Naskah diterima: 4 April 2016 Direvisi: 18 April 2016 Disetujui terbit: 15 Juni 2016
ABSTRACT
Water resources issue in Sumba Island, East Nusa Tenggara, particularly in the East Sumba Regency is the
spread of utilizable spots of water sources. This paper presents the results of study on water resources utilization
area zoning for water supply in the irrigation development. The method used is analysis of the area characteristics
using radar diagram and Analytic Hierarchy Process (AHP). The analysis is based on the water potential
assessment, water needed for community, irrigation and livestock and Water Use Index (WUI) value. The results
show that water resources utilization in the improvement zone in East Sumba, suitable for agriculture spreads in
13 districts, has not been served by the irrigation network. The proposed water supply technology is tapping
springs, harvesting rainwater in small dams and wells drilled in Waikabubak ground water basin. The results of
this study are useful in the proposed water resources management policy or input for stakeholders to exploit the
water resources in the agricultural areas development.
Keywords: water resource utilization, Sumba Island, water supply technology, zoning, irrigation
ABSTRAK
Permasalahan sumber daya air di Pulau Sumba Nusa Tenggara Timur, khususnya di wilayah Kabupaten
Sumba Timur, adalah tersebarnya sumber-sumber air yang dapat dimanfaatkan. Tulisan ini menyajikan hasil
penelitian zonasi wilayah pendayagunaan sumber daya air untuk penyediaan air dalam rangka pembangunan
irigasi. Metode yang digunakan dalam analisis karakteristik wilayah adalah dengan diagram radar, sedangkan
pemilihan teknologi dianalisis dengan teknik Analytic Hierarchy Process (AHP). Analisis karakteristik wilayah
berdasarkan penilaian potensi air, kebutuhan air untuk penduduk, irigasi, dan ternak, serta nilai Indeks
Penggunaan Air (IPA). Hasil analisis dan evaluasi menunjukkan bahwa pendayagunaan sumber daya air pada
zona peningkatan di Sumba Timur yang sesuai untuk pertanian, tersebar di 13 wilayah kecamatan, belum
seluruhnya terlayani oleh jaringan irigasi. Teknologi penyediaan air yang diusulkan adalah penurapan mata air,
penampungan air hujan berupa embung, dan pembuatan sumur bor pada cekungan air tanah Waikabubak. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat dipakai dalam usulan kebijakan pengelolaan sumber daya air atau masukan untuk
pemangku kepentingan dalam pendayagunaan sumber daya air dalam rangka pengembangan wilayah pertanian.
Kata kunci: pendayagunaan sumber air, Pulau Sumba, teknologi penyediaan air, zonasi, irigasi
tersebut, dan dipetakan dalam diagram radar memungkinkan diambil keputusan yang efektif
(Hatmoko et al. 2012). atas masalah tersebut serta dapat
disederhanakan dan dipercepat proses
Banyak metode yang bisa digunakan dalam
pengambilan keputusannya.
sistem pengambilan keputusan untuk
menentukan pilihan infrastruktur penyediaan air Teknik AHP memiliki kelebihan dan
yang tepat. Penelitian ini menggunakan AHP kelemahan dalam sistem analisisnya
dengan bantuan software Expert Choice (Darmawan 2013). Kelebihan analisis ini adalah
(Decision Support Choice) yang dikembangkan sebagai berikut.
oleh Saaty (1994). Tiga hal yang harus
1. Kesatuan (unity). AHP membuat permasa-
ditentukan dalam proses pengambilan
lahan yang luas dan tidak terstruktur menjadi
keputusan yaitu kriteria, bobot untuk setiap
suatu model yang fleksibel dan mudah
kriteria, dan alternatif pilihan. Metode AHP
dipahami.
merupakan salah satu model pengambilan
keputusan untuk mengatasi permasalahan 2. Kompleksitas (complexity). AHP memecah-
multifaktor atau multikriteria yang kompleks kan permasalahan yang kompleks melalui
menjadi suatu hierarki. pendekatan sistem dan pengintegrasian
secara deduktif.
