Anda di halaman 1dari 19

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR PER-07/PJ/2017
 
TENTANG
 
PEDOMAN PEMERIKSAAN LAPANGAN DALAM RANGKA PEMERIKSAAN
UNTUK MENGUJI KEPATUHAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN
 
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
      

Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kepercayaan Wajib Pajak terhadap


institusi Direktorat Jenderal Pajak sehubungan dengan pelaksanaan
Pemeriksaan Lapangan dalam rangka Pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan;
    b. bahwa dalam rangka menjaga integritas dan profesionalisme Pemeriksa
Pajak sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan dalam
rangka Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan;
    c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan
huruf b, serta untuk meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan perlu
menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Pedoman
Pemeriksaan Lapangan Dalam Rangka Pemeriksaan untuk Menguji
Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan;
      

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4999);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik
   
Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 52681);
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara
Pemeriksaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan
   
Nomor 184/PMK.03/2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 Tentang Tata Cara Pemeriksaan;
      

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PEDOMAN
PEMERIKSAAN LAPANGAN DALAM RANGKA PEMERIKSAAN
UNTUK MENGUJI KEPATUHAN PEMENUHAN KEWAJIBAN
PERPAJAKAN.
 

    Pasal 1

    (1) Pemeriksaan Lapangan dalam rangka Pemeriksaan untuk menguji


kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan diawali dengan pemberitahuan
kepada Wajib Pajak mengenai dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dengan
menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan.
    (2) Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disampaikan melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat,
atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman.
    (3) Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disampaikan bersamaan dengan surat panggilan kepada Wajib
Pajak.
    (4) Dengan disampaikannya Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Wajib Pajak tidak dapat membetulkan
Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sebagaimana diatur dalam
Pasal 8 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
 

    Pasal 2

    (1) Surat panggilan kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
ayat (3) merupakan surat yang digunakan Pemeriksa Pajak untuk
memanggil Wajib Pajak ke kantor Direktorat Jenderal Pajak sebagai
prosedur awal Pemeriksaan Lapangan,
    (2) Surat panggilan kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat paling sedikit;
      a. waktu, tempat, dan maksud dilaksanakannya pertemuan antara
Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak; dan
      b. buku, catatan, dan dokumen yang harus dibawa oleh Wajib Pajak.

    (3) Waktu dilaksanakannya pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


huruf a ditentukan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterbitkannya surat
panggilan, dengan mempertimbangkan lokasi Wajib Pajak.
    (4) Surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan
contoh format sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
 

    Pasal 3

    (1) Pertemuan sebagaimana dimaksud dalam surat panggilan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus dihadiri oleh:
     a. wakil Wajib Pajak sesuai dengan Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, untuk Wajib Pajak Badan;
     b. orang pribadi yang bersangkutan, untuk Wajib Pajak orang pribadi;

     c. salah seorang ahli waris, pelaksana wasiat atau yang mengurus harta
peninggalan, untuk warisan yang belum terbagi; atau
      d. wali atau pengampunya, untuk anak yang belum dewasa atau orang yang
berada dalam pengampuan,
    (2) Pertemuan antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak harus dilakukan;

     a. pada waktu dan tempat sesuai dengan surat panggilan; dan

     b. di ruangan khusus yang memiliki alat perekam suara (audio) dan gambar
(visual).
    (3) Wajib Pajak yang menghadiri pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat didampingi oleh pihak lain.
    (4) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) antara lain pegawai atau
konsultan pajak yang memahami kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib
Pajak.
    (5) Dalam melaksanakan pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Wajib Pajak harus memenuhi permintaan buku, catatan, dan dokumen yang
diperlukan Pemeriksa Pajak sebagaimana tercantum dalam surat panggilan.
 

    Pasal 4

    (1)  Dalam hal Wajib Pajak hadir sesuai dengan surat panggilan, Pemeriksa
Pajak:
      a. memperlihatkan tanda pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah
Pemeriksaan (SP2) kepada Wajib Pajak;
      b. memberikan penjelasan mengenai alasan dan tujuan Pemeriksaan;

     c. menandatangani dokumen pakta integritas yang ditandatangani bersama


antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan
dan diketahui Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan;
     d. melakukan permintaan keterangan kepada Wajib Pajak yang diperiksa
sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (3)
huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, yang paling
sedikit harus meminta penjelasan atas hal-hal sebagai berikut:
       1) identitas Wajib Pajak yang dimintai keterangan;

       2) proses bisnis Wajib Pajak;


       3) pembukuan atau pencatatan yang dilakukan Wajib Pajak termasuk
dokumentasinya;
       4) informasi mengenai pelanggan dan supplier utama Wajib Pajak;

       5) transaksi-transaksi yang bersifat khusus; atau

       6) klarifikasi terhadap data yang ditemukan Pemeriksa Pajak dengan


data pada SPT,
       dan menuangkannya dalam Berita Acara Pemberian Keterangan; dan

     e. melaksanakan hal-hal lain sesuai dengan tata cara Pemeriksaan.

    (2) Pakta integritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan Berita
Acara Pemberian Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal
ini.
    (3) Berita Acara Pemberian Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d menjadi dasar bagi Pemeriksa Pajak untuk dapat melakukan
pengujian di tempat Wajib Pajak.
 

    Pasal 5

    (1) Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir, Pemeriksa Pajak;

     a. membuat Berita Acara Ketidakhadiran yang ditandatangani oleh Tim


Pemeriksa Pajak; dan
      b. melanjutkan pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan dengan melakukan
pengujian di tempat Wajib Pajak.
    (2) Dalam hal Wajib Pajak hadir pada waktu yang tidak sesuai dengan surat
panggilan dan tanpa melakukan konfirmasi sebelumnya dengan Pemeriksa
Pajak, Wajib Pajak dianggap tidak hadir sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
    (3) Berita Acara Ketidakhadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal
ini.
 

