Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Varikokel merupakan dilatasi abnormal dari vena pada pleksus
pampiniformis akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna.
Kelainan ini terdapat pada 15% pria. Varikokel ternyata merupakan salah satu
penyebab infertilitas pada pria; dan didapatkan 21-41% pria yang mandul
1
menderita varikokel. Pada varikokel didapatkan kelainan dilatasi vena dalam
spermatic cord dan yang dik lasifikasi menjadi klinis dan subklinis. Varikokel
klinis didiagnosis melalui pemeriksaan fisik dan digolongkan berdasarkan temuan
fisik. Varikokel subklinis pada pemeriksaan fisik tidak teraba dan memerlukan
pencitraan radiologi untuk diagnosis. selain itu, varikokel terbagi atas varikokel
ekstratestikuler dan varikokel intratestikuler.
Dekade terakhir ini, pembahasan varikokel mendapat perhatian karena
potensinya sebagai penyebab terjadinya disfungsi testis dan infertilitas pada pria.
Diperkirakan sepertiga pria yang mengalami gangguan kualitas semen dan
infertilitas adalah pasien varikokel (bervariasi 19 - 41%).Akan tetapi tidak semua
pasien varikokel mengalami gangguan fertilitas, diperkirakan sekitar 20 - 50%
didapatkan gangguan kualitas semen dan perubahan histologi jaringan testis.
Perubahan histologi testis ini secara klinis mengalami pengecilan volume
testis.Pengecilan volume testis bagi sebagian ahli merupakan indikasi tindakan
pembedahan khususnya untuk pasien pubertas yang belum mendapatkan data
kualitas semen. Salah satu cara pengobatan varikokel adalah pembedahan.
Keberhasilan tindakan pembedahan cukup baik. Terjadi peningkatan volume testis
dan kualitas semen sekitar 50 - 80% dengan angka kehamilan sebesar 20 - 50%.
Namun demikian angka kegagalan atau kekambuhan adalah sebesar 5 - 20%.2
Pemeriksaan ultrasonografi merupakan pilihan pertama, non invasif,
relatif mudah dan akurat dalam mendeteksi varikokel. Pemeriksaan ultrasonografi

1
Color Doppler (CDUS) telah menjadi modalitas yang telah diterima secara luas
dan sering digunakan untuk mengevaluasi varikokel.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Struktur Anatomi Dan Histologi Fungsi Testis


Testis adalah organ genitalia pria yang pada orang normal jumlahnya ada
dua dan masing-masing terletak didalam skrotum kanan dan kiri. Bentuknya
ovoid dan pada orang dewasa ukurannya adalah 4x3x2,5 cm, dengan volume 15-
25 ml. Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat
pada testis. Diluar tunika albuginea terdapat tunika vaginalis yang terdiri dari
lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos. Otot kremaster yang berada di
sekitar testis memungkinkan testis dapat digerakkan mendekati ruang abdomen
untuk mempertahankan temperatur testis agar tetap stabil.1

Gambar 2.1. Anatomi skrotum.


Secara histopatologi, testis terdiri dari ±250 lobuli dan tiap lobulus terdiri
dari tubuli seminiferi. Didalam tubulus seminiferi terdapat sel-sel spermatogonia
dan sel sertoli, sedangkan diantara tubulus seminiferi terdapat sel-sel leydig. Sel-

3
sel spermatogonium pada proses spermatogenesis menjadi spermatozoa. Sel-sel
setoli berfungsi untuk member makan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel
leydig atau disebut juga sel-sel interstisial testis berfungsi untuk menghasilkan
hormone testosteron.1
Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubulus seminiferi testis disimpan
dan mengalami pematangan/maturasi di epididimis. Setelah mature (dewasa) sel-
sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens
disalurkan menuju ampulla vas deferens. Sel-sel itu setelah bercampur dengan
cairan-cairan di epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat
membentuk cairan semen dan mani.1

Gambar 2.2. Histologi testis


Testis mendapat darah dari beberapa cabang arteri, yaitu arteri
spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta, arteri diferensialis cabang
dari arteri vesikalis inferior, dan arteri kremasterika yang merupakan cabang dari

4
epigastrika. Pembuluh darah yang meninggalkan testis berkumpul membentuk
pleksus pampiniformis.1
2.2. Varikokel
2.2.1. Definisi
Varikokel merupakan varikositas pleksus pampiniformis korda
spermatika, yang membentuk benjolan skrotum yang terasa seperti “kantong
cacing” .3 Dilatasi abnormal vena-vena dari spermatic cord biasanya disebabkan
oleh ketidakmampuan katup pada vena spermatik internal

Gambar 2.3. Varikokel


2.2.2. Epidemiologi
Varikokel jarang menjadi masalah klinis yang jelas sebelum masa remaja
awal. Karena varikokel jarang dilaporkan timbul pada orang-orang yang lebih tua,
tampak bahwa populasi dari anak laki-laki dengan varikokel mungkin mewakili
populasi dari dewasa yang akan punya varikokel. Prevalensi varikokel pada
remaja, berhubungan dengan infertilitas pada laki-laki, dan peningkatan kualitas
sperma yang mungkin terlihat pada orang-orang infertil setelah ligasi varikokel
telah meningkatkan daya tarik untuk mempelajari varikokel pada remaja dan
hubungannya dengan disfungsi spermatogenik.
Walaupun varikokel muncul pada kira-kira 20% populasi laki-laki secara
umum, kebanyakan terjadi pada populasi subfertil (40%). Faktanya, varikokel
skrotum umumnya merupakan penyebab rendahnya produksi sperma dan
penurunan kualitas sperma. Varikokel mudah diidentifikasi dan dikoreksi dengan
prosedur pembedahan.