Tujuan yang dicapai pada analisis ini adalah
pendayagunaan sumber daya air di Pulau 3. Saling ketergantungan (inter-dependence).
Sumba, sesuai dengan karakteristik wilayah AHP dapat digunakan pada elemen-elemen
yang ada. Penilaian pembobotan mengenai sistem yang saling bebas dan tidak
perbandingan kepentingan antara faktor yang memerlukan hubungan linier.
digunakan untuk membantu mengambil
keputusan dalam pemilihan keputusan, yaitu 4. Struktur hierarki (hierarchy structuring). AHP
berdasarkan skala dasar tingkat kepentingan mewakili pemikiran alamiah yang cenderung
seperti pada Tabel 2. mengelompokkan elemen sistem ke level-
level yang berbeda dari masing-masing level
Menurut Darmawan (2014), tiga hal yang berisi elemen yang serupa.
harus ditentukan dalam proses pengambilan
keputusan, yaitu kriteria, bobot untuk setiap 5. Pengukuran (measurement). AHP menyedia-
kriteria, dan alternatif. Masalah yang akan kan skala pengukuran dan metode untuk
dipecahkan dipandang dalam suatu kerangka mendapatkan prioritas.
berpikir yang terorganisisasi, sehingga
Gambar 2. Diagram radar kecamatan pengembangan (Kec. Lewa Tidahu) dan kecamatan
peningkatan (Kec. Lewa), 2015
Bobot Bobot
No. Kriteria Subkriteria Alternatif pilihan
(%) (%)
1. Penyediaan SDA Perencanaan 33,3 Sumba Barat 15,1
33,3% Kelembagaan 33,3 Sumba Barat Daya 29,0
Partisipasi 33,3 Sumba Tengah 15,4
Sumba Timur 40,5
2. Penggunaan SDA RKI 52,4 Sumba Barat 15,1
33,3% Irigasi 19,5 Sumba Barat Daya 29,0
Ternak 28,1 Sumba Tengah 15,4
Sumba Timur 40,5
3. Pengembangan SDA Penurapan mata air 60,5
33,3% Sumur bor 22,0 Sumba Barat 15,1
Embung 12,0 Sumba Barat Daya 29,0
PAH 1,5 Sumba Tengah 15,4
Sungai bawah tanah 1,8 Sumba Timur 40,5
Transfer 2,0
Sumber: Data primer (2012), diolah
26 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 14 No. 1, Juni 2016: 17-33
Hasil analisis dengan teknik AHP, model AHP, dilakukan simulasi dengan berbagai
penyediaan air di wilayah Sumba Timur bagian skenario. Hasil analisis telah menghasilkan
Utara dengan prioritas untuk kebutuhan RKI, model penggunaan dan pemberian air irigasi
ternak, dan untuk irigasi. Secara berurutan yang optimal pada DI Wanir di Kabupaten
prioritas wilayah kecamatan yang perlu Bandung Jawa Barat.
penyediaan air adalah Kota Waingapu,
Penelitian formulasi model Knowledge
Pandawai, Rindi, Kambera, Pahunga Lodu, dan
Management Pendukung Kolaborasi Desain
terakhir adalah kecamatan Kambata
Infrastruktur Berkelanjutan dilakukan oleh
Mapambuhang (Gambar 4). Di bagian Selatan-
Rahmawati dan Utomo (2014), menggunakan
Barat Sumba Timur, penyediaan air masih
teknik AHP untuk pemilihan konfigurasi spasial
diprioritaskan untuk RKI lebih dari 50%,
alternatif infrastruktur berkelanjutan yang tepat
kemudian untuk irigasi dan ternak. Penyediaan
sasaran, adaptif, dan kolaboratif. Pada
air baku untuk RKI di setiap kecamatan menjadi
penelitian ini pemilihan konfigurasi spasial
prioritas di semua kecamatan, sedangkan untuk
terbaik dipengaruhi oleh tiga tahapan hierarki
irigasi sangat bervariasi, tergantung luasan
pengambilan keputusan. Tahap pertama adalah
sawah pada masing-masing wilayah (Gambar
pemilihan kriteria melalui faktor knowledge
5).