    Pasal 6

    (1) Pengujian di tempat Wajib Pajak oleh Pemeriksa Pajak sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 5 ayat (1) huruf b didampingi
oleh petugas yang ditunjuk oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan
melalui surat tugas.
    (2) Petugas yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertugas untuk:
     a. memastikan tata cara pemeriksaan telah dijalankan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;
      b. memastikan Wajib Pajak dapat melaksanakan hak-haknya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku; dan
      c memastikan Pemeriksaan terselenggara sesuai dengan tata kelola
pemerintahan yang baik.
    (3) Setelah melakukan tugas pendampingan, petugas yang ditunjuk
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyusun dan menyampaikan laporan
kepada Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan.
 

    Pasal 7

    Prosedur lebih lanjut pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan berdasarkan


Peraturan Direktur Jenderal ini diatur dalam petunjuk teknis pemeriksaan
lapangan.
 
    Pasal 8
    Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-10/PJ/2017

TENTANG

PETUNJUK TEKNIS PEMERIKSAAN LAPANGAN DALAM RANGKA


PEMERIKSAAN UNTUK MENGUJI KEPATUHAN PEMENUHAN KEWAJIBAN
PERPAJAKAN
   
A.Umum
  Salah satu ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang
Tata Cara Pemeriksaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
184/PMK.03/2015 adalah mengenai Pemeriksaan Lapangan, yaitu Pemeriksaan yang
dilakukan di tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak.
 
  Dalam rangka  meningkatkan kepercayaan  Wajib  Pajak  terhadap  institusi Direktorat
Jenderal Pajak sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan dalam rangka
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, menjaga integritas
dan profesionalisme Pemeriksa Pajak sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan
Lapangan, meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan, serta
untuk meningkatkan kualitas temuan hasil pemeriksaan sehingga menghasilkan surat
ketetapan pajak yang dapat dipertanggungjawabkan, diperlukan petunjuk teknis atas ketentuan
yang mengatur mengenai prosedur Pemeriksaan Lapangan dalam rangka Pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.
 
  Penguatan  proses  persiapan  pemeriksaan,  prosedur  pemanggilan  Wajib  Pajak  sebagai
awal dimulainya pemeriksaan, optimalisasi hak Wajib Pajak untuk mengungkapkan
ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan dan melembagakan proses pembahasan
internal draft temuan sementara sebelum pemberitahuan ke Wajib Pajak merupakan prosedur
baru yang ditekankan untuk mencapai tujuan tersebut di atas. Oleh karena itu diperlukan
penjabaran lebih lanjut dari ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan dan kebijakan
pemeriksaan serta ketentuan pelaksanaan pemeriksaan lainnya agar prosedur tersebut dapat
dilaksanakan. Untuk keperluan ini, dipandang perlu untuk menerbitkan Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Lapangan dalam rangka Pemeriksaan
untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
   
B. Maksud dan Tujuan
  1.Maksud
    Surat Edaran ini dimaksudkan untuk memberikan petunjuk teknis bagi Pemeriksa Pajak
dalam melakukan kegiatan Pemeriksaan Lapangan dalam rangka Pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan baik yang dilaksanakan di tempat
tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak.
  2.Tujuan
    Surat Edaran ini disusun dengan tujuan:
    a.meningkatkan kepercayaan Wajib Pajak terhadap institusi Direktorat Jenderal Pajak dalam
pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan;
    b.menjaga integritas dan profesionalisme Pemeriksa Pajak dalam melaksanakan kegiatan
Pemeriksaan Lapangan;
    c.meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan;
    d.mengoptimalkan Pemeriksaan melalui kegiatan menghimpun dan mengolah data,
keterangan, dan/atau bukti yang didapatkan melalui Pemeriksaan Lapangan; dan
    e.meningkatkan kualitas temuan hasil pemeriksaan sehingga menghasilkan surat ketetapan
pajak yang dapat dipertanggungjawabkan.
     
C.Ruang Lingkup
  Ruang lingkup Surat Edaran lni meliputi petunjuk teknis kegiatan Pemeriksaan Lapangan
dalam rangka Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yang
terdiri dari :
  1.Penegasan Dasar Hukum;
  2.Persiapan Pemeriksaan;
  3.Pemanggilan dan Pertemuan dengan Wajib Pajak di Kantor Direktorat Jenderal Pajak;
  4.Permintaan Tertulis kepada Pihak Ketiga;
  5.Pelaksanaan Pengujian di Tempat Wajib Pajak dalam rangka Pemeriksaan Lapangan;
  6.Perolehan Data dalam Bentuk Elektronik;
  7.Penyegelan;
  8.Tindak Lanjut Pemeriksaan Setelah Pengujian di Tempat Wajib Pajak; dan
  9.Pembahasan Temuan Sementara Hasil Pemeriksaan.
   
D.Dasar
  1.Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
16 TAHUN 2009;
  2.Peraturan Pemerintah Nomor 74 TAHUN 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan
Pemenuhan Kewajiban Perpajakan;
  3.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015;
  4.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 87/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Permintaan
Keterangan atau Bukti dari Pihak-Pihak yang Terikat oleh Kewajiban Merahasiakan
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 235/PMK.03/2016;
  5.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 239/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan
Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
  6.Keputusan Menteri Keuangan Nomor 12/KMK.03/2017 tentang Penetapan Aplikasi,
Prosedur Pengajuan, Tata Naskah Dinas Elektronik, dan Kode Khusus Naskah Dinas,
Usulan pembukaan Rahasia Bank Secara Elektronik.
  7.PER-07/PJ/2017 tentang Pedoman Pemeriksaan Lapangan dalam rangka Pemeriksaan untuk
Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
     
