dari S1P1 agonis
fingolimod pada pasien MS juga bergantung untuk menstabilkan BBB. Oleh karena itu,
penelitian masa depan harus dilakukan di luar mempelajari peran protein TJ sawar
otak pada individu. Tampilan sel biologis yang lebih terintegrasi pada kolaborasi
dinamis AJ dan TJ dan bagaimana mereka mengatur dinamika junctional dan
pensinyalan hilir diperlukan untuk meningkatkan pemahaman kita tentang
bagaimana kompleks junctional ini membentuk polaritas sel dan menjaga sifat sawar
dari BBB dan BCSFB.

Anda mungkin juga menyukai