management (KM) dan tim kerja. Tahap kedua
Teknik AHP telah digunakan pula dalam analisis pemilihan subkriteria adaptif dan melalui faktor
pengelolaan daerah irigasi oleh Hidayat et al. media, fasilitas komunikasi, pembentukan tim
(2014), misalnya penggunaan air irigasi yang kerja, gaya kepemimpinan, dan perilaku
rumit karena banyaknya alternatif untuk partisipan. Tahap ketiga adalah pemilihan
menentukan pilihan dari beberapa kandidat. kriteria kolaborasi desain terbaik melalui faktor
Perhitungan dengan AHP dalam analisis ini kesepahaman, pencapaian desain terbaik dan
dibagi menjadi beberapa tahap yaitu, membuat integrasi. Hasil penelitian menemukan bahwa
matriks perbandingan berpasangan, membagi fenomena faktor KM merupakan faktor penentu
nilai (bobot) tiap perbandingan, menjumlahkan keberhasilan kolaborasi desain dalam
nilai total pada matriks, serta uji konsistensi. mendukung pencapaian desain pengembangan
Pada tahap akhir setelah diperoleh keluaran dari infrastruktur yang berkelanjutan.
ZONASI WILAYAH PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA AIR UNTUK PEMBANGUNAN IRIGASI DI PULAU SUMBA, NUSA 27
TENGGARA TIMUR Heni Rengganis
0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2
Penerapan teknik AHP teori Saaty pada Area lahan terlayani oleh jaringan irigasi di
analisis pengelolaan sumber daya air telah Sumba Barat Daya cukup kecil dibandingkan
dilakukan pula di Thailand oleh Thungngern et wilayah lainnya, sedangkan area layanan
al. (2015) dan di Danau Poopo Bolivia oleh tertinggi di Sumba Barat hampir mencapai 90%.
Calizaya et al. (2010). Analisis difokuskan pada Potensi lahan pertanian terutama lahan sawah
kriteria sosial, ekonomi, lingkungan, yang di Sumba Timur terluas dibandingkan dengan
diintegrasikan dengan teknik lain, berdasarkan wilayah kabupaten lainnya, tersebar di 13
potensi sumber daya air dan penentuan prioritas wilayah kecamatan. Prioritas pengembangan
alokasi air selama periode kekurangan air. infrastruktur di Pulau Sumba berturut-turut
Keputusan ini digunakan untuk mendukung para adalah penurapan mata air, sumur bor, embung,
pemangku kepentingan dalam pengelolaan transfer antarwilayah, dan penampungan air
sumber daya air dan memberikan solusi terbaik hujan (PAH), serta sungai bawah tanah di
dalam mencapai strategi berkelanjutan. lokasi-lokasi tertentu.
0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2
Tabel 6. Potensi lahan sawah dan area layanan jaringan irigasi di Pulau Sumba
Area terlayani
Luas sawah Jumlah jaringan irigasi
No. Wilayah Kecamatan
(ha) DI
(ha) (%)
Tabel 7. Potensi lahan pertanian dan area layanan jaringan irigasi di Sumba Timur
Potensi Area terlayani Belum ada
No. Kecamatan lahan 1 jaringan irigasi jaringan irigasi Daerah irigasi
(ha) (ha) (ha)
A. Sistem Perwilayahan Waingapu
1. Kota Waingapu 1.591 1,2 200 Kambaniru
2. Kambera 2.321 - -
3. Pandawai 38.182 2.317 871 Kadumbul, Kawangu,
Kotakau, Lokuwingir,
Mondu, Palakahembi
4. K. Mapambuhang 14.377 - -
Zona Pendayagunaan Sumber Air untuk Hasil analisis dan evaluasi wilayah
Pengembangan Irigasi pendayagunaan sumber daya air membagi
wilayah pendayagunaan sumber daya air di
Pembagian wilayah pendayagunaan sumber Sumba Timur menjadi 8 zona, yaitu 1 zona
daya air berdasarkan karakteristik wilayah dan wilayah pengelolaan, 1 wilayah zona
kondisi lahan pertanian di Sumba Timur secara pengembangan, dan 6 zona wilayah
rinci ditampilkan pada pada Tabel 8 dan peningkatan. Usulan upaya penanganan tiap
Gambar 6. zona adalah sebagai berikut.