5
Pada referensi lain disebutkan varikokel ditemukan kira-kira pada 15%
anak remaja laki-laki dan predominan pada sisi sebelah kiri. Hal ini
didokumentasikan pada tahun 1880-an yang menyebutkan bahwa varikokel lebih
dominan pada sisi kiri, jarang muncul sebelum pubertas, dan dalam beberapa hal
berhubungan dengan hilangnya volume testis ipsilateral yang tampak dan
reversibel dalam beberapa peristiwa setelah ligasi varikokel.3
Varikokel ekstratestikuler merupakan kelainan yang diketahui umum
terjadi, dimana terdapat pada 15% sampai 20% pria. Varikokel intratestikuler
sebaliknya suatu kelainan yang jarang dan sesuatu yang relatif baru dimana
dilaporkan kurang dari 2% pada pria yang menjalanai sonografi testis dengan
gejala.
2.2.3. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel,
tetapi dari pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering
dijumpai daripada sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 70–93 %). Hal ini
disebabkan karena vena spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri
dengan arah tegak lurus, sedangkan yang kanan bermuara pada vena kava dengan
arah miring. Di samping itu vena spermatika interna kiri lebih panjang daripada
yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten.1
Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut
dicurigai adanya: kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena
karena tumor), muara vena spermatika kanan pada vena renails kanan, atau
adanya situs inversus.1
Etiologi varikokel secara umum:
1. Dilatasi atau hilangnya mekanisme pompa otot atau kurangnya struktur
penunjang/atrofi otot kremaster, kelemahan kongenital, proses degeneratif
pleksus pampiniformis.
2. Hipertensi v. renalis atau penurunan aliran ginjal ke vena kava inferior.
3. Turbulensi dari v. supra renalis kedalam juxta v. renalis internus kiri
berlawanan dengan kedalam v. spermatika interna kiri.
4. Tekanan segment iliaka (oleh feses) pada pangkal v. spermatika .

6
5. Tekanan v. spermatika interna meningkat letak sudut turun v. renalis 90
derajat.
6. Sekunder : tumor retro, trombus v. renalis, hidronefrosis.3
a. Etiologi Anatomi
Suplai arteri testis mempunyai 3 komponen mayor yaitu: arteri testikular,
arteri kremaster dan arteri vasal. Walaupun kebanyakan darah arterial pada testis
berasal dari arteri testikular, sirkulasi kolateral testikular membutuhkan perfusi
yang adekuat dari testis, walaupun arteri testikular terligasi atau mengalami
trauma. Drainase venous dari testis diprantarai oleh pleksus pampiniformis, yang
menuju ke vena testikular (spermatika interna), vasal (diferensial), dan
kremasterik (spermatika eksternal). Walapun varikokel dari vena spermatika
biasanya ditemui pada saat pubertas, sepertinya terjadi perubahan fisiologi normal
yang terjadi saat pubertas dimana terjadi peningkatan aliran darah testikular
menjadi dasar terjadinya anomali vena yang overperfusi dan terkadang terjadi
ektasis vena.4
b. Peningkatan Tekanan Vena
Perbedaan letak vena spermatika interna kanan dan kiri menyebabkan
terplintirnya vena spermatika interna kiri, dilatasi dan terjadi aliran darah
retrogard. Darah vena dari testis kanan dibawa menuju vena cava inferior pada
sudut oblique (kira – kira 300). Sudut ini, bersamaan dengan tingginya aliran vena
kava inferior diperkirakan dapat meningkatkan drainase pada sisi kanan (Venturi
effect). Sebagai perbandingan, vena testikular kiri menuju ke arteri renalis kiri
(kira – kira 900). Insersi menuju vena renalis kiri sepanjang 8 – 10 cm lebih ke
arah kranial daripada insersi dari vena spermatic interna kanan, yang berarti sisi
kiri 8 – 10 cm memiliki kolum hidrostatik yang lebih panjang dengan peningkatan
tekanan dan relatifnya aliran darah lebih lambat pada posisi vertikal.
Vena renalis kiri dapat juga terkompres di daerah proksimal diantara
arteri mesenterika superior dan aorta (0.7% dari kasus varikokel), dan distalnya
diantara arteri iliaka komunis dan vena (0.5% dari kasus varikokel). Fenomena
nutcracker ini dapat juga menyebabkan peningkatan tekanan pada sistem vena
testikular kiri.4

7
c. Anastomosis Vena Kolateral
Studi anatomi menggambarkan terdapat anastomosis sistem drainase
superfisial dan interna, bersamaan dengan kiri-ke-kanan hubungan vena pada
ureter (L3-5), spermatik, skrotal, retropubik, saphenus, sakral dan pleksus
pampiniformis. Vena spermatika kiri memiliki cabang medial dan lateral pada
level L4-penemuan ini penting dan harus dilakukan untuk menentukan
penanganan varikokel. Prosedur yang dilakukan diatas level L4 memiliki risiko
kegagalan lebih tinggi karena percabangan multipel dari sistem vena spermatika.
d. Katup Yang Inkompeten
Pada tahun 1966, Ahlberg menjelaskan bahwa pembuluh testis berisi
katup yang protektif terhadap varikokel, dan ini merupakan kekurangan atau
ketidakmampuan pada sisi kiri yang menyebabkan terjadinya varikokel. Untuk
mendudung gagasan ini, ia menemukan tidak adanya/hilangnya katup pada 40%
postmortem vena spermatika kiri dibandingkan dengan 23% hilangnya pada sisi
kanan. Keraguan telah dilemparkan pada teori ini, namun, dari studi radiologi
terbaru yang dilakukan oleh Braedel dkk menemukan bahwa 26.2% pasien dengan
katup yang kompeten tetap ditemukan varikokel. Beberapa anatomis kini bahkan
menjelaskan bahwa sebenarnya tidak terdapat katup baik pada vena spermatika
sisi kanan maupun kiri.4
Menurut Sharlip, terdapat beberapa etiologi varikokel ekstratestikuler
seperti refluks renospermatik, insufisiensi katup vena spermatika interna, refluks
ileospermatik, neoplastik, atau penyakit retroperitoneal lainnya, sindrom
malposisi visceral, dan pembedahan sebelumnya pada regio inguinal dan skrotum.
Varikokel intratestikuler sering dihubungkan dengan atrofi testikuler ipsilateral
terkait kelainan parenkhimal. Varikokel intratestikular biasanya, tetapi tak selalu,
terjadi berkaitan dengan suatu varikokel ektratestikuler ipsilateral.5
2.2.4. Patogenesis
Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui beberapa
cara, antara lain:
1. Terjadi aliran darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis mengalami
hipoksia karena kekurangan oksigen.

