Anda di halaman 1dari 4

Asosiasi: "New normal" picu perilaku turis eksplorasi wisata baru

Kelik Dewanto

16 Mei 2020·Bacaan 1 menit

Asosiasi Sales Travel Indonesia atau Asati menilai terjadi pergeseran perilaku wisatawan yang cenderung
lebih suka mengeksplorasi destinasi wisata baru melalui kecanggihan teknologi informasi dalam kondisi
normal baru atau new normal pascapandemi COVID-19.

"Tahun ini, akan penuh dengan eksplorasi mengingat kemajuan teknologi bisa membantu wisatawan
menjelajahi berbagai tempat untuk berlibur," ujar Ketua Umum Asati Syukri Machmud dalam seminar
daring di Jakarta, Sabtu.

Baca juga: Industri wisata harus terapkan protokol kesehatan di era "new normal"

Syukri mengatakan bahwa saat ini wisatawan lebih suka mengadakan perjalanan secara individu atau
keluarga kecil berjumlah empat orang, artinya tidak lagi bersifat kuantitas atau dalam jumlah besar,
namun lebih kepada kualitas.

Salah satu alasannya, lanjut dia, saat ini sudah terdapat kemajuan teknologi yang akan membuat para
wisatawan melakukan perencanaan perjalanan secara mandiri.

"Peluang ini betul-betul harus diambil dan kita harus betul-betul menguasai teknologi informasi,"
katanya.

Sebelumnya, Dosen Ekonomi Islam Universitas Padjadjaran Ikram Nur Muharam menilai sebuah kondisi
new normal atau kebiasaan baru setelah pandemi Corona akan mengubah industri wisata.
Menurut dia, pada kondisi normal yang baru itu, orang-orang masih senang berlibur dan berwisata,
namun sejumlah prosedur akan berubah.

Ikram menjelaskan sejumlah prosedur, misalnya di bandara dan pesawat terbang sebelum melakukan
take off, kebersihan dan kesehatan akan lebih ketat untuk dijalankan.

Kemudian, industri perhotelan juga mungkin akan menerapkan sistem self check-in dan self service
kepada konsumen dengan tetap memerhatikan higienitas.

Hal yang sama juga terjadi pada restoran yang akan meningkatkan standar higienitasnya, mengingat hal
tersebut yang paling diperhatikan oleh konsumen.

Jumlah wisatawan juga ada kemungkinan untuk dibatasi karena dampak overtourism dan kaitannya
dengan keberlanjutan lingkungan (sustainability) yang mulai dirasakan oleh masyarakat, terutama
setelah adanya pandemi COVID-19 ini.

Perubahan Perilaku Konsumen dan Wisatawan Gara-Gara COVID-19

Thursday, 23 April 20 Herry Drajat

Taman Sukasada Ujung Karangasem

Wisatawan asing mengunjungi Istana Air Taman Sukasada Ujung, Karangasem, Bali. Foto:
Venuemagz/Harry

FacebookTwitterEmailLinkedInWhatsAppTelegramSambung

Wabah virus Corona secara tak langsung telah mengubah perilaku konsumen di Indonesia. Yuswohady,
pakar marketing dan branding, mengatakan, perilaku tersebut akan menjadi new normal setelah COVID-
19 ini berakhir.
Dalam webinar berjudul “Consumer Behavior Shiftings Amid The COVID-19” yang berlangsung pada 20
April 2020, Yuswohady menjelaskan ada empat perilaku konsumen yang baru tersebut. Yang pertama
adalah Stay @Home Lifestyle, yakni gaya hidup baru tinggal di rumah dengan aktivitas working-living-
playing karena adanya imbauan untuk tetap berada di rumah saja. Gaya hidup ini juga menciptakan stay
at home business.

Yang kedua adalah Back to the Bottom of the Pyramid. Mengacu pada piramida Maslow, konsumen kini
bergeser kebutuhannya dari puncak piramida—yaitu aktualisasi diri dan esteem—ke dasar piramida,
yakni kebutuhan fisiologi yang berhubungan dengan fisik, di antaranya adalah makan, kesehatan, serta
keamanan jiwa-raga.

BACA JUGA: IVENDO Kembangkan SDM Desa Wisata dalam Hal Pelaksanaan Event

Perilaku yang ketiga adalah Go Virtual. Dengan adanya COVID-19 dan imbauan untuk tetap berada di
rumah, konsumen beralih menggunakan media virtual/digital untuk memenuhi aneka kebutuhannya.

Yang terakhir adalah Empathic Society. Banyaknya korban akibat COVID-19 melahirkan masyarakat baru
yang penuh empati, welas asih, dan sarat solidaritas sosial.

Wisatawan Gaya Baru

Pergeseran perilaku tersebut juga terjadi pada saat berekreasi. Menurut Yuswohady, setelah COVID-19
berakhir, travelling menjadi hal teratas yang akan diburu konsumen. Bahkan, hasil survei yang dilakukan
oleh Alvara Research Center menunjukkan bahwa sebanyak 21,8 persen responden mengatakan akan
pergi ke tempat wisata setelah COVID-19 usai, diikuti 19 persen responden memilih bekerja, dan 13,9
persen memilih untuk bersilaturahmi dengan keluarga atau teman.

BACA JUGA: Meski MICE Anjlok, ITDC Tetap Jaga Kondisi Nusa Dua

Dengan ancaman COVID-19 yang masih terus mengintai, maka para wisatawan tidak bisa bebas
bepergian ke destinasi-destinasi wisata seperti sebelumnya. Tentu saja mereka tetap berlibur tapi dalam
dengan menerapkan prinsip kehati-hatian agar tak terpapar virus Corona.
Menurut Yuswohady, staycation atau berlibur di dalam lingkungan hotel akan menjadi pilihan terbaik.
Untuk keluarga, berlibur dengan kendaraan pribadi akan semakin populer, dan wisata kesehatan makin
banyak peminat.

BACA JUGA: Sydney Amankan 18 Event Senilai AUS$62 Juta

Kemungkinan besar wisata bentuk baru, yaitu virtual tourism, akan mulai muncul dengan
memanfaatkan virtual/augmented reality, meskipunmemang belum bisa menandingi keunggulan
berwisata secara langsung.

Dengan gaya berwisata yang akan berubah, para pelaku pariwisata juga harus mengubah pendekatan
dan strategi berdasarkan perubahan perilaku yang baru. “Preferensi liburan akan bergeser ke alternatif
liburan yang tidak banyak orang lakukan, seperti staycation, solo travel tour, wellness tour, juga virtual
tourism,” ujar Yuswohady

Anda mungkin juga menyukai