E. Materi
  Prosedur Pemeriksaan Lapangan dalam rangka Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan telah diatur dalam Peraturan Menterl Keuangan Nomor
17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 (selanjutnya disebut PMK Nomor
17/PMK.03/2013 stdd PMK Nomor 184/PMK.03/2015), ketentuan yang mengatur mengenai
Kebijakan Pemeriksaan, dan ketentuan pelaksanaan Pemeriksaan lainnya. Dalam
pelaksanaannya, diperlukan beberapa penegasan dan penguatan atas prosedur Pemeriksaan
Lapangan dalam rangka Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan sebagai bentuk penjabaran lebih lanjut dari PMK Nomor 17/PMK.03/2013 stdd
PMK Nomor 184/PMK.03/2015 sebagai berikut:
  1.Penegasan Dasar Hukum
    a.Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 16 TAHUN 2009 (selanjutnya disebut Undang-Undang KUP) mengatur
bahwa Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,
keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan
suatu standar Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
    b.Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Wajib Pajak yang diperiksa
wajib:
      1)memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi
dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh,
kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
      2)memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan
memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau
      3)memberikan keterangan lain yang diperlukan.
    c.Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang KUP mengatur bahwa apabila dalam mengungkapkan
pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat
oleh suatu kewajiban untuk merahasiakannya, maka kewajiban untuk merahasiakan itu
ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.
    d.Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Direktur Jenderal Pajak
berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak
dan/atau tidak bergerak apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) huruf b.
    e.Pasal 11 huruf a PMK Nomor 17/PMK.03/2013 stdd PMK Nomor 184/PMK.03/2015
mengatur bahwa dalam melakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan, Pemeriksa Pajak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan kepada Wajib Pajak dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan
jenis Pemeriksaan Lapangan.
    f. Pasal 27 ayat (1) PMK Nomor 17/PMK.03/2013 stdd PMK Nomor 184/PMK.03/2015
mengatur bahwa dalam pelaksanaan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan, Pemeriksa Pajak wajib melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak.
    g.Pasal 1 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-07/PJ/2017 tentang
Pedoman Pemeriksaan Lapangan dalam rangka Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan
Pemenuhan Kewajiban Perpajakan mengatur bahwa Surat Pemberitahuan Pemeriksaan
Lapangan disampaikan melalui faksimili, pas dengan bukti pengiriman surat, atau jasa
pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman.
  2.Persiapan Pemeriksaan
    Sesuai standar pelaksanaan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus didahului dengan persiapan yang baik
sesuai dengan tujuan pemeriksaan. Dalam rangka peningkatan efektivitas dan efisiensi
Pemeriksaan, tahapan persiapan pemeriksaan yang dilakukan antara lain:
    a.Pemeriksa Pajak mengumpulkan dan mempelajari data Wajib Pajak yang dilakukan di
kantor, antara lain melalui kegiatan:
      1)wawancara dengan Account Representative yang melakukan pengawasan terhadap
Wajib Pajak yang akan dilakukan pemeriksaan dalam hal diperlukan, untuk mengetahui
profil Wajib Pajak, proses bisnis Wajib Pajak, laporan keuangan, data Surat
Pemberitahuan (SPT), Laporan Hasil Pemeriksaan tahun sebelumnya, dan data lain yang
diperlukan. Hasil wawancara dengan Account Representative dituangkan dalam Berita
Acara Hasil Wawancara sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
      2)pengumpulan data baik internal maupun eksternal dan informasi lainnya mengenai
Wajib Pajak, antara lain:
        a) data kependudukan;
        b) data dari internet;
        c) data validasi alamat melalui 108; dan/atau
        d) data bidang usaha dan contact person dari database 828, Orbis, OSIRIS/ORIANA.
    b.Pemeriksa Pajak mengumpulkan data dan informasi di lapangan melalui kegiatan
observasi lapangan.
      Dalam rangka mengoptimalkan perolehan data, dokumen, dan informasi, Pemeriksa Pajak
dapat melakukan observasi lapangan antara lain mengenai:
      1)keberadaan orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Lapangan dan pihak
terkait;
      2)keberadaan dokumen atau data, termasuk penyimpanan dokumen, kapasitas kegiatan
usaha, data pemasok dan pelanggan, dokumen-dokumen yang digunakan oleh Wajib
Pajak;
      3)situasi dan kondisi di lokasi yang akan dilakukan Pemeriksaan Lapangan;
      4)alat/sarana yang diperlukan dalam Pemeriksaan Lapangan;
      5)kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) yang diperlukan untuk membantu pelaksanaan
Pemeriksaan Lapangan;
      6)kebutuhan bantuan pengamanan dari aparat yang berwenang, dan
      7)modus penyelewengan atau penghindaran pajak yang mungkin dilakukan oleh Wajib
Pajak.
    c.Pemeriksa Pajak menyusun rencana pemeriksaan (audit plan) dan program pemeriksaan
(audit program) sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai rencana pemeriksaan
dan program pemeriksaan berdasarkan hasil kegiatan pengumpulan data dan informasi
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b.
    d.Pemeriksa Pajak menyiapkan sarana dan prasarana sebelum Pemeriksaan dimulai.
Penyiapan sarana dan prasarana sebelum Pemeriksaan dimulai meliputi hal-hal sebagai
berikut:
      1)Melakukan inventarisir dan memastikan berkas Wajib Pajak yang akan dilakukan
Pemeriksaan telah lengkap. Dalam hal berkas Wajib Pajak belum lengkap, Pemeriksa