8
2. Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan
prostaglandin) melalui vena spermatika interna ke testis.
3. Peningkatan suhu testis.
4. Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan,
memungkinkan zat-zat hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri
ke testis kanan sehingga menyebabkan gangguan spermatogenesis testis
kanan dan pada akhirnya terjadi infertilitas.6,7
2.2.5. Patofisiologi
a. Disfungsi Bilateral
Penyebab disfungsi testikular bilateral disamping varikokel unilateral
masih dalam studi. Aliran darah retrograd sisi kanan didapatkan pada pria
dengan varikokel sisi kiri dan menjadi mekanisme yang memungkinkan.
Zorgniotti dan MacLeod membuat hipotesa pada era tahun 1970an, dengan
data yang disebutkan pada pria dengan oligosperma dengan varikokel
memiliki temperarur intraskrotal dimana 0.60C lebih tinggi dibandingkan pada
pasien dengan oligosperma tanpa varikokel. Saypol dkk dan Green dkk
keduanya mendeskripsikan peningkatan aliran darah testikular bilateral dan
peningkatan temperatur pada eksperimen dengan binatang yang dibuat
varikokel artifisial unilateral. Sebagai tambahan, dilakukan perbaikan dari
varikokel tersebut dengan hasil normalisasi dari aliran dan temperatur.
Setelah itu, peneliti mendemonstrasikan bahwa aktivitas DNA
polimerase dan enzim DNA rekombinan pada sel germ sensitif terhadap
temperatur, dengan suhu optimal kira- kira 330C. Temperatur optimal untuk
sintesis protein pada spermatid berkisar antara 340C. Proliferasi sel germ
mungkin dipengaruhi dari peningkatan suhu dari varikokel akibat inhibisi 1
atau lebih dari enzim – enzim yang penting. Trauma hipertermi konsisten
dengan penurunan jumlah spermatogonal akibat adanya apoptosis yang
ditemukan dari biopsi sampel pasien dengan varikokel. Disamping temuan ini,
tidak semua peneliti menemukan adanya hubungan antara meningkatnya
temperatur intratestis dan varikokel.7

b. Refluks dari Metabolit Vasoaktif

9
Karena adrenal kiri dan vena gonadal menuju ke proksimitas terdekat
satu sama lain dari vena renalis, MacLeod menyebutkan bahwa derivat –
derivat dari ginjal atau adrenal dapat menuju ke vena gonadal. Jika metabolit
ini bersifat vasoaktif (mis: prostaglandin), maka dapat menjadi berbahaya
pada fungsi testis. Hasil dari beberapa studi tidak mensuport teori ini, tetapi
peningkatan jumlah norepinefrin, prostaglandin E dan F, adrenomedulin
(vasodilator poten) ditemukan pada vena spermatika pria dengan varikokel.
Metabolit lainnya seperti renin, dehidroepiandrosteron, atau kortisol tidak
ditemukan. Beberapa penulis menyebutkan dengan adanya metabolit, refluks
tidak mengubah/mempengaruhi spermatogenesis. 7
c. Hipoksia
Pada era 1980an, Shafik dan Bedeir berteori bahwa perbedaan gradien
tekanan (dan gradien oksigen subsekuen) antara vena renalis dan gonadal
dapat menyebabkan hipoksia diantara vena gonadal. Dua teori hipoksia
lainnya yaitu: peningkatan tekanan vena dengan olahraga dapat menyebabkan
hipoksia, dan stasis dari darah menyebabkan penurunan tekanan oksigen.
Menurut Tanji dkk, pria dengan varikokel memiliki “atrophy pattern”
muskulus kremaster dari studi histokimia. Disamping penemuan ini, tidak ada
perbedaan yang signifikan diantara kontrol dan tekanan gas oksigen, yang
dilakukan percobaan pada binatang.
d. Gonadotoksin
Beberapa studi telah mendemonstrasikan bahwa pria yang merokok efek
samping yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak merokok. Perokok
setidaknya memiliki insiden 2 kali lebih tinggi untuk terkena varikokel, dan
yang telah memiliki varikokel setidaknya 10 kali terjadi peningkatan insiden
oligospermia jika dibandingkan dengan pria varikokel yang tidak merokok.
Nikotin memiliki implikasi sebagai kofaktor pada patogenesis varikokel.
Cadmium, gonadotoksin yang mudah dikenal sebagai penyebab apoptosis,
ditemukan secara signifikan pada konsentrasi testikular yang lebih tinggi dan
penurunan spermatogenesis pada pria dengan varikokel daripada pria dengan
varikokel dengan normal spermatogenesis atau obstruktif azoospermia.7