1. Pengelolaan air RKI di Kecamatan Mahu, bendung untuk mengairi sawah, namun di
dengan mempertahankan teknologi wilayah Pinu Pahar dan Tabundung masih
penyediaan air yang ada pada saat ini untuk bisa dilakukan identifikasi sumber air lain
menjaga keberlanjutan. Membangun untuk mengairi embung dan bangunan PAH.
embung di Katala Hamu Lingu untuk Di Kecamatan Matawai Lapawu belum
mengelola lahan pertanian yang akan teridentifikasi lahan yang berpotensi untuk
dikembangkan. pertanian. Embung yang telah dibangun
dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan air
2. Pengembangan penyediaan air di
penduduk, ternak, dan target pelayanan
Kecamatan K. Mapambuhang dan Lewa
untuk kebun 2,75 ha.
Tidahu untuk mengairi kebun dengan
menambah kapasitas embung atau 6. Potensi lahan 17.000 ha, di Ngadungala dan
mengembangkan infrastruktur penyediaan Kanatang, belum tersedia sumber air yang
air yang murah dan cepat, misalnya dengan bisa dimanfaatkan. Perlu identifikasi sumber
membangun PAH. Penyediaan air untuk air baru pada wilayah yang berdampingan
irigasi sawah di Kecamatan Haharu telah yaitu Ngadungala bersumber dari
dipasok dari bendung yang dibangun Pemda perwilayahan Karera dan Kanatang dari
setempat. Potensi lahan pertanian sawah sistem perwilayahan Haharu
dan kebun masih dapat dikembangkan
7. Sistim perwilayahan Umalulu dengan potensi
dengan upaya meningkatkan status bendung
lahan pertanian terbesar di Sumba Timur,
dari sederhana menjadi bendung teknis dan
perlu peningkatan penyediaan air dengan
sumur bor untuk RKI.
peningkatan status bendung, peningkatan
3. Peningkatan status bendung dari sederhana teknologi penurapan mata air dan
menjadi bendung teknis perlu diupayakan penambahan pembuatan sumur bor
untuk meningkatkan kapasitas penyediaan
8. Pada wilayah kecamatan Kahangu Eti dan
air di Kota Waingapu dan Kecamatan
Wula Wainjelu belum teridentifikasi sumber
Pandawai. Perlu dibangun embung di
air untuk mengembangkan lahan pertanian ±
Kecamatan Kambera untuk meningkatkan
32.162 ha. Identifikasi sumber air pada
penggunaan lahan.
wilayah bersangkutan seperti pembuatan
4. Peningkatan layanan jaringan irigasi untuk PAH, embung, dan sumur bor. Mencari
Lewa dan Nggaha Oriangu dengan sumber air baru pada sistem perwilayahan
peningkatan status bendung dari sederhana Umalulu, Kecamatan Kahangu Eti bisa
menjadi bendung teknis. eksplorasi air tanah dari sumur bor pada
Cekungan Air Tanah Waikabubak.
5. Di wilayah Kecamatan Karea, Paberiwai,
Pinu Pahar, dan Tabundung telah tersedia
32 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 14 No. 1, Juni 2016: 17-33
Potensi Infrastruktur Penyediaan Air mencari teknologi penyediaan yang murah dan
Berbasis Kearifan Lokal di Pulau Sumba cepat.