Pajak dapat melakukan peminjaman berkas kepada unit kerja terkait di lingkungan DJP;
      2)Kelengkapan berkas Wajib Pajak sebagaimana angka 1) harus menyesuaikan dengan
risiko yang telah diidentifikasi pada Rencana Pemeriksaan (Audit Plan) dan
memperhatikan Teknik Pemeriksaan minimal yang akan dilakukan sebagaimana diatur
dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-04/PJ/2012 tentang Pedoman
Penyusunan Program Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban
Perpajakan;
      3)Mempersiapkan sarana Pemeriksaan antara lain kartu tanda pengenal Pemeriksa Pajak,
formulir-formulir yang diperlukan dalam proses pemeriksaan lapangan termasuk pakta
integritas, tanda segel; dan
      4)Menyiapkan sarana dan prasarana pendukung Pemeriksaan (audit tools) dalam
hal diperlukan, seperti:
        a) Permintaan tenaga ahli yang dibutuhkan, seperti tenaga ahli bahasa, penilai, ahli IT,
ahli Transfer Pricing;
        b) Aplikasi pendukung pemeriksaan dan/atau peralatan yang dibutuhkan;
        c) Data pembanding transaksi.
  3.Pemanggilan dan Pertemuan dengan Wajib Pajak di Kantor Direktorat Jenderal Pajak
    a.Penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan
      1)Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan melalui faksimili, pos dengan
bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor
PER-07/PJ/2017.
      2)Dengan disampaikannya Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana
dimaksud pada angka 1), Wajib Pajak tidak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan
yang telah disampaikan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang
KUP.
      3)Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan bersamaan dengan surat
panggilan kepada Wajib Pajak.
      4)Untuk memastikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dan surat panggilan
sebagaimana dimaksud pada angka 3) diterima oleh Wajib Pajak, Pemeriksa Pajak
melakukan konfirmasi kepada Wajib Pajak melalui telepon, email atau saluran
komunikasi lainnya.
    b.Pemanggilan Wajib Pajak yang diperiksa ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak
      1)Surat panggilan kepada Wajib Pajak merupakan surat yang digunakan Pemeriksa Pajak
untuk memanggil Wajib Pajak ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai
prosedur awal Pemeriksaan Lapangan.
      2)Surat panggilan kepada Wajib Pajak berisi:
        a) waktu, tempat, dan maksud dilaksanakannya pertemuan antara Pemeriksa Pajak
dengan Wajib Pajak; dan
        b) buku, catatan, dan dokumen yang harus dibawa oleh Wajib Pajak.
      3)Waktu dilaksanakannya pertemuan sehubungan dengan surat panggilan sebagaimana
dimaksud pada angka 2) huruf a) ditentukan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak
diterbitkannya Surat Panggilan, dengan mempertimbangkan lokasi Wajib Pajak.
      4)Tempat dilaksanakannya pertemuan sehubungan dengan surat pemanggilan
sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf a) di kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan
(UP2) atau di kantor DJP selain kantor UP2 dengan mempertimbangkan lokasi Wajib
Pajak.
        Contoh I
        Wajib Pajak terdaftar di KPP Wajib Pajak Besar Satu namun lokasi Wajib Pajak
terdapat di Medan. Pemanggilan dan pertemuan dengan Wajib Pajak dapat dilakukan di
salah satu Kantor DJP yang berlokasi di Medan, seperti KPP Madya Medan, Kanwil
DJP Sumatera Utara I, atau kantor DJP lainnya yang berlokasi di Medan.
        Contoh II
        Wajib Pajak terdaftar di KPP Wajib Pajak Besar Satu namun lokasi Wajib Pajak berada
di daerah Soroako, Sulawesi Selatan. Pemanggilan dan pertemuan dengan Wajib Pajak
dapat dilakukan di kantor DJP yang terdekat dengan lokasi Wajib Pajak, seperti di
KP2KP Malili.
      5)Jenis buku, catatan, dan dokumen yang harus dibawa oleh Wajib Pajak menyesuaikan
dengan risiko yang telah diidentifikasi pada Rencana Pemeriksaan (Audit Plan) dan
memperhatikan Teknik Pemeriksaan minimal yang akan dilakukan sebagaimana diatur
dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-04/PJ/2012 tentang Pedoman
Penyusunan Program Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban
Perpajakan.
        Contoh I
        Dalam hal pemeriksaan dilakukan atas SPT Tahunan PPh Badan/Orang Pribadi dengan
risiko terdapat penghasilan yang belum sebenarnya dilaporkan, maka sesuai dengan
Teknik Pemeriksaan minimal yang harus dilakukan, Pemeriksa Pajak harus meminta
Wajib Pajak membawa dokumen terkait pencatatan uang kas dan/atau seluruh rekening
koran Wajib Pajak untuk dapat dilakukan pengujian arus uang dan dokumen terkait
pencatatan penjualan dan piutang serta seluruh rekening koran Wajib Pajak untuk dapat
dilakukan pengujian arus piutang.
        Contoh II
        Dalam hal pemeriksaan dilakukan atas SPT Masa PPN dengan risiko terdapat
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang belum sebenarnya dilaporkan, maka sesuai
dengan Teknik Pemeriksaan minimal yang harus dilakukan, Pemeriksa Pajak harus
meminta Wajib Pajak membawa dokumen terkait seluruh penyerahan BKP, seluruh
Faktur Pajak Keluaran yang diterbitkan pada masa pajak yang diperiksa dan/atau seluruh
rekening koran Wajib Pajak untuk dapat dilakukan pengujian penelusuran bukti dan
dokumen terkait dengan peredaran usaha yang terjadi pada masa pajak yang diperiksa
untuk dapat dilakukan pengujian ekualisasi atau rekonsiliasi antara peredaran usaha
dengan penyerahan BKP.
    c.Pertemuan dan Permintaan Keterangan kepada Wajib Pajak yang diperiksa
      1)Pertemuan dengan Wajib Pajak harus dilakukan pada waktu dan tempat sesuai dengan
Surat Panggilan dan dilakukan di ruangan khusus yang memiliki alat perekam suara
(audio) dan gambar (visual).
      2)Dalam melaksanakan pertemuan dengan Wajib Pajak, harus dihadiri oleh:
        a) wakil Wajib Pajak sesuai dengan Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang KUP, untuk