10
Menurut Rajeev, Varikokel terjadi akibat peningkatan tekanan vena dan
ketidakmampuan vena spermatika interna. (liran retrograde vena spermatika
interna merupakan mekanisme pada perkembangan varikokel. Varikokel
ekstratestikular merupakan suatu kelainan yang umum terjadi. sebagian besar
kasus asimptomatik atau berhubungan dengan riwayat orchitis, infertilitas,
pembengkakan skrotum dengan nyeri. Varikokel intratestikular merupakan
suatu keadaan yang jarang, ditandai oleh dilatasi vena intratestikular.8
Varikokel lebih sering ditemukan pada sebelah kiri karena beberapa alasan
berikut ini: (a) vena testikular kiri lebih panjang; (b) vena testikular sinistra
memasuki vena renal sinistra pada suatu right angle; (c) arteri testikular
sinistra pada beberapa pria melengkung diatas vena renal sinistra, dan
menekan vena renal sinistra; dan (d) distensi colon descendens karena feses
dapat mengkompresi vena testikular sinistra.8
2.2.6. Manifestasi Klinis
Pasien datang ke dokter biasanya mengeluh belum mempunyai anak
setelah beberapa tahun menikah, atau kadang-kadang mengeluh adanya benjolan
di atas testis yang terasa nyeri.
Varikokel jarang menimbulkan rasa tidak nyaman. Keluhan yang biasa
dimunculkan antara lain adanya rasa sakit yang tumpul atau rasa berat pada sisi
dimana varikokel terdapat, hal tersebut biasanya muncul pada saat setelah
berolahraga berat atau setelah berdiri cukup lama dan jika pasien berada dalam
posisi tidur, rasa berat dan tumpul tersebut menghilang.
Karena varikokel pada remaja biasanya asimptomatik, banyak yang
ditemukan melalui pemeriksaan fisik rutin sebelum masuk sekolah, ujian SIM,
atau pemeriksaan medis preseason kompetisi olahraga. Sementara itu disisi yang
lain karena penyebaran informasi mengenai kanker testis, banyak remaja yang
datang ke dokter untuk melakukan pemeriksaan medis karena teraba massa yang
tidak nyeri pada skrotumnya. Banyak massa pada skrotum yang tidak diketahui
asalnya didiagnosis sebagai varikokel. Hernia inguinalis, communicating
hidrokel, hernia omental, hidrokel of the cord, spermatokel, dan hidrokel skrotum

11
adalah diagnosis banding untuk massa pada skrotum yang tidak nyeri pada
remaja.
Beberapa pasien dengan varikokel dapat mengalami nyeri scrotal dan
pembengkakan, namun yang lebih penting, suatu varikokel dipertimbangkan
menjadi suatu penyebab potensial infertilitas pria. hubungan varikokel dengan
fertilitas menjadi kontroversi, namun telah dilaporkan peningkatan fertilitas dan
kualitas sperma setelah terapi, termasuk terapi oklusif pada varikokel. Varikokel
pada remaja biasanya asimptomatik dan untuk itu diagnosis khususnya diperoleh
saat pemeriksaan fisik rutin. Kadang kadang pasien akan datangkarena adanya
massa skrotum atau rasa tak nyman di skrotum, seperti berat atau rasa nyeri
setelah berdiri sepanjang hari.9
Varikokel ekstratestikular secara klinis berupa teraba benjolan asimptomatik,
dengan nyeri skrotal atau hanya menyebabkan infertilitas dengan perjalanan
subklinis. secara klinis varikokel intratestikular kebanyakan hadir dengan gejala
seperti varikokel ekstratestikuler, meskipun sering varikokel intratestikuler tidak
berhubungan dengan varikokel ekstratestikuler ipsilateral. Manifestasi klinis
paling umum pada varikokel intratestikular adalah nyeri testikular (30%) dan
pembengkakan (26%). Nyeri testis diperkirakan berhubungan dengan peregangan
tunika albuginea. Manifestasi klinis lain yang telah dilaporkan mencakup
infertilitas (22%)%' dan epididimorchitis (20%). 9
2.2.7 Diagnosis
Diagnosis varikokel ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan radiologi dan analisis semen.

a. Pemeriksaan Fisik

12
Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang hangat dengan pasien dalam
posisi berdiri tegak, untuk melihat dilatasi vena. Skrotum haruslah pertama kali
dilihat, adanya distensi kebiruan dari dilatasi vena. Jika varikokel tidak terlihat
secara visual, struktur vena harus dipalpasi, dengan manuver valsava (mengedan)
ataupun tanpa manuver. Varikokel yang dapat diraba dapat dideskripsikan sebagai
“bag of worms”, walaupun pada beberapa kasus didapatkan adanya asimetri atau
penebalan dinding vena.

Gambar 2.4. Pemeriksaan fisik varikokel


Pemeriksaan dilanjutkan dengan pasien dalam posisi supinasi, untuk
membandingkan dengan lipoma cord (penebalan, fatty cord ditemukan dalam
posisi berdiri, tapi tidak menghilang dalam posisi supinasi) dari varikokel. Palpasi
dan pengukuran testis dengan menggunakan orchidometer (untuk konsistensi dan
ukuran) dapat juga memberi gambaran kepada pemeriksa ke patologi intragonad.
Apabila disproporsi panjang testis atau volum ditemukan, indeks kecurigaan
terhadap varikokel akan meningkat.
Kadangkala sulit untuk menemukan adanya bentukan varikokel secara
klinis meskipun terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan adanya varikokel.
Untuk itu pemeriksaan auskultasi dengan memakai stetoskop Doppler sangat
membantu, karena alat ini dapat mendeteksi adanya peningkatan aliran darah pada