Salah satu kesimpulan dalam acara FGD di Pendayagunaan sumber daya air dalam
Sumba Timur adalah usulan untuk rangka pembangunan irigasi terutama perlu
mengembangkan teknologi pemanenan air dilaksanakan pada zona peningkatan di Sumba
dengan struktur rorak. Bangunan rorak Timur. Potensi lahan yang sesuai untuk
merupakan salah satu kearifan lokal yang telah pertanian di Sumba Timur sangat luas tersebar
ada di perdesaan Sumba Timur dan di 13 wilayah kecamatan, namun sekitar 31,3%
dimanfaatkan untuk air minum ternak. Rorak luas lahan belum dimanfaatkan sesuai
dibuat tanpa memerlukan lahan yang luas, peruntukannya. Sawah yang tersedia saat ini
seperti untuk kepentingan permukiman dan hanya 6,1%. Dari luasan lahan sawah tersebut,
lahan pertanian, hanya memanfaatkan ruang area yang telah terlayani oleh jaringan irigasi
yang ada tanpa mengganggu fungsi lahan terbatas baru mencapai 70,70%, sedangkan
utama. Rorak berupa saluran buntu dengan sisanya masih mengandalkan air pada musim
ukuran tertentu yang dibuat pada lahan yang hujan.
berfungsi untuk menangkap air hujan atau aliran
Pembangunan irigasi diarahkan ke wilayah
permukaan dan juga tanah yang tererosi.
bagian timur Indonesia khususnya di wilayah
Teknologi pemanenan air ini sangat bermanfaat
Provinsi NTT, sangat dimungkinkan dan
untuk daerah yang berkarakteristik kering dan
berpotensi untuk dikembangkan. Teknologi
semikering seperti di Pulau Sumba. Ukuran dan
penyediaan air yang tepat dan spesifik lokasi
jarak rorak yang direkomendasikan cukup
meliputi pemetaan sumber-sumber air dan
beragam (Sitanala 2006). Dimensi rorak yaitu
tersedianya infrastruktur yang diperlukan,
dalam 60 cm, lebar 50 cm dengan panjang
menjadi utama dalam mendukung
berkisar antara satu meter sampai 5 meter.
pendayagunaan sumber daya air yang
Jarak ke samping disarankan agar sama
keberlanjutan. Sistem pengelolaan air, sistem
dengan panjang rorak dan diatur
irigasi, maupun sarana pendukung lainnya
penempatannya, dilakukan secara berselang-
merupakan aspek yang perlu dipertimbangkan
seling agar terdapat penutupan areal yang
pula sehingga pengembangan pembangunan
merata. Beberapa hasil penelitian menunjukkan
irigasi dapat berhasil.
efektivitas bangunan rorak sebagai bangunan
pemanenan air, di antaranya ditunjukkan oleh Kearifan lokal dalam pendayagunaan sumber
kemampuannya dalam mengurangi kehilangan daya air telah memberi bukti bahwa penyediaan
air melalui aliran permukaan (Noeralam 2002). air sangat mungkin dilakukan pada tingkatan
masyarakat perdesaan secara mandiri. Kegiatan
ini sudah merupakan tanggung jawab sosial dan
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN lingkungan yang nilai dan maknanya sama
dengan unsur di dalam kearifan lokal yang ada,
seperti pembuatan rorak untuk menjaga
Kesimpulan kelestarian alam yang telah teridentifikasi di
Zona pendayagunaan sumber daya air di beberapa desa di wilayah Kabupaten Sumba
Pulau Sumba telah teridentifikasi dengan Timur.
kategori wilayah pengembangan di Sumba
Barat dan Sumba Tengah. Pengembangan Implikasi Kebijakan
pendayagunaan sumber daya air di zona ini
diutamakan untuk wilayah yang bersangkutan Prioritas pengembangan infrastruktur untuk
dan dimungkinkan untuk pengembangan membangun area irigasi terutama dapat
ketersediaan air RKI, irigasi, dan ternak, serta dilakukan di zona peningkatan adalah teknologi
mengembangkan teknologi penyediaan air yang penurapan mata air di Sumba Timur bagian
bersumber dari sungai bawah tanah. Utara, sumur bor di cekungan air tanah
Waikabubak. Embung, teknologi transfer
Sumba Timur merupakan zona pendaya- antarwilayah, dan bangunan PAH terutama
gunaan sumber daya air yang termasuk kategori diterapkan pada area yang tidak tersedia
wilayah peningkatan, di mana pada zona ini sumber air.