Wajib Pajak Badan;
        b) orang pribadi yang bersangkutan, untuk Wajib Pajak Orang Pribadi;
        c) salah seorang ahli waris, pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalan,
untuk warisan yang belum terbagi; atau
        d) wali atau pengampunya, untuk anak yang belum dewasa atau orang yang berada
dalam pengampuan.
      3)Wajib Pajak yang menghadiri pertemuan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dapat
didampingi oleh pihak lain.
      4)Pihak lain sebagaimana dimaksud pada angka 3) antara lain pegawai atau konsultan
pajak yang memahami kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak.
      5)Dalam melaksanakan pertemuan sebagaimana dimaksud pada angka 1), Wajib Pajak
harus memenuhi permintaan buku, catatan, dan dokumen yang diperlukan Pemeriksa
Pajak sebagaimana tercantum dalam Surat Panggilan.
      6)Dalam hal Wajib Pajak hadir sesuai dengan surat panggilan, Pemeriksa Pajak melakukan
hal-hal sebagai berikut:
        a) melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak dengan memperlihatkan Tanda Pengenal
Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) kepada Wajib Pajak pada
waktu melakukan Pemeriksaan;
        b) memberikan penjelasan mengenai:
          i. alasan dan tujuan Pemeriksaan;
          ii. hak dan kewajiban Wajib Pajak selama dan setelah pelaksanaan Pemeriksaan;
          iii.hak Wajib Pajak mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan
Tim Quality Assurance Pemeriksaan dalam hal terdapat hasil Pemeriksaan yang
terbatas pada dasar hukum koreksi yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak
dengan Wajib Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, kecuali untuk
Pemeriksaan atas keterangan lain berupa data konkret yang dilakukan dengan jenis
Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a PMK
Nomor 17/PMK.03/2013 stdd PMK Nomor 184/PMK.03/2015; dan
          iv.kewajiban dari Wajib Pajak untuk memenuhi permintaan buku, catatan, dan/atau
dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen Lainnya,
yang dipinjam dari Wajib Pajak.
          dan menuangkannya dalam Berita Acara Pertemuan dengan Wajib Pajak.
        c) menandatangani dokumen pakta integritas yang ditandatangani bersama antara
Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan serta diketahui oleh
Kepala UP2.
        d) melakukan permintaan keterangan kepada Wajib Pajak yang diperiksa sesuai dengan
ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (3) huruf c Undang-Undang KUP,
yang paling sedikit harus meminta penjelasan atas hal-hal sebagai berikut:
          i. ldentitas Wajib Pajak yang dimintai keterangan;
          ii. Proses bisnis Wajib Pajak;
          iii.Pembukuan atau pencatatan yang dilakukan Wajib Pajak termasuk
dokumentasinya;
          iv.lnformasi mengenai pelanggan dan supplier utama Wajib Pajak;
          v. Transaksi-transaksi yang bersifat khusus; atau
          vi.Klarifikasi terhadap data yang ditemukan Pemeriksa Pajak dengan data pada SPT.
          dan menuangkannya dalam Berita Acara Pemberian Keterangan.
      7)Dalam hal Wajib Pajak hadir namun menolak membantu kelancaran Pemeriksaan,
Pemeriksa Pajak membuat catatan penolakan tersebut dalam Berita Acara Pemberian
Keterangan.
      8)Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir, Pemeriksa Pajak:
        a) membuat Berita Acara Ketidakhadiran yang ditandatangani oleh Tim Pemeriksa
Pajak; dan
        b) melanjutkan pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan di tempat Wajib Pajak yang
didahului dengan melakukan hal-hal sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf c
angka 6).
      9)Setelah dilakukan pemanggilan dan pertemuan dengan Wajib Pajak di kantor DJP,
Pemeriksaan dilanjutkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk di dalamnya
adalah ketentuan bahwa Wajib Pajak dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa
khusus untuk melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sebagaimana ketentuan yang
mengatur mengenai persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban seorang kuasa.
  4.Permintaan Tertulis kepada Pihak Ketiga
    a.Berdasarkan Pasal 35 Undang-Undang KUP jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
87/PMK.03/2013, Pemeriksa pajak berwenang untuk meminta keterangan tertulis dari
pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang dilakukan
Pemeriksaan.
    b.Pada prinsipnya terkait dengan permasalahan kerahasiaan terdapat dua kelompok pihak
ketiga yaitu:
      1)Bank yang kerahasiaannya ditiadakan dalam hal terdapat ijin dari Otoritas Jasa
Keuangan berdasarkan permintaan tertulis dari Menteri Keuangan; dan
      2)Pihak ketiga lainnya seperti pemasok (supplier), pelanggan, akuntan publik, notaris,
konsultan pajak, kantor administrasi, yang kerahasiaannya ditiadakan berdasarkan
permintaan Direktur Jenderal Pajak yang telah dilimpahkan kepada Kepala UP2.
    c.Dalam hal persyaratan untuk melakukan permintaan keterangan secara tertulis telah
berhasil dikumpulkan dan diperoleh, maka Pemeriksa Pajak harus segera melakukan
prosedur permintaan keterangan secara tertulis kepada pihak ketiga yang terkait dengan
Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan.
    d.Termasuk ke dalam permintaan keterangan secara tertulis adalah pembukaan rahasia
nasabah penyimpan yang dilakukan secara elektronik melalui Aplikasi Buka Rahasia
(AKASIA) berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 235/PMK.03/2016 tentang
Tata Cara Permintaan Keterangan atau Bukti dari Pihak-Pihak Terkait oleh Kewajiban
Merahasiakan.
    e.Permintaan keterangan secara tertulis kepada Bank melalui pembukaan rahasia nasabah
penyimpan pada saat pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dalam hal Wajib Pajak tidak
memberikan surat kuasa dari Wajib Pajak kepada Pemeriksa Pajak untuk meminta