13
pleksus pampiniformis. Varikokel yang sulit diraba secara klinis seperti ini
disebut varikokel subklinik.
Diperhatikan pula konsistensi testis maupun ukurannya, dengan
membandingkan testis kiri dengan testis kanan. Untuk lebih objektif dalam
menentukan besar atau volume testis dilakukan pengukuran dengan alat
orkidometer. Pada beberapa keadaan mungkin kedua testis teraba kecil dan lunak,
karena telah terjadi kerusakan pada sel-sel germinal.
Untuk menilai seberapa jauh varikokel telah menyebabkan kerusakan
pada tubuli seminiferi dilakukan pemeriksaan analisis semen. Menurut McLeod,
hasil analisis semen pada varikokel menujukkan pola stress yaitu menurunnya
motilitas sperma, meningkatnya jumlah sperma muda (immature) dan terdapat
kelainan bentuk sperma (tapered).
Grade Temuan dari pemeriksaan fisik
Grade I Ditemukan dengan palpasi, dengan valsava
Grade II Ditemukan dengan palpasi, tanpa valsava, tidak terlihat dari kulit
skrotum
Grade III Dapat dipalpasi tanpa valsava, dapat terlihat di kulit skrotum
Tabel 2.1 Klasifikasi varikokel
Gambar 2.5. Orkidometer

b. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa teknik yang dapat digunakan sebagai pencitraan varikokel:

14
• Angiografi/venografi
• USG
• MRI
• CT Scan
• Nuclear Imaging
Angiografi/venografi
Venografi merupakan modalitas yang paling sering digunakan untuk
mendeteksi varikokel yang kecil atau subklinis, karena dari penemuannya
mendemonstrasikan refluks darah vena abnormal di daerah retrograd
menuju ke ISV dan pleksus pampiniformis.

Gambar 2.6. Varikokel grade III


Karena pemeriksaan venografi ini merupakan pemeriksaan invasif,
teknik ini biasanya hanya digunakan apabila pasien sedang dalam terapi
oklusif untuk menentukan anatomi dari vena. Biasanya, teknik ini
digunakan pada pasien yang simptomatik.

 Positif palsu/negatif

15
Vena testikular seringkali spasme, dan terkadang, ada opasifikasi dari
vena dengan kontras medium dapat sulit dinilai. Selebihnya, masalah dapat
diatasi dengan menggunakan kanul menuju vena testikular kanan.

Gambar 2.7. Left Testikular Venogram

Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrtrasonografi merupakan pilihan pertama dalam
mendeteksi varikokel.Pemeriksaan ultrasonografi dan terutama color Doppler
menjadi metode pemeriksaan paling terpecaya dan berguna dalam
mendiagnosis varikokel subklinis.
Penemuan USG pada varikokel termasuk:
 Struktur anekoik terplintirnya tubular yang digambarkan yang letaknya
berdekatan dengan testis.
 Pasien dengan posisi berdiri tegak, diameter dari vena dominan pada
kanalis inguinalis biasanya lebih dari 2.5 mm dan saat valsava manuever
diameter meningkat sekitar 1 mm.
 Varikokel bisa berukuran kecil hingga sangat besar, dengan beberapa
pembesaran pembuluh darah dengan diameter ± 8 mm.
 Varikokel dapat ditemukan dimana saja di skrotum (medial, lateral,
anterior, posterior, atau inferior dari testis)

16
 USG Doppler dengan pencitraan berwarna dapat membantu
mendiferensiasi channel vena dari kista epidermoid atau spermatokel jika
terdapat keduanya.
 USG Doppler dapat digunakan untuk menilai grade refluks vena: statis
(grade I), intermiten (grade II),dan kontinu (grade III)
 Varikokel intratestikular dapat digambarkan sebagai area hipoekoik yang
kurang jelas pada testis. Gambarannya berbentuk oval dan biasanya
terletak di sekitar mediastinum testis.
Dengan menggunakan diameter sebagai kriteria dilatasi vena, Hamm dkk
menemukan bahwa USG memiliki sensitivitas sekitar 92.2%, spesifitas 100%
dan akurasi 92.7%.
 Positif palsu/negatif
Kista epidermoid dan spermatokel dapat memberi gambaran seperti
varikokel. Jika meragukan, USG Doppler berwarna dapat digunakan untuk
diagnosa. Varikokel intratestikular dapat memberi gambaran seperti ektasis
tubular.
CT Scan
Pada CT scan dapat menunjukkan gambaran vena - vena serpiginosa berdilatasi
menyangat yaitu gambaran struktur yang menyebar dari mediastinum testis ke
parenkim testikular.
MRI
Pada MRI varikokel tampak sebagai suatu massa dari dilatasi, serpiginosa
pembuluh darah, biasanya berdekatan dengan caput epididimis. spermatic canal
melebar, dan intrascrotal spermatic cord atau pleksus pampiniformis prominen.
Spermatic cord memiliki intensitas signal heterogen. spermatic cord memuat
struktur serpiginosa dengan intensitas signal tinggi. Peranan MRI dalam diagnosis
varikokel belum terbukti karena tidak cukupnya jumlah pasien yang telah
diperiksa dengan MRI.
Sebagian besar varikokel digambarkan sebagai primer atau idiopatik dan
diperkirakan terjadi karena kelainan perkembangan katup dan / atau vena.
Varikokel primer jauh lebih mungkin pada sebelah kiri, dimana setidaknya