terdapat potensi lahan pertanian terbesar di
Pulau Sumba. Pada zona ini pula perlu
diupayakan untuk meningkatkan UCAPAN TERIMA KASIH
pendayagunaan sumber daya air dengan
mencari sumber air lain pada wilayah yang Ucapan terima kasih kami sampaikan
bersangkutan atau wilayah berdampingan serta kepada Dinas PSDA, Dinas Pertanian, dan
ZONASI WILAYAH PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA AIR UNTUK PEMBANGUNAN IRIGASI DI PULAU SUMBA, NUSA 33
TENGGARA TIMUR Heni Rengganis
[BPS Sumba Timur] Badan Pusat Statistik Kabupaten Rahmawati Y, Utomo C. 2014. Formulasi model
Sumba Timur. 2014. Sumba Timur Dalam Angka knowledge management pendukung kolaborasi
2013. Waingapu (ID): Badan Pusat Statistik desain infrastruktur berkelanjutan. J Sos Ekon
Kabupaten Sumba Timur Pek Umum. 6(2):89-100.
[BWS] Balai Wilayah Sungai NTT. 2014. Buku data Saaty TL. 1994. Fundamentals of decision making
dan inventarisasi sumur. Kupang (ID): Balai and priority theory with analytic hierarchy process.
Wilayah Sungai NTT II Nusa Tenggara Timur. Analytic Hierarchy Process Series. Vol. 6.
Pittsburgh (US): RWS Publications
Calizaya A, Meixner O, Bengtsson L. 2010. Multi-
criteria decision analysis (MCDA) for integrated Saaty TL. 2008. Decision making with Analytic
water resources management (IWRM) in the Lake Hierarchy Process. Int J Serv Sci. 1(1): 83-98.
Poopo Basin, Bolivia. Water Res Manage. Sitanala A. 2006. Konservasi tanah dan air. Bogor
24(10):2267-2289. (ID): IPB Press.
Darmawan A. 2014. Pemilihan learning management Sugiyanto, Samekto CR. 2008. The status and
system (LMS) metode AHP menggunakan challenges of water infrastructure development in
Criterium Decision Plus 3.0. Faktor Exacta Indonesia. Presented at the First Regional
7(3):260-270. Workshop on the Development of Eco Efficient
Darmawan A. 2013. Metode analitycal hierarchy Water Infrastructure for Socio-Economic
process [Internet]. [diunduh 2016 Mar 27]. Development in Asia and the Pacific Region; 2008
Tersedia dari: https://agusdar.wordpress.com/ Nov 10-12; Seoul, Korea.
2013/05/13/metode-analitycal-hierarchy-process/. Thungngern J, Wijitkosum S, Sriburi T, Ukhsri C.
Dimas HN, Masmian M. 2013. Kesiapan masyarakat 2015. A review of the analytical hierarchy process
menerapkan teknologi tepat guna pengolahan air (AHP): an approach to water resource
minum. J Sos Ekon Pek Umum. 5(2):119-129. management in Thailand. App Env Res. 37(3):13-
32.
Dinas PU Kabupaten Sumba Timur. 2014. Buku data
dan inventarisasi embung. Waingapu (ID): Dinas Wardiha MW, Putri PSA. 2013. Pemetaan
PU Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara permasalahan penyediaan air minum di Provinsi
Timur. Nusa Tenggara Timur dengan system
interrelationship model. J Ling Tropis. 6(2):105-
Hatmoko W, Radhika, Sugiyanto A. 2012. Neraca 119.
ketersediaan dan kebutuhan air pada wilayah
sungai di Indonesia. Laporan Akhir. Bandung (ID): Widiyono W. 2008. Konservasi flora, tanah, dan
Puslitbang Sumber Daya Air. sumber daya air embung-embung di Timor Barat,
Provinsi Nusa Tenggara Timur: studi kasus
‘embung’ Oemasi-Kupang dan ‘embung’
Leosama-Belu. J Tek Ling. 9:197-204.