keterangan atau bukti dari bank tentang keadaan keuangan nasabah penyimpan pada bank
yang bersangkutan atau berdasarkan pertimbangan Pemeriksa Pajak diperlukan permintaan
pembukaan rahasia nasabah penyimpan.
  5.Pelaksanaan Pengujian di Tempat Wajib Pajak dalam rangka Pemeriksaan Lapangan
    a.Berita Acara Pemberian Keterangan dalam pertemuan dengan Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud pada angka 3 huruf c angka 6) huruf d) menjadi dasar bagi Pemeriksa Pajak
untuk dapat melakukan pengujian di tempat Wajib Pajak.
    b.Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf c angka 8)
huruf b) harus dilanjutkan dengan melakukan, pengujian ditempat Wajib Pajak.
    c.Pengujian di tempat Wajib Pajak dapat dilakukan pada hari yang sama atau berbeda sejak
pertemuan dengan Wajib Pajak di kantor DJP dengan mempertimbangkan risiko Wajib
Pajak, lokasi Wajib Pajak, dan SDM yang dibutuhkan.
    d.Pengujian di tempat Wajib Pajak dilakukan secara mendadak dan dilaksanakan dalam
jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak pertemuan dengan Wajib Pajak, serta dapat
dilakukan lebih dari satu kali dalam hal diperlukan data atau informasi tambahan.
    e.Pelaksanaan pengujian di tempat Wajib Pajak dilakukan oleh Tim Pemeriksa Pajak. Dalam
hal diperlukan, Pemeriksa Pajak dapat dibantu oleh Pegawai DJP lainnya yang ditunjuk
melalui Surat Tugas dari Kepala UP2 atau oleh Tenaga Ahli yang ditunjuk melalui Surat
Tugas Tenaga Ahli dengan ketentuan bahwa segala tindakan dan/atau kegiatan yang
dilakukan oleh Pegawai DJP lainnya atau Tenaga Ahli tersebut berada di bawah kendali
Tim Pemeriksa Pajak.
    f. Pada saat melakukan pengujian di tempat Wajib Pajak, Tim Pemeriksa Pajak didampingi
oleh petugas yang ditunjuk oleh Kepala UP2 melalui Surat Tugas untuk melakukan
pendampingan pengujian di tempat Wajib Pajak, yang bertugas untuk: 
      1)memastikan tata cara pemeriksaan telah dijalankan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
      2)memastikan Wajib Pajak dapat melaksanakan hak-haknya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
      3)memastikan Pemeriksaan terselenggara sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang
baik; dan
      4)setelah melakukan tugas pendampingan, petugas yang ditunjuk menyusun dan
menyampaikan laporan kepada Kepala UP2.
    g.Saat melakukan pengujian di tempat Wajib Pajak, Pemeriksa Pajak harus melakukan hal-
hal, antara lain:
      1)meminjam pada saat itu juga data yang diperlukan dan ditemukan/diperoleh di lapangan
dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan, seperti:
        a) data lawan transaksi (data pelanggan, data pemasok, dll) beserta dokumen
pendukungnya yang berhubungan dengan penjualan barang dan Harga Pokok
Penjualan atau Harga Pokok Produksi;
        b) buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan,
dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha,
pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
        c) rekening koran Wajib Pajak; dan/atau
        d) data lainnya.
      2)Termasuk data lainnya sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf d) adalah:
        a) surat kuasa dari Wajib Pajak kepada Pemeriksa Pajak untuk meminta keterangan atau
bukti dari bank tentang keadaan keuangan nasabah penyimpan pada bank yang
bersangkutan sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran
llA atau Lampiran IIB yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
ini; dan/atau
        b) surat kuasa yang memberikan akses kepada Pemeriksa Pajak untuk melihat dokumen
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dalam hal Wajib Pajak
yang sedang dilakukan pemeriksaan adalah penyelenggara negara sesuai dengan
contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran lll yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
        c) dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak memberikan surat
kuasa sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan/atau huruf b), Pemeriksa Pajak
menindaklanjuti dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:
          i. membuat berita acara penolakan memberikan surat kuasa yang ditandatangani oleh
Tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak dengan menggunakan format berita acara
sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
          ii. dalam hal Wajib Pajak menolak untuk menandatangani berita acara sebagaimana
dimaksud pada butir i, Pemeriksa Pajak membuat catatan penolakan tersebut dalam
berita acara dimaksud.
          iii.melakukan permintaan membuka rahasia bank sesuai dengan ketentuan yang
mengatur mengenai permintaan membuka rahasia bank dan/atau melanjutkan
Pemeriksaan berdasarkan data yang ada.
      3)memperhatikan rekening koran Wajib Pajak yang bersifat transitory account, yakni
akun rekening koran yang memiliki saldo awal dan/atau saldo akhir nihil akan tetapi
sepanjang periode tersebut terdapat transaksi bank. Dalam hal diketahui adanya
transitory account baik atas nama Wajib Pajak maupun atas nama pihak lain, Pemeriksa
Pajak melakukan peminjaman dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 1) atau
melakukan pembukaan rahasia nasabah penyimpan sebagaimana dimaksud dalam angka
4 huruf d.
      4)meminta keterangan tertulis maupun lisan dari Wajib Pajak, wakil, kuasa Wajib Pajak,
pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak dan harus
dituangkan dalam Berita Acara Pemberian Keterangan Wajib Pajak yang ditandatangani
oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, kuasa dari Wajib Pajak, pegawai atau
anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
        Contoh keterangan tertulis misalnya:
        a) surat pernyataan tidak diaudit oleh Kantor Akuntan Publik;
        b) keterangan bahwa fotokopi dokumen yang dipinjamkan sesuai dengan aslinya;