17
dijumpai 75%. sebagian kecil terjadi akibat tidak langsung dari suatu lesi yang
mengkompresi atau mengoklusi vena testikular. Varikokel sekunder akibat dari
peningkatan tekanan pada vena spermatik yang ditimbulkan oleh proses penyakit
seperti hidronefrosis, sirosis, atau tumor abdominal .9,10
Varikokel klinis didefinisikan sebagai pembesaran pleksus pampiniformis
yang dapat diraba, dimana dapat dibagi menjadi derajat 1, 2, 3 menurut klasifikasi
Dubin and Amelar. Varikokel subklinis didefinisikan sebagai refluks melalui vena
spermatika interna, tanpa distensi yang dapat teraba dari pleksus pampiniformis. 9
Dubin and Amelar menemukan suatu sistem penilaian yang berguna untuk
varikokel yang dapat teraba. derajat 1: varikokel dapat diraba hanya pada waktu
manuver valsava; derajat 2: varikokel dapat diraba tanpa manuver valsava; derajat
3: varikokel tampak pada pemeriksaan sebelum palpasi. 8,9
Kelainan analisis semen berupa oligozoospermia, asthenozoospermia dapat
disebabkan oleh varikokel. Mac Leod (1965) pertama kali mengemukakan trias
oligospermia, penurunan motilitas sperma, dan peningkatan persentase sel-sel
sperma immatur merupakan karakteristik semen yang khas pada pria infertil
dengan varikokel. Koreksi varikokel sering menghasilkan peningkatan kualitas
semen, beberapa penelitian menghubungkan ukuran dengan efektivitas tatalaksana
pembedahan varikokel.
2.2.8 Diagnosa Banding
Beberapa kelainan yang pada pemeriksaan ultrasonografi memberikan
gambaran mirip dengan gambaran varikokel dan menjadi diagnosis banding yaitu
spermatokel dan ektasia tubular.
Spermatokel merupakan suatu lesi kistik jinak yang berisi sperma.
Spermatokel umunya ditemukan pada kaput epididimis. Spermatokel banyak
ditemukan secara kebetulan pada saat skrining ultrasonografi pada pasien usia
pertengahan sampai usia tua. ukuran spermatokel dapat bervariasi dari beberapa
millimeter sampai beberapa sentimeter. Sebagian besar spermatokel tidak
menyebabkan gejala, dan pasien bisa datang dengan teraba massa lunak pada
bagian dalam skrotum. Pada beberapa kasus, dapat juga terdapat rasa tak nyaman
karena efek massa. Etiologi spermatokel masih belum jelas. Sebagian besar

18
penulis mengarahkan bahwa suatu obstruksi duktus eferen merupakan asal mula
dari kelainan ini.
Ektasia tubular juga dikenal sebagai transformasi kistik rete testis merupakan
dilatasi rete testis sebagai suatu akibat obliterasi parsial atau komplit duktus
eferen. Ektasia tubular sering bilateral dan asimetris, sering berhubungan dengan
spermatokel. Rerata usia pada diagnosis ialah 60 tahun dan secara umum pasien
berusia lebih dari 45 tahun.12
2.2.8 Penatalaksanaan
Varikokel yang telah menimbulkan gangguan fertilitas atau gangguan
spermatogenesis merupakan indikasi untuk mendapatkan suatu terapi. Tindakan
yang dikerjakan adalah ligasi tinggi vena spermatika interna secara Palomo
melalui operasi terbuka atau bedah laparoskopi.

Gambar 2. 8. Algoritma Penanganan Varikokel

19
Analisis Sperma :
1. Oligospermia : volume ejakulat < 1 cc
2. Hiperspermia : volume ejakulat > 4 cc
3. Aspermia : volume ejakulat 0 cc
4. Normozoospermia : jumlah hitungan sperma > 20 jt/cc
5. Hiperzoospermia : spermatozoa > 250 juta/cc
6. Oligozoospermia : spermatozoa 5 - 20 jt/cc
7. Oligozoospermia ekstrim : spermatozoa < 5 jt/cc
8. Kriptozoospermia : Hanya ditemukan beberapa spermatozoa saja
9. Teratozoospermia : Morfologi spermatozoa yg normal < 30 %
10. Astenozoospermia : motilitas spermatozoa < 50 %

Indikasi Tindakan Operasi


Kebanyakan pasien penderita varikokel tidak selalu berhubungan dengan
infertilitas, penurunan volume testikular, dan nyeri, untuk itu tidak selalu
dilakukan tindakan operasi. Varikokel secara klinis pada pasien dengan parameter
semen yang abnormal harus dioperasi dengan tujuan membalikkan proses yang
progresif dan penurunan durasi-dependen fungsi testis. Untuk varikokel subklinis
pada pria dengan faktor infertilitas tidak ada keuntungan dilakukan tindakan
operasi.
Varikokel terkait dengan atrofi testikular ipsilateral atau dengan nyeri
ipsilateral testis yang makin memburuk setiap hari, harus dilakukan operasi
segera. Ligasi varikokel pada remaja dengan atrofi testikular ipsilateral memberi
hasil peningkatan volume testis, untuk itu tindakan operasi sangat
direkomendasikan pada pria golongan usia ini. Remaja dengan varikokel grade I –
II tanpa atrofi dilakukan pemeriksaan tahunan untuk melihat pertumbuhan testis,
jika didapatkan testis yang menghilang pada sisi varikokel, maka disarankan
untuk dilakukan varikokelektomi.
Alternatif Terapi
Untuk pria dengan infertilitas, parameter semen yang abnormal, dan
varikokel klinis, ada beberapa alternatif untuk varikokelektomi. Saat ini terdapat
teknik nonbedah termasuk percutaneous radiographic occlusion dan skleroterapi.
Teknik retrogard perkutaneus dengan menggunakan kanul vena femoralis dan

20
memasang balon/coil pada vena spermatika interna. Teknik ini masih
berhubungan dengan bahaya pada arteri testikular dan limfatik dikarenakan
sulitnya menuju vena spermatika interna. Radiographic occlusion juga meiliki
komplikasi seperti migrasi embolisasi materi menuju ke vena renalis yang
mengakibatkan rusaknya ginjal dan emboli paru, tromboflebitis, trauma arteri, dan
reaksi alergi dari pemberian kontras.
Tindakan oklusi antegrad varikokel dilakukan dengan tindakan kanulasi
perkutan dari vena pampiniformis skrotum dan injeksi agen sklerotik. Teknik ini
memiliki angka performa yang tinggi tetapi angka rekurensi jika dibandingkan
dengan yang teknik retrograd, dapat memberikan risiko trauma pada arteri
testikular.14
Teknik Operasi
Ligasi dari vena spermatika interna dapat dilakukan dengan berbagai
teknik. Teknik yang paling pertama dilakukan dengan memasang clamp eksternal
pada vena lewat kulit skrotum. Operasi ligasi varikokel termasuk retroperitoneal,
inguinal atau subinguinal, laparoskopik, dan microkroskopik varikokelektomi.
1. Teknik Retroperitoneal (Palomo)
Teknik retroperitoneal (Palomo) memiliki keuntungan mengisolasi vena
spermatika interna ke arah proksimal, dekat dengan lokasi drainase menuju
vena renalis kiri. Pada bagian ini, hanya 1 atau 2 vena besar yang terlihat.
Sebagai tambahan, arteri testikular belum bercabang dan seringkali berpisah
dari vena spermatika interna. Kekurangan dari teknik ini yaitu sulitnya
menjaga pembuluh limfatik karena sulitnya mencari lokasi pembuluh
retroperitoneal, dapat menyebabkan hidrokel post operasi. Sebagai tambahan,
angka kekambuhan tinggi karena arteri testikular terlindungi oleh plexus
periarterial (vena comitantes), dimana akan terjadi dilatasi seiring berjalannya
waktu dan akan menimbulkan kekambuhan. Paralel inguinal atau
retroperitoneal kolateral bermula dari testis dan bersama dengan vena
spermatika interna ke arah atas ligasi (cephalad), dan vena kremaster yang
tidak terligasi, dapat menyebabkan kekambuhan. Ligasi dari arteri testikular
disarankan pada anak – anak untuk meminimalkan kekambuhan, tetapi pada

21
dewasa dengan infertilitas, ligasi arteri testikular tidak direkomendasikan
karena akan mengganggu fungsi testis.
Prosedur tindakan:
 Pasien dalam posisi supinasi pada meja operasi.
 Insisi horizontal daerah iliaka dari umbilikus ke SIAS sepanjang 7 – 10 cm
tergantung besar tubuh pasien.
 Aponeurosis M. External oblique diinsisi secara oblique.
 M. Internal oblique terpisah 1 cm ke arah lateral dari M. Rectus abdominis
dan M. Transversus abdominis diinsisi.
 Peritoneum dipisahkan dari dinding abdomen dan diretraksi.

Gambar 2.9. Teknik Retroperitoneal (Palomo)


 Pembuluh spermatic terlihat berdekatan dengan peritoneum, sangatlah
penting menjaganya tetap berdekatan dengan peritoneum.
 Dilanjutkan memotong dinding abdomen menuju M. Psoas posterior.

22
 Dengan retraksi luas memudahkan untuk mengindentifikasi vena spermatika,
dan < 10% kasus arteri spermatika mudah dilihat, terisolasi dari seluruh
struktur spermatik dan mudah dikenali.
 Proses operasi ditentukan dari penemuan intraoperatif. Pada kasus dengan
vena tunggal dan tidak ada kolateral, arteri dapat dikenali dan hanya akan
dijaga apabila tidak bersamaan dengan vena kecil yang menyatu dengan
arteri. Pada kasus dengan vena multipel, kolateral akan teridentifikasi dan
seluruh pembuluh darah dari ureter menuju dinding abdomen terligasi.
Pembuluh darah spermatika secara umum terinspeksi pada jarak 7 – 8 cm dan
diligasi dengan pemisahan/pemotongan, kemudian dijahit permanen.
 Setelah hemostasis dipastikan, M. Oblique internal, M. Transversus
abdominis, dan M. External oblique ditutup lapis demi lapis dengan jahitan
yang dapat diserap.
 Fasia scarpa ditutup dengan jahitan yang akan diserap.
 Kulit dijahit subkutikuler dengan jahitan yang dapat diserap.
2. Teknik Inguinal (Ivanissevich)
 Insisi dibuat 2 cm diatas simfisis pubis.
 Fasia M. External oblique secara hati – hati disingkirkan untuk
mencegah trauma N. ilioinguinal yang terletak dibawahnya.
 Pemasangan Penrose drain pada saluran sperma.
 Insisi fasia spermatika, kemudian akan terlihat pembuluh darah
spermatika.
 Setiap pembuluh darah terisolasi, kemudian diligasi dengan
menggunakan benang yang nonabsorbable.
 Setelah semua pembuluh darah kolateral terligasi, fasia M. External
oblique ditutup dengan benang yang absorbable dan kulit dijahit
subkutikuler.

23
Gambar 2.10.Teknik Inguinal (Ivanissevich)
3. Teknik Laparoskopik
Teknik ini merupakan modifikasi dari teknik retroperitoneal dengan
keuntungan dan kerugian yang hampir sama. Pembesaran optikal dibutuhkan
untuk melakukan teknik ini, untuk memudahkan menyingkirkan pembuluh
limfatik dan arteri testikular sewaktu melakukan ligasi beberapa vena spermatika
interna apabila vena comitantes bergabung dengan arteri testikular. Teknik ini
memiliki beberapa komplikasi seperti trauma pada usus, pembuluh darah
intraabdominal dan visera, emboli, dan peritonitis. Komplikasi ini lebih serius
dibandingkan dengan varikokelektomi open.

Gambar 2.11. Teknik Laparoskopik

24
Indikasi dilakukan operasi:
 Infertilitas dengan produksi semen yang jelek
 Ukuran testis mengecil
 Nyeri kronis atau ketidaknyamanan dari varikokel yang besar
Komplikasi
 Perdarahan
 Infeksi
 Atrofi testis atau hilangnya testis
 Kegagalan mengkoreksi varikokel
 Apabila varikokel berhasil dikoreksi: tidak terabanya palpasi varix
setelah 6 bulan postoperasi, orchalgia, oligoastenospermia)
4. Microsurgical varicocelectomy (Marmar-Goldstein)
Microsurgical subinguinal atau inguinal merupakan teknik terpilih untuk
melakukan ligasi varikokel. Saluran spermatika dielevasi ke arah insisi, untuk
memudahkan pengelihatan, dan dengan menggunakan bantuan mikroskop
pembesaran 6x hingga 25x, periarterial yang kecil dan vena kremaster akan
dengan mudah diligasi, serta ekstraspermatik dan vena gubernacular sewaktu
testis diangkat. Fasia intraspermatika dan ekstraspermatika secara hati – hati
dibuka untuk mencari pembuluh darah. Arteri testikular dapat dengan mudah
diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop. Pembuluh limfatik dapat dikenali
dan disingkirkan, sehingga menurunkan komplikasi hidrokel

25
.

26

Gambar 2.12.Microsurgical varicocelectomy (Marmar-Goldstein)
Komplikasi
 Hidrokel
 Rekurens; dikarenakan ligasi inkomplit
 Iskemia testis dan atrofi; karena trauma dari arteri testikular
5. Teknik Embolisasi
 Embolisasi varikokel dilakukan dengan anestesi intravena sedasi dan
lokal anestesi.
 Angiokateter kecil dimasukkan ke sistem vena, dapat lewat vena
femoralis kanan atau vena jugularis kanan.
 Kateter dimasukan dengan guiding fluoroskopi ke vena renalis kiri
(karena kebanyakan varikokel terdapat di sisi kiri) dan kontras
venogram.
 Dilakukan ISV venogram sebagai “peta” untuk mengembolisasi vena.
 Kateter kemudian dimanuever ke bawah vena menuju kanalis
inguinalis internal.
 Biasanya vena atau cabangnya terembolisasi dengan injeksi besi atau
platinum spring-like embolization coils.
 Vena kemudian terblok pada level kanalis inguinalis interna dan sendi
sakroiliaka.
 Dapat ditambahkan sclerosing foam untuk menyelesaikan embolisasi.
 Pada tahap akhir, venogram dilakukan untuk memastikan semua
cabang ISV terblok, kemudian kateter dapat dikeluarkan.
 Dibutuhkan tekanan manual pada daerah tusukan selama 10 menit,
untuk mencapai hemostasis.

27
 Tidak ada penjahitan pada teknik ini. Setelah selesai, pasien
diobservasi selama beberapa jam, kemudian dapat dipulangkan. Angka
keberhasilan proses ini mencapai 95%.

Gambar 2.13. Teknik Embolisasi

Evaluasi Pascaoperasi
Pasca tindakan dilakukan evaluasi keberhasilan terapi, dengan melihat beberapa
indikator antara lain:
 Bertambahnya volume testis
 Perbaikan hasil analisis semen (yang dikerjakan setiap 3 bulan)
 Pasangan menjadi hamil
Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pascabedah vasoligasi tinggi
dari Palomo didapatkan 80% terjadi perbaikan volume testis, 60-80% terjadi
perbaikan analisis semen, dan 50% pasangan menjadi hamil.
2.2.7. Prognosis
 Quo ad vitam : dubia ad bonam
 Quo ad functionam : dubia ad bonam

28
 Quo ad sanactionam : bonam
BAB III
KESIMPULAN
Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis
akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat
pada 15% pria. Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas
pada pria; dan didapatkan 21-41% pria yang mandul menderita varikokel.
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel,
tetapi dari pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering
dijumpai daripada sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 70–93 %). Hal ini
disebabkan karena vena spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri
dengan arah tegak lurus, sedangkan yang kanan bermuara pada vena kava dengan
arah miring. Di samping itu vena spermatika interna kiri lebih panjang daripada
yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten.
Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut
dicurigai adanya: kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena
karena tumor), muara vena spermatika kanan pada vena renails kanan, atau
adanya situs inversus.
Indikasi dari dilakukannya operasi varikokel adalah varikokel yang
simptomatis dan dengan komplikasi. Beberapa tindakan operasi diantaranya
adalah ligasi tinggi vena spermatika interna secara Palomo melalui operasi
terbuka atau bedah laparoskopi, varikokelektomi cara Ivanissevich, atau secara
perkutan dengan memasukkan bahan sklerosing ke dalam vena spermatika interna
( embolisasi ).
Terdapat beberapa pedoman dimana suatu varikokel sebaiknya
dikoreksi karena: 1) pembedahan berpotensi mengubah suatu keadaan
patologis; 2) pembedahan meningkatkan sebagian besar parameter semen; 3)
pembedahan memungkinkan meningkatnya fertilitas; 4) resiko terapi kecil.
Suatu varikokel sebaiknya dikoreksi ketika: 1) Varikokel secara klinis teraba; 2)
pasangan dengan infertilitas; 3) istri fertil atau telah dikoreksi infertilitasnya; 4)
paling tidak satu parameter semen abnormal. Ada 2 pendekatan yang dapat

29
dilakukan dalam perbaikan varikokel: metode pembedahan dan embolisasi
perkutaneus.
Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pasca bedah vasoligasi
tinggi dari Palomo didapatkan 80% terjadi perbaikan volume testis, 60-80%
terjadi perbaikan analisis semen, dan 50% pasangan menjadi hamil.

30

Anda mungkin juga menyukai