        c) surat pernyataan tentang kepemilikan harta; atau
        d) surat pernyataan tentang perkiraan biaya hidup.
        Contoh keterangan lisan misalnya:
        a) wawancara tentang proses pembukuan Wajib Pajak;
       b) wawancara tentang proses produksi Wajib Pajak;
       c) wawancara dengan manajemen tentang transaksi-transaksi yang bersifat khusus; atau
       d) klarifikasi terhadap data yang ditemukan Pemeriksa Pajak dengan data pada SPT.
     5)Melakukan inspeksi untuk menguji eksistensi dan pengecekan fisik antara lain:
       a) proses produksi dan alur kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak;
       b) kapasitas produksi, produk yang dihasilkan, jumlah karyawan, modal sendiri atau
pinjaman yang dibutuhkan oleh Wajib Pajak dalam menjalankan kegiatannya;
dan/atau
        c) harta berupa uang, persediaan, peralatan, aktiva tetap dan/atau harta Wajib Pajak
lainnya.
    h.Pemeriksa Pajak harus mengoptimalkan pelaksanaan pengujian di tempat Wajib Pajak
untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam pelaksanaan pemeriksaan. 
    i. Setiap pengujian di tempat Wajib Pajak, Pemeriksa Pajak harus membuat Berita Acara
Pelaksanaan Pengujian di Tempat Wajib Pajak dengan menggunakan format berita acara
sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
    j. Terhadap Wajib Pajak yang sedang dilakukan pengujian di tempat Wajib Pajak, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
      1)Dalam hal Wajib Pajak bersikap kooperatif, yaitu memenuhi ketentuan mengenai
kewajiban Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) dan ayat (4)
Undang-Undang KUP, Pemeriksa Pajak melanjutkan pengujian pemeriksaan sesuai
dengan ruang lingkup pemeriksaan dan audit plan.
      2)Dalam hal Wajib Pajak bersikap tidak kooperatif, yaitu tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) huruf b Undang-Undang KUP, berupa
tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu
dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan dalam rangka pelaksanaan
ketentuan Pasal 29 ayat (3) huruf a Undang-Undang KUP, Pemeriksa Pajak dapat
melakukan penyegelan sebagaimana tata cara penyegelan yang diatur dalam PMK
Nomor 17/PMK.03/2013 stdd PMK Nomor 184/PMK.03/2015, dengan ketentuan
sebagai berikut:
        a) Dalam hal setelah dilakukan Penyegelan Wajib Pajak menjadi kooperatif, Pemeriksa
Pajak melanjutkan pengujian pemeriksaan sesuai dengan ruang lingkup pemeriksaan
dan audit plan.
        b) Dalam hal setelah dilakukan Penyegelan Wajib Pajak tetap tidak kooperatif yang
ditunjukkan dengan melakukan pembatasan pemeriksaan sehingga tidak memenuhi
ketentuan mengenai kewajiban Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang KUP atau Wajib Pajak menyatakan menolak
untuk dilakukan Pemeriksaan di tempat Wajib Pajak, berdasarkan pertimbangan
profesional (professional judgement) Pemeriksa Pajak dan Kepala UP2, Pemeriksa
Pajak harus menentukan apakah akan menghitung besarnya penghasilan kena pajak
secara jabatan atau mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagai tindak lanjut
Pemeriksaan, yang dituangkan di dalam Kertas Kerja Pemeriksaan.
  6.Perolehan Data dalam Bentuk Elektronik
    a.Dalam hal Wajib Pajak menyelenggarakan pembukuan secara elektronik, Pemeriksa Pajak
harus memperoleh data yang diperlukan dalam bentuk elektronik dan menyimpan data
tersebut menggunakan media penyimpanan elektronik yang tidak dapat diubah, melakukan
imaging file-file yang diunduh, melakukan hashing file image tersebut, serta membuat
Berita Acara Perolehan Data, Catatan dan/atau Dokumen yang Dikelola Secara Elektronik
dengan merinci nama file, ukuran file, dan hash value file image tersebut.
    b.Perolehan data elektronik sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan
prosedur sebagai berikut:
      1)Melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang memahami sistem informasi yang
digunakan oleh orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Lapangan dan
menuangkannya dalam Formulir Kuesioner Gambaran Umum Sistem lnformasi sesuai
dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini;
      2)Meminta ijin untuk mengakses dan/atau mengunduh data elektronik yang dikelola oleh
Wajib Pajak yang dibuktikan dengan Wajib Pajak menandatangani Surat Pernyataan
sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
      3)Melakukan pengunduhan Data Elektronik dari perangkat yang diduga sebagai
penyimpan dokumen. Prosedur melakukan imaging file yang dipinjam dan melakukan
hashing file image terdapat dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran ini;
      4)Membuat Berita Acara Perolehan Data, Catatan dan/atau Dokumen yang Dikelola
Secara Elektronik sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran
IX dan dilampiri dengan Lampiran Rincian Perolehan Data, Catatan dan/atau Dokumen
yang Dikelola Secara Elektronik sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini; dan
      5)Mendokumentasikan seluruh proses Perolehan Data Elektronik.
    c.Pemeriksa Pajak dapat meminta bantuan tenaga e-auditor dalam hal terdapat kendala untuk
memperoleh data secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b.
    d.Dalam hal Pemeriksa Pajak tidak dapat melakukan peminjaman data dalam bentuk
elektronik sebagaimana dimaksud pada huruf a dikarenakan Wajib Pajak tidak
menyelenggarakan pembukuan secara elektronik, atau Pemeriksa Pajak tidak dapat
melakukan pengolahan data karena keterbatasan database pengolahan data yang dimiliki,
atau karena alasan lain yang menyebabkan Pemeriksa Pajak melakukan peminjaman buku,
catatan, atau dokumen non elektronik, Pemeriksa Pajak menuangkannya dalam Berita
Acara Pelaksanaan Peminjaman Buku, Catatan dan Dokumen Non Elektronik sesuai
dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
    e.Pemeriksa Pajak di Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar,
Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan di Kantor
Pelayanan Pajak Madya, harus melaksanakan e-audit dalam pelaksanaan pemeriksaannya
sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-25/PJ/2013 tentang
pedoman e-audit.
  7.Penyegelan
    Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam rangka melakukan penyegelan sebagaimana
dimaksud pada angka 5 huruf j butir 2) antara lain:
    a.Penyegelan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2
(dua) orang yang telah dewasa selain anggota tim Pemeriksa Pajak yang dapat merupakan
pegawai Direktorat Jenderal Pajak, pegawai Wajib Pajak, atau pihak ketiga lainnya.
    b.Penyegelan juga dilakukan terhadap data yang dikelola secara elektronik untuk
mengamankan data tersebut agar tidak dipindahkan, dihilangkan, dimusnahkan, diubah,
dirusak, ditukar atau dipalsukan, baik secara fisik maupun melalui jaringan.
  8.Tindak Lanjut Pemeriksaan Setelah Pengujian di Tempat Wajib Pajak
    Setelah jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada angka 5 huruf d telah
berakhir, berdasarkan pertimbangan profesional (professional judgement) Pemeriksa Pajak
dan Kepala UP2, Pemeriksa Pajak harus menentukan tindak lanjut pemeriksaan, yang
dituangkan di dalam Kertas Kerja Pemeriksaan dan didukung dengan Berita Acara
Pemenuhan Dokumen, dengan ketentuan sebagai berikut:
    a.Dalam hal Wajib Pajak bersikap kooperatif sebagaimana dimaksud dalam angka 5 huruf j
angka 1) dan angka 2) butir a), Pemeriksa Pajak melakukan hal-hal sebagai berikut:
      1)melanjutkan pengujian dengan menggunakan metode dan teknik pemeriksaan sesuai
dengan rencana pemeriksaan (audit plan) dan program pemeriksaan (audit program)
yang telah disusun.
      2)Dalam hal Pemeriksa Pajak menemukan kondisi yang berbeda antara audit plan dengan
pelaksanaan pengujian di tempat Wajib Pajak, Pemeriksa Pajak dapat melakukan
perubahan rencana pemeriksaan (audit plan).
      3)Dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak selesainya pengujian di tempat
Wajib Pajak, Pemeriksa Pajak harus memutuskan untuk menyampaikan kepada Wajib
Pajak bahwa Wajib Pajak memiliki hak untuk mengungkapkan dalam laporan tersendiri
tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan
sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang KUP atau mengusulkan
Pemeriksaan Bukti Permulaan.
    b.Hal-hal yang harus diperhatikan dalam hal Pemeriksa Pajak memutuskan untuk
menyampaikan kepada Wajib Pajak bahwa Wajib Pajak memiliki hak untuk
mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat
Pemberitahuan yang telah disampaikan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (4)
Undang-Undang KUP sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 3) adalah sebagai
berikut:
      1)Dalam hal Wajib Pajak terbukti tidak melaporkan peredaran usaha maupun biaya-biaya
yang sebenarnya atau terdapat temuan-temuan yang bersifat material dalam Surat
Pemberitahuan yang sedang dilakukan pemeriksaan, Pemeriksa Pajak dapat
menyampaikan kepada Wajib Pajak bahwa Wajib Pajak memiliki hak untuk
mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat
Pemberitahuan yang telah disampaikan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (4)
Undang-Undang KUP.
      2)Temuan-temuan sebagaimana dimaksud pada angka 1) harus didukung dengan Berita
Acara Permintaan Keterangan kepada Wajib Pajak.
      3)Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pad a angka 1) bermaksud untuk
memanfaatkan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang KUP, maka Wajib Pajak, wakil atau
kuasa membuat Surat Pernyataan akan memanfaatkan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang
KUP dengan menggunakan format surat pernyataan sesuai dengan contoh format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran ini.
      4)Dalam hal Wajib Pajak tidak memanfaatkan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang KUP,
Pemeriksa Pajak dapat mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
      5)Dalam hal Wajib Pajak tidak memanfaatkan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang KUP dan
tidak dilakukan pengusulan Pemeriksaan Bukti Permulaan, maka Pemeriksa Pajak
menyelesaikan pemeriksaan dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan sebagai dasar
penerbitan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
    c.Dalam hal Wajib Pajak bersikap tidak kooperatif sebagaimana dimaksud dalam angka 5
huruf j angka 2) butir b), Pemeriksa Pajak harus menentukan apakah akan menghitung
besarnya penghasilan kena pajak secara jabatan dengan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto atau mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
  9.Pembahasan Temuan Sementara Hasil Pemeriksaan
    a.Temuan pemeriksaan harus mencerminkan hasil pengujian sesuai dengan data, dokumen,
dan informasi yang relevan atas pos-pos yang diperiksa.
    b.Sebelum penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan, berdasarkan pertimbangan
Kepala UP2 atau berdasarkan usulan Tim Pemeriksa Pajak dilakukan pembahasan temuan
sementara hasil pemeriksaan.
    c.Pembahasan temuan sementara sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan bersama
antara Tim Pemeriksa Pajak dengan Kepala UP2 dan tim yang dibentuk oleh Kepala UP2.
    d.Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada huruf c dituangkan dalam risalah rapat
yang menjadi pertimbangan bagi Tim Pemeriksa Pajak untuk menghasilkan temuan yang
lebih objektif dan berkualitas.
       
F. Ketentuan Lain-Lain
  1.Surat Edaran ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ/2016 tentang Kebijakan Pemeriksaan dan Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-12/PJ/2016 tentang Penegasan atas Pelaksanaan
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
  2